For You

disclaimer : Masashi Kishimoto

pairing : Naruhina

Genre : Family, Hurt/Comfort, Friendship

warning : pasaran, typo dimana mana,OCC dll.

Chapter 1

"Huh...huh... ugh." Suara nafas dalam dan memburu membuat siapa pun yang melihatnya seakan merasakan hal yang sama. Begitu sulit dan menyakitkannya melihat seseorang menderita seperti itu apalagi jika yang sedang kesulitan bernafas itu adalah seorang bocah berusia 14 tahun.

"Hiks... hiks... Aniki kenapa?" suara tangis dari seorang bocah yang umurnya baru sepuluh tahun dengan wajah serupa namun rambut yang berbeda – rambutnya berwarna merah mencolok. Dia begitu ketakutan dan khawatir pada seseorang yang ia panggil kakak itu.

"Huh...huh... Men-menma... huh... to-tolong am-bil botol ke-kecil dilaci... ugh..." segera saja langkah kecil bocah itu berlari menuju laci dikamar sang kakak. Dengan bercucuran air mata dan panik anak tersebut mengobrak abrik semua isi laci dan mendapatkan sebuah benda seperti botol yang dimaksud kakaknya. Langkah kecilnya langsung berlari menuju sang kakak yang terlihat begitu tersiksa.

"Aniki ini." Sodornya yang segera diambil oleh sang kakak. Meski dengan gemetar tangan kecilnya berhasil memberikan inhaler itu untuk mengurangi rasa sesak didada kakaknya. Setelah lima menit barulah nafas itu kembali normal. Tubuhnya berkeringat dingin dan wajahnya pun tampak pucat namun sebuah senyum ia berikan kepada seseorang yang sedang menghawatirkannya.

"Hiks... Aniki sudah baikan?" tanya Menma masih sesenggukan, dia benar-benar takut melihat kakaknya kesakitan seperti itu.

"Aniki baik-baik saja. Terimakasih." Ucapnya dengan senyum yang begitu hangat. Tanpa diduga sang adik segera naik keatas kasur dan memeluknya erat.

"Jangan tinggalkan Menma. Kaa-san dan Tou-san tidak pernah pulang. Jangan tinggalkan Menma sendiri." Pelukan itu semakin erat seakan jika ia melepaskan seseorang yang jadi panutannya itu ia akan pergi juga meninggalkannya sendiri. Airmatanya membasahi piyama yang dipakai kakaknya.

"Aniki tak akan meninggalkanmu. Apapun yang terjadi." Ikrarnya dan membalas pelukan dari sang adik. Airmatanya tak dapat ia bendung lagi. Naruto sangat menyayangi adiknya itu apapun yang terjadi dia akan menjaga adiknya bahkan nyawa pun akan ia berikan pada sang adik asalkan ia selalu melihat senyum adiknya. Ketukan pintu membuat mereka mengalihkan perhatian pada seseorang yang akan masuk. Seorang lelaki paruh baya masuk keruangan dengan tergesa, dia terlihat sangat khawatir saat tadi samar-samar ia mendengar isak tangis dari kamar tuannya.

"Tuan muda baik-baik saja?" tanya panik bahkan sampai memeriksa setiap inci dari tubuh majikannya.

"Semua baik-baik saja paman." Ya memang semua baik-baik saja saat ini. Dan ia akan berusaha untuk membuatnya baik-baik saja sampai kedepannya.

.

.

.

Brank

Suara pintu yang dibuka dengan sembarangan dibarengi dengan decakan sebal dan larangan sekertarisnya tak membuatnya mengalihkan perhatian dari leptop yang sedang ia gunakan. Ia sudah tahu siapa yang berani dengan kurang ajarnya memasuki ruangannya dan membuat sekertarisnya kesal setiap ia datang.

"Sopanlah sedikit meski ini kantor kakakmu." Ungkap lelaki dewasa yang menjadi seketaris sekaligus tangan kanan kakaknya yang masih tetap tenang meski adiknya membuat kehebohan lagi dikantor pada saat jam kerja.

"Ayolah Shika-nii. Aku hanya ingin bertemu Aniki." Ucapnya memutar bola matanya bosan pada sekertaris yang juga sahabat kakaknya itu.

"Ck, kau tidak jauh berbeda dengannya. Semaumu sajalah tapi jangan ganggu kakakmu." Ucapnya malas dan pergi dari ruangan atasannya itu. Menma berjalan menuju kakaknya yang masih saja fokus pada leptopnya.

"Aniki." Panggilnya untuk mendapat perhatian dari kakaknya.

"Hm." Hanya gumaman respon yang ia dapat, kakaknya tidak berhenti dari aktivitasnya.

