DO NOT ENTER ! (CHANBAEK)
BOYSLOVE/YAOI
Main Cast :
Byun Baekhyun
Park Chanyeol
Summary :
Jangan masuk ke dalam sana! Tidak ada yang diperbolehkan masuk ke dalam sana! Larangan tersebut telah diketahui oleh setiap penghuni rumah. Namun Byun Baekhyun, laki-laki yang mendadak menjadi seorang penyusup telah melanggarnya.
~Keseluruhan cerita berasal dari imajinasiku sendiri~
.
.
BB922016
Do Not Enter ! : Chapter 16 (END)
Waktu berlalu begitu cepat bagai kedipan mata. Banyak hal yang telah berubah dalam empat tahun ini. Seperti bangunan-bangunan kota yang bertambah banyak, memori-memoripun menumpuk.
Baekhyun duduk nyaman di sofa ruang keluarga dengan jemari yang memegang remote tv. Sesekali lelaki itu akan melirik jam dinding kemudian beralih kembali menonton acara hiburan yang sedang tayang.
Bunyi tanda seseorang tengah menekan tombol password pada sensor pintu membuat Baekhyun tersenyum tanpa sadar. Ia bangkit dari duduknya dan berlari kecil menuju pintu utama, menunggu kehadiran seseorang yang berjalan masuk ke dalam rumah dengan langkah gontai.
Wajah lelah Chanyeol adalah hal yang membuat Baekhyun tersenyum lembut diiringi tatapan hangat. Lelaki itu merentangkan kedua tangannya, menyambut langkah Chanyeol yang menuju padanya.
Chanyeol tersenyum dan masuk ke dalam pelukan mungil kekasihnya. Baginya, berada dalam rengkuhan erat Baekhyun adalah tempat terbaik untuk melepas rasa lelah.
"Bagaimana pekerjaanmu?" Tanya Baekhyun seraya mengusap punggung lebar Chanyeol.
"Beruntung aku tidak memenggal kepala seseorang hari ini."
Jawaban santai itu lantas membuat sebuah pukulan kecil melayang di punggung Chanyeol. Lelaki itu terkekeh pelan lalu melepas pelukan mereka untuk bisa mendapati wajah cemberut Baekhyun yang menggemaskan.
"Sedikit menaikan darahku, tapi aku bisa mengatasinya." Chanyeol mencium singkat bibir sang kekasih.
Waktu benar-benar telah banyak terlewatkan. Chanyeol yang berada di hadapan Baekhyun saat ini jelas jauh berbeda dari Chanyeol yang dulu.
Tak hanya paras yang bertambah jauh lebih dewasa, empat tahun cukup untuk merubah segalanya. Chanyeol mempelajari banyak hal ketika berada jauh dari negara kelahiran. Dari mengejar segala ketertinggalan yang dulu tak sempat ia sentuh ketika terkurung di dalam kamar dingin, sampai menghabiskan waktu untuk belajar cara mengelola perusahaan dan hal-hal mendasar lainnya.
Baekhyun berperan besar dalam merubah kepribadian lelaki itu. Sesuatu yang hampir tak mungkin Chanyeol akan lakukan, dengan mengejutkannya berhasil terwujud berkat sosok Baekhyun yang selalu memberikan petuah dan semangat. Kini Chanyeol lebih mampu mengendalikan diri. Meski darah dingin masih mengalir dalam nadinya, pria itu sudah tak lagi membayangkan bagaimana rasanya mematahkan leher atau menusukan tajam pisau ke perut seseorang.
Tetesan darah merah tak lagi menjadi sesuatu yang menggairahkan untuk Chanyeol. Empat tahun belakangan ini membuatnya bekerja keras untuk merubah diri. Semua itu ia lakukan atas janjinya. Karena ia perlu membuktikan pada Baekhyun bahwa lelaki itu tak salah mencintainya. Chanyeol akan melakukan apapun untuk mempertahankannya.
Sekarang Chanyeol sudah menjabat sebagai direktur di perusahaan cabang milik Keluarga Park. Sebuah pencapaian yang begitu sulit ia raih hanya dalam jangka waktu dua tahun.
"Apa pekerjaanmu tidak berjalan dengan baik?"
"Semua baik-baik saja. Tapi seperti yang kau tahu, emosiku bukan suatu perkara yang mudah. Kupikir itu hal yang paling sulit kukendalikan ketika berhadapan dengan seseorang."
Baekhyun mendengarkan penjelasan Chanyeol seraya membantu melepas jas yang melekat di tubuh lelaki tersebut.
Itu memang tidak pernah mudah untuk Chanyeol. Bahkan di awal-awal percobaannya, mereka sering berakhir dengan pertengkaran karena lelaki tersebut kesulitan untuk tidak melukai orang lain.
"Kau lelaki yang hebat, Chanyeol. Aku tahu kau bisa menahan diri." Puji Baekhyun dengan tenang. "Kau sudah makan malam?"
"Sudah, bersama rekan kerjaku. Aku hanya ingin segera mandi dan tidur."
"Aku akan menyiapkan air hangat." Balas Baekhyun seraya meninggalkan lelaki itu dengan senyuman cantik.
Hati Chanyeol tersapu udara hangat. Ia tak pernah merasa begitu beruntung mendapati kehidupan yang sempurna meski hanya dengan hal sesederhana ini. Baekhyun adalah kebahagiaannya, dan Chanyeol selalu mengakui itu.
Sembari menunggu Baekhyun menyiapkan air mandi, ia berjalan menyusuri sudut ruang apartment yang sangat tenang. Mata lelaki itu terhenti pada bingkai-bingkai foto yang terpajang rapi di nakas panjang.
Mata sayu terpancar dari tatapannya. Chanyeol memandangi foto keluarganya dengan hati yang berat. Helaan napas mengisi ruangan bersama perasaan yang menyusup di antara hatinya. Kenangan-kenangan lama kembali terbuka.
Jemari lentik terlihat menyelinap di antara pinggang Chanyeol membuat lelaki itu tersentak sebelum tersenyum ketika mendapati kepala Baekhyun menyembul di sebelah lengannya dengan sebuah senyuman. Chanyeol mengusap punggung tangan Baekhyun yang memeluk perutnya.
"Apa yang sedang kau pikirkan, hm?" Suara lembut Baekhyun menyapa.
Chanyeol memandang kembali foto tersebut, tepatnya pada wajah seseorang. "Menurutmu.. apa dia akan datang?"
Pertanyaan itu membuat Baekhyun terdiam sejenak. Ia mengeratkan pelukannya pada Chanyeol, seakan tahu apa yang tengah kekasihnya rasakan. "Dia pasti akan datang." Bisiknya pelan.
Chanyeol menghela napas dan tersenyum sedih. "Sudah empat tahun berlalu."
"Chanyeol.." Baekhyun melepas pelukannya dan membalik tubuh tegap lelaki itu agar mereka dapat bertatapan.
"Bagaimana keadaan rumah saat ini?" Tanya Chanyeol seraya mengusap lembut wajah Baekhyun dengan punggung tangannya.
