LOYALTY

Family, angst, bromance.

Master!Wonwoo Servant!Mingyu

.

.

.

"Aku relakan apapun untuk menjagamu"

Gorden biru tua tertutup rapat, dikamar mewah bercat putih gading dengan penerangan temaram, terbaring sosok pemuda diatas kasur biru muda ukuran raja. Pintu terbuka suara derap langkah stagnan mendominasi, terlihat lelaki tinggi berjalan membawa nampan berisi secangkir coklat hangat dengan sandwich, dilengannya tersampir handuk mandi tebal. Ditaruh nampan diatas meja, lelaki tersebut beralih menghampiri jendela, membuka lebar-lebar gorden. Cahaya matahari segera menerobos masuk menggapai seluruh ruangan kamar untuk diterangi. Lelaki yang sedang tidur terusik berdecih, kelopak matanya terbuka, namun badannya masih betah terlentang dibawah selimut tebal nan hangat. Lelaki pembuka gorden tersenyum kecil lalu berjalan mendekati kasur.

"Mingyu, sudah siapkan air hangat?" Suara dalam yang berat khas bangun tidur.

"Sudah saya siapkan Wonwoo hyung." Lelaki yang lebih tinggi tegas menjawab.

"Jangan panggil aku hyung. Aku bukan kakakmu!" Wonwoo bangun terduduk Mingyu menunduk.

"Maaf atas kelancangan saya, tuan" Kamar bisa saja beku. Cuaca dingin, sikap Wonwoo dingin, Suasana pun tak kalah dingin.

"Cih, sudah ku peringatkan berapa kali kau." Wonwoo melirik Mingyu, sinis dan tajam. Ia beranjak turun dari kasur, berdiri menghadap Mingyu. Perang tatapan, aura keduanya kuat dan sama-sama menusuk. Mingyu maju selangkah, tangannya terangkat ke barisan kancing kemeja Wonwoo, membukanya satu persatu sampai bawah. Kulit putih pucat juga perut rata terpampang dibelai angin pagi. Kemeja tidur dilepas, handuk segera dipakaikan.

"Tidak sarapan dulu tuan?" Mingyu megikat tali handuk, tangannya hendak beralih kebawah untuk melepas celana, namun Wonwoo langsung menepisnya menurunkan celananya sendiri.

"Nanti sehabis mandi. taruh saja dimeja makan." Wonwoo pergi ke kamar mandi yang masih satu ruangan dengan kamar tidur. Mingyu mengambil baju tidurnya dan nampan yang tadi Ia simpan di meja, lalu berjalan cepat keluar kamar.

Dua puluh menit berlalu, Mingyu yang sekarang memakai seragam sekolah kembali berjalan masuk ke kamar sang tuan, membuka lemari dan mengambil baju seragam yang sama dengan dirinya. Wonwoo keluar dari kamar mandi, wangi mint langsung memenuhi ruangan. Yang lebih muda segera menghampiri lalu menyerahkan baju seragam dari tangannya.

"Kau tunggu diruang makan." Wonwoo berjalan ke arah kaca besar dipojok kamar, handuk ditanggalkan segera memakai seragam. Mingyu mengangguk meninggalkan ruangan.

"Wonwoo-ya, perkenalkan ini adalah Kim Minjung, Dia ibu mu mulai sekarang, dan juga disebelahnya adalah adik mu, Namanya Kim Mingyu."

"Tidak! Ibu ku hanya satu yaitu eomma!"

"Jeon Wonwoo, eomma mu itu sudah tiada, sadarlah!"

"Itu karena wanita ini membunuh eomma!"

Plak.

Harum coklat panas tanpa permisi masuk indra penciuman, tiga tegukan Wonwoo meletakkan cangkir.

"Berangkat sekarang Mingyu." Yang disuruh mengangguk, sebelum berdiri maniknya memperhatikan sandwich utuh yang enggan disentuh.

Van silver diparkirkan, Mingyu segera keluar membukakan pintu untuk Wonwoo. Ditatap tajam yang lebih muda, bisikan berat terdengar.

"Ingat, disini jangan panggil aku 'tuan' cukup Wonwoo saja." Anggukan patuh respon yang diterima. Keduanya segera berlalu keluar area parkir.

Wonwoo memasuki kelas ber-tag 1-A, lalu Mingyu kelas dengan tag 1-B, bersebelahan. Awal tahun sekolah menengah atas, SMA Pledis dimana Wonwoo adalah pemberi dana bangunan terbesar.

Guru belum memberikan materi, masih dalam waktu bagi siswa untuk beradaptasi dan sosialisasi, para pengurus organisasi intra sekolah masuk ke setiap kelas membagikan kertas berisi pilihan kegiatan ekstrakulikuler yang diminati. Pada selebaran milik Mingyu, tercentang kolom "Taekwondo" dimana kolom sebelahnya adalah alasan kenapa memilih kegiatan tersebut, ujung pena tergores, tertulis "Agar bisa melindungi seseorang".

"Tertulis bahwa seluruh harta kekayaan keluarga Jeon sepenuhnya adalah milik anak tunggal mereka yaitu Jeon Wonwoo" Hening, orang-orang yang hadir sebagian kaget tak terima ada pun yang tersenyum sarkastis, sebagian berbisik menggosip.

"Sepertinya appa lupa mengedit surat wasiatnya ya, dia tidak tahu akan mati secepat ini." Kesal dipendam, tak ada yang berani memaki Wonwoo atas kelancangannya.

"Ah kenapa semuanya diam hm? Biasanya paling semangat mencaci jika aku melakukan hal tak benar." Wonwoo memukul telak semuanya, orang-orang yang sebelumnya tak ada dipihaknya kalah, ciut dihadapan anak 15 tahun. Bibirnya tersungging.

"Baiklah, pertama-tama dengar untuk kalian semua para pelayan gila harta yang hobi menghinaku bersama si iblis licik dulu, sekarang ku perintahkan untuk segera angkat kaki dari rumah ini." Tercengang, para pelayan kaget tak terima namun masih tahu diri. Mata Wonwoo berkilat menyipit mengedarkan pandangan yang kemudian berhenti saat maniknya menangkap sosok dipojok ruangan, saling bertatap. Mengetukkan jari-jari tangannya, Wonwoo berkata yang kemudian membuat ruangan tersebut gaduh oleh luapan kekagetan.

"Yang akan melayani diriku sepenuhnya hanyalah Kim Mingyu seorang."

Bel istirahat, kelas menghamburkan para murid yang kelaparan. Wonwoo berjalan keluar sendiri. Seseorang dari belakang tiba-tiba merangkulnya sok akrab.

"Yo Jeon Wonwoo~" Mata yang menggaris dengan sedikit lengkungan membuat yang melihat berpikiran apakah indra penglihatan orang ini tak terhalangi saat dirinya tersenyum. Melepaskan rangkulan, Wonwoo mengangkat alis heran plus sedikit terganggu.

"Hehe maaf, aku melihat kau dari tadi sendiri saja, karena aku juga belum punya teman jadi aku menghampirimu. Oh namaku Soonyoung, Kwon Soonyoung. Ku harap kita bisa menjadi teman." Wonwoo menghela nafas kemudian berjalan pergi, malas bersosialisasi dan bermanis-manis ria mengumpulkan teman tanpa mempertimbangkan ketulusan. Namun Soonyoung ternyata cukup kebal diabaikan, pemilik mata sipit itu mengikutinya sambil membatin sombong sekali orang ini.

Mereka menuju kantin, sangat ramai. Wonwoo diikuti Soonyoung menghampiri tempat duduk dibarisan terakhir dekat jendela dimana merupakan satu-satunya tempat yang kosong. Mereka duduk mengamati sekeliling bingung akan memesan apa.

"Wonwoo-ya kau mau beli apa?" yang ditanya sebenarnya malas menjawab, kurang suka dengan sikap sok kenal sok dekat orang yang duduk dihadapannya ini. Namun perutnya yang terus saja berontak minta diisi memaksanya berkomunikasi dengan teman sekelasnya ini.

"Hamburger, yang keju" Soonyoung mengangguk lalu berdiri. Matanya menggaris lagi.

"Biar aku saja yang memesan, kamu tunggu disini ya." Si mata sipit langsung berjalan cepat-hampir berlari untuk memesan makanan. Wonwoo mengalihkan pandangan ke luar jendela yang mengarah ke lapangan basket, terlihat beberapa siswa senior sedang bertanding mengisi waktu istirahat, banyak siswi yang berjerit-jerit fangirling bahkan beberapa ada yang sampai membawa banner.