"Aniki lihat aku." Ucap Menma dengan nada kesal. Dia hampir merampas dan membanting leptop yang sedari tadi jadi pusat perhatian kakaknya itu.

"Ada apa?" akhirnya Naruto memberi perhatian pada adiknya yang sudah mulai cemberut itu, meraju seperti halnya bocah meski umurnya tidak layak disebut bocah lagi. Menma menggembungkan pipinya dan mengerucurkan bibirnya seperti anak kecil padahal usianya sudah 18 tahun.

"Aku ingin kuliah diAmerika." Ucapnya yang menyampaikan tujuannya datang kekantor Kakaknya itu. Sang kakak adalah walinya dan pengganti orang tua baginya dari umur 10 tahun. Jadi hal wajar bukan jika ia harus meminta izin kakaknya itu untuk urusan masa depannya.

"Kau tetap kuliah diTokyo. Tidak ada luar Negeri. Laju pendidikan jepang lebih maju dari pada Amerika." Tegas Naruto.

"Ayolah Aniki aku ingin mandiri. Aku tidak ingin selalu bergantung pada Aniki." Menma mengelurkan jurus andalannya untuk meluluhkan hati sang kakak yang biasanya selalu berhasil. Tampak memelas dan penuh harap untuk apa yang dia inginkan bisa terwujud.

"Jika kau nekat pergi jangan harap Aniki masih hidup." Ucap Naruto mutlak yang kali ini tidak mempan dengan jurus andalan adiknya.

"ANIKI!" teriak Menma tak suka saat kakaknya itu membawa hal-hal berbau kematian.

"OK AKU AKAN TETAP DIJEPANG. TAPI UNIVERSITASNYA AKU PILIH SENDIRI." Ucap Menma kesal, dia tidak ingin kehilangan Kakaknya. Dia tahu apa yang diucapkan kakanya bukan hanya gertakan saja. Dia kenal betul kakaknya, apa yang diucapkan kakaknya sudah pasti akan dilakukannya. Naruto hanya mengangguk.

"Mengenai jurusan –"

"Aku pilih sendiri. Aku akan tetap tinggal dirumah jika itu yang Aniki takutkan." Naruto menghela nafas melihat adiknya yang kali ini sepertinya marah padanya. Tidak pernah sekalipun Menma memotong ucapannya.

"Aku pergi. Aku akan mencari Universitanya sekarang." Ucap Menma yang kesal dan menutup pintu dengan cara yang tidak sopan – membanting.

Brank

Naruto menghela nafas, nafasnya terasa sedikit sesak. Segera saja ia mengambil inhaler untuk meredakan rasa sesak itu. Tak lama sekertarisnya datang dengan 5 berkas baru yang harus diperiksanya.

"Kita butuh perbaikan lagi. Pintu itu selalu rusak saat Menma kemari. Sekarang apa lagi?" tanya Shikamaru yang langsung menyodorkan kumpulan berkas yang sudah ia seleksi dan butuh Naruto periksa. Setiap Menma berkunjung kekantor pasti dia selalu merusak pintu dalam keadaan senang maupun marah. Jadi Shikamaru sudah paham untuk selalu menyiapkan perbaikan jika adik sahabatnya itu datang.

"Urusan kuliahnya." Jawab Naruto kalem.

"Lalu?" tanya Shikamaru yakin jika bukan hanya itu yang membuat Menma sampai terlihat sangat marah dengan Naruto. Memang sudah kebiasaan Menma jika dia menginginkan sesuatu namun sang kakak tak mau memenuhi pasti dia akan mengamuk meski tetap menurut pada kakaknya. Mau bagaimana pun Menma sangat menyayangi Kakaknya dan tidak mau kehilangan seseorang yang sangat dia sayangi itu. Shikamaru pun paham akan hal itu karna ia sudah mengenal Naruto dan Menma sejak masuk sekolah dasar. Masalah yang sering mereka hadapi pun ia tahu karna ia sudah terlalu sering menjadi tempat berkeluh kesah Naruto jika ia sedang terlalu pusing menghadapi masa adiknya. Hidup tanpa orang tua dimasa pertumbuhan sangat menyulitkan bagi Naruto apalagi dia harus menghidupi dan menjaga adiknya seorang diri.

"Dia ingin kuliah keluar negeri. Dan aku tidak mengijinkannya."

"Kenapa kau tak mengijinkannya saja?"

"Akan sulit mengawasinya jika dia berada disana."

"Apa kau tidak terlalu mengengkangnya Naruto. Aku rasa Menma sudah cukup dewasa untuk bisa mandiri. Kau pun mengenal betul adikmu bagaimana bukan?" tanya Shikamaru heran karna tidak biasanya jika tentang pendidikan Naruto tidak menyetujui keinginan Menma.

