.

.

.

네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치

Hijau, tanah basah, aroma hujan

Langkah kaki telanjang Baekhyun menimbulkan jejak.

Jemarinya menghalang ranting-ranting pohon yang menghalangi pandangan

Tidak ada siapapun,

Asing…

Semua begitu asing.

Harus segera pergi dari sini. Cari jalan keluar. Hanya itu yang terpikir olehnya

Berbalik, jalan yang sempat dilewati sudah berubah. Hanya lebat pepohonan di hadapanya

Cari jalan lain. Harus segera keluar dari sini.

Gemeresak terdengar dari dalam hutan. Dicarinya sumber suara, ia melangkah buru-buru masuk hutan.

Seekor burung terbang rendah, ujung bulunya bersinar kemerahan.

Diikutinya arah terbang burung itu…

…hinggap di tangan seorang pria

Hanya tatapan mata yang sempat terlihat, sebelum sosok itu menghilang di balik rimbun pepohonan…

Meninggalkan Baekhyun yang tercenung sendirian

.

Aussicht

A Chanbaek fanfiction

R to M rated

Inspired by several songs

Tentang mimpi, tempat asing, penculik dan designer nyentrik bagi seorang bintang—Byun Baekhyun.

.

Semua kehabisan kata karenamu

Lebih dari pemandangan 4 dimensi mengagumkan

Terperangkap dalam cahaya lembut dan manis

Sekarang kau bisa melihat warna nada

.

Terik

Mata sipit Baekhyun mengerjap berkali-kali, bentuk penyesuaian sinar matahari masuk dari jendela kamar. Ia duduk, mengusak-usak kepala—berpikir.

Mimpi…

Apa yang baru saja dilihatnya hanya mimpi yang bukan pertama kali. Sekarang ia jelas-jelas bukan di hutan, tapi di dalam kamar yang…

Ranjang, kamar, bantal, dinding, atap, pintu, semua asing untuknya.

Mengggaruk tengkuk yang gatal karena keringat, ia terus berpikir. Ini kamar siapa? Jelas bukan kamar apartemenya di pinggiran Seoul. Bukan kamar Kyungsoo, bukan kamar Luhan, bukan kamar di rumah kampung halamannya di Gyeonggi. Dan ia tidak pernah mendapat kamar hotel sesederhana ini, selalu bintang 5.

Turun dari ranjang berukuran sedang itu, Baekhyun melihat kopernya tergeletak di dekat lemari. Melirik cermin besar menempel di tembok, ia ingat tshirt dan celana jeans ini yang dipakainya tadi sore.

Tadi sore? Ini siang terik. Berarti kemarin?

Kemarin… apa yang terjadi kemarin? Seingatnya kemarin ia masih di atas pesawat Singapura-Seoul setelah mengadakan fan meet.

Melihat keluar jendela, Baekhyun makin terkejut. Hal yang pertama dilihatnya adalah biru, langit dan laut. Ternyata kamar ini terletak di lantai 2 sebuah rumah, bisa melihat halaman depan yang disesaki pepohonan.

Okay, ini di mana? Baekhyun mulai panik.

Berpikir Byun Baekhyun, berpikir. Keluhnya menggigiti ibu jari sambil terus melihat jendela.

Di antara pohon—mungkin mangga—Baekhyun melihat seseorang, ia buru-buru keluar kamar.

Menyusuri rumah, tidak sulit menemukan pintu keluar. Hanya perlu turun tangga, sudah disambut pintu depan yang terbuka. Mengabaikan tubuhnya yang masih pegal dan dekorasi rumah itu, tanpa alas kaki, Baekhyun berlari keluar dan…

Sosok yang berdiri di antara dua pohon itu membuatnya terpaku.

"Oh, hei. Sudah bangun?"

Baekhyun belum amnesia, ia masih ingat betul bahwa dirinya adalah seorang bintang hallyu. Seorang penyanyi terkenal asal Korea yang dipuja-puja secara global. Dan ia sudah sering—hampir selalu—bertemu dengan pria tampan segala rupa. Namun…

Pria bertubuh tinggi dengan mata dan telinganya lebar ditambah suara berat itu membuat Baekhyun benar-benar tercengang.