"Nara-maksudku Yeri bilang rumah terasa jauh lebih hangat sejak kedatangan pelayan baru. Kau ingat pelayan yang kuceritakan? Sejujurnya aku tak tahu dimana letak suasana hangatnya karena ia bercerita Kris selalu bertengkar dengan pelayan tersebut hingga rumah hancur lebur." Baekhyun menggeleng pelan, terheran-heran dengan cerita sang adik seminggu yang lalu di telepon.
Yeri memang kembali tinggal di istana Kris ketika Baekhyun memutuskan untuk ikut ke Kanada bersama Chanyeol. Gadis itu mengatakan bahwa ia ingin tetap tinggal bersama Nyonya Kim, meski Baekhyun lebih yakin gadis itu hanya tak ingin jauh dari Sehun, sang pujaan hati yang tak kunjung meresponnya.
Chanyeol menyunggingkan senyum. "Aku salut pelayan itu tidak mati juga sampai detik ini. Mungkin rumah terasa lebih hidup oleh pertengkaran mereka."
Baekhyun balas tertawa halus. "Jadi kapan kau akan mandi, hm?"
"Tidak mau membantu?"
Baekhyun beringsut menatap wajah Chanyeol yang tersenyum penuh arti. Tersirat sebuah hal yang mudah untuk ia tebak. "Wajahmu menakutiku, Chanyeol." Ledeknya yang justru mengundang tawa dari lelaki tersebut.
"Aku tidak akan memakanmu, Baekhyun."
Baekhyun tersenyum dengan rotasi bola mata. "Aku tahu kau seorang pembohong ulung."
Chanyeol masih tertawa, lalu memeluk pinggang Baekhyun sangat erat dan memainkan hidung mancungnya pada perpotongan leher si mungil sampai terdengar pekikan geli.
Mereka benar-benar bahagia selama empat tahun ini. Tersadar bahwa keputusan mereka untuk kembali bersama adalah keputusan yang tepat.
"Apa kau sudah gila?! Kau pikir berapa harga guci ini?!"
Tao mendelik sebal mendapati omelan tanpa henti dari seorang pelayan senior di hadapannya. Keramik berpecah belah mengotori lantai sejak beberapa menit lalu. Tao akui jika dirinyalah penyebab hal tersebut terjadi. Ia tak sengaja menyenggol guci yang terpajang saat sedang membersihkan meja.
"Aku sudah bilang aku tidak pandai membereskan rumah! Kalian saja yang tidak mau dengar dan selalu memaksaku!" Sungut Tao tanpa berdosa.
Pelayan perempuan dengan wajah seramnya melotot tajam. Ia berkacak pinggang seraya menunjuk wajah Tao berulang kali. "Kau sudah empat tahun di sini, bagaimana mungkin kemampuanmu tidak ada kemajuan sama sekali, hah?!"
Tao balas melempar asal kain lap di tangan. "Sudah kubilang sejak awal aku tidak bisa! Pindahkan saja aku ke bagian pengawal!"
"Diam!"
Yeri di sudut ruangan hanya menggeleng pelan. Telinganya kini sudah terbiasa mendengar keributan sepanjang hari. Gadis itu memilih sibuk dengan kemoceng dan debu-debu pada bingkai foto.
Nyonya Kim memijat dahi. Tenggorokan wanita paruh baya sepertinya langsung meronta sakit setelah berteriak keras untuk menghentikan perdebatan kedua pelayan di hadapannya.
"Jangan perpanjang masalah, dan kembalilah bekerja. Tao, aku tak bisa membelamu lagi kali ini. Kau harus bicara dengan Tuan Kris sendiri terkait perbuatanmu." Putus Nyonya Kim.
"H-Halmeoni!"
"Kemarin kau baru saja berkelahi dengan seorang pengawal, dan sekarang kau sudah membuat keributan lain. Aku tak bisa bertanggungjawab. Aku sudah cukup tua untuk masalah seperti ini."
Tao menggerutu kesal. Ia berharap bisa membela diri, namun ia tahu ia tak pernah berperilaku baik sejak ia disekap di dalam rumah ini karena perbuatannya yang masuk tanpa ijin.
Kembali sejenak pada hari itu. Tao kira dirinya akan menemui ajalnya begitu ketahuan, tetapi ketika ia diberi pilihan tentu ia lebih memilih untuk menjadi pelayan di Keluarga Park. Mengapa tidak? Hidupnya terjamin. Ia mendapat gaji besar dan tak perlu berpikir sulit tentang kehidupan luar. Lagipula, ia tak memiliki keluarga yang akan mengkhawatirkan keberadaannya.
Hanya saja ada satu permasalahan yang membuatnya sakit kepala. Sudah berkali-kali ia meminta dipindahtugaskan ke bagian pengawal, namun tak ada satupun orang yang mendengarkannya. Ia harus terpaksa menjadi seorang pelayan jika tak ingin mati.
"HUANG ZI TAO!"
Teriakan menggelegar dari lantai dua membuat semua orang serentak menoleh ke arah tangga dengan tatapan ngeri. Meski tak ada sosok siapapun di sana, namun mereka tahu betul berasal dari mana pemilik suara berat tersebut.
"Kenapa semua orang senang sekali meneriakiku?" Keluh Tao, lalu berjalan cepat menghampiri tangga. Sudah pasti jika Kris berteriak seperti itu, tandanya ia perlu datang sesegera mungkin.
Tao mengetuk pelan pintu di hadapannya sebelum membuka dengan hati-hati. Dapat ia lihat sosok Kris tengah duduk di ruang kerjanya tanpa suara. Wajah pria itu kaku, dingin, dan sangat menyeramkan lebih dari biasanya. Tao mencoba menebak-nebak kesalahan apa yang ia perbuat kali ini sehingga pria itu mengamuk.
"Kau memanggilku?" Tanya Tao sembari berjalan menghampiri.
Kris melirik sinis lalu melempar sebuah kertas yang ia remas sampai jadi bola kepada Tao. "Berapa kali harus kubilang untuk berhenti menempeli barang-barangku dengan notes bodohmu?! Apa kau pikir rumahku taman bermain yang bisa kau corat-coret sesuka hatimu, hah?!"
Tao sontak memejamkan mata ketika suara itu masuk ke pendengaran seperti ingin menghancurkan gendang telinga. Ia kemudian menatap Kris dengan polos. "Maaf, tapi aku tidak mengerti dimana letak kesalahannya. Aku tidak melakukan hal buruk. Aku hanya memberi kalimat penyemangat untukmu."
"Kalimat penyemangat? Apa kalimat penyemangat yang kau maksud adalah 'Aku suka melihat otot-ototmu sehabis berenang'?"
Tao memang sering kali memberi notes dengan tulisan seperti 'Selamat bekerja!' dan sebagainya pada meja kerja sang majikan, tetapi terkadang ia juga menulis hal-hal yang membuat Kris naik pitam.
Tao terdiam sembari menggaruk alisnya canggung lalu terkekeh pelan tanpa berdosa. "Um.. Maksudku kalimat penyemangat dan..pujian?"
Kris memijat dahinya frustasi. "Dan kau! Aku sudah memperingatimu untuk berbicara sopan padaku!"
"Dan aku juga sudah bilang aku tak bisa bersikap formal pada orang yang kusuka." Sahut Tao tak mau kalah. Wajahnya merengut sebal.
Tepatnya tiga tahun lalu ketika Tao menyatakan cintanya secara gamblang pada Kris. Bukan sesuatu yang terdengar mustahil jika orang-orang di luaran sana bahkan turut menginginkan seorang Kris Park. Tampan, kaya raya, memiliki kekuasaan besar, pria itu menggoda semua orang untuk jatuh cinta. Meski Tao justru terbilang lebih berani karena masih menyukai pria itu setelah tahu pria tersebut bukan manusia normal pada umumnya.
Kris menggeram kesal. "Hentikan ucapan bodohmu."
Tapi sayangnya, Kris selalu menganggap jika pernyataan cinta Tao adalah sebuah lelucon. Mungkin pula pria itu tak benar-benar peduli karena di hatinya hanya terdapat satu nama.
Tao berdecak marah. Ia muak selalu mendapat jawaban yang sama untuk bertahun-tahun. "Tidak bisakah kau runtuhkan egomu dan mencoba berkencan denganku?"
Kris mengepalkan tangan. Wajah pria itu semakin seram. Rahangnya mengeras akibat sikap Tao yang selalu saja tidak menaruh rasa hormat padanya. "Apa kau sudah bosan hidup, huh?" Desisnya tajam.
Lelaki yang berdiri di depan meja Kris itu mematung. "Kau.. mau membunuhku?" Tanyanya pelan.
"Ya, jika mulutmu masih tak tahu cara untuk diam."
Tao terperanjat. Selama ini ia selalu dengar jika Kris bukanlah orang penyabar dan sering kali membunuh tanpa rasa bersalah, tetapi belum pernah ia dengar pria itu ingin membunuhnya sampai ketika detik ini.
Setelah semua sikap menyebalkan dan kurang ajarnya, Kris tak pernah berniat membunuhnya sampai akhirnya terucap di detik sekarang.
Tao mengepalkan tangan. Sudut hatinya terluka oleh fakta Kris mungkin memang tak pernah menganggap dirinya istimewa. "Lalu kenapa selama ini kau tak membunuhku jika aku tidak bisa diam? Aku selalu menyusahkanmu, bukan? Kau membuatku berharap! Kau membuatku berpikir jika kau memperlakukanku berbeda!"
"Aku akan membunuhmu sekarang juga." Kris menggebrak meja saat bangkit berdiri lalu tanpa aba-aba menarik kasar lengan Tao untuk ikut dengannya. Menyeretnya sampai ke ruang bawah tanah adalah satu ide yang terpikir olehnya. Ia sudah jengah dengan sikap lelaki tersebut.
"Jangan!" Tao menahan pergelangan tangan Kris dan menggeleng keras. "J-Jangan bunuh aku."
Kris berhenti, menatap lelaki tersebut dan tersenyum miring merendahkan. Semua orang memang akan berubah menjadi pecundang lemah ketika dihadapkan pada kematian. Jemari besarnya terangkat lalu mencengkram kasar rahang Tao. "Kenapa? Kau takut mati?" Ejeknya.
Tao menatap iris mata itu tanpa gentar. Lalu yang keluar dari bibirnya adalah hal yang tak pernah Kris duga. Tao selalu berperilaku di luar ekspetasinya. "Aku tak boleh mati. Kau tak bisa biarkan aku mati, Kris. Karena hanya aku satu-satunya di dunia ini yang mencintaimu dengan tulus."
Mereka diam dalam waktu yang cukup lama. Saling bertatap mata dengan emosi yang membara di hati mereka masing-masing. Kris bersumpah ia tak pernah menyangka akan menghadapi lelaki aneh seperti Tao seumur hidupnya.
Tao menggenggam pergelangan tangan sang majikan yang masih mencengkram pipinya. "Kris, aku bersumpah jika kau tidak mengajakku berkencan sekarang juga, aku akan menghancurkan guci porselen berharga miliaranmu!"
Kris yang sempat terdiam akhirnya mendorong kasar wajah Tao untuk enyah dari hadapannya. Membuat ringisan terdengar dari bibir lelaki manis tersebut.
"Keluar." Titah Kris dengan tajam.
Tao menatapnya tak percaya. Matanya membulat. "Kau masih tidak ingin mengencaniku?" Bahkan setelah ancaman yang ia beri.
"Aku bilang keluar!"
Tao membuang napasnya dengan marah. Ia tak mengerti mengapa Kris selalu saja menolaknya tanpa memberi alasan yang jelas agar ia dapat mengerti. Semua yang ia dapatkan hanyalah sekadar pengusiran tak jelas selama ini. Pria itu tak pernah mengatakan secara rinci alasan penolakannya dan membuat Tao terus berada di lingkaran kebingungan.
Lelaki itu memutar badannya tanpa memberi hormat. Ia segera berjalan dengan langkah marah di setiap hentakannya, kecewa berat pada Kris. Lelaki itu berhenti sesaat ketika berada di ambang pintu. Ia menoleh ke belakang dan menemui mata pria tampan tersebut.
"Omong-omong, aku menghancurkan gucimu."
Mata Kris sontak membulat terkejut. "APA?!"
BRAKK..
Dan Tao mengakhirinya dengan pintu yang ditutup kasar.
Burung-burung camar terlihat berlarian di langit sekitar pantai. Dalam ketenangan, Baekhyun dan Chanyeol berjalan beriringan dengan jemari yang bertautan. Kaki-kaki telanjang mereka berkali-kali tenggelam dalam lembutnya pasir.
"Terhitung satu bulan lagi, Baekhyun.." Chanyeol menoleh pada kekasihnya dan tersenyum. Rambut hitam lelaki itu tertiup angin, memberi sedikit kilas balik di mata Baekhyun pada pertemuan pertama mereka di rumah Kris. Waktu itu rambut Chanyeol sangat panjang menutupi telinga.
Baekhyun tersenyum tanpa sadar.
"Bagaimana perasaanmu?"
Tentang pernikahan mereka yang akan diselenggarakan satu bulan lagi. Setelah bertahun-tahun terlewati untuk saling mendekatkan diri dan memahami satu sama lain, mereka memutuskan untuk mengikat diri dalam sebuah janji suci.
"Aku berdebar, sangat menantikannya." Jawab Baekhyun dengan rona merah di pipi. "Terkadang aku larut memikirkannya dan itu membuatku gugup."
Deru ombak sesekali menerpa kaki mereka yang berjalan di pinggir pantai.
Chanyeol terkekeh pelan. "Kita akan segera bersama." Mereka menghentikan langkah lalu menatap hamparan laut yang indah.
"Aku belum pernah merasa senyaman ini dengan seseorang." Bisik Baekhyun. Ia melihat sisi wajah Chanyeol dengan tatapan hangat lalu menarik senyum memuja. "Anehnya, hatiku selalu terasa damai ketika berada di sisimu."
"Kalau begitu jangan pernah tinggalkan aku, Baek." Chanyeol menoleh lalu menyentuh kedua pundak lelaki cantik itu dan menatap penuh harap. "Aku tak ingin kau pergi lagi. Aku tak ingin tak bisa melihatmu lagi."
Baekhyun tersenyum lembut. Manik matanya memancarkan kilat yang manis bersama debaran jantung yang bersenandung menyenangkan. "Aku sudah melihat bagian terburukmu, Chanyeol. Dan itu tak bisa mengurangi rasa cintaku padamu."
Jemari lentiknya mengusap pipi lelaki tersebut. "Kita telah melangkah sejauh ini dan berjuang. Kita telah sejauh ini saling percaya. Aku tak akan bisa jika harus hidup tanpamu. Kau telah menjadi bagian dari diriku sekarang. Aku hanya ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu."
Baekhyun tahu ia telah dibodohi oleh cinta, namun ia tak peduli. Ia hanya ingin terus bersama Chanyeol selamanya apapun yang terjadi.
Lelaki yang lebih tinggi menarik kekasihnya ke dalam sebuah pelukan erat. Bisikan kata cinta dan terima kasih terus keluar dari bibir tebalnya. Bersyukur pada takdir yang mengijinkan mereka untuk bersama.
"Kau mau anak berapa?" Tanya Chanyeol tiba-tiba saat pelukan mereka terlepas.
"Apa kau ingin mengadopsi anak?" Tanya Baekhyun balik.
Chanyeol mengangguk, dan Baekhyun terlihat sangat senang. Wajahnya secerah langit saat ini. "Bagaimana dengan dua? Aku ingin anak laki-laki."
"Baiklah. Kau akan mendapatkannya." Ciuman singkat jatuh pada surai rambut Baekhyun, membuat si mungil terkikik bahagia.
"Kau akan mencintai mereka, bukan?"
"Tentu saja."
"Lebih besar dari rasa cintamu padaku?"
"Kau akan selalu menjadi yang pertama, Baek."
Baekhyun memicingkan mata, terlihat kurang setuju meski ia tak bisa menahan senyum gelinya. "Kau tidak bisa begitu, Chanyeol. Kau harus menomorsatukan anak."
Chanyeol tampak terdiam sejenak. Ia tentu tak bisa menyingkirkan posisi Baekhyun yang telah ia tetapkan di hati. "Bagaimana jika aku menaruh kalian semua di nomor satu?"
"Itu terdengar cukup adil." Baekhyun tertawa, dan Chanyeol ikut hanyut dalam pembicaraan mereka.
Hanya menunggu waktu sebentar lagi untuk mereka dapat bersama seutuhnya. Mereka harus sedikit bersabar sampai menunggu garis finish dari rintangan hubungan mereka.
"Tetaplah seperti ini, Baekhyun."
Chanyeol memeluk tubuhnya erat.
"Aku mencintaimu, Chanyeol."
"Kau tahu kau tak boleh mengatakannya lebih dulu daripada aku, Baek."
Baekhyun tertawa. Di antara segala perubahan yang terjadi, Park Chanyeol masihlah si egois yang senang merajuk.
"Aku sangat mencintaimu, Byun Baekhyun."
Acara itu sangat meriah. Tamu-tamu undangan hilir mudik mengisi ruangan besar dengan dua orang lelaki yang menjadi sorotan kemanapun mereka melangkah.
Chanyeol dan Baekhyun tampak sangat luar biasa dengan tuxedo putih mereka yang membuat keduanya terlihat seperti malaikat yang turun dari langit.
"Oppa!" Yeri berlari kecil dengan gaun pink mudanya menghampiri pasangan yang tengah berkeliling menyapa tamu.
Baekhyun menoleh lantas tersenyum penuh rindu. Jemari yang semula bertengger mengapit lengan Chanyeol kini terlepas untuk memeluk erat tubuh sang adik. "Kau terlihat sangat sehat, Nara." Panggilan kecil itu mungkin hanya akan disebut ketika mereka tengah berdua. Yeri bilang orang-orang lain sudah terlalu nyaman memanggilnya dengan nama Yeri.
"Selamat untuk pernikahan kalian." Ucap Yeri sembari tersenyum lebar.
Chanyeol mengangguk singkat. "Terima kasih."
"Chanyeol-ah.."
Lalu pandangan mereka beralih pada sosok Nyonya Kim yang datang menghampiri dan memberi senyuman lemah. Mata itu berkaca-kaca, merasa sangat bahagia pada cucu kesayangannya yang akhirnya telah menemukan kebahagiaan.
"Selamat untuk pernikahan kalian. Aku tak menyangka hari ini akan tiba."
Baik Chanyeol maupun Nyonya Kim terdiam dan terlarut dalam masa lalu yang pahit. Rasa sesak di dada yang memperburuk hubungan mereka seolah muncul kembali sampai hal tersebut menghilang tanpa jejak kala Chanyeol bergerak memeluk tubuh ringkih tersebut.
"Halmeoni.." Gumamnya pelan. Chanyeol memutuskan untuk menyerah atas keegoisannya.
Nyonya Kim telah menangis saat membalas pelukan itu. Rindu yang kian menumpuk akhirnya terbalas. Mereka diselimuti kehangatan yang sempat hilang dan mencoba untuk lebih jujur bahwa mereka sangat saling menyayangi satu sama lain.
"Hai, Baek. Selamat atas pernikahanmu." Jongdae datang dengan senyuman cerahnya yang khas. Bukan hanya Jongdae saja, Sehun turut datang memberi ucapan selamat.
Baekhyun tersenyum cerah menyambut kedatangan orang-orang terdekatnya. Perasaan haru mengisi rongga dada. "Kuharap kalian semua menikmati pesta kecil kami." Ujar Baekhyun.
Setelah terlibat dalam pembicaraan singkat sekadar bertukar kabar, Chanyeol dan Baekhyunpun mempersilahkan mereka semua untuk menyebar dan menikmati hidangan yang tersaji. Sementara keduanya harus tetap berkeliling menghampiri rekan kerja Chanyeol yang hadir.
Baekhyun membenarkan letak dasi Chanyeol sesaat setelah mereka menjauh dari keramaian.
"Dia tidak datang."
"Hm?" Baekhyun mendongak. Melihat raut wajah datar Chanyeol yang seolah tak menampilkan ekspresi apapun. Tetapi iris matanya terlihat kecewa.
Chanyeol tersenyum miris. "Dia tidak datang, Baek. Mungkin memang benar bahwa kami bukanlah siapa-siapa lagi."
Baekhyun paham tanpa perlu menebak. Chanyeol tengah membicarakan kakaknya. Selama bertahun-tahun ini, Baekhyun sering kali mendengar cerita Chanyeol tentang sang kakak yang seolah tak peduli lagi. Mereka saling menjauh tanpa terlihat ada petunjuk akan kembali dekat seperti dulu.
"Kata siapa?" Baekhyun tersenyum manis. Lalu ia mengedikan kepala ke belakang Chanyeol memberi kode pada lelaki itu untuk memutar tubuhnya.
Chanyeol terdiam sesaat sebelum menoleh ke belakang. Kemudian ia bisa melihat Kris berjalan menghampiri dengan seorang lelaki manis di sebelahnya.
Seakan segala perasaan cemas terbalas. Amarah dan kesal di hati yang menumpuk pun mendadak menghilang tanpa sempat tercurahkan.
"Selamat atas pernikahan kalian." Ucap Kris kaku. Pria itu terlihat banyak berubah dengan kerutan di wajah yang mulai samar terlihat, meski tak membuatnya menjadi buruk.
Baekhyun menarik napas pelan sebelum tersenyum. "Terima kasih telah datang.. Kris.."
"Hai, namaku Tao. Selamat atas pernikahan kalian. Semoga kalian selalu bahagia." Lelaki di samping Kris menyapa. Membuat pandangan Baekhyun teralihkan. Mereka saling melempar senyum.
"Ah, apa kau pelayan yang selalu membuat rumah hancur lebur?"
Tao tersentak. Mengerjapkan matanya tak percaya. "Eh? Apa berita memang semudah itu tersebar?"
Baekhyun terkekeh pelan menikmati raut terkejut lelaki manis tersebut. "Aku banyak dengar tentangmu."
Tanpa kedua lelaki itu sadari, kakak beradik yang berada di sisi mereka saling bersitatap satu sama lain dengan perasaan membuncah di dada. Terutama Kris, yang sebenarnya masih belum merasa siap untuk bertemu muka dengan adiknya. Bahkan ia sempat berpikir untuk batal datang ke acara resepsi tersebut.
"Terima kasih telah datang." Chanyeol membuka suara.
"Aku sedikit terlambat."
"Tak apa." Chanyeol berdeham sebentar. "..Bagaimana kabarmu?"
Kris menatap bergantian kedua bola mata itu. Jantungnya berdenyut nyeri. "Aku baik. Kau?"
"Aku juga. Aku bisa menangani perusahaan dengan baik di sini. Anak buahmu mengajariku dengan teliti."
Kris mengangguk singkat. Kemudian mereka saling diam untuk beberapa waktu. Terasa canggung ketika mereka harus berhadapan kembali setelah semua yang terjadi. Meski tak dapat dipungkiri ada sebesit rasa senang yang muncul.
Suara lembut Baekhyun memecah fokus mereka.
"Kuharap kau menikmati pestanya, Kris."
Kris menatap lelaki cantik itu untuk beberapa detik sebelum mengangguk. Perasaannya bergemuruh teringat oleh kejadian dulu. Ia kalah. Kris tak ingin mengakuinya, namun sayang fakta berkata bahwa Kris memang kalah dalam hal ini. Baekhyun adalah pemenang hati Chanyeol.
Tao menyaksikannya diam-diam, sedikit cemburu oleh tatapan Kris yang seakan menaruh makna kepada si mungil.
Sepanjang acara Tao terus menekuk wajahnya. Ia melirik Kris di samping yang sibuk menatap jauh ke arah seseorang. Lelaki bermata panda itu merengut sedih.
Padahal ia bahagia sekali ketika Kris tiba-tiba mengajaknya kencan. Ia yang saat itu tengah sibuk dengan kegiatan sebagai pelayan, mendadak diminta oleh Kris untuk ikut ke sebuah pesta. Tao ingat bagaimana perasaan gembiranya, tetapi semua sirna saat ia menemukan Kris sekarang menjadi sosok pendiam.
Ada yang tak Tao mengerti dari pria itu. Kris tak hentinya menatap ke arah Chanyeol dan Baekhyun. Bola matanya selalu mengikuti gerak-gerik mereka dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan.
Satu hal yang bisa Tao simpulkan adalah mungkin terjadi sesuatu di antara Kris dan Baekhyun.
"Jadi tipemu yang seperti itu ya.." Gumam Tao, memperhatikan wajah cantik Baekhyun saat tersenyum ketika bertegur sapa dengan tamu. Cantik.
Tao adalah satu-satunya orang di rumah yang tak tahu mengenai hubungan Chanyeol dan Kris. Wajar saja jika kini ia salah prasangka.
"Ternyata tipemu yang cantik dan imut.. Yang mungil dan manis.. Yang.. Yang.." Tao terus meracau tidak jelas. Hatinya terluka karena mencoba menebak alasan dibalik Kris menolak cintanya selama ini. Pandangan lelaki itu sedikit mengabur oleh rasa sedih.
"Apa yang kau bicarakan?"
Pertanyaan Kris membuat Tao menoleh. Tetapi tak sampai beberapa detik Tao memilih membuang muka, dan sibuk mencebik sebal. "Tidak."
Kris berdecak malas dan memutar bola mata. Seakan tahu apa yang dirasa oleh lelaki itu karena nyatanya ia mendengar semua celotehan Tao. "Dia bukan tipeku. Aku tidak suka lelaki cantik."
Pipi Tao kemudian merona, terkejut saat Kris menjelaskan padanya. Ia menoleh dengan binar di kedua mata. "Lalu seperti apa tipemu?"
Kris diam dan menelisik wajah Tao. Jika boleh jujur, sebenarnya sejak pertemuan pertama mereka Kris sedikit terkejut melihat seseorang seperti Tao. Lelaki itu tangguh, bersikap berani seolah tak takut pada apapun. Dan di antara sifat itu, ia juga bisa terlihat manis.
Terlebih lagi Tao sering menaruh perhatian dan pujian kepada Kris yang membuatnya merasa seakan tengah menemukan sosok duplikat dari Chanyeol di masa kecil. Tao bagai sosok Chanyeol kecil yang selalu mengatakan apapun yang ada di pikiran tanpa peduli risiko. Itu menyenangkan. Meski tentu Tao sedikit lebih vulgar dalam berkata-kata.
Sebenarnya Kris senang mendengar celotehan Tao dan tak benar-benar mengatakan ingin membunuh waktu itu. Kris hanya mencoba tetap mempertahankan sikap kejamnya.
Karena jujur saja, Kris takut untuk menerima Tao. Hatinya seolah berkata tak seharusnya ia jatuh cinta lagi. Cinta membuatnya lemah, seperti sosok dirinya bertahun-tahun lalu yang hampir gila di saat minggu pertama kepergian Chanyeol ke Kanada. Dan ia selalu berpikir Chanyeol akan menjadi orang terakhir yang ia berikan seluruh hatinya.
"Hm? Kenapa diam? Tipemu seperti apa, Kris? Apa aku masuk ke dalam tipemu?"
Meski sempat dibuat bingung sebelumnya, tetapi Kris mulai menyadari akhir-akhir ini bahwa wajah cerah Tao selalu menghibur. Bahwa ungkapan lelaki itu yang berkata mencintainya dengan tulus turut membuat goyah pertahanan.
"Ya."
Jawaban singkat itu membuat Tao lantas tersenyum lebar, menyapukan udara sejuk di hati Kris. Ia benar soal lelaki itu yang menghibur. Semburat merah di pipinya terlihat sangat lucu.
"Tapi jika aku memang tipemu, kenapa kau selalu menolakku?"
Kris mengangkat alis. "Apa aku pernah menolakmu?" Yang selalu Kris katakan hanyalah 'hentikan ucapan bodohmu', tak pernah secara gamblang berkata tidak.
Wajah Tao tercengang. Lelaki itu mengerjap cepat. "Apa ini? Jadi kau menerimaku?"
"Apa aku berkata aku menerimamu?"
"He?" Tao mengerutkan dahi dengan kesal.
"Kita pulang sekarang." Kris segera membalik badan, menjauhi para tamu undangan tanpa peduli kapan pesta akan berakhir.
"Kris, tunggu! Apa maksudmu sebenarnya? Katakan dengan jelas!"
"Diam atau aku akan menyeret kepalamu sepanjang jalan." Kris memicingkan mata pada Tao yang berusaha mengimbangi langkahnya.
Tao menggerutu tanpa suara, berharap bisa melayangkan tamparan ke belakang kepala pria angkuh tersebut. Tetapi detik setelahnya ia tersenyum manis oleh akal bulusnya yang mengaitkan tangan di lengan kokoh pria tersebut.
"Kau—" Kris melotot tajam.
Tetapi Tao hanya balas menatap polos dan membuat gerakan bibir terkunci dengan jemarinya. Ia sedang menutup mulut.
Kris menyerah, tak berusaha lebih jauh berpura-pura jahat meski nyatanya ia menikmati. Mungkin perasaannya untuk Chanyeol dapat tergantikan dengan kehadiran Tao. Mungkin ia bisa benar-benar merelakan adiknya sekarang. Ia hanya perlu belajar mencoba.
Diam-diam pria itu menghela napas seiring langkahnya yang berjalan menjauh. Rasa berat di hatinya perlahan terangkat seiring jarak yang semakin terbentang.
'Hari ini aku masih belum bisa menjadi kakakmu seutuhnya, Richard. Bahkan sempat berpikir untuk menjauhimu lagi. Nanti.. Suatu saat nanti, ketika semua telah pulih, mari bertemu kembali sebagai kakak-adik. Richard, aku harap kau bahagia.'
Tak terasa tahun telah berganti tahun. Pernikahan Chanyeol dan Baekhyun sudah menginjak usia satu tahun. Mereka juga telah mengadopsi dua anak laki-laki manis berumur 4 tahun. Namanya Jackson dan Jesper.
Seperti yang telah direncanakan, natal kali ini keduanya akan pulang ke Korea untuk merayakannya bersama di istana Park. Kris sendiri yang mengundang mereka secara langsung melalui pesan. Yang membuat Chanyeol merasa mungkin ini saatnya keluarga mereka dapat kembali mempertahankan sisa keutuhan.
Dengan langkah gugup, kedua lelaki yang tengah menggendong bayi mereka melangkah memasuki ruang utama. Para pelayan yang memakai baju khas hari natal langsung menyambut dengan hangat kedatangan pasangan itu.
Baekhyun tersenyum cerah mendapati banyak ucapan selamat dan pujian untuk anak mereka. Chanyeol sendiri hanya sekadar mengangguk kecil ketika diajak bicara.
"Sebaiknya kalian tidurkan anak kalian di kamar kami. Kasihan mereka akan terganggu oleh keributan di sini." Ucap Nyonya Kim yang langsung diangguki oleh pasangan tersebut. Lalu mereka pergi sebentar untuk menidurkan kedua anak manis dan kembali lagi ke ruang tengah.
"Kalian sudah datang." Kris yang baru muncul turut menyambut.
"Selamat hari natal, Semua!" Yeri tiba-tiba bersorak heboh, disambut suara ramai dari semua orang. Termasuk Tao yang telah meninju udara kosong berulang kali. Nyonya Kim hanya menggeleng pelan menyaksikannya.
Baekhyun dan Chanyeol duduk bersebelahan di karpet. Bergabung bersama para pelayan dan pengawal.
Salah seorang pengawal kemudian berdiri. Baekhyun ingat orang itu yang dulu memaksanya meminum soju.
"Ekhem, karena hari ini kita kedatangan pasangan baru, bagaimana jika kita meminta mereka untuk tampil ke depan?"
"Yaaa!" Semua orang berteriak setuju dengan tepuk tangan meriah. "Ayo! Ayo!"
Suasana hangat ini yang sangat Baekhyun rindukan. Di antara segala pahit dan sesaknya hari-hari yang ia lewati di dalam rumah ini, beruntungnya masih tersisa beberapa kenangan manis. Baekhyun tersenyum lalu meraih jemari Chanyeol untuk berdiri. Lelaki itu sempat menolak, namun karena Baekhyun menampakan wajah memohon akhirnya ia memutuskan untuk berdiri ke depan bersama.
Semua orang terlihat menaruh minat pada pasangan itu.
"Kami akan membawakan sebuah lagu. Aku harap kita semua memiliki waktu yang indah malam ini." Ucap Baekhyun.
Chanyeol mengambil gitarnya, lalu duduk di sebuah bangku. Sementara Baekhyun berdiri dengan nyaman dan sebuah mic di tangan.
"I'll be home for christmas.."
Semua orang menatap memuja pada suara merdu itu seperti pertama kali. Baekhyun terlihat memejamkan mata menikmati lantunan musik, merasakan perasaannya yang terbawa oleh suasana. Meski natal selalu mengingatkannya pada kejadian pahit, namun natal telah memberikannya banyak hal-hal indah. Mengajarkannya beberapa hal penting dalam hidup.
"Please have snow and mistletoe, and presents under the tree.."
Chanyeol menatap istrinya dengan senyuman tipis. Jemarinya setia memetik nada-nada indah.
"Christmas eve will find me, where the love light gleams.."
Baekhyun melirik sejenak pada Chanyeol. Hatinya menghangat telah pulih dari rasa sakit dan bersalah. "I'll be home for christmas if only in my dreams"
Tepuk tangan dari penonton mengakhiri penampilan tersebut. Kata-kata pujian berulang kali terlontar untuk pasangan serasi itu. Dan mereka semakin menggila saat Chanyeol mendekati Baekhyun untuk memberi sebuah kecupan sayang di dahi.
Pesta itu berjalan kembali dengan meriah. Ramai percakapan menyatu di udara. Seperti Baekhyun dan Yeri yang tengah terlibat perdebatan saat ini.
"Bagaimana bisa kau berpikir untuk tidak menikah?"
"Oppa, jaman sekarang banyak sekali wanita Korea yang tidak menikah. Aku akan menjadi wanita karir."
"Wanita karir apanya? Pekerjaanmu hanya membersihkan rumah."
"Aish! Aku membencimu, Oppa!"
Baekhyun tak habis pikir jika sang adik sampai berpikir tak ingin menikah setelah tahu bahwa Sehun dekat dengan seorang lelaki yang ditemui di Kanada saat berkunjung ke pernikahannya. Lelaki cantik itu bernama Luhan, katanya.
"Eh? Di mana Chanyeol?" Baekhyun mengerjap bingung saat tak mendapati sosok suaminya di sebelah.
Nyonya Kim kemudian menepuk bahunya. "Mereka sedang berbicara di luar."
"Hm?"
"Tuan Kris dan Tuan muda."
Kedua orang berbeda usia kini sedang berdiri bersisian di taman memandangi langit yang menjatuhkan kristal-kristal salju. Terdengar seruan gembira yang samar menghampiri. Semua orang nampaknya tengah merayakan natal sekaligus tahun baru.
"Chanyeol."
Panggilan itu membuat Chanyeol menoleh pada pria di sebelahnya. Kris tengah menatapnya datar.
"Tidakkah.. kau penasaran bagaimana perasaanku setelah semua ini?"
"Kris." Chanyeol menampakan raut tak senang.
Kris menarik sebuah senyuman mendengar Chanyeol memanggil namanya bukan dengan nama asli lagi. Satu hal yang paling ingin ia dengar selama ini. Pria itu kemudian mengangguk pelan, seolah tahu jika Chanyeol tak menyukai pembahasan mereka.
"Kau ingat permintaan terakhirmu?" Tanya Kris lebih serius.
Chanyeol tentu ingat. Tak mungkin lupa untuk setiap katanya.
"Aku akan menjadi kakakmu, Chanyeol." Ucapan Kris membuat waktu seolah berhenti sesaat. Chanyeol memandangi wajahnya mencoba mencari kebohongan dalam kata-kata itu.
Kris menghela napasnya, berusaha membuat dirinya terlihat sebiasa mungkin. "Seperti yang kau inginkan, kita akan tetap menjadi keluarga. Kau tak perlu mempedulikan perasaanku. Aku baik-baik saja selama kau adalah adikku. Karena aku adalah kakakmu, Kris yang selalu kau banggakan."
Chanyeol merasa beban di dalam hati seakan terangkat. Lelaki itu tahu mungkin mereka tak seharusnya semudah ini saling memaafkan, tetapi ia hanya ingin semua tetap pada tempatnya. Tak ingin mencoba adil pada apapun karena yang mereka butuhkan hanyalah sebuah pengertian. Mereka tak mudah dipahami seperti orang biasa.
"Terima kasih." Ucap Chanyeol, tak tahu harus membalas dengan apa.
"Maafkan aku. Untuk segalanya." Sahut Kris.
Chanyeol tertegun. Ia menatap kedua bola mata itu. Dirinya tak percaya jika setelah semua tahun-tahun pahit mereka, Kris meminta maaf untuk semua perbuatannya. Kakaknya yang ia kenal adalah seseorang yang tak semudah itu mengucap maaf atas hal yang menurutnya benar. Pria itu terlalu arogan. Tetapi kini Kris menurunkan segala ego untuk berkata padanya.
"Aku memaafkanmu."
Kris tersenyum mendapat jawaban itu. Ia mengangguk kecil lalu mengulurkan tangannya. "Kita baik-baik saja sekarang, bukan?"
Chanyeol balas tersenyum dan menerima uluran tangan itu. "Kita baik-baik saja."
"Besok mari kita temui keluarga kita." Dan lebih mengejutkan lagi karena Kris mengajak Chanyeol untuk menemui makam keluarga mereka. Kris mungkin telah berubah. Mungkin waktu telah menyadarkannya. Mungkin Kris telah merasa bersalah.
Tetapi sebenarnya Kris tak merasa begitu. Ia hanya melakukan hal untuk sekadar memperbaiki keadaan. Kris bukan Chanyeol. Pria itu masihlah si dingin yang tak berperasaan yang tak akan bisa berubah secepat itu. Dendamnya pada sang keluarga tak mungkin pernah padam.
"Ya, mari kita temui mereka."
"Kapan kau akan kembali ke Kanada?"
"Minggu depan. Baekhyun masih merindukan adiknya."
Kris mengangguk. "Kalau begitu, kembalilah ke dalam. Baekhyun mungkin sedang mencarimu saat ini."
Chanyeol setuju. Ia pergi tanpa bilang pada sang istri, lelaki itu pasti tengah kebingungan. Ia menepuk pundak sang kakak dan tersenyum. "Aku senang kita kembali menjadi kita yang dulu. Aku menyayangimu, Kris."
Kepergian Chanyeol nyatanya masih memberi luka di hati. Kris tak benar-benar pulih. Ia memandang setiap langkah yang lelaki itu ambil dengan rasa sesak di dalam dada. Yang bisa ia lakukan hanyalah menutup telinga pada detakan jantung yang berdenyut nyeri.
"Aku juga menyayangimu, Richard."
Kris memandang kembali ke langit dan menghembuskan napas, menenangkan hati ketika tiba-tiba saja seseorang muncul di sampingnya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Tao.
Kris mendesah pelan. Setidaknya sedikit merasa lega melihat lelaki itu datang membawa senyuman cerah.
"Kau baik-baik saja?"
"Tao, apa kau sungguh menyukaiku?" Tanya Kris tiba-tiba.
Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Tao lantas mengangguk cepat tanpa perlu berpikir dua kali. Meski ia cukup bingung ditanya semendadak itu.
"Baiklah. Kalau begitu mulai sekarang kau adalah kekasihku." Ucap Kris dengan nada angkuh.
Anehnya Tao menunjukan ekspresi yang tak terduga. Kris kira lelaki itu akan berteriak heboh atau melakukan hal konyol, tetapi tidak. Lelaki itu hanya diam memandangi wajahnya dengan tatapan tak bisa dibaca. Bola matanya terlihat kosong.
"Apa?" Kris mengernyit. "Kau tidak senang?"
Tao mengerjap lalu menggeleng. "Bukan. Bukan seperti itu. Hanya saja kau terlalu cepat berubah pikiran. Saat tadi pagi aku bertanya kau masih tak mau menjadi kekasihku."
"Yasudah jika kau tidak mau." Sahut Kris dengan tak acuh. Pria itu hendak masuk ke dalam rumah sebelum Tao menahan lengannya dengan cengiran di wajah. Lelaki itu tersenyum amat manis.
"Sekarang kau kekasihku. Jika kau belum mencintaikupun tak apa. Seiring berjalannya waktu aku yakin kau akan mencintaiku."
"Ini sudah jelas cinta." Balas Kris dengan serius. Kedua alisnya bertautan membentuk sudut tajam. "Karena aku tidak ingin melepaskanmu pada siapapun."
Kedua pipi Tao lantas bersemu merah. Ia menggigit bibir dengan gugup. "Apa seperti ini cintamu?"
"Ya."
"Maka jangan lepaskan aku."
Kris menarik sudut bibir. Menyeringai penuh arti. "Kalau begitu bersiaplah menjadi tawananku selamanya."
"Aku suka itu."
"Kau benar-benar.." Kris menyipitkan mata lalu mendorong kasar dahi lelaki itu dengan jari telunjuk.
Tao tertawa kecil mendapat perlakuan tersebut. Lalu tanpa aba-aba ia berjinjit dan memberi sebuah kecupan di bibir pria yang baru beberapa menit lalu menjadi kekasihnya. Sebelum wajah Kris berubah menjadi banteng pemarah, Tao segera melarikan diri secepat mungkin menghindari amukan yang akan segera menggelegar ke seluruh penjuru rumah dengan suara tawanya yang menyapa riang.
"AKU BERPACARAN DENGAN KRIS! WOHOO!"
Tetapi tidak. Kris justru tersenyum tipis memandangi betapa konyolnya tingkah Tao. Ia berharap keputusannya tentang Tao benar. Lelaki itu mungkin bisa menjadi penawar hatinya. Maka Kris akan menjaga lelaki tersebut dan mungkin mengurungnya dalam penjara cintanya.
Chanyeol menaiki tiap anak tangga dengan langkah yang berat. Kenangan-kenangan serta perasaannya bagai bercampur menjadi satu menyergap ke dalam hati.
Nyonya Kim bilang, Baekhyun berada di lantai tiga saat ini. Lelaki itu mungkin tengah bernostalgia di kamar terlarang yang selama bertahun-tahun ini dibiarkan tak terpakai, meski selalu terus dibersihkan oleh para pelayan.
Chanyeol tersenyum saat menemukan Baekhyun tengah berdiri didepan jendela kamarnya seraya memeluk tubuhnya sendiri. Kemudian ia berjalan menghampiri dan mengganti jari-jari lentik itu dengan pelukan sesungguhnya.
Baekhyun tersentak, lalu tersenyum manis. "Chanyeol.."
"Apa yang sedang kau lakukan di sini, hm?" Bisiknya pelan.
"Hanya mengenang masa dulu. Kau tahu, aku masih belum percaya ada seseorang yang dikurung di dalam ruangan sebesar ini." Baekhyun terkekeh kecil. Sementara Chanyeol ikut tertawa bersama.
"Baekhyun," Panggil lelaki itu. "Kau bahagia denganku, kan?"
Baekhyun mengangguk lantas menjauhkan diri dan membalikan tubuh agar mereka dapat bertatap mata. "Kau adalah kebahagiaanku, Yeol. Hanya dirimu."
Chanyeol menangkup wajah itu dan memberi usapan lembut. Masih tak percaya dunia dapat berbesar hati untuk memberinya kebahagiaan meski dirinya adalah orang jahat. "Apa yang telah kuperbuat sampai tuhan mengijinkanku memiliki dirimu?" Lelaki itu mengulas senyum hangat. Merasa sangat bersyukur setelah apa yang terjadi, setelah semua kekacauan yang ia perbuat.
Chanyeol menyatukan dahi mereka dan memejamkan mata. "Tak ada pertemuan yang lebih baik daripada pertemuanku denganmu, Baek."
Baekhyun tersenyum. Jemarinya terangkat mengusap lengan lelaki itu, menyalurkan perasaan cintanya.
"Aku tak menjamin diriku dapat terus menjadi orang baik, jadi kumohon tetaplah tuntun aku."
Baekhyun mengangguk. "Aku selalu ada di sampingmu, Chanyeol."
"Teruslah nasehati aku. Perhatikan aku dan cintai aku. Kau adalah segalanya bagiku, Baekhyun."
Baekhyun tertawa dan kembali mengangguk. "Baik, baik, Tuan manja." Ia mengusakan hidung mereka dengan gemas. Bagi seorang Byun Baekhyun, Chanyeol masihlah seorang bayi besar yang selalu ingin mendapat semua atensi Baekhyun.
"Aku mencintaimu." Ucap Chanyeol dengan tulus.
Baekhyun lantas memeluk erat tubuh itu. Hatinya seperti terselimuti baju hangat. "Terima kasih telah mencintaiku, Chanyeol. Terima kasih telah membuatku percaya bahwa kau adalah pilihan terbaik." Lelaki cantik tersebut memejamkan mata bersandar di dada tersebut.
"Bahkan jika kita harus mengulang kembali hal yang sama, tak apa aku harus terluka untuk kedua kali jika itu artinya aku dapat bertemu denganmu lagi. Aku baik-baik saja karena aku mencintaimu. Karena aku tahu kau juga mencintaiku."
Chanyeol menarik dagu lelaki lalu membawa sang kekasih pada ciuman lembut. Mereka saling melumat dengan mata terpejam menikmati. Saliva mereka bercampur dan terkadang terpenuhi oleh bisikan cinta yang mengisi kesunyian. Mereka benar-benar bahagia.
Ciuman itu kemudian terlepas menghantarkan tatapan lembut untuk satu sama lain bersama kehangatan yang menyelimuti.
"Selamat natal untukmu, Baekhyun."
"Selamat natal, Chanyeol."
Mereka saling tersenyum mengakhiri kisah yang penuh penderitaan. Ya, natal. Semua yang berawal di hari itu. Cerita mereka yang bermula di tanggal itu belasan tahun lalu. Mungkin tuhan memang sengaja menguji mereka di hari indahnya.
.
.
.
.
{ THE END }
AKHIRNYA TAMAT /elap ingus/
Terima kasih banyak untuk kalian semua yang sudah membaca ff ini sampai end. Terutama untuk kalian yang sudah menunggu sampai bertahun-tahun.. Banyak hal yang terjadi selama aku nulis DNE. Dari kesibukan yang banget2, sakit, dirawat berbulan2, operasi, dan segala drama kehidupan lainnya. Aku kira waktu itu aku bakal mati, tapi bersyukur aku masih bisa disini dan namatin DNE:')
Maaf kalau ending ini tidak sesuai harapan kalian. Karena kesibukan real lifeku dan ide yang tak kunjung dateng, aku juga susah untuk nulis kelanjutan ff ini. Maaf belum bisa ngasih yang terbaik, dan maaf untuk slow updatenya karena baru bisa muncul lagi sekarang2 alias balik seutuhnya di tahun ini. Maaf juga kalau ceritanya kurang mateng, akupun gatau apa yang ada di otakku 4 tahun lalu pas ngetik ini wkwk
Sekali lagi aku mau berterima kasih buat kalian semua yang fav/foll/review pokoknya kalian semua deh hehe makasih untuk 4 tahun bersama. Terima kasih untuk kritik, saran, komentar, dan segala kata baik maupun buruk. I love you, guys. Semoga kalian sehat2 selalu ya.
Sekarang saatnya kita harus berpisah dan menutup ff DO NOT ENTER. Kalau kalian masih mau ketemu aku, kita bisa jumpa di ff L'AMORE. Seneng banget kalo bisa ketemu kalian lagi! Selamat tinggal dan sampai jumpa, semua~
29.09.16 - 08.08.20
Best Regards,
BaekconyBekun92