BE MINE

BTS fanfiction

KookV

Rating: T-M

Pairing: Jungkook (seme) X V or Kim Taehyung (Uke)

Warning: BL, Mpreg, Typo selalu mengintai

Cast: All BTS member and others

Previous

Jungkook tertawa pelan namun dia tak menolak untuk menggendong Taehyung. "Apa aku berat?"

"Tidak."

"Kau yakin?"

"Aku menjawab dengan jujur Taehyung."

"Kupikir kau akan mengeluh."

"Aku tidak akan pernah mengeluh."

"Kau mencoba merayuku?"

"Bagaimana jika aku merayumu?"

"Kedengarannya bodoh."

"Sebaiknya aku diam."

Taehyung tertawa mendengar kalimat Jungkook. "Aku tahu kau hanya berpura-pura kesal." Ucap Taehyung sambil meletakkan dagunya pada pundak kiri Jungkook. "Aku merasa lebih hangat."

"Karena tambahan mantelku?"

"Karena aku berada di punggungmu."

"Sekarang kau mencoba untuk merayuku?"

"Aku juga ingin belajar merayu, kurasa aku akan mencoba merayu Jimin. Dia selalu mudah ditebak karena wajahnya akan merah padam setiap mendengar rayuan meski dia tak kenal siapa yang sedang merayunya."

"Jangan mencoba merayu Jimin."

"Kenapa? Kau cemburu?"

"Tentu saja aku cemburu!" balas Jungkook yakin.

"Begitu saja kesal, aku kan hanya bercanda."

"Jika kau merayu Jimin aku akan merayu Yoongi."

"Jangan!" pekik Taehyung sambil mengeratkan pelukannya pada leher Jungkook. "Kau hanya milikku." Jungkook hanya tersenyum mendengar kalimat Taehyung yang entah dia sadari atau tidak. Karena Kim Taehyung sangat jarang mengungkapkan cinta secara terang-terangan.

BAB DUA PULUH TIGA

"Seokjin hyung."

"Hai Namjoon."

"Apa kau baik-baik saja? Asistenmu mengatakan padaku kau pulang lebih awal karena tidak enak badan."

"Ya, aku baik-baik saja."

"Sepi sekali, dimana Jungkook dan Taehyung?"

"Mungkin di halaman belakang, hari ini Jungkook tidak ke kantor dia berada di rumah sepanjang hari. Terakhir kulihat mereka ada di perpustakaan berdebat tentang kamar bayi."

"Mereka…," balas Namjoon kemudian tertawa pelan, membayangkan betapa kekanakannya perdebatan antara Taehyung dan Jungkook.

"Namjoon mengenai anak kita sendiri…,"

"Jangan memikirkannya!" Namjoon berucap cepat kemudian menghampiri Seokjin dan berlutut di hadapan Seokjin. "Kumohon jangan merasa sedih dan tertekan, aku akan bersabar dan melakukan segala cara, melakukan semua yang kau inginkan. Tapi jangan merasa tertekan, sedih, atau bahkan stress. Aku tidak sanggup melihatmu murung Hyung."

"Aku pergi ke rumah sakit dan aku hamil Namjoon."

"Apa?!"

"Aku melakukan tes di rumah tapi aku tidak yakin, jadi aku putuskan untuk pergi ke rumah sakit."

"H—Hyung, apa yang barusan kau katakan?! Kau hamil?!"

"Ya. Aku hamil Namjoon."

"Astaga! Seokjin hyung!" Namjoon melompat kegirangan. "Kau hamil Seokjin hyung?! Aku tidak percaya ini! Aku akan menjadi Ayah!" Seokjin hanya tersenyum melihat kegembiraan Namjoon. "Aku akan menjadi seorang Ayah." Gumam Namjoon sambil memeluk tubuh Seokjin erat.

"Ya, kau akan menjadi seorang Ayah. Kim Namjoon."

Tanpa disadari oleh Namjoon dan Seokjin dua orang lain sedang mencuri dengar pembicaraan penting mereka. "Kecurigaanku terbukti, alasan Seokjin hyung berubah sensitif akhir-akhir ini."