Mendekat, pria itu mengibaskan tangan di depan wajah Baekhyun "Hello?"

Baekhyun tersentak "Ah iya?"

"Ternyata belum betul-betul bangun." Pria itu menggeleng-geleng sambil menggulung tambang di tangannya.

"Aku di mana?" tanya Baekhyun.

"Rumahku." Jawab pria itu masih sibuk menggulung tambang.

"Di mana?"

"Lombok."

Kening Baekhyun mengkerut "Itu daerah mana? Busan? Jeju? Singapura?"

"Dekat Bali." Pria itu menaruh tambang di bawah pohon.

"Bali?" Baekhyun berpikir, mungkin daerah Singapura karena di Korea sekang musim dingin, bukan terik begini. "Itu dekat mana?

Mengusap kening dengan kaos hitam tanpa lengannya, pria itu tertawa "Indonesia."

Baekhyun tercekat karena 2 hal. Pertama, suara tawa pria itu. Kedua, jawaban yang didengarnya. Ini bercanda atau lawak?

"Aku tidak bohong." Pria itu sepertinya bisa mendengar perdebatan isi otak Baekhyun.

"Tapi… aku… tidak, tidak." Baekhyun menggeleng berkali-kali, membantah. "Kemarin aku masih di atas pesawat, bagaimana—"

"Aku yang membawamu kemari." Jawab pria itu kemudian menunjuk ayunan di antara 2 pohon tadi "Mau coba? Itu baru selesai kubuat."

Baekhyun menoleh, sebenarnya ingin coba naik ayunan itu, tapi ia sadar ada yang lebih penting di sini. Ia menarik napas panjang "Kau menculikku?"

Pria itu tertawa lagi, santai sekali "Practically, Yes."

Sialnya, Baekhyun hanya paham bagian 'yes'. Tapi itu sudah menjelaskan segalanya. Byun Baekhyun diculik. Sekarang sedang disembunyikan di daerah Lombok, Indonesia. Sudah bisa membuat sekujur syaraf merinding.

"Apa maumu?" tanya Baekhyun mencoba tenang, walau demi apapun ia tidak bisa tenang.

Nyatanya, pria di depannya ini jauh lebih tenang "Mauku?" ia bertanya dengan sangat santai.

"Kau menculikku pasti ada maunya. Katakan, akan kuberikan." Pernyataan Baekhyun terdengar lebih mirip tantangan.

Tangan terangkat, pria itu menunjuk ke garasi. Sebuah mobil jeep ada di sana "Motorku rusak, sama sekali tidak bisa diperbaiki." Ternyata ia menunjuk bangkai motor yang tersandar di tembok "Seorang pelanggan menerjunkannya, hampir masuk jurang."

Baekhyun menarik napas panjang, berusaha meningkatkan kemampuannya menahan emosi "Jangan main-main, jika hanya motor—"

"Hanya 4 hari, Byun Baekhyun. Dan aku tahu benar bahwa jadwalmu kosong 4 hari ini." Pria itu duduk di ayunan yang baru saja dibuat.

"Dan…kau tahu jadwalku?" okay, ini sudah terdengar lebih horror dari percakapan awal.

"Sudah kupastikan itu. Tenang saja, you won't regret anything." Jawab pria itu mengayunkan kaki di atas ayunan karyanya.

"Tidak usah sok bicara Bahasa Inggris." Protes Baekhyun.

Pria itu merengut, menghentikan gerak ayunan "Kupikir seorang artis global sepertimu setidaknya paham Bahasa Inggris."

Baekhyun mendengus "Jelas sudah, tujuanmu menculikku hanya ingin menghinaku."

Pria itu tertawa sambil geleng-geleng kepala "Mandi sana. Ilermu tercetak jelas di pipi." Entah itu tawa ke berapa.

Baekhyun terkesiap "Sialan!" racaunya mengusap pipi dengan lengan kaos.

Baru saja akan berbalik masuk rumah, suara motor membuatnya urung. Seorang pria datang dengan motor matic berwarna hitam.

"Ya ampun. Jadi benar kali ini pria." Ucap pria baru itu begitu turun dari motor.

"Hoi, Kai. Dari mana kau?"

