T

.

.

Got an inspiration from beloved novelist Esti Kinasih

.

.

"Namaku Park Chanyeol."

Matanya mengedar setajam pisau penjagal, rahangnya sekeras batu karang di tengah samudera, dan wajah tampannya serupa malaikat tanpa sayap yang baru saja singgah dari langit. Tidak ada yang bisa mendeskripsikan aura kedinginan si anak baru itu. Terlalu menakutkan kecuali memberi satu tag : mempesona. Ujung rambut up-nya hingga sebuah dahi bernilai sempurna namun penuh kesombongan menjadi hal menarik lainnya dari Park Chanyeol.

Dia masih berdiri di muka kelas, di hadapi tatapan penasaran dan mengintimidasi dari kucing-kucing betina kelas yang menginginkan si kucing jantan berdahi sempurna. Sedang yang bergender sebaliknya tak ambil pusing—merasa bukan hal yang perlu di perhatikan lama-lama jika makhluk di muka kelas itu bukan ciptaan Tuhan yang berdada dan berbody Scarlett.

"Kau bisa duduk dimana saja, Chanyeol." Mr. Joe menginterupsi keterdiaman Chanyeol yang sedang mengincar sesuatu. "Ah, kukira kau hanya bisa duduk di samping Baekhyun. Hanya bangku itu saja yang kosong."

Chanyeol berjalan ke belakang kelas, menuju sebuah bangku kosong di samping seorang gadis yang sedari tadi mengganggu pandangan Chanyeol. Dari sekian banyak kucing betina di kelas ini, hanya ada sepasang mata sipit khas orang pribumi yang bertolak belakang. Si kucing liar yang tidak tertarik dengan kucing jantan berdahi sempurna.

"Ku rasa kau harus mencari tempat lain." Baekhyun buka suara saat Chanyeol sudah duduk di sampingnya. "Ini bangku Sehun."

"Dimana dia?"

"S-sedang s-sakit. Ya, dia sakit."

"Kalau begitu bangku ini kosong. Aku bisa menempatinya kan—siapa namamu?"

"Baekhyun. Byun Baekhyun."

"Ya, Nona Byun."

"T-tapi—"

"Apa kau bisa memberiku solusi ketika semua bangku di kelas ini tidak ada yang kosong selain bangku ini?"

Baekhyun mengedarkan pandangannya di sekitar kelas. Tidak ada bangku kosong yang dapat menyelamatkannya dari sebuah petaka.

Petaka? Entah Baekhyun harus menyebutnya dengan sebutan apa. Semenjak Chanyeol menyesakkan diri di bangku itu, berpasang-pasang mata para gadis di kelasnya itu bersorak iri karena Baekhyun-lah yang beruntung atas ketidaksengajaan ini. Mata-mata itu, seperti pisau siap tancap. Yang mana jika Baekhyun sedikit saja menyentuh ujung lengan seragam Chanyeol, ia akan mati sia-sia oleh mata-mata tajam itu.

"Namamu siapa?"

"Aku sudah menyebutkan dalam perkenalan singkat tadi, Nona Byun."

"Benarkah?" gadis itu, entah makanan apa yang ia makan tadi pagi. Menjadi sok akrab seperti ini bukanlah Byun Baekhyun. Ia si penyindiri yang hanya suka menghabiskan waktu bersama satu teman dekatnya di kelas lain atau Byun Baekhyun si suara emas yang terkadang mencuri waktu istirahat untuk bernyanyi dan bermain piano. Lagipula untuk apa ia berbasa-basi menanyakan nama lelaki es batu di sebelahnya itu? Bukan sesuatu yang harus ada dalam daftar kegiatannya sehari-hari.

Awal yang buruk. Baekhyun memilih kembali menatap bukunya dan menelan mentah-mentah kebodohannya pagi ini.