"Hmm." Jungkook hanya menggumam.

"Seokjin hyung selalu menghindari pertanyaanku, dia ingin Namjoon hyung yang pertama mendengar kabar membahagiakan ini. Itu alasannya." Gumam Taehyung.

"Kau ingin keponakan laki-laki atau perempuan?"

"Perempuan, yang mirip dengan Seokjin hyung. Dia pasti sangat cantik."

"Semoga mirip Seokjin hyung." Balas Jungkook. Keduanya berpandangan kemudian menahan tawa. "Namjoon hyung tampan tapi sebaiknya anak-anak mereka mirip Seokjin hyung."

"Bukannya aku jahat tapi kau benar Jungkook."

"Aku sudah menyiapkan nama untuk anak kita, nama anak perempuan dan anak laki-laki."

"Kau ingin anak laki-laki atau perempuan?"

"Terserah, kau?"

"Aku juga sama. Laki-laki pasti tampan dan perempuan pasti cantik karena kau ayahnya." Ucap Taehyung lalu tersenyum lebar. Jungkook membalas senyuman lebar Taehyung membuat kedua gigi kelincinya terlihat jelas.

"Jungkook kau menginjak kaki kananku!" acara saling melempar senyum antara Jungkook dan Taehyung berakhir dengan teriakkan Taehyung.

"Maaf! Sakit?!"

"Tentu saja!"

"Maaf…,"

"Ehm! Ehm!"

Jungkook dan Taehyung menegakkan badan mereka dan berhadapan dengan Namjoon. Jungkook tersenyum canggung dan Taehyung menampakkan senyum terlebarnya.

"Selamat malam adik-adikku yang manis." Ucap Namjoon sembari tersenyum.

"Selamat malam Namjoon hyung…," jawab Jungkook dan Taehyung bersamaan.

"Ah apa mencuri dengar pembicaraan orang lain, menyenangkan?"

"Maaf Namjoon hyung tapi kami penasaran."

"Hanya Jungkook! Aku tidak." Telunjuk kanan Taehyung menunjuk Jungkook, kemudian dia menampakkan senyum polos yang membuat Jungkook memprotes di dalam hati.

"Tidak! Tidak!" Jungkook menjawab cepat. "Taehyung juga penasaran Namjoon hyung."

Namjoon tersenyum menampakan lesung pipit kemudian kedua tangannya bergerak cepat bersiap untuk menarik telinga Taehyung dan Jungkook.

"Tunggu!" pekik Taehyung. "Apa Namjoon hyung tega menarik telingaku?"

Jungkook melirik Taehyung tajam, Taehyung yang merajuk sambil mengusap perutnya. "Ahli strategi..," gerutu Jungkook.

"Hyung tidak akan menghukummu tapi sebagai gantinya…," Namjoon menatap Jungkook tajam.

"Aaaaa!" Jungkook berteriak kencang ketika Namjoon dengan brutal menarik telinga kanannya dan menyeretnya menjauhi ruang keluarga.

Taehyung tersenyum lebar mengabaikan teriakkan Jungkook kemudian dia melangkah mendekati Seokjin yang dari tadi hanya duduk diam di depan perapian. "Hyung."

"Hei." Seokjin tersenyum lebar. "Kau tidak menolong Jungkook?"

"Dia bisa menolong dirinya sendiri."

"Dasar!" balas Seokjin menahan gemas.

Taehyung lantas mendudukan dirinya di sisi kanan Seokjin, menggenggam kedua telapak tangan Seokjin dengan lembut. "Setelah ini aku punya teman, aku tidak berada di rumah seorang diri. Seokjin hyung tidak boleh pergi ke kantor sampai bayinya lahir."

"Kau mencuri dengar pembicaraanku dengan Namjoon!" ucap Seokjin berpura-pura kesal, Taehyung hanya tersenyum lebar.

"Taehyung! Seokjin hyung!"