Kening Baekhyun mengkerut. Aneh memang, walau ini jelas di Indonesia, dua pria tinggi itu bicara Bahasa korea dengan amat fasih, termasuk logat kentalnya.

Dan apa tadi ia bilang? Kali ini pria? Jadi selama ini yang pria pemilik rumah di tepi pantai adalah penculik wanita?

"Pesan papan surfing." Pria yang disebut Kai menoleh pada Baekhyun "Perkenalkan aku…"

"Aku mandi dulu!" Baekhyun buru-buru masuk rumah. Ia tidak peduli bahwa sama sekali tahu di mana letak kamar mandinya.

"Dia tidak seseksi saat di tv."

Baekhyun menoleh, memandang sinis pada tamu yang baru datang itu. ia sempat melihat si penculik tersenyum lebar padanya.

.

.

"Kuharap kau tidak serius mengenakan baju itu." Suara dari pintu kamar.

Bukannya menyahut si penculik, Baekhyun masih cuek saja bercermin menata rambutnya. Memang apa salahnya dengan jeans dan jaket?

Si penculik masuk kamar, membuka lemari pakaian lalu melemparkan selembar kaos tipis pada Baekhyun. "Pakai itu saja. Kau bisa jadi ikan asin jika memakai jaket tebal begitu."

Baekhyun mendengus, menggenggam kencang kaos di tangan "Sebenarnya maksudmu apa?"

"Maksudku? Meminjamimu baju. Karena ini di Lombok, daerah tropis di pesisir—"

"Maksudmu menculikku. Kau jangan main-main…"

Pria itu menggaruk telinga lebarnya "Park Chanyeol. Itu namaku dan aku tidak menculik orang untuk main-main. Apalagi ini pertama kalinya dalam arti menculik, biasanya mereka yang menghampiriku minta disembunyikan."

Alis Baekhyun mengernyit

"SNSD, Sistar dan lainnya, member mereka pernah datang kemari untuk berlibur dengan sadar dan aku dibayar." Lanjut si telinga lebar.

"Lalu kenapa…"

"Sudahlah, pakai dulu bajunya. Nanti kau juga paham." Chanyeol berbalik keluar kamar "Ah iya. Kutunggu di meja makan. Kau belum makan dari kemarin." Ucapnya tanpa memandang

Baekhyun.

.

네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치

.

Memang Baekhyun akui, untuk ukuran diculik, ia diperlakukan dengan sangat baik. Tangannya tidak diikat, mulutnya tidak disumpal dan ia tidak disekap di dalam kamar, apalagi sampai (amit-amit) diperkosa, BDSM atau sebagainya. Ia diberi baju layak, tidak mengalami kekerasan bahkan sekarang bersama penculiknya—Chanyeol—makan di meja makan dengan menu nasi goreng telur dan sosis ditambah segelas susu cokelat. Ya walaupun Baekhyun masih tetap cemberut.

"Sudah kenyang, kan? Ayo!" belum sempat Baekhyun menjawab pertanyaan itu, Chanyeol sudah bangkit meraih kunci motor.

"Ke mana?" Baekhyun menatap Chanyeol bingung.

"Ke pemesanmu."

HOLY SH*T

Baekhyun memang tidak jago Bahasa inggris, namun—paling tidak—ia tahu makian yang baik.

"Pemesan? Kuharap kau bercanda, Park Chanyeol." Jari telunjuk diangkat ke depan wajah Chanyeol "Kau bisa dituntut atas pasal perdagangan manusia, apalagi dalam kasus ini, aku seorang artis."

"Ya, ya. Aku tahu kau artis. Aku belum lupa." Chanyeol malah mendekap tangan di dada "Dan tenang saja, kau tidak akan menuntutku. Jadi ikut aku."

"Aku tidak mau!"

"Kau tidak punya pilihan."

"Punya. Aku memilih untuk tidak ikut." Baekhyun mendebat.

"Begini, pilihannya adalah ikut dengan sadar atau tidak sadar?" terdengar santai, tapi jelas itu ancaman.

"Kau mau membiusku?!" Baekhyun berteriak. Ia sadar, kali ini benar-benar acara penculikan.