Alarm kecil Smile di atas nakas kamar Baekhyun menjadi keributan awal yang membawanya kembali ke dunia sekolah. Berbekal mandi kilat, sarapan singkat, dan penampilan tak memikat, gadis itu berlari seperti seorang atlet demi menuju halte—bus pagi yang membawanya kesekolah akan tiba 5 menit lagi dan tidak ada toleransi untuk sebuah keterlambatan.

Seharusnya semalam Baekhyun bisa menahan diri untuk tidak menghabiskan sisa novel picisan yang ia pinjam dari Kyungsoo. Ia harus tidur cepat dan melupakan bagian akhir novel yang nyatanya membuat air mata haru miliknya keluar. Terlalu romantis dan menusuk karena tokoh utama lelaki dalam novel itu hanya sebuah robot. Tapi Baekhyun hanya gadis biasa dengan perasaan yang sangat peka. Setidaknya membaca novel picisan itu akan lebih baik untuk hatinya daripada jejeran rumus menggantung dari buku Fisika-nya.

Bus datang dan beruntunglah Baekhyun bukan bagian dari beberapa anak sekolah lain yang sedang mengejar keberangkatan bus setelah bus tancap gas.

Baekhyun merapikan sedikit rambutnya dengan kuncir ekor kuda di belakang kepalanya. Sebuah poni lucu menghiasi dahinya dan beberapa anak rambut yang enggan bergabung dengan si ekor kuda menjadi penampilan sehari-hari Byun Baekhyun. Ia hanya pergi ke sekolah, bukan ke sebuah pesta. Tidak perlu berdandan berlebihan jika sapuan bedak tipis dan lipgloss pink cukup membuatnya terlihat nyaman dalam berpenampilan.

Perjalanan menuju sekolah tidak terlalu lama dan diberkatilah Baekhyun pagi itu masih merasakan indahnya masuk ke sekolah tanpa telat. Masih ada sekitar 5 menit lagi sebelum bel masuk berbunyi dan Baekhyun bisa menghabiskan sisa waktu itu untuk menikmati novel baru yang ia pinjam dari Kyungsoo atau...

"Kenapa berdiri di pintu, Baek?" itu sahabat Baekhyun, Kyungsoo, yang baru saja dari toilet.

...meja Baekhyun sudah penuh banyak kucing betina.

"Astaga! Apa-apaan ini?" Kyungsoo terkesiap. Bangku Baekhyun sudah di penuhi gadis-gadis yang saling berdesakan duduk di sana.

Hanya ada satu hal yang bisa membuat bangku Baekhyun menjadi seramai pasar malam. Alasan yang cukup rasional untuk membuat Baekhyun harus rela menunggu di luar kelas hingga bel masuk berbunyi—Park Chanyeol si anak baru.

"Bisakah aku pindah ke kelasmu saja, Soo? Ini menyedihkan."

Kyungsoo tertawa ringan. Nasib Baekhyun tidak lebih baik dari sebuah ulat bulu yang tidak bisa menikmati bulu-bulunya sendiri.

Keadaan seperti itu berangsur terus-menerus. Baekhyun harus rela mengungsi saat para kucing betina itu dengan setia berbagi bangku kecil Baekhyun. Kenapa mereka mengorbankan bangku Baekhyun jika yang mereka incar adalah si anak dingin dari kutub utara—Park Chanyeol? Akan terasa logis jika mereka berebut tempat duduk Chanyeol dari pada tempat Baekhyun. Para kucing betina itu seperti haus belaian, berdesakan dengan dandanan sedikit norak dan aroma parfum yang mencakar indera pencium siapa saja.