"Karna itu aku terlalu khawatir padanya. Dia belum tahu kejamnya dunia. Dia satu-satunya yang kumiliki Shika, hanya dia yang kujaga juga alasan untuk aku tetap hidup."

"Aku mengerti. Namun sesekali berikan kepercayaan padanya untuk memilih."

"Ya. Asalkan dia tidak lepas dari pengawasanku aku akan membebaskannya memilih." Shikamaru mengangguk dan segera pamit kembali keruangannya untuk mengerjakan pekerjaan yang lain.

.

.

.

Menma mengerutu sepanjang perjalananya menuju lahan basmen tempat ia memarkirkan mobilnya. Dia benar-benar kesal pada kakaknya yang kali ini benar-benar memaksanya untuk mengalah – biasanya Naruto mengalah akan segala keinginan adiknya. Tak biasanya kakaknya itu melarangnya. Apalagi sampai mengancam dengan taruhan nyawanya sendiri. Jelas ia mau tidak mau harus menuruti. Ia sangat menyayangi kakaknya itu, hanya kakaknyalah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Setelah tahu jika orang tuanya telah tiada diumurnya yang ke12 hanya kakaknya tempatnya bersandar dan berpegangan. Kakaknya sudah banyak mengorbankan sesuatu untuk kebahagiannya selama ini. Sejak orang tuanya meninggal kakaknya yang masih sangat muda harus memimpin perusahaan keluarga dengan mengorbankan masa remajanya. Merawatnya seorang diri, mengajarinya, melindunginya dan bekerja disaat bersamaan. Rasanya sulit membayangkan jika harus berada diposisi kakaknya. itu.

"Baka Aniki. Kenapa Aniki tidak mau mengalah sih." Karna terlalu asik menggerutu ia tidak melihat seorang gadis yang sedang terburu-buru berlari kecil kearahnya. Tabrakan tidak dapat terelakan lagi.

Brukk

"Ittai... Ck, kuso. Lihat-lihat jika sedang jalan." Gerutu Menma memandang kesal seseorang yang juga ikut merintih dan terduduk dilantai.

"Go-gomenasai... aku buru-buru. Sekali lagi gomenasai." Ucap gadis itu yang segera bangkit dan meneruskan langkahnya yang sedikit berlari memasuki kantor Namikaze Corp. Menma terpana melihat kecantikan gadis yang baru ditambraknya meski ini pertemuan pertamanya ia sudah jatuh cinta dengan gadis itu. Suaranya yang lembut, parasnya yang cantik, kulitnya putih dan mulus tanpa gores, serta tubuhnya yang begitu menggiurkan. Benar-benar gambaran sempurna dari seorang wanita. Belum pernah sekalipun ia begitu terpesona dengan seorang gadis seperti ini.

"Kirei.." gumam Menma tanpa sadar, ia bangun dari jatuhnya dan segera menuju mobil lamborgine keluaran terbaru berwarna merah. Sampai dimobilnya pun ia masih tersenyum membayangkan kecantikan gadis yang baru ditamuinya itu. Dia harus bertanya pada kakaknya nanti, mungkin saja kakaknya mengenalnya mengingat gadis itu memasuki perusahaan yang dipimpin kakaknya itu.

.

.

.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu mengalihakan sebentar perhatian Naruto pada berkas yang tengah dibacanya. Setelah mengijinkan orang tersebut masuk dia mendengar suara langkah perlahan mendekatinya bersamaan dengan suara nafas yang belum teratur. Hal tersebut tentu mengalihkan perhatian Naruto pada berkas yang dibacanya. Naruto tersenyum pada seseorang yang berada didepannya.

"Huh... gomen Naruto-kun aku terlambat." Ucap seorang gadis cantik bersurai dark blue yang nafasnya belum teratur. Naruto tetap tersenyum dan melambaikan tangannya pada gadis tersebut mengisyaratkan agar ia mendekat. Gadis itu menurut dan segera menuju Naruto. Saat jarak itu semakin mendekat secara tiba-tiba Naruto menarik tangan gadis itu. Karna belum siap dengan gerakan Naruto mau tak mau gadis itu akhirnya terduduk dipangkuan Naruto.

"Na-naruto-kun!" pekik gadis itu kaget. Namun segera terdiam saat Naruto menyandarkan kepalanya dipundaknya.

"Ada apa?" tanya gadis itu khawatir, apalagi saat mendengar nafas Naruto mulai tidak teratur dan wajahnya yang berkeringat dingin.