Chanyeol menggeleng pelan. "Ganti pilihan. Jalan sendiri atau kugendong?"

"A…Okay, aku jalan sendiri." Kali ini Baekhyun tidak bisa mendebat.

Chanyeol tersenyum "Setidaknya kau bisa bicara 'okay' dengan baik."

Sungguh rasanya Baekhyun ingin melempar piring kosong ke wajah tampan Chanyeol. Eh tampan? Ah anggap saja lumayan.

.

.

Duduk di boncengan motor matic—katanya milik Kai—Baekhyun paham kenapa Chanyeol memaksanya untuk berganti baju. Cuaca panas parah, itu belum terhitung bahwa mereka menyusuri pantai, melewati kota, hingga sampai di sebuah bangunan rumah berlantai 2.

Chanyeol menoleh pada Baekhyun yang memandangi cemas rumah itu "Kau tidak berniat turun?"

"Begini, Park Chanyeol…" Baekhyun menarik napas, mengatur emosi supaya tidak naik ubun-ubun "…Aku bisa memberikanmu motor seperti yang kau ingin. Merk, model, tipe apapun, kau tinggal pilih, tapi kumohon jangan melakukan apapun padaku."

Chanyeol geleng-geleng kepala, menahan senyum melihat tampang artis di belakangnya. Seperti anak kucing, pikir Chanyeol. "Kau masih belum percaya padaku?" Ia turun dari motor, melepas helm lalu meletakannya di atas spion.

"Hanya orang gila yang percaya pada penculiknya." Baekhyun menjawab ketus.

"Tidak ada yang menculik orang gila." Chanyeol tidak menanggapi serius.

Baekhyun berdecak makin kesal.

Tangan Chanyeol terulur mengarah pada wajah Baekhyun, membuatnya mundur waspada. Berdecak sekali, Chanyeol tanpa permisi melepaskan kaitan helm Baekhyun.

"Begini, tadi kau lihat kita melewati kantor polisi, kan?"

Baekhyun menerawang, mengingat-ingat. Sepertinya ia paham kantor polisi yang Chanyeol maksud, walau tidak sebangun dengan yang ada di Korea.

"Jika ada apa-apa, kau bisa melaporkanku ke sana." Chanyeol menggantung helm pada gagang spion "Sekarang bersedia untuk masuk? Atau perlu kugendong?"

Baekhyun berdecih, buru-buru turun dari motor. Ia lebih dulu melangkah masuk pagar rumah itu, walau kemudian berhenti, menunggu Chanyeol menyusul.

Chanyeol melewati Baekhyun tanpa bicara. Bukannya mengetuk pintu depan, tapi ia menaiki tangga samping bangunan asri itu. Baekhyun membuntut di belakang.

Begitu sampai di lantai 2…

"Kau geser ke sana." Ucap Chanyeol menunjuk pojok tangga. Seperti jarak batas pandang saat pintu terbuka.

Baekhyun bergeser, walau tidak paham kenapa harus menurut. Berbalik, ia tahu bahwa belakang rumah ini mengarah ke pantai yang jaraknya sama sekali tidak jauh.

Pintu diketuk 2 kali. Terdengar suara langkah kaki mendekat buru-buru disusul suara besi grendel bergesek. Seorang pria berambut candy dengan kacamata berbingkai besar muncul kemudian.

"Hyung…"

"Park Chanyeol!" pria itu berteriak heboh "Mana? Mana pesananku?"

Baekhyun tidak bohong jika mengatakan bahwa dirinya sekarang merinding. Ia tidak melihat pria di depan Chanyeol, tapi suara kelewat antusias ditambah debuman kaki melompat di atas lantai kayu, sungguh menakutkan baginya. Apalagi kata 'pesanan' yang Baekhyun yakin ditujukan untuknya.

Chanyeol melambaikan tangan, meminta Baekhyun mendekat. Awalnya Baekhyun bergeming, tapi Chanyeol menatapnya serius, membuatnya melangkah maju, melebarkan pintu hingga bertemu pria itu.

"YA AMPUN KAU BETULAN BYUN BAEKHYUN"

"Aku—"

GRAB

Ucapan Baekhyun terpotong tragis gara-gara tubuhnya dipeluk anarkis. Walaupun ukuran tubuh pria di depannya setara dengannya, tapi rasanya seperti diremas. Ini di luar segala perkiraan perlakuan yang akan diterimanya.

