One Day Family

.

.

Namaku Oh Sehun. 22 tahun dan yatim piatu. Aku tidak pernah mengenal orang tuaku.

Setiap kali aku bertanya pada wanita yang merawatku di sana, ia akan selalu mengatakan bahwa aku diletakkan di depan gereja ketika hujan deras beserta sebuah surat. "Tolong jaga Oh Sehun untukku," begitu isinya. Seorang pastor yang menemukanku membawaku ke panti asuhan ini yang kemudian menjadi rumahku.

Semakin bertambahnya usia, aku kemudian sadar bahwa itu adalah pertanyaan konyol. Aku tak pernah menanyakannya lagi semenjak aku sadar.

Ketika usiaku menginjak 17 tahun, aku memutuskan untuk memulai perjalanan hidupku sendiri. Entah bagaimana, aku berakhir hidup seperti ini.

.

.

disc: i only own the story. casts belong to themselves

Chapter 1

Oh Sehun 17 tahun.

Langit kota Seoul tidak bersabahat denganku hari ini. Ya, siapa juga yang akan menganggapku sebagai sahabat. Keluarga pun tidak ada. Pakaian seadaku, sekedar kaos oblong putih berlengan panjang dipadu celana training dan sandal jepit lusuh. Tidak ada sepeser uang pun di kantongku. Hujan yang mengguyur malam ini membuatku menggigil. Berjalan di tengah hujan ternyata sangat menyesakkan.

Awalnya aku tidak peduli dengan pandangan kasihan dari orang-orang. Lirikan dan bisikkan mereka justru membuatku tidak nyaman. Berjalan sambil menunduk membuatku tak bisa memandang jelas apapun. Ini pertama kalinya aku kabur dari panti asuhan. Ya, benar-benar pergi tanpa sepengetahuan siapapun.

Pikiranku melayang-layang tak menentu. Sebenarnya demi apa aku berniat kabur? Aku bahkan belum sempat berbuat apapun pada panti asuhan yang sangat berjasa itu. Sempat aku merasa menjadi anak durhaka. Tap, sangkalan tentang diriku sendiri yang bahkan tidak tahu siapa orang tuaku sebenarnya benar-benar membuatku merasa rendah.

Aku adalah Oh Sehun, remaja beranjak dewasa yang tidak mengenal dunia luar. Aku meyakinkan diriku kembali. Sudah cukup lama aku berteduh di depan mini market yang beroperasi selama 24 jam. Langit tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Helaan napas yang keluar dari mulutku tidak bisa lagi kuhitung. Sungguh, aku bahkan tidak menyangka akan tidur di jalanan bersama para pengemis. Barangkali ini akan menjadi pertama kalinya.

Mungkin.

"Nak, sedang apa kau berteduh? Sekujur tubuhmu sudah basah kuyup." Aku mengira suara itu ditujukan padaku. Seorang bapak paruh baya berkumis tengah menyampirkan payung besarnya padaku. Sesaat aku terdiam. Aku harus bersikap apa?

"Apa kau punya tempat tinggal? Orang tuamu?", lanjut pria tambun tersebut. Pria itu menunjukkan senyum ramahnya padaku. Sebenarnya aku tinggal di panti asuhan, namun mengingat aku sedang kabur dan aku tidak tahu siapa orang tuaku, aku menggeleng.

Bapak yang menyampirkan payung itu memberi seulas senyum hangat. "Ikutlah denganku. Kau boleh tinggal di rumahku selama yang kau mau."

Ajakan itu tentu sangat menggiurkan. Aku menyetujuinya tanpa pikir panjang. Aku sadar bahwa aku seharusnya lebih waspada. Bisa saja dia termasuk kalangan orang jahat yang memanfaatkan anak buangan untuk diperjualbelikan. Tapi aku terlalu lelah dan lapar. Suara hujan menemani kami di sepanjang perjalanan menuju rumah pria ini.

Sepertinya aku bisa agak tenang. Pria tambun ini memperkenalkan namanya untuk mengisi kekosongan diantara kami. "Namaku Kim Jungshin. Siapa namamu?"

Kujawab saja, "Oh Sehun."

"Oh Sehun? Nama yang bagus. Sepertinya kau seumuran dengan anakku. Hmm... biar kutebak, 19 tahun? 20 tahun?" Pria bernama Park Jungshin itu berbicara dengan logat yang lucu untukku. Sekilas, aku tersenyum tipis sekali. "Belum, aku baru 17 tahun tuan Kim."