"OY!" meja digebrak, Wonwoo terlonjak kaget. 3 orang siswa yang satu angkatan dengannya berdiri mengintimidasi. Raut wajah kasar, beberapa bekas luka dan penampilan acak-acakan terpasang pada mereka, tidak lupa dengan badan mereka yang besar dan berotot. Wonwoo diam tak menanggapi, matanya kembali tertuju pada pertandingan basket diluar.

"Hey kau, bisa menyingkir dari tempat ini? Kau hanya sendirian, cari saja tempat lain!" Wonwoo tak menggubris, dilirik pun tidak.

"Cih, sombong sekali. Kau sebaiknya pergi, lelaki lemah sepertimu harus mendengarkan kami, atau kau akan tau akibatnya!" Lelaki yang paling besar diantara mereka mendekati Wonwoo, kesal karena diabaikan. Menggebrak meja sekali lagi, lebih keras dari sebelumnya. Menarik perhatian pengunjung kantin sekolah. orang tersebut ditatap malas tanpa emosi oleh Wonwoo, berandal sekolah makin jengkel. Dicengkramnya kerah baju Wonwoo.

"Kau tuli ya, ku bilang pergi dari kursi ini sebelum ku buat babak belur!"

Tukar bisikan terdengar diantara para murid yang memperhatikan, mereka prihatin namun tak merasa wajib untuk melerai. Takut lebih tepatnya. Tak ingin mencari permasalahan di hari pertama sekolah.

"Mereka bertiga menyeramkan sekali, sebaiknya lelaki kurus itu menurut saja, aku merinding melihatnya."

"Bukankah dia adalah Jeon Wonwoo, remaja yang kekayaannya berlimpah itu?"

"Benar, dia Wonwoo yang memberi sumbangan terbesar untuk sekolah, tampan sekali yaaa"

"Tapi dia cuek dan dingin, Aku satu kelas dengannya dan dia sama sekali tak pernah menyapa atau senyum kepada siapapun."

"Hey lihat berandal-berandal itu, dia sepertinya serius akan menghajar Wonwoo."

Wonwoo sekarang berdiri, terangkat oleh lelaki yang paling besar, kerah bajunya masih dicengkram. Lawannya menggertakan gigi memandang kesal sedangkan lelaki yang lebih kurus memutar bola matanya malas kemudian berdecih.

"Benar-benar kau cari mati!" Wonwoo semakin diangkat tapi sama sekali tak berusaha memberontak. Namun, tak tahan haknya akan direbut seenaknya, lelaki kaya itu membuka mulut.

"Yang duduk disini duluan adalah aku, dan kalian berlagak penguasa seenaknya merebut, dasar menjijikan, sepertinya tak pernah belajar sopan santun. Atau memang tak belajar apapun. Bodoh." Para siswa yang lain menganga tercengang melihat Wonwoo dengan berani dan datarnya melawan 3 lelaki berotot. Para berandal itu mengepalkan tangan, marah. Yang sedari tadi mencengkram Wonwoo sudah mengangkat tangannya siap untuk melemparkan pukulan. Namun sebelum itu mengenai wajah Wonwoo, seseorang menahan tangan tersebut, melepaskan lalu menekuk pergelangan tangannya dengan keras, lelaki besar tersebut didorong hingga jatuh menimpa dua temannya.

"Kenapa kau sangat lama, kalau sampai aku terpukul, habis kau." Mingyu mendekati Wonwoo membenarkan kerah bajunya dan meminta maaf, kemudian kembali menatap ketiga berandal sekolah yang sekarang terjatuh dilantai.

"Berani sentuh dia lagi, mati kalian." Jika tatapan bisa membunuh orang, mungkin ketiga siswa yang ditatap Mingyu sekarang ini bisa saja mati. Mereka bertiga lari ketakutan, bersumpah tak akan berurusan lagi dengan Wonwoo ataupun Mingyu. Kerumunan bubar, sangat puas dengan tontonan pada hari pertama sekolah. Nama Kim Mingyu dan Jeon Wonwoo menjadi hangat dibicarakan.

Soonyoung yang baru saja selesai memesan makanan karena antre, heran dengan gaduhnya suasana kantin.

"Lho, habis ada apa? Acara nembak jantan yang disaksikan banyak orang ya?"

TBC

Ff meanie yang aku publish pertama yeay~ gimana tanggapannya? Review juseyo~

-Raa