Sebenarnya bukan Baekhyun saja yang menjadi korban. Ada Jongin dan Taemin (dua lelaki yang duduk di bangku belakang), Mino dan Seunghoon (dua lelaki yang duduk di bangku depan), Jongdae (duduk di sebelah kanan Baekhyun), juga Minseok (duduk di sebelah kiri Chanyeol, mereka semua menderita dengan merelakan tempatnya sebagai arena desak-mendesak. Pernah sekali Jongin mengusir gadis-gadis itu dari bangkunya, nyatanya Jongin kalah telak dengan sungutan mereka yang lebih berisik dari kucing yang sedang berada pada musim kawin. Jadilah para korban bangku itu harus rela pergi ke kantin atau menumpang di kelas sebalah atau duduk tanpa tau arah ke pos penjaga gerbang hingga para wanita haus akan aroma Chanyeol enyah.

Pernah sekali Baekhyun mencoba untuk berangkat lebih pagi demi sebuah tempat yang menjadi haknya selama di kelas. Namun sepertinya si Smile di kamar Baekhyun perlu di putar lebih pagi lagi karena saat Baekhyun tiba di sekolah, kelas sudah seperti ruang ganti seorang selebriti. Semua yang menginginkan untuk berada dalam jarak terdekat dengan Chanyeol dan sudah terpoles oleh make-up yang sedikit berlebihan, kembali berdesakan di bangku-bangku yang paling dekat jangkauannya dengan Chanyeol, dan berharap solekan pada wajah mereka dapat menarik perhatian si pangeran kutub utara.

Hasil dari semua itu sebenarnya sungguh bisa di tebak. Dari awal mereka menggencarkan serang kecantikan sebagai daya tarik utama atau beberapa kotak berbungkus kertas kado lucu yang sengaja di bawa, namun tidak ada satupun dari itu semua yang bisa membuat Chanyeol melirik. Ia masih pangeran kutub utara, kucing jantan yang sombong, dan lebah pelit sengatan yang bertahan dengan ketidakpeduliannya. Chanyeol diam, tidak menggubris, dan menolak mentah-mentah semua tawaran mereka dengan satu tatapan mata yang tidak lebih tajam dari samurai milik Inuyasha.

Pada akhirnya Baekhyun menyerah. Ia enggan merepotkan diri untuk bangun pagi dan memilih menjalani rutinitas berangkat sekolahnya seperti biasa—berlari terhuyung-huyung menuju halte dan memelas seperti hamster lucu pada Tuan Go si penjaga gerbang. Jika masih ada waktu luang sebelum bel masuk, Baekhyun dengan suka rela harus membelah keramaian di sekitar bangkunya untuk menaruh tas. Setelah itu ia akan pergi, kekelas Kyungsoo atau mengurangi sedikit uang jajannya untuk sebuah susu stroberi.


Baekhyun sangat tau porsinya sebagai teman sebangku pangeran kutub utara. Batas tak kasat mata diam-diam telah ia implementasikan sehingga ia bisa bersekolah dengan perasaan nyaman. Anggap saja Baekhyun memilih zona aman daripada menjadi bulan-bulanan para kucing betina yang menggilai Chanyeol layaknya salmon kualitas tinggi.

Tidak ada obrolan yang berarti diantara mereka. Setidaknya jika Baekhyun tidak salah hitung, ia dan Chanyeol hanya terlibat dua kali obrolan. Yang pertama saat Chanyeol baru datang dan yang kedua saat Chanyeol meminjam kamus bahasa inggris. Dan ketahuilah, kamus itu sudah berada di tangan Chanyeol lebih dari satu minggu. Entah dia lupa atau apa. Namun dari segi penampilan dan gaya hidupnya, Chanyeol tidak tergolong orang yang harus mempatenkan hak milik orang lain untuk jadi miliknya. Baekhyun sendiri mencoba mengabaikan itu. Ia lebih baik kehilangan kamus 5 dolarnya daripada berurusan dengan si pangeran kutub utara—yang bisa di pastikan seluruh perempuan di kelas Baekhyun juga akan menjadikan itu urusan mereka.

"Itu Chanyeol." Kyungsoo menyiku sahabatnya yang sedang menelangkupkan kepalanya diatas meja kantin. Pagi ini Baekhyun kembali berlari maraton karena si Smile sialan itu tidak berdering tepat waktu.

Baekhyun mendongak, mengikuti arah yang ditunjuk Kyungsoo. Tidak ada minat yang ia taruh untuk Chanyeol yang selalu mendapat hujanan tatapan kagum bagi siapa saja yang melihatnya.

"Pentingkah?" Gadis itu menguncir mulutnya lucu.

"Dia sudah bosan, Soo." Kata Jongin.

"Tapi dia tampan. Benar, kan, Lu?" Kyungsoo berpindah pada si rusa cantik yang ada di hadapannya.

"Jadi seleramu berubah menjadi lelaki tinggi berkulit putih yang digandrungi banyak orang?" Luhan menginterupsi. Dan lelaki berkulit tan yang duduk di sebelah Kyungsoo itu mendengus kesal.

"Jangan berkencan dengan orang seperti itu atau kau tidak akan memiliki ketenangan hidup." Baekhyun buka suara. "Dan, Luhan, kapan pacar albinomu itu akan sembuh dari sakitnya? Ini sudah lebih dari satu bulan jika ingatanku tidak salah."

Luhan mendesah frustasi. Kekasih tampannya yang mengalami kecelakaan motor sebulan yang lalu itu masih harus istirahat total untuk menerima terapi secara rutin.

"Ku rasa dua minggu atau tiga minggu lagi?"

"Penderitaanku harus bertambah panjang sepertinya." Baekhyun mengerang kesal. Sebagai korban yang tidak tau apa kesalahannya, Baekhyun harus menerima semua akibat yang di timbulkan dari keberadaan Chanyeol. "Jongin, tukar tempat, ya?"

Ini sudah kesekian kalinya Baekhyun meminta seperti hamster lucu kelaparan. Dari awal ia sudah meminta teman-temannya untuk bertukar posisi namun tidak ada satupun yang memberi persetujuan. Kejam, kan?

Jongin, Mino, Seunghoon, Minseok, beralasan jika posisi mereka sama saja. Sekalipun bertukar posisi, tidak akan merubah kenyataan bahwa Baekhyun masih akan menjadi korban pagi hari yang harus merelakan tempat duduknya.

"Aku akan mengajukan diri untuk pindah kelas."

"Jangan konyol. Kita sudah di tingkat akhir dan nomor ujianmu sudah diatur sesuai kelas. Kau hanya akan mendapat ceramah panjang dari si botak itu jika kau melakukannya." Sela Kyungsoo. Dan itu seratus delapan puluh lima persen benar-benar terjadi jika Baekhyun melakukannya. Ia masih harus menjaga kesehatan telinganya dan menolak pergi ke dokter THT sebagai akibat dari ceramah panjang itu.

"Tapi aku sudah tidak tahan!" Baekhyun mengeram. "Bahkan aku seperti anak tiri terbuang yang tidak berhak atas kepemilikanku!"

"Siapa yang anak tiri?"

Itu bukan Kyungsoo ataupun Luhan, karena mereka adalah perempuan dengan suara lembut. Bukan juga Jongin karena seingat Baekhyun, Jongin tidak memiliki suara seberat bass betot. Lalu..

"Boleh aku bergabung dengan kalian? Tempat lain sudah penuh."

Kyungsoo dan Luhan sudah seperti patung selamat datang saat sosok tinggi beraura dingin itu muncul dihadapan mereka. Rahang mereka entah jatuh kemana karena kenormalan mereka sejenak menjadi kegilaan yang meluluhlantakkan rasionalitas diri mereka.

"Tentu saja, Chanyeol."

Dan lelaki itu, duduk dengan sangat ringan di samping Baekhyun saat Jongin memberikan izin.

Sial!


Bersama terik sang surya pukul tujuh kurang sepuluh menit itu, Baekhyun melenggang dengan malas menuju kelasnya yang ada di ujung lorong. Tubuhnya cukup lesu, seperti bunga mawar yang tak terjamah air di waktu yang cukup lama. Saat masuk kelas, bukan pemandangan yang aneh saat Baekhyun menjumpai gadis-gadis itu bergerombol di bangkunya. Dan Baekhyun, sedang tidak berminat mengungsi ke kelas Kyungsoo ataupun memberi asupan segar susu stroberi pada kerongkongannya.

Gadis lesu bermarga Byun itu menghampiri Jongin dan Mino yang sedang mengungsi di pojokan kelas. Kedua lelaki itu menjejali kebosanan pagi mereka dengan permainan kekanakan pada ponsel masing-masing.

"Sehat nona Byun?" Itu Song Mino. Husky voice-nya sedikit menghibur karena Baekhyun menyukai jenis suara seperti itu.

"Kau bisa lihat dengan dua bola matamu, Tuan Song." Baekhyun menempatkan dirinya diantara Mino dan Jongin. Dengusan lesunya masih terdengar keras dan mengundang prihatin dari dua teman lelakinya itu.

"Bersabarlah untuk waktu yang aku sendiri tidak tau sampai kapan." Jongin memberi kesegaran meski itu memiliki makna tak seindah harapan Baekhyun. "Kau bisa melewatinya, Byun."

Tarikan nafas berat Baekhyun sebagai jawaban atas hiburan tak berbobot itu. Bersabar? Limit sabarnya sudah mentolerir sebaik mungkin. Tak ada yang bisa dia lakukan selain memandang risih kumpulan kucing betina dengan tumpukan kotak hadiah yang menjejali semua ruang bangku Chanyeol.

"Kau tau, aku merasa malu sebagai wanita melihat mereka seperti itu."

"Bukankah itu wajar? Chanyeol seperti gula yang mengundang banyak semut perawan yang siap menyerbu."

Baekhyun mengernyit jijik dengan analogi Mino. Semut perawan? Mungkin lebih pas jika kucing perawan yang rindu belaian.

Ketampanan Chanyeol memang bernilai seratus dua puluh. Tubuh proposional, aroma badan yang menguar kesegaran, dan kemisteriusan yang mengacak-acak rasa penasaran. Baekhyun mengakui itu semua. Tapi, ia enggan menjadi salah satu kucing perawan haus belaian yang mencoba menarik perhatian si jantan dari kutub utara. Ia masih memiliki harga diri cukup tinggi sebagai seorang wanita dan menolak mentah-mentah semua godaan dari lelaki itu.

Kelas Baekhyun mendadak menjadi sangat ramai sejak kedatangan Chanyeol. Banyak siswi dari kelas lain yang turut menjadi gerombolan kucing betina haus belaian dan mengantri seperti penonton bioskop yang menayangkan film premier. Salah satunya Seolhyun—si cantik anak konglomerat ternama yang memiliki selera tinggi. Dan gadis itu, menjatuhkan pilihan pada Park Chanyeol yang misterius melebihi kasus pembunuhan berantai.

"C-chanyeol, a-aku membelikanmu Airmax terbaru." Cicit Seolhyun yang disambut tatapan menyayat Chanyeol. Gadis itu sudah mengumpulkan keberaniannya sebanyak air samudera hanya untuk berbicara dengan Chanyeol. Si cantik nan kaya itu menyodorkan kotak berbungkus kertas biru muda di meja Chanyeol. Keberaniannya seketika surut saat Chanyeol semakin mengintidasinya dalam sebuah tatapan pembantaian keji.

"Bisa kau ambil kotak ini?" Nada rendah penuh penekanan dari sang pangeran kutub utara. "Aku-mau-duduk."

Seolhyun gelagapan. Ia sudah kepalang basah menceburkan diri di jilatan api bersama sisa keberaniannya.

"Apa aku harus berteriak di telingamu?"

Seolhyun membeku. Keringat dingin mulai ia rasakan di telapak tangannya saat Chanyeol mempertajam intonasi suaranya.

"CEPAT PERGI ATAU AKU BAKAR KAU BERSAMA SEPATU JELEKMU ITU!" Suasana kelas menjadi diam seketika saat Chanyeol mempertinggi suara beserta bentakan tak berperikemanusiaan. Jangan lupakan nasib kotak biru itu yang sudah terlempar membentur lantai dengan sangat kasar.

Sang pangeran menjumpai titik puncak kesabarannya. Berbekal sikap tidak pedulinya, Chanyeol dengan santai duduk di bangku dan memainkan ponsel pintarnya. Para kucing betina itu menggigil ketakutan setelah amukan Chanyeol menggema dan menusuk harga diri mereka. Dan Seolhyun, dengan sangat mendramatisir keluar kelas dan menangis. Ulu hatinya sedikit tersakiti saat Chanyeol memperlakukannya seperti itu.

Tak jauh berbeda dengan seorang gadis yang duduk di pojokan bersama dua teman lelakinya. Nyalinya turut menciut meski bentakan itu bukan untuk dirinya. Kelesuannya menguap tak bersisa saat ketakutan menjadi penguasa dirinya.

Tangan mungilnya mencengkeram lengan seragam Mino. Ia ngeri sendiri dengan suara tinggi si pangeran kutub utara.

"Kalian lihat, kan, itu menyeramkan sekali." Cicit Baekhyun yang disambut kekehan dua temannya itu. Si gadis mendengus kesal—di tertawakan atas ketakutan yang beralasan itu salah satu tindakan tidak berperike-Baekhyun-an.

Belum sempat Baekhyun mengeluarkan protes atas kekehan dua temannya itu, bel masuk terlebih dahulu berdering nyaring. Mino dan Jongin bersiap untuk kembali ke bangku masing-masing yang sudah kosong.

"Jongin..Mino..tukar tempat ya.." si hamster lucu berponi manis itu merengek. Mengharap belas kasihan dua teman lelakinya yang diam-diam berpikir membuat kesenangan dari ketakutan Baekhyun.

"Aku mencintai bangkuku seperti aku mencintai Kyungsoo, Baek." Jongin menyeringai tanpa sedikitpun rasa iba.

"Aku sudah terikat janji setia dengan bangkuku sampai kelulusan memisahkan kita."

Itu menjengkelkan!

Baekhyun seperti hamster kecil malang yang terlantar. Ia memeluk erat tas berwarna mocca itu dan berjalan penuh keraguan ke bangkunya. Tidak menutup kemungkinan, bukan, jika efek dari amukan Chanyeol akan berimbas padanya? Dan dengan segenap hati kecilnya yang menciut, Baekhyun menarik kursinya dan menempatkan dengan ragu pantatnya di sana. Interaksi dengan Chanyeol saat ini akan terasa buruk dan Baekhyun sama sekali tak memiliki niat untuk melakukannya. Ia menarik sedikit menjauh kursinya dan menyampingkan sedikit (membelakangi Chanyeol) tubuhnya demi sebuah keamanan.

Baekhyun sudah serapi mungkin mendiamkan mulutnya namun akan terasa sia-sia saat lelaki itu membuka suara.

"Baek, boleh pinjam pensil? Milikku tertinggal di meja belajar rumah."

Baekhyun mendongak ragu-ragu. Namun saat manik Chanyeol menatapnya, ia segera mencari tempat pensil berbentuk Winnie the Pooh dalam tasnya dan memberikan pensilnya pada Chanyeol. Setelah itu ia kembali beringsut seperti anak ayam. Meski Chanyeol tak memberinya tatapan tajam seperti yang ia berikan pada Seolhyun, namun aura yang tertinggal masih sangat mencekam.

Gadis itu terlampau ciut jika harus berdebat dengan rasa keberaniannya meski ia tak pernah tau ada sebuah senyum kecil penuh kemanisan yang menikmati momen seperti ini.


Sekiranya kejadian bentakan menyeramkan itu akan mempertipis nyali para gadis yang mendamba Chanyeol. Mereka akan memikirkan kembali untuk mendekati Chanyeol setelah lelaki itu bertindak kasar pada ketua mereka—Seolhyun. Baekhyun rasa akan seperti itu. Namun esok harinya Baekhyun menjumpai (lagi) gerombolan kucing betina yang tak kenal kata menyerah. Mereka tetap bergerombol dan berebut sisa tempat duduk yang ada di sekitar bangku Chanyeol.

Entah kemana perginya rahang Baekhyun saat melihat keberanian mereka sebesar tekad para pahlawan saat perang. Jika itu Baekhyun, ia akan dengan senang hati mundur dan melupakan niat untuk mendekati sang pangeran kutub utara.

Suatu hari Baekhyun pernah bertanya pada Seolhyun. Apa lagi jika bukan alasan tak gentarnya semangat mereka dalam mendekati Chanyeol. Terhitung sudah hampir satu bulan ia masih bersikukuh dengan segala cara untuk mencari perhatian Chanyeol. Dan jawaban gadis itu,

"Karena Chanyeol misterius. Dan sesuatu yang misterius akan membuatmu penasaran."

Itu sejenis jawaban yang tak sekuat dan sekokoh bangunan sekolah. Hanya demi sebuah kemisteriusan, gadis-gadis itu menjajakan kepercayaandirinya seperti sebuah permen.

Mereka semakin gigih bergerombol saat masuk sekolah, istirahat, dan jam pulang. Meski beberapa kali Chanyeol lepas kontrol dan meneriaki mereka seperti seorang suporter, tapi nyali mereka masih setinggi gunung. Tak berkurang sedikitpun.


"Jongin..kita harus sekelompok karena Mino menolakku demi sekelompok dengan Irene. Kau tidak punya alasan seperti Mino karena Kyungsoo berbeda kelas dengan kita."

Saat itu istirahat baru saja di mulai setelah hampir 2 jam mendapat pelajaran bahasa inggris. Tidak ada yang salah dengan pelajaran itu jika saja tugas kelompok tidak mengacaukan segalanya. Sebuah percakapan yang harus dilakukan dua orang untuk memenuhi nilai tugas dua minggu lagi. Jika saja si albino Sehun masuk, Baekhyun tak perlu sepusing ini untuk mencari partner.

"Kau kalah cepat dengan Taemin, Baek."

Semua berlalu menjadi harapan semu. Bukannya Baekhyun tidak bisa mengerjakannya, hanya saja dia tidak mau terlihat seperti orang gila dengan dua peran saat mempresentasikan hasil kerjanya. Tapi sepertinya pilihan satu-satunya hanya dianggap sebagai orang gila, karena semua teman sekelasnya sudah memiliki pasangan.

Kecuali Chanyeol.

Itu pengecualian yang tidak akan pernah menjadi salah satu penghuni list-nya. Sebaik—baiknya sebuah kesempatan, jika korbannya adalah terancamnya eksistensi diri, Baekhyun lebih memilih menjadi rakyat biasa yang golput. Bukan pilihan yang patut dibenarkan, tapi setidaknya ia tidak akan berada di pihak manapun. Termasuk pihak Chanyeol.

Semua patut dijadikan suatu keheranan. Limabelas menit lalu di sisa menit terakhir kelas bahasa inggris, hampir semua kucing betina pemuja Chanyeol mengerlingkan mata dan menyodorkan diri untuk jadi partner. Mengabaikan rasa malu atas sebuah harga diri, mereka benar-benar menggantungkan harapan secara telanjang bulat pada lelaki yang jelas-jelas tidak memiliki minat itu. Menyedihkan!