"Eum...aduh. tung-gu." Baekhyun mendorong lengan si rambut candy "Aku…eum sebenarnya ada apa?"

"Ah maaf. Maaf. Too much enthusiasm." Orang asing itu menggaruk pelipis sambil tertawa canggung.

"Duh Hyung. Percuma, ia tidak paham Bahasa Inggris." Chanyeol berkomentar sambil tersenyum santai.

Baekhyun melirik sinis.

Menempatkan kacamata di kepala, pemilik rumah menggeser tubuh "Ayo masuk dulu."

Baekhyun mengangguk masuk ruangan. Menatapi setiap manekin dengan berbagai macam pakaian. Ia sudah mengabaikan kenyataan bahwa semua orang yang ditemuinya begitu fasih Bahasa Korea.

"Duduk dulu."

Menurut, Baekhyun duduk di depan sebuah meja kerja sementara pemilik rumah sibuk di salah satu sudut ruang. Sedangkan seorang lagi—Chanyeol—duduk di sofa.

"Jadi begini, namaku Key." Ucap pemilik rumah tanpa menoleh pada Baekhyun.

Kening Baekhyun mengernyit, seperti pernah mendengar nama itu.

"Aku adalah pemilik brand Keychain—"

"Kau Key designer itu?!" Baekhyun melotot. Ia terkejut. Sangat.

"Iya." Baru kemudian Key menoleh, mengangguk santai "Aku memintamu datang kemari karena sama sekali tidak bisa berkonsentrasi menghasilkan apapun…"

Baekhyun mengangguk walau tidak paham arah pembicaraan ini.

Key menghampiri Baekhyun sambil mengipasi leher dengan selembar kertas "Ingin minum es? Cuaca panas sekali."

"Tidak usah. Nanti saja." Jawab Baekhyun sedikit tegang "Katakan saja maksudmu, Key-shi."

"Key, just Key." Kacamata kembali dipasang menutupi mata kucingnya "Beberapa rancanganku terinspirasi dirimu. Masalahnya, aku tidak bisa tenang jika tidak benar-benar melihat itu cocok digunakan di tubuhmu."

Baekhyun mengangguk berkali-kali "Ja..di?"

"Kuharap kau mau mencobanya." Jawab Key mantap.

Baekhyun berkedip bingung "Tunggu. Kau menculikku ke sini, hanya untuk… itu?"

"Iya." Key nyengir lebar.

"Maksudku, hanya untuk mencoba baju?" Baekhyun kembali memastikan.

"Rancanganku." Key menegaskan.

"Aku jauh-jauh diculik dari Korea—"

"Singapura." Chanyeol menyela.

Melirik Chanyeol, mata Baekhyun berputar jengah "Iya Singapura." Ucapnya pada Chanyeol kemudian kembali beralih pada Key "Hanya untuk ini?"

"Iya." Key menjawab sambil tersenyum lebar lagi, kemudian menyadari tatapan kesal Baekhyun "Okay, the point—ups." Ia ingat, lawan bicara tidak paham Bahasa Inggris "Aku juga ingin membuatmu liburan betulan, dan Lombok memang sepadan kan?"

"Kuharap kau bercanda." Baekhyun berucap sinis.

Key menghela napas "Okay. Aku juga tadinya tidak mau begini, tapi Jonghyun memang sialan. Ia sama sekali tidak memberiku celah untuk membawamu kemari."

"Jonghyun? Kim Jonghyun Produserku?" Baekhyun memastikan.

Key mengangguk. "Dan sungguh, kuharap kau mau menolongku. Korean fashion week tinggal 2 bulan ke depan, tapi aku sama sekali tidak tenang jika tidak bertemu dengan muse-ku."

Baekhyun menghela napas. Ia pasrah dibilang muse, ia pasrah disasarkan kemari, tidak ada gunanya juga menyesal atau marah-marah. Jalani saja 4 hari itu.

"Hyung, jadi kapan aku mendapat motornya?"

