Warning: characters death, BL (BokuAka, KuroKen), AU.

Disclaimer: Haikyuu! © Furudate Haruichi.


Amaranthine

.

(adj.) Undying, immortal, eternally beautiful;

(adj.) A deep purple red*

.

(Prolog)

["Ayo buat kesepakatan."]

.

(3)

Hujan turun makin deras ketika ambulans tiba. Polisi sibuk mengamankan tempat kejadian perkara, menghalangi pengguna jalan lain yang penasaran dan seorang lelaki yang berteriak histeris. "Biarkan aku lewat!" teriaknya keras. "Aku kenal dia—aku mengenalnya!" jeritnya seraya berusaha menggapai sosok yang sedang ditandu petugas medis. Manik keemasan membelalak lebar, tersembunyi di balik helaian dwiwarna yang basah karena hujan. Air mata yang semula menggenang berlomba-lomba untuk jatuh ke tanah beraspal. Suaranya makin lama makin serak, namun tetap saja tidak terdengar oleh sosok yang kini berada di dalam ambulans.

Di antara suara hujan, detak jantung kedua korban kecelakaan perlahan menghilang.

.

(2)

Kuroo berdiri menyandar dinding rumah sakit, lengan berbalut jaket kulit terlipat di depan dada. Kepalanya tertunduk dalam, rambut hitam menutupi raut cemas yang terpatri di wajahnya. Berbagai pertanyaan bermunculan di benaknya; bagaimana keadaan mereka sekarang? Apa yang harus ia lakukan agar Bokuto bisa tenang? Apa yang harus ia katakan pada orang tua Kenma dan Akaashi saat berita ini sampai ke telinga mereka?

Bagaimana kalau dokter gagal menyelamatkan mereka?

Bagaimana kalau Kenma harus pergi selamanya?

Tenangkan dirimu, Tetsuroo, ucapnya pada diri sendiri. Tarik napas dalam-dalam, hembuskan. Tarik napas lagi, hembuskan lagi. Diulang-ulang sampai kecemasannya berkurang. Bahunya turun, perlahan rileks, sampai matanya menangkap sosok Bokuto yang berjalan berdampingan dengan seseorang.

Seseorang yang Kuroo tahu, kenali, dan benci sejak awal memasuki dunia militer sampai sekarang.

Daishou Suguru tersenyum lebar saat melihat Kuroo.

Firasat Kuroo berubah buruk.

.

(1)

Ada pesan suara di inbox ponselnya.

"Bokuto-san, ini aku. Aku dan Kenma akan menjemput kalian sekitar jam 1 siang. Tolong jangan keluyuran sampai kami sampai; mengenali kalian mudah, mencari tempat sembunyi kalian yang susah." Jeda sejenak, ada suara lain yang ikut terekam. Apa yang diucapkan tidak terdengar jelas, tetapi Bokuto tahu itu suara Kenma. "Kuharap kalian tidak membawa pulang benda-benda mencurigakan seperti sebelumnya. Aku ragu kita diizinkan memelihara hewan liar di apartemen. Sampai jumpa siang nanti, Bokuto-san." Suara Akaashi tidak terdengar untuk beberapa saat. Bokuto baru akan mengecek apakah pesannya sudah selesai ketika terdengar lanjutannya;

"…aku juga sayang Bokuto-san. Jaa."

.

(0)

Kuroo marah. Kuroo berteriak keras di koridor rumah sakit, menolak mentah-mentah idenya dan tawaran Daishou untuk membantu mereka. Kuroo pergi dengan tangan terkepal dan geraman; Kuroo menghilang ditelan koridor berdinding putih menyeramkan untuk kembali menunggu di depan ICU. Kuroo meninggalkannya, sama seperti Akaashi, dan tidak akan kembali seperti pertengkaran mereka sebelumnya.

Di sampingnya, Daishou masih tersenyum. Tangan berbalut sarung tangan putih menepuk pundaknya ringan.

"Mohon kerja samanya, Bokuto-kun."

Dan Bokuto ikut mengulum senyum.

Bodohnya Kuroo, menolak kesempatan untuk membuat Kenma kembali. Bokuto, di sisi lain, dengan senang hati menerima tawaran Daishou.

Apapun agar Akaashi bisa kembali padanya.

Apapun.

.

.

[to be continued]


* cr: wordables


A/N:

Akhirnya bisa nulis BokuAka (meski jatuhnya angst /plak). Salam kenal, pembaca sekalian. Ini pertama kali posting fic Haikyuu di FFn, tapi bukan fic Haikyuu saya yang pertama. Terima kasih sudah membaca, reviewnya dengan sabar ditunggu (o w o)/