Pria itu agak terkejut. "Ternyata sikapmu yang dewasa ya. Anak seusiamu biasanya hanya bermain-main dan tidak peduli sekitarnya."

Aku hanya memberinya 'hmm' sebagai jawaban.

Kami berdua memasuki sebuah apartemen yang cukup besar, di lantai 21 lift itu berhenti. "Ini rumahku. Passwordnya 1125. Kau tinggal memencetnya dan pintu akan terbuka."

Apartemen Kim Jungshin bisa terbilang luas. Aku hanya melirik dan bisa melihat besarnya. Kim Jungshin memberiku sandal lain yang kering. "Pakai ini. Akan kuambil handuk dan pakaian ganti. Setelah itu, kau bisa mandi di sana." Ia menunjuk kearah pintu kamar yang terbuka.

Dengan kaku aku mengikuti arahannya sambil berpikir ada gerangan apa ia bersikap sebaik ini padaku?

Tak lama kemudian, aku sudah selesai mandi dengan air panas dan berganti pakaian miliknya sendiri. Aku memperhatikan banyak hal. Ia punya seorang istri dan anak laki-laki. Seraya dia memasak untukku dan keluarganya, aku duduk manis di ruang makan.

"Aku biasa memasak karena dulu profesiku adalah chef. Kuharap masakanku bisa diterima oleh lidahmu." Ia menyediakan banyak sekali makanan yang tak akan habis jika aku menyantapnya sendiri. "Sebentar lagi istri dan anakku pulang. Kita makan malam dulu baru bicara lagi, ya."

Aku beruntung sepertinya dia tidak jahat. "Umm, kenapa Anda membiarkanku tinggal bersamamu?" tanyaku berhati-hati.

Pria itu terdiam. "Kenapa ya? Aku sendiri heran karena itu kebiasaanku membawa orang asing kemari. Kau bisa tanya mereka nanti." Ia memiringkan kepalanya. Aku mengangguk.

Ketika pintu terbuka, suara seorang wanita dan laki-laki mulai memenuhi rumah. "Papaaa! Kami pulang~", seru seorang laki-laki yang sangat asing di telingaku. Suara itu tidak mirip siapapun yang ada di panti asuhan, sungguh. Suara itu melengking dengan nada yang seirama. "Pa, jangan bilang ada tamu lagi di rumah?", kali ini sang wanita bersuara.

"Kalian akhirnya pulang. Hai, Jongdae, istriku sayang." Kim Jungshin melambai dari tempatnya berdiri. Benar saja, anaknya Kim Jungshin langsung bertatapan mata denganku. "Wow, pemuda itu benar-benar beda dengan yang dulu Papa pernah bawa kemari! Dia tampan!"

Dia menghampiriku dengan mata besarnya yang berkilat. Tatapan kami bertemu, tapi aku segera menghindar. "Hei, kau benar-benar tampan! Siapa namamu? Aku Kim Jongdae!"

"Aku… Oh Sehun." Sepertinya dia tipe yang enerjik.

"Sehun? Oh Sehun? Namamu keren. Wow, dilihat darimana pun… wajahmu benar-benar membuatku iri!"

Aku sebenarnya tidak mengerti maksud orang bernama Kim Jongdae ini. Kubilang saja terima kasih sebagai balasan. "Chen-chen, jangan buat tamu papamu tidak nyaman. Makanlah dulu." Sepertinya ibu itu mengatakan sesuatu pada Chen? Jika tidak salah dengar. Kim Jongdae yang sadar akan ekspresi tanda tanyaku menjawab, "Chen-chen itu panggilanku. Panggil saja aku Chen, kita akan akrab dalam waktu dekat, Oh Sehun!"

Aku memandang kearah Kim Jungshin. Pria itu memberi senyuman kepastian.

"Mari makan semua, ayo Sehun. Jangan sungkan-sungkan."

Dan beginilah aku memulai keluarga asing pertamaku.

Berjuanglah Oh Sehun, diriku.

.

.

TBC or delete?

Tiba-tiba terinspirasi membuat ff ini. Padahal lagi sakit parah #curhatabaikan

Anyway, review biar author tau ya kalian tertarik or not.

EXO Lotto keren, tapi Yoo Jaesuk X EXO dancing king gara-gara Infinite Challenge bener-bener shocking bisa diterima SM untuk SM Station :))