Baekhyun menoleh ke sumber suara, Chanyeol berdiri menyender di bingkai jendela. Dan…

Entah kenapa rasanya berkedip pun sulit. Orang yang masih Baekhyun sebut sebagai penculik, sedang memandang keluar jendela. Diterpa cahaya matahari, sekujur tubuh itu seolah memantulkan segala biasnya. Hembusan angin menggerakkan rambut kemerahan, seakan melambai meminta Baekhyun mengelusnya.

Key tersenyum menyadari tingkah Baekhyun "Kau bisa langsung ke tempat Tomi. Terserah pilih saja apa yang kau mau."

"Baiklah, aku ke sana sekarang."

Saat sosok itu menoleh, mata tajamnya membuat Baekhyun gelagapan seketika menatap Key.

"Dan Baekhyun…Semoga Lombok membuatmu betah ya."

Baekhyun mengangguk pelan. Angin masuk ke dalam ruangan, tapi pipinya makin panas seiring langkah kaki melewati punggungnya.

.

네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치

.

Hari hampir sore saat Baekhyun mengeluhkan 'Kapan acara fitting baju ini selesai?'. Ia tahu benar bahwa Key designer terkenal di Korea, tapi ia tidak paham kenapa tubuhnya yang pas-pasan ini dijadikan muse. Ada yang lebih pantas jadi muse, sosok tampan dan tinggi seperti…Chanyeol misal.

"Chanyeol benci spotlight. Percayalah, sampai pegal bibirku membujuknya."

Entah kenapa istilah 'bibir pegal' membuat Baekhyun tidak nyaman. Semoga murni membujuk. Nah kenapa juga sampai berharap? Baekhyun membantah batinnya sendiri.

"Dan lagi karena… kau berkarakter." Jawab Key menyematkan sebatang jarum pada bagian punggung baju yang Baekhyun pakai.

Kening Baekhyun mengernyit "Maksudnya?" jika yang dimaksud suara, sudah sering ia mendengar bahwa suaranya berkarakter.

"Aku pengidap mood swing parah, sangat berpengaruh pada rancanganku. Fashion week mendatang bertema musim semi, mataku tidak bisa melirik yang siapapun selain kau."

Baekhyun berjengit. Jujur, ia merasa sedang dirayu.

Key terkekeh, "Tenang, aku tidak berminat dengan yang setipe."

Setipe yang dimaksud di sini adalah mereka berdua sama-sama terlalu cantik untuk ukuran pria.

Mengutak-atik lengan baju Baekhyun "Aku punya pacar, walaupun menyebalkan dan pelit sekali menolongku"

"Jonghyun hyung?"

"Who else?" Key melepaskan kemeja yang Baekhyun kenakan.

Baekhyun mengangguk-angguk. Tidak menyangka sebenarnya, jauh ia terbang nyatanya dunia masih terasa sempit. Ia melirik pintu, menanti kapan si Jangkung bertelinga lebar kembali.

"Ada yang ingin kau tanyakan?" Key berdiri di hadapan Baekhyun.

"Hm?"

"Wajahmu…" Key menunjuk wajah Baekhyun "…seperti teka-teki silang, menyimpan banyak sekali pertanyaan." Lalu melepaskan baju yang Baekhyun pakai.

Baekhyun duduk di sofa "Bagaimana Chanyeol bisa tinggal di sini?"

Key tertawa, menggeleng kemudian membuat Baekhyun bingung "Byun Baekhyun, tidak bisakah tidak setransparan itu? Beri sedikit penutup pada isi otakmu."

Baekhyun masih menatap bingung.

"Akan lebih masuk akal jika objek pertanyaan itu, aku." Key tidak melirik Baekhyun kali ini. wajah penyanyi itu seperti kebanyakan makan pedas, merah "Tapi biarlah—oh Chanyeol."

Baekhyun seketika meraih kaosnya yang tergeletak di senderan sofa, memakainya cepat. Menoleh ke pintu, ia melihat Chanyeol datang dengan sebuah kantong plastic di tangan.

"Motorku datang minggu depan." Chanyeol duduk di samping Baekhyun "Aku membeli banyak buah untukmu."

"Thanks." Jawab Baekhyun pelan.

Chanyeol tertawa.

"Kenapa kau tertawa? Jika sekedar thanks, aku bisa mengucapkannya."

"Bukan itu. Kaosmu…" Chanyeol menunjuk baju Baekhyun "…kau memakainya terbalik."

Baekhyun berdiri salah tingkah, beranjak ke kamar ganti. Ia malu. Ya ampun, ia juga bingung kenapa harus malu pada orang biasa seperti Chanyeol? Seorang Byun Baekhyun bahkan masih bisa menegakkan kepala di hadapan ribuan orang.

"Papaaaa!"

Teriakan cempreng mengagetkan Baekhyun yang baru saja selesai membalik bajunya. Seorang anak kecil bermata bulat ada di pelukan Chanyeol.

Papa?

Baekhyun berkedip beberapa kali. Tanpa sadar, jemarinya menyentuh bibir karena tidak percaya. Park Chanyeol seorang ayah? Entah kenapa Baekhyun tidak suka hal ini, apalagi kenyataan bahwa anak itu mirip dengan Chanyeol.

"Jesper dengan siapa ke sini?" Key mencubit pipi gembil anak itu yang sekarang ada di gendongan Chanyeol.

"Dengan mama." Jawab suara cempreng Jesper. Balita itu menatap Baekhyun bingung "Dia siapa?"

"Teman Papa." Chanyeol menjawab santai, kemudian beralih menatap Baekhyun. Sama sekali tidak menangkap sinyal putus asa dari wajah itu "Mau kenalan?"

Baekhyun tercenung sedetik. Ia bukan tidak suka anak kecil. Ia sangat suka anak kecil. Kata orang, sifatnya yang ceria sangat cocok dengan anak kecil. Setidaknya bukan anak Chanyeol. Ia sama sekali tidak siap.

"Aku… Namaku Byun Baekhyun." Ucap Baekhyun kaku.

Chanyeol berdecak "Panggil saja Baekhyun Hyung." Katanya pada Jesper "Kita cari kerang yuk." Ia menggendong Jesper menuruni tangga.

Tidak perlu kepekaan tingkat tinggi bagi Key untuk merasakan perubahan atmosfer di ruangannya. Ia tahu benar wajah macam apa yang sekarang Baekhyun pasang. Dan ia jadi geli sendiri.

"Kita masih ada beberapa model yang harus dicoba." Disentuhnya bahu Baekhyun supaya pandangan beralih dari pintu.

.

.

Hari sudah benar-benar sore saat Baekhyun melepas baju—yang katanya—terakhir. Ia membuka jendela, melihat arah pantai. Chanyeol sedang berkejaran dengan Jesper di sana.

"Mana ibu Jesper?" Baekhyun menoleh pada Key yang masih sibuk memperbaiki baju sebelum-sebelumnya.

Key bergedik "Mungkin di café, mungkin di pantai, mungkin di pasar, mungkin di rumah."

Alis Baekhyun mengernyit "Ia ibu macam apa?" gumamnya.

"Ibu yang sedang berjuang demi anaknya."

"Dan ayah macam apa dia?" yang Baekhyun maksud adalah Chanyeol.

Bukan menjawab, Key tertawa keras. Baekhyun sampai menoleh bingung. Ada apa dengan designer nyentrik ini?

"Jadi… apa yang lucu?" Baekhyun curiga ia sedang dikerjai. Acara hidden kamera atau sejenisnya.

Masih terus tertawa, Key kesulitan mengatur napas "Ups. Sorry. Maaf. Tidak bermaksud membuatmu… kesal. Hanya saja…" menumpu dagu pada lengan, Key menatap genit "…tanyakan langsung saja pada orangnya."

Baekhyun kembali memandang jendela.

.

네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치네경치

.

.

.

TBC

.

.

So, I am back (Apaan) Ini hanya proyek kecil di antara beberapa utang tulisanku yang terbengkalai. Jadi intinya, ff ini udah lama jadi draft tapi baru berani dipost sekarang.

Ff lain masih dalam proses ya broh. Hidupku lagi gak selo karna kerjanya pindah-pindah mulu, kaya buron.

Bad news, hape & dompet kecopetan, jadi bagi siapa saja yang berniat nyumbang, diperbolehkan. Apa lagi ini?!