Perhatian Taehyung dan Seokjin langsung teralihkan pada Yoongi yang tiba-tiba masuk ke dalam rumah entah darimana. "Seokjin hyung selamat akhirnya kau hamil, berarti aku akan mendapat dua keponakan dalam waktu dekat, aku tidak sengaja mendengar teriakan Jungkook tadi. Tapi masalah besarnya adalah…," Yoongi membalas tatapan bingung Seokjin dan Taehyung. "Bisakah kalian menyelamatkan aku?"

"Ada apa?" Taehyung membuka suara.

"Jimin tiba-tiba mengajakku menikah, sebenarnya apa yang terjadi dengan Jimin? Dia berubah aneh, apa kalian tahu Jimin memakan apa? Ah kurasa aku harus bertanya pada Jungkook."

"Yoongi hyung datang ke sini untuk bertanya soal itu?"

"Ya. Jimin yang aneh, aku sedang sibuk di studio lalu dia masuk dan tiba-tiba mengeluarkan cincin melamarku, apa itu tidak aneh?"

"Kau menerimanya?" Seokjin menatap Yoongi.

"Aku lari, kupikir Jimin terinfeksi virus." Jawaban Yoongi membuat Taehyung dan Seokjin tertawa terbahak-bahak. "Hei kalian jangan tertawa di atas kebingungan orang lain, bantu aku!" bentak Yoongi.

"Maaf, maaf." Balas Seokjin. "Jawabanmu benar-benar hebat Min Yoongi. Baiklah, kau mau menerima Jimin atau tidak?"

"Tentu saja aku akan menerimanya tapi dia harus lebih banyak membuktikan ucapannya dengan tindakan. Kurasa aku akan menunggu satu sampai dua tahun sampai aku yakin Jimin benar-benar serius."

"Kau pasti akan menikah dengan Jimin." Balas Seokjin.

"Ya, aku yakin kalian pasti akan menikah. Jimin bersedia menunggu bahkan seratus tahun sekalipun, dia tergila-gila padamu Yoongi hyung."

"Seratus tahun." Yoongi menahan tawa. "Kurasa aku tidak akan hidup selama itu."

"Itu perumpamaan." Terang Taehyung.

"Aku tahu. Malam ini aku boleh menginap di sini?"

"Kenapa?!" Taehyung dan Seokjin melempar pertanyaan nyaris bersamaan.

"Apa ada sesuatu yang buruk?" Taehyung berubah cemas.

Yoongi menggeleng pelan. "Apartemenku diperbaiki, aku ingin memperluas studio, jadi untuk sementara izinkan aku mengungsi." Yoongi tersenyum lebar di akhir ucapannya.

"Kurasa tidak masalah, kau sudah beberapa kali menginap di sini. Kurasa tanpa perlu meminta izinpun tak masalah."

"Terimakasih Seokjin hyung. Dan satu lagi, aku melihat Namjoon menarik telinga Jungkook, apa yang terjadi? Apa Jungkook melakukan kesalahan?"

"Tidak." Balas Taehyung disertai gelengan kepala Seokjin.

"Tidak? Lalu apa yang terjadi?"

"Namjoon ingin bersenang-senang dengan Jungkook." Seokjin menjawab santai.

"Aku akan ke kamar dan menghubungi Jimin sebelum dia panik." Yoongi berlari meninggalkan Seokjin dan Taehyung tidak ingin menjadi sasaran bersenang-senang Namjoon.

"Seokjin hyung." Panggil Taehyung.

"Ya?"

"Apa semuanya akan baik-baik saja?"

Seokjin menarik lembut tubuh Taehyung kemudian memeluknya erat. "Tentu saja, semuanya akan baik-baik saja."

"Aku menyanyangimu Seokjin hyung." Bisik Taehyung.

"Hyung juga Tae. Aku sangat menyayangimu."

"Tae!"

Pelukan keduanya berakhir ketika Jungkook datang dengan bersungut-sungut dan rambut berantakan juga jangan lupakan kedua telinganya yang memerah.

"Hei Jungkook, kau selