-Baby Aery HHS-
Luhan (GS) | Sehun
T+ / M
Romance, Absurd, Marriage Life, Fluffy
Typo, Mature, GS
Chapter 1
.
.
.
.
.
Sehun atau sebutlah nama lengkapnya sebagai Oh Sehun. Dia adalah pria mapan, tentu saja.. pewaris tunggal sebuah perusahaan percetakan besar di Korea bahkan beberapa di Negara asia. Dan tidak hanya itu, dia pun dikenal sebagai arsitek handal yang sudah diakui dunia berkat coretan jemari kokohnya yang selalu mampu menciptakan gambaran manakjubkan untuk desain sebuah gedung apartemen ataupun perkantoran dan semua bangunan lainnya. Dia berusia dua puluh lima tahun, poin tambahan untuk dirinya yang mampu sukses di usia muda. Dia memiliki kulit seputih porselen, selembut kapas dan setampan pangaran yang hidup di Negeri dongeng. Bahkan putri salju mungkin tidak akan terbangun jika dicium Oh Sehun karena sentuhan bibirnya yang mampu mematikan seluruh fungsi tubuh kalian.
Dia itu malaikat sempurna ciptaan Tuhan yang nyata, yang bergerak yang mampu kalian sentuh –jika kalian beruntung, yang bernyawa, yang benapas dan yang menggiurkan untuk dibelai ataupun dipuaskan. Seluruh wanita jika melihatnya mungkin akan rela memutar leher sampai patah demi tidak melepaskan sosok itu dari pandangan, juga rela untuk berbaring di atas ranjangnya entah hanya sebagai hiasaan tidak berguna yang hanya memandangi pahatan wajah tampannya atau mungkin sebagai wanita yang memberi kehangatan untuknya.
Aw, aku pikir kalian pun mengangguk sekarang.
Tapi sayang.. mungkin wanita di seluruh dunia akan membuat perkumpulan untuk menangis bersama jika mengetahui satu fakta yang mengejutkan! Noda kecil di balik kesempurnaannya, bahwa dia tidak tergiur pada belahan dada besar! Fakta bahwa dia tidak terangsang pada vagina suci seorang gadis perawan! Fakta bahwa dia adalah Gay! Dia hanya tertarik pada dada rata bernipple pink. Dia hanya akan ereksi saat melihat batang seukuran dibawah miliknya. Dia hanya tergiuar pada lubang berkerut bukan lubang berlendir dan dia hanya menyukai pria cantik seperti kekasihnya.
Dan semua itu membuat sang ibu hampir ingin merubuhkan rumah mereka –jika dia bisa. Dia uring-uringan. Setengah marah juga setengah sedih. Bagaimana mungkin anaknya ini tidak bisa membobol wanita dan hanya bisa membobol pria? Itu bahaya.. Sehun tidak akan memiliki keturunan sementara dia adalah pewaris tunggal. Mau dikemanakan generasi mereka jika Sehun menikah dengan kakasihnya itu? Sekali lagi ini darurat! Dan dia harus segera mencari sosok wanita untuk meluruskan jiwa kelelakian anaknya.
"Kau harus menikah dengan wanita ini." Selemebar foto nyonya Seoin taruh di atas permukaan meja kayu di mana lembaran kertas berserakan dengan lampu meja yang menyala di sebelah kanan. Ada pula satu gelas berisi kopi hitam, menandakan betapa sibuknya pria yang sekarang Seoin pelototi.
"Siapa dia?" Mencoba mengacuhkan –karena dirinya benar, benar tidak tertarik, Sehun tetap fokus pada coretan pensilnya di atas lembaran kertas putih. Pekerjaannya akhir-akhir ini sangat padat dan ibu-nya justru datang untuk alasan yang tidak jelas. Menikah dia bilang? Ya, dia akan menikah jika kekasihnya mau.
"Dengarkan ibu, Oh Sehun! Ibu sedang bicara padamu. Hanya meluangkan waktu lima menit tidak akan membuatmu kehilangan uang satu koper!"
Kecerewetan ibu-nya memang ada di tingkat petir, sangat berisik! "Apa?" Pensilnya Sehun taruh di atas meja dengan malas. Dia menatap Seoin seperti menatap guru matematikanya dulu saat di Senior High School, membosankan!
"Namanya Luhan."
"Oh."
"Jangan hanya Oh.." Kursi yang berada di balik meja kerja Sehun, Seoin tarik lalu ia duduki demi bisa berinteraksi lebih dekat dengan Sehun. "Dia anak teman ibu."
"Ya, aku sudah menduga. Perjodohan dikalangan ibu sosialita kembali berlanjut."
"Tutup mulutmu." Sedikit mendecak Seoin menatap putra satu-satunya itu. "Dia berusia empat tahun di bawahmu. Dia cantik, dia memiliki sifat ceria, baik juga penyayang dan lemah lembut. Ibu pernah bertemu dengannya."
"Ibu, kau tau kalau aku ini Gay! Walaupun ibu membawakan wanita tanpa busana aku tetap tidak akan tertarik."
"Karena itu kau harus menikah dengan Luhan. Ibu sangat yakin jika Luhan bisa meluruskanmu." Seoin tetap berusaha untuk membujuk Sehun. "Pikirkan Sehun siapa yang akan menjadi penerus keluarga kita?"
"Aku bisa mengadopsi anak."
"Itu bukan pilihan. Kau harus menikah dengan Luhan.. lagipula apa yang special dari kekasihmu itu? Luhan lebih cantik dari dia."
Dengan kesal Sehun melirik pada Seoin yang sudah menjelek-jelekkan kekasihnya secara terang-terangan. Demi Tuhan, ibunya kadang bersikap seperti wanita tidak tau sopan santun. "Aku tetap tidak bisa. Sampai kapan ibu akan berusaha menikahkanku dengan wanita-wanita pilihan ibu? Berhentilah melakukan itu."
"Ibu tidak menerima bantahan. Kali ini kau harus menikah dengan Luhan tanpa persetujuan ataupun ada persetujuan. Ibu akan mengawalmu kemanapun kau pergi agar tidak bisa menghindar, bahkan jika itu di lubang Toilet sekalipun." Penuh kelicikan Seoin beranjak dari duduknya. "Ingat, besok Luhan akan datang untuk makan malam bersama dan kau harus menemuinya jika tidak kekasihmu itu yang akan mendapatkan akibatnya."
"Berhentilah melibatkan dia. Ibu pikir aku tidak bisa melindunginya?" Tidak merasa takut sedikit pun Sehun kembali mengambil pensilnya. "Keluarlah, aku harus bekerja."
Mendapatkan pengusiran secara terang-terangan membuat Seoin mendengus kesal, lalu dia pun berjalan dengan langkah lebar sembari mengumpati putranya yang kurang ajar itu.
.
.
Wanita yang Seoin sebut sebagai Luhan datang tepat keesokan harinya. Wanita itu berjalan anggun dengan senyuman tipis yang mampu memikat lawan jenis dalam hitungan seperkian detik. Mata rusanya yang dilengkapi bulu-bulu lentik menatap pada isi rumah keluarga Oh yang berisikan perabotan kuno juga patung-patung Romawi, ber-desain khas eropa dan didominasi oleh cat berwarna merah dengan paduan Gold, menimbulkan kesan mewah juga elegan. Tidak berbanding jauh dengan gambaran seorang Luhan yang sangat terlihat cantik, mengenakan dress selutut berwarna peach, juga surai kecoklatannya yang terurai -dibuat menjadi bergelombang, menjuntai sepanjang dada menimbulkan kesan manis juga imut yang begitu melekat kepadanya. Tidak terlewat poni yang menutupi kening sampai garis alis matanya itu menambah kesan polos yang akan semakin membuat orang tidak kuasa untuk tidak merasa gemas pada si boneka hidup ini. Sungguh wanita yang sangat pantas jika harus bersanding dengan pria seperti Sehun.
"Kau sudah datang?" Seoin bersama suaminya yang tidak lain ayah Sehun menyambut gembira kehadiran tamu specialnya itu. Luhan membungkuk sopan, memberi salam sebelum Seoin mengajak Luhan menuju ruang tamu. "Hari ini kau sangat cantik, Luhan."
"Terima kasih bi."
Mereka mendudukan diri masing-masing di sofa embuk yang Luhan yakini pasti berharga mahal. Dengan menahan hasrat untuk tidak berteriak girang layaknya anak kecil yang ingin melompat-lompat di atas kasur busa Luhan berusaha menutupi senyumannya, sembari mengelus pinggiran sofa yang ia duduki. Ini adalah pertama kalinya ia duduk di sofa sebagus ini bahkan permukaan sofanya terasa sangat halus. Ini sungguh keren!
"Jadi kau adalah Luhan yang akan dinikahkan dengan putraku?"
Mendengar namanya disebut Luhan mengenyahkan imaginasi anak TK-nya lalu mengangguk pada ayah Sehun yang ia ketahui bernama Oh Jiwoo. "Ya, tuan. Aku Luhan." Bibirnya merekah, menunjukan senyuman ramah.
Jiwoo pun mengangguk lalu menatap pada istrinya. "Kau yakin Luhan adalah wanita yang tepat untuk Sehun?"
"Dia pilihan terbaik. Ya, kan Luhan?"
"Tentu bi. Aku adalah pilihan terbaik." Tidak merasa canggung Luhan mengacungkan dua jempolnya pada Seoin, memberi isyarat jika Seoin tidak perlu khawatir.
Seoin sangat menyukai kepribadian Luhan yang ceria seperti ini dan dia yakin Sehun akan berubah mejadi pria jika dinikahkan dengan Luhan. Ah, ngomong-ngomong kemana anaknya itu? "Sehun!" Dengan suara cemprengnya yang sebisa mungkin Seoin buat agar terdengar anggun ia berteriak. "Sehun!" Berteriak lagi ketika anaknya itu tidak kunjung muncul dari arah tangga, membuat nilai keanggunan suaranya menjadi menurun. "Se- nah.. Itu dia." Senyuman Seoin tersemat ketika putra es-nya itu muncul.
Dan Luhan sepenuhnya memperhatikan Sehun yang ternyata lebih keren dari sofa yang ia duduki. Bagaimana tatapan tajam dari mata sipit membunuh Sehun yang terarah padanya dan bagaimana pria itu menuruni anak tangga dengan langkah yang sangat gagah dan begitu maskulin. Jadi pria ini yang akan dia nikahi? Membayangkan dalam mimpi akan mendapatkan pria setampan ini bahkan Luhan tidak pernah.
"Luhan."
Tidak ada respon, Luhan terlalu terpaku pada Sehun.
"Luhan!" Seoin mengulang dengan sedikit kencang dan barulah Luhan tersadar dan menoleh kosong kepadanya. "Ini Oh Sehun, dia anakku."
"Aku tau." Sedikit tersipu Luhan mencuri pandang pada Sehun yang sudah berdiri di depannya. "Aku Luhan." Menjulurkan tangan dengan seribu harapan Sehun akan membalasnya namun yang terjadi Sehun justru menampiknya dengan decihan kecil, membuat pipi tersipu Luhan lenyap akibat sikap kurang ajar Sehun. Ternyata sifatnya tidak sesempurna wajahnya. Menyebalkan!
"Ibu dan ayah tinggal ya, kalian bisa mengobrol." Seoin bersama Jiwoo keluar dari ruang tamu, sebelum menghilang di belokan Seoin mengedipkan mata penuh makna pada Luhan dengan gerak bibir tanpa suara yang membentuk kalimat 'Semangat' bagi Luhan.
Melihat itu Luhan memutar bola matanya malas. Hasrat keterkagumannya pada Sehun sudah hilang dan sekarang dia hanya duduk dengan memainkan kuku berhias kutek pink yang ia bubuhkan sendiri tadi sore. Sungguh persiapan yang percuma karena Luhan tau kalau Sehun tidak menatap tertarik kepada dirinya.
"Kau datang sendirian?"
Suara Sehun terdengar, membuat Luhan menongak cepat. Jadi seperti ini suara Sehun? Kecil tapi sangat sexy. Sebisa mungkin Luhan merekam bagaimana suara Sehun, seakan itu adalah sesuatu yang berharga yang harus ia sembunyikan di tempat terbaik. "Ya, aku datang sendiri."
Satu alis Sehun terangkat dengan heran. Ibunya bilang Luhan adalah anak dari salah satu temannya kan? "Kemana ibumu?" Dan pikir Sehun seharusnya ibu Luhan pun datang.
"Ibuku?"
Oh, ada yang aneh di sini. Ekspresi Luhan seperti kebingungan terlebih satu jarinya menunjuk pada dirinya sendiri seperti ingin memastikan siapa yang Sehun maksudkan.
"Ya, ibumu." Masih dalam posisi mengamati Sehun memperjelas pertanyaannya.
"Ibuku.. emmm.. ibuku, dia.."
"Bukankah kau anak dari teman ibuku."
Luhan ternganga dengan wajah kebingungan yang semakin kentara. Anak dari teman Seoin? Bagaimana mungkin! Sekarang apa yang harus ia katakan? Mati kau Luhan jika salah menjawab.
"Kau tau? Wajahmu seperti seorang penipu bodoh yang tertangkap basah sedang berbohong sekarang."
Mendapat kecurigaan dari Sehun, Luhan berdiri sembari tersenyum dengan kaku. "Ah, benar! Ibuku.. dia sedang berada di luar Korea. Eemmm di China mungkin." Sedikit ragu Luhan menjawab sembari menggaruk kaki kanannya menggunakan ujung sepatu heels kaki kirinya dan Sehun tentu saja menyadari kebohongan Luhan hanya dengan melihat gelagat wanita ini.
"Ibumu mungkin bukan berada di China tapi di Afrika karena merasa tidak tahan memiliki anak sepertimu."
"Yak!" Luhan memekik tidak terima karena ledekan Sehun. "Ibuku benar ada di China, bodoh!"
Matanya mendelik kala mendengar dirinya disebut BODOH oleh wanita yang ia anggap idiot di depannya ini. Astaga, kalimat apa itu? Seumur hidupnya Sehun baru kali ini disebut bodoh. "Jaga ucapanmu wanita idiot! Bahkan saat aku masih duduk di Sekolah dasar tidak ada satu gurupun yang menyebutku dengan kalimat serendah itu." Luhan harus tau kalau dia terlalu pintar untuk ukuran manusia.
Luhan tidak peduli pada kemarahan Sehun. Dia membuang muka, menyilangkan tangan di depan dada, memasang wajah angkuh dan melenggang pergi meninggalkan Sehun yang menggeram tertahan di tempatnya.
Andai dia tidak ingat jika Luhan adalah wanita mungkin Sehun sudah menjambak rambut panjangnya itu. Mengesalkan! Pertemuan buruk yang sangat menyebalkan!
.
.
"Jadi kapan pernikahan kalian dilaksanakan?" Seoin tidak membiarkan suasana hening terjadi di ruang makan kediamannya. Baru tiga sendok nasi ia telan dan pertanyaan itu meluncur tanpa keraguan dari bibirnya yang dipolesi lipstick pink berkilau. Matanya pun dengan telak menatap pada Sehun seolah mengisyaratkan jika pertanyaannya itu ditujukan bagi pria termuda yang ada di sini. "Sehun, ibu tau kau tidak tuli."
Sendok makannya Sehun letakan di atas meja dengan jengah. "Aku sudah berkali-kali bicara kalau aku tidak akan menikahi Luhan."
"Kau ingin keluarga kita hancur?" Jiwoo yang sejak tadi tidak banyak bicara mulai angkat bicara. "Mau tidak mau kau harus menikah dengan Luhan jika kau memang ingin keluarga kita utuh dan baik-baik saja. Jangan menjadi pribadi yang egois Sehun, di sini kau masih memiliki orang tua yang harus kau dengarkan ucapannya."
"Kurang apa lagi aku pada kalian? Kurang sepatuh apa aku pada kalian?" Sehun mulai merasa kesal, emosinya tersulut membuat Luhan yang sejak tadi mencoba tidak peduli dan terus memakan makanan enak di piring sajinya berhenti untuk menatap pada Sehun. "Hanya biarkan aku pada pilihanku. Apa itu tidak bisa?"
"Ibu mohon, Sehun. Kami melakukan ini karena menyayangimu." Mata Seoin mulai berkaca-kaca. Dia merasa sudah terlalu lelah untuk selalu bertengkar dengan Sehun karena penyebab yang sama. "Penerus keluarga kita hanya ada padamu. Andai ibu tidak pernah terkena kanker rahim dan masih bisa mengandung, ibu tidak akan ikut campur pada hidupmu tapi rahim ibu sudah diangkat dan ibu tidak bisa lagi memiliki anak yang bisa menjadi penerus keluarga kita. Apa kau ingin semua jeripayah ayah dan ibu sia-sia sementara kami berusaha untuk seperti sekarang hanya demi kau dan keturunanmu." Wajahnya Seoin tangkup dengan bahu begetar pelan. Semua orang termasuk Sehun mungkin menganggapnya sedang menangis sekarang tapi Seoin hanya tengah berusaha membuat suasana menjadi se-dramatis mungkin karena dia tau Sehun akan menjadi lunak jika dia sudah mengungkit soal penyakitnya dulu. "Jika tau kau akan seperti ini lebih baik ibu mati dan tidak membiarkan dokter mengangkat rahim ibu."
"Bibi, berhentilah menangis." Luhan dengan parahnya percaya sampai dia mendekati Seoin dan memeluk Seoin dengan raut wajah iba. "Sehun memang jahat." Berkata ketus sembari menatap sengit kepada sang tersangka di matanya.
Mendesah frustasi Sehun kembali duduk dan menatap Seoin dengan pandangan bersalah. Jiwoo yang memang mengetahui sandiwara Seoin hanya mampu menahan tawanya yang ingin pecah di tenggorokan. Istrinya ini dulu memang sering mengikuti teater dan ternyata itu berguna untuk sekarang. "Turuti keinginan kita Sehun. Jika beberapa bulan setelah kalian menikah dan kau merasa tidak cocok dengan Luhan, ayah juga ibu akan mengizinkan kalian untuk bercerai." Dan perannya adalah sebagai pelengkap final. Sungguh sekenario yang bagus, tentu saja Luhan pengecualian karena wanita itu benar-benar diluar adegan.
Merasa terpojok sangat terpojok, Sehun seperti tidak memiliki pilihan. Dia pun bukan anak penduharka yang akan merelakan segalanya demi sang terkasih seperti yang ada di televise. Kisah seperti itu sungguh memuakkan. Jadi dengan terpaksa dia pun mengangguk membuat Jiwoo langsung menepuk bahunya dengan senang.
"Itu baru Oh Sehun. Istriku, Sehun menyetujuinya."
"Benarkah!" Pekikkan melengking Seoin membuat Luhan sedikit menutup telinga karena tidak sengaja itu benar-benar terucap di depan gendang telinganya. "Kau dengar itu, Luhan? Sehun menyetujuinya." Kepalang terlalu bahagia Seoin memeluk leher Luhan erat yang secara langsung tersedak ludah karena rangkulan Seoin.
"Bi.. uhuk! Le..pashh."
Tersadar jika dia hampir membunuh Luhan, Seoin menjauh dan segera memberikan air putih untuk Luhan minum. "Maaf, aku terlalu bersemangat." Dia tersenyum getir saat melihat bibir Luhan yang sudah sedikit memucat.
Masih dengan napas yang memburu Luhan mengangguk. Pipinya pun memerah kentara dan entah kenapa Sehun tersenyum melihatnya.
"Terima kasih, Sehun."
Senyuman tipis Sehun hilang saat Seoin menghampirinya. "Tapi kalian harus berjanji akan mengizinkan kami bercerai jika kami memang merasa tidak nyaman satu sama lain." Mencoba memperingatkan Sehun menatap serius kepada Seoin.
"Baik, itu perjanjian yang kita buat. Tapi kau tidak boleh berusaha mencari-cari alasan untuk bisa menceraikan Luhan. Bagaimana, setuju?"
"Baiklah, kesepakatan yang baik."
Seoin tersenyum dan memeluk Sehun sementara Sehun sendiri menatap Luhan yang ikut tersenyum. Heran, kenapa Luhan tidak mengajukan protes sama sekali dengan kesepakatan bodoh ini? Ah, Sehun lupa kalau Luhan pun sama bodohnya dengan kesepakatan itu.
.
.
Adakah Weding Organizer tercepat? Tapi Sehun kira tidak ada yang bisa melebihi kinerja seorang Im Seoin yang secepat kilat. Bayangkan! Baru empat hari sejak malam itu tapi seluruh keperluan untuk perikahan sudah hampir selesai. Mulai dari gedung resepsi, gereja, baju pernikahan, ribuan undangan, makanan sampai tempat tinggal untuk dirinya dan Luhan nantipun sudah disediakan. Sehun curiga jika ibunya sudah menyiapkan ini jauh-jauh hari sebelumnya. Ini bahkan seperti mimpi ketika Sehun tau kalau pernikahannya adalah lusa bukan dua atau tiga bulan lagi. Setidaknya Sehun ingin mengenal Luhan lebih dulu tapi apapun yang ibunya lakukan benar-benar tidak bisa dihentikan seperti kereta yang tidak memiliki rem sebelum sampai ditujuan.
"Ibu menyuruh kita mencari cincin pernikahan." Luhan muncul di depan Sehun membuat coretan mahal Sehun bengkok, keluar dari garis lurus yang sudah dia perkirakan. Wanita ini memang sekarang tinggal di rumah utama keluarga Oh dan kadang memusingkan Sehun dengan segala kelakukannya dan menambah kadar kefrustasian Sehun karena kemunculannya yang selalu tiba-tiba, tanpa mengetuk pintu.
"Kau gunakan jarimu untuk apa, Luhan?"
"Jari?" Jarinya Luhan amati sebelum menatap kembali kepada Sehun. "Untuk makan." Tersenyum pasti karena meyakini jika jawabannya benar.
Mengusak belakang rambutnya demi melampiaskan rasa ingin menelan Luhan hidup-hidup, Sehun pun menarik napas, mencoba mengatur kesabarannya supaya meningkat. "Ketuk pintu sebelum masuk. Berapa kali aku sudah selalu mengingatkan itu!" Tapi tetap saja nada suaranya tidak terkendali.
"Tiga kali karena aku masuk ke kamarmu baru tiga kali." Tanpa rasa bersalah Luhan menjawab pertanyaan yang seharusnya tidaklah dia jawab karena itu membuat kepala Sehun terasa akan pecah.
"Ada apa kau datang ke sini?" Tidak mau dibuat semakin meledak Sehun pun bertanya agar wanita sinting ini cepat pergi.
"Kau tidak dengar? Ibu menyuruh kita mencari cincin pernikahan."
"Cari saja sendiri. Aku tidak peduli pada cincin apapun yang akan aku pilih."
"Baiklah." Luhan mengangguk mengerti lalu bersiap keluar namun berhenti ketika ingat sesuatu. "Tapi aku tidak tau ukuran jarimu."
"Beli yang sekiranya muat di jariku."
"Baiklah." Paham pada ucapan Sehun, Luhan kembali mengangguk tapi dia terdiam sejenak karena pertanyaan lain muncul. "Tapi aku tidak paham. Bagaimana kalau tidak muat?"
Telingat Sehun memerah sekarang. "Perkirakan saja Luhan."
"Baiklah, tapi bentuk seperti apa yang kau inginkan? Apa kau ingin ada permata di atasnya atau-"
"AKU BILANG AKU TIDAK PEDULI PADA CINCIN APAPUN YANG KAU PILIH!" Kekesalan Sehun meluap bagai uap panas yang keluar dari cerobong perapian.
Luhan yang mendengar suara melengking Sehun menutup telinga lalu memberengut kepada Sehun. "Aku hanya bertanya, kenapa kau membentak?"
"Kau membuatku kesal karena kebodohanmu itu." Coat yang tersampir di kursi kerjanya Sehun ambil. "Cepat ikut denganku." Dan agar pekerjaannya tidak lagi terganggu pilihannya pun hanya satu, menyelesaikan urusan cincin sialan itu dengan segera.
.
.
"Sehun, bagaimana dengan ini?" Satu pasang cincin putih Luhan tunjuk. Sudah tiga puluh menit mereka berada di salah satu toko perhiasan ternama di Korea dan dari semua pasang cincin yang ada Luhan baru terpikat oleh cincin yang kini dia amati.
Cincin itu polos –tanpa hiasan permata atau sebagainya, hanya ada ukiran-ukiran absurd yang tidak Sehun ketahui bermakna apa. "Terserah." Tanpa peduli Sehun menatap jam tangannya. Sekarang sudah pukul empat sore dan nanti malam dia memiliki janji dengan kekasih prianya itu.
"Baiklah, aku ambil ini." Luhan tersenyum puas dan membiarkan pegawai toko untuk membungkus cincin pilihannya itu. Sembari menunggu Luhan duduk di sofa, tepat di samping Sehun yang terlihat tidak nyaman. "Apa pantatmu gatal?"
Sehun mendelik karena pertanyaan tidak masuk akal Luhan.
"Hanya bercanda." Tau jika Sehun sebentar lagi akan menyemburnya Luhan pun cepat-cepat meralat maksud pertanyaannya. "Jadi kenapa?"
"Aku memiliki janji."
"Oh."
"Oh! Hanya Oh?"
"Lalu aku harus bereaksi apa?"
Sehun membenarkan posisi duduknya, dia sedikit bergeser untuk bisa menatap Luhan. "Kau tau kita ke sini untuk mencari cincin pernikahan. Pernikahan kita itu lusa."
"Jadi?"
"Jadi kenapa kau terlihat begitu tenang?" Untuk ini Sehun tidak habis pikir. Luhan itu terkesan pasrah, menurut pada apapun yang kini sedang ibunya buat.
"Aku tidak tau. Mungkin karena aku tidak mencintaimu dan kau bukan pria yang aku inginkan tapi mau bagaimana lagi aku harus menikah denganmu."
"Kau pikir aku tidak tenang karena mencintaimu, begitu? Asal kau tau aku pun tidak mencintaimu dan lebih-lebih tidak mau menikah dengan wanita idiot sepertimu."
"Aku tidak idiot." Luhan mendecak tapi tidak mengatakan apapun untuk membalas ejekan Sehun. "Apa kau akan tetap menikah denganku?"
"Undangan sudah tersebar, kau pikir apa lagi yang akan terjadi?"
"Dijodohkan itu menyebalkan, kan?"
"Kita ada diposisi itu, kenapa bertanya?" Letak duduknya Sehun ubah dia menjadi menatap lurus pada berbagai bingkai foto wanita yang mengenakan perhiasaan yang sengaja dipasang guna mencuri minat pembeli. "Bagaimana jika kita membuat kesepakatan?" Dan ucapan itu tercetus dengan sendirinya.
"Kesepakatan?"
"Kesepakatan kalau kita akan bercerai setelah kau melahirkan anakku." Sebenarnya untuk ini Sehun merasa ragu. Dia bahkan tidak ereksi pada wanita lalu bagaimana caranya agar bisa menghamili Luhan? Tapi keturunan adalah yang ingin kedua orang tuanya dapatkan dan Sehun sudah terlanjur terjerumus pada kubangan lumpur jadi tidak ada salahnya kan ia mencoba mengambil kesempatan untuk memanfaatkan situasi ini? Mungkin setelah dia memiliki anak, kedua orang tuanya tidak akan lagi melarangnya untuk menikah dengan kekasihnya sendiri. Ini sungguh ide cemerlang.
Luhan terdiam, dia menimang tawaran Sehun. Bercerai setelah melahirkan anak mereka.. apa itu bisa menjadi tolak ukur jika Sehun telah berubah menjadi normal? Tentu saja, Luhan. Sehun tidak akan mungkin bisa menghamilimu jika dia sendiri tidak ereksi dan jika dia ereksi kepadamu itu tandanya dia sembuh! Luhan tersenyum saat otak kecilnya membuat segala kesimpulan itu. Tanpa memikirkan hal lainnya ia mengangguk setuju dan saling berjabat tangan dengan Sehun yang juga cukup merasa puas pada kesepakatan mereka.
Kita akan bercerai setelah aku memiliki anak darimu, Luhan. –Sehun.
Kita akan bercerai setelah kau menjadi pria sesungguhnya, Sehun. –Luhan.
Sebuah kesepakatan yang akan membawa keduanya pada kemelik hidup yang tidak pernah terbayangkan. Akankah semuanya berjalan pada jalurnya? Atau berbelok arah, menuju jalan lain demi menodai kesepakatan yang meraka buat.
Segalanya akan terjawab jika kisah ini berlanjut dan apa yang kalian inginkan? Menyudahi atau meneruskan kisah ini sampai pada akhirnya tiba.
.
.
.
.
.
THE END!
OR
TO BE CONTINUE?
TAMAT
ATAU
LANJUT?
SEMUA TERGANTUNG REVIEW KALIAN^^
Muncul membawa FF baru demi bisa membakar jiwaku yang kemarin hangus sampai mengakibatkan WSL belum diupdate. Aku ga tau cerita FF ini di awal akan menarik kalian apa engga buat tau nextnya kaya apa mengingat dasar FF ini pasaran banget, perjodohan! Tapi semoga deh cukup memancing minat kalian^^ untuk pembukaan aku cuma berharap suapaya bisa dapet respon yang baik tanpa bash atau sebagainya karena di sini aku cuma meluapkan hayalanku sendiri dengan bantuan HunHan sebagai pemainnya.
FF ini ringan, aku ga taruh konflik yang menyayat kaya FF lainnya misalkan lanjut, jadi nikmati aja ceritanya karena kayanya juga ga bakal panjang chap. Tapi tetap ya buat yang udah baca tolong tinggalkan review kalian kalo memang ingin chap dua^^ entah lanjut atau engga tapi tetep coret-coretlah.
Udahlah segitu saja cuap-cuapku. Aku hanya berharap kalian bisa menghargai FF ku dengan coretan review kalian karena review kalian sangat berpengaruh sama moodku^^
Doain aku bisa beresin WSL ya hikz jump! Jump! Jump! Jump! We are HHS.