"Naruto-kun mana inhalermu. Kau sakitkan." Gadis itu menjadi panik saat nafas Naruto sudah sangat pendek, dia segera menggeledah jas Naruto tempat baisanya Naruto meletakkan inhalernya. Setelah mendapatkannya ia segera membantu Naruto untuk memakainya.

"Kau kenapa?" tanyanya khawatir karna sedari tadi Naruto tak bicara.

"Hinata biarkan aku seperti ini sebentar saja." Ucap Naruto lirih, Hinata mengerti saat ini Naruto butuh tempat untuk bersandar. Dan ia akan membiarkan dirinya menjadi tempat bersandar Naruto selalu dan selamanya. Tangan Hinata tak diam saja ia mengelus kepala Naruto dan sesekali mencium kepalanya untuk menenangkan Naruto.

"Kau mau bercerita?" tanya Hinata perlahan. Dia tidak akan memaksa Naruto jika ia tidak ingin bicara.

"Menma sepertinya akan membenciku. Dia benar-benar marah padaku kali ini. Baru kali ini aku melarangnya melakukan hal yang dia mau." Ucap Naruto dengan nafas yang mulai normal, dia memang selalu nyaman jika didekat Hinata.

"Aku mengancamnya dengan nyawaku agar ia tetap dijepang. Meski dia menuruti ancamanku aku tahu dia sangat marah padaku." Elusan Hinata pada rambut Naruto terhenti. Ia terkejut saat tahu kekasihnya itu mengancam adiknya dengan nyawanya sendiri.

"Kau terlalu keras Naruto-kun. Kau bisa menggunakan cara yang lebih lembut lagi. Dia masih remaja dan butuh perhatian. Kau tahu itu kan?" ucap Hinata yang meski cukup marah namun masih mengeluarkan suara lembut yang mampu menenangkan Naruto. Naruto pun tahu jika Hinata marah padanya.

"Hanya dia dan kau yang aku punya Hinata. Hanya kalian alasan aku hidup. Hal itu terpaksa aku lakukan agar ia tetap selalu dalam pengawasanku." Naruto semakin membenamkan kepala diceruk leher Hinata. Menghirup wangi lavender yang selalu mampu menenangkannya. Hinata tahu Naruto sangat mencintai adiknya. Dia mengenal Naruto sejak sekolah dasar. Ia tahu masa-masa sulit yang telah Naruto hadapi saat harus membesarkan adiknya seorang diri.

"Aku mengerti Naruto-kun sangat menyayangi Menma. Meski aku belum pernah bertemu dengannya aku yakin ia juga sangat menyayangi Naruto-kun. Bicaralah baik-baik dengannya, ia pasti akan mendengarkanmu." Ucap Hinata lembut, Naruto mengangguk masih dalam posisinya.

"Kau sudah makan siang?"tanya Hinata saat melihat jam dinding diruangan yang sudah menunjukkan pukul 2 siang.

"Belum." Jawab Naruto jujur dan membuat Hinata menghela nafas lelah dan menggelengkan kepalanya.

"Kenapa belum? Itu tidak baik untuk kesehatanmu. Asmamu bisa mudah kambuh saat kau kelelahan." Omel Hinata yang kali ini benar-benar marah. Dia memandang Naruto tajam dan pandangan itu membuat Naruto sedikit takut.

"Mmm... aku lupa." Ucap Naruto yang segera menarik kepala dari pundak Hinata, dia memandang segala arah asal ia tidak memandang Hinatanya.

"Sekarang kita kekantin. Kau harus makan dan tinggalkan berkas-berkas bodoh ini." Ucap Hinata sambil menuding berkas-berkas yang bernilai jutaan yen itu. Naruto tak kuasa menolak jika Hinata sudah marah seperti ini.

Keluarga dan cinta

Manakah yang harus kau pilih

jika kau diminta memilihnya

TBC

Ukh gomene ~ FM aja belum selesai aku malah udah nulis fic baru lagi. Tapi ide ini menghantuiku jadi akhirnya kutulis juga. Namun fic ini gx akan panjang kok. Hanya beberapa chapter aja. Karna aku akan mementingkan FM. Lagi pula FM udah hampir selesai kasarnya tinggal butuh pengeditan sebentar. Namun masalah baru lagi datang. Aku sekarang udah aktif kuliah, mana kuliah sampe sore, jadi mungkin update ficnya akan jarang-jarang gara-gara ketabrak tugas menumpuk. Tapi aku akan tetep update jika ada kesempatan.

Bagi yang suka nikmatilah, jika tidak anda bisa menekan tombol back. Kritik dan saran aku benar-benar menerima dengan lapang dada. Dan terimakasih pada Reader yang sudah menyempatkan membaca, memfav dan review maupun silent reader yang mampir untuk membaca.