Dan Baekhyun masih memiliki satu jam lagi untuk pelajaran bahasa inggris. Mr. Joe sudah menginstruksikan untuk mengumpulkan nama Baekhyun dan partnernya sejak lima menit lalu. Sayangnya gadis itu tidak memiliki jalan keluar yang tepat kecuali...

"Mr, Joe, bisakah aku mengerjakan tugas ini sendiri?." Dia bercicit seperti burung nuri yang gagal mengais makanan. Satu kelebihannya –sebuah aegyo yang lebih buruk dari anak bayi— diharapkan menjadi penolong untuk meluluhkan Mr. Joe.

"What? No, miss Byun!" pria tua berkebangsaan Canada itu membesengut; menunjukkan urat ketidaksetujuannya atas permintaan Baekhyun.

"Semua sudah memiliki partner dan aku tidak memiliki opsi lain kecuali mengerjakan ini sendirian."

Mr. Joe kembali ke mejanya, memeriksa sebuah kertas dalam map-nya yang bergambar bendera Canada, dan kembali ke muka kelas dengan senyum yang merekah. Bagi Baekhyun, senyum itu lebih buruk dari sebuah bunga lili tak bernyawa.

"Miss Byun, I have one option for your problem." Pak tua itu kembali tersenyum, Baekhyun merasa ada yang tidak beres setelah ini. "You will do this task with Mr. Park. Do you have any problem to do this task with Miss Byun?" Mr. Joe melempar pandangan pada Chanyeol.

Baekhyun tidak suka jika harus menoleh ke sebelah kanan. Menunggu reaksi dari Chanyeol rasanya lebih menyebalkan daripada mengeluarkan penolakan yang jelas-jelas tidak berguna jika Mr. Joe sudah melotot seperti seorang ibu tiri jahat.

Adakah yang lebih menyebalkan dari sebuah keputusasaan ketika lelaki itu menatapnya; tersenyum seperti seorang psikopat yang siap menguliti Baekhyun habis-habisan.

"We will do this task as well as we can, Sir." Suaranya yang berat seperti palu pengadilan.

Selain kekehan bahagia dari Mino dan Jongin yang bisa ia dengar, ada umpatan dan tatapan para iblis yang menghujani seorang gadis bernama Byun Baekhyun. Apalagi jika bukan karena tugas ini akan dikerjakannya bersama Park Chanyeol—si jantan yang menjadi rebutan banyak selir.

Matilah kau Baekhyun!

.

.

.

Tibisi~~

Hai..

Oke, ini agak menyebalkan karena Ayoung belum selesai sama FF sebelumnya tapi udah terbitin ini T.T

Hanya saja perlu kalian tau, ide itu gak kenal waktu dan dia bakal ngambek kalo gak segera di sentuh! Jadilah Ayoung segera nulis ini dari pada kehilangan ide yang datangnya gak bisa di pastikan.

Part ini pendek, Ayoung tau banget itu. Sekedar berbagi aja, part ini Cuma mau menunjukkan suasana yang di ciptakan saat si ganteng tapi dingin kaya' es teh macem Park Chanyeol awal masuk sekolah barunya. Jadi ini belum ke 'permainan' inti. Wkwk...

Ini bukan FF marriage-life. Latarnya seputar masalah anak sekolah yang jatuh cinta (lagi kangen jaman SMA T.T) Hehe..

Gak bagus-bagus banget sih, jadi kalian bisa close aja dan gak perlu nunggu part selanjutnya kalo ini membosankan T.T

Dan yang buat sejauh ini udah baca, Ayoung ucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Bakal lebih besar lagi kalo ada yang ninggalin REVIEW sekedar ngasih semangat dengan kata-kata panjang yang menghibur (^^) biar Ayoung bisa rajin-rajin update Latibule juga update Down Payment. Wkwkw..

.

.

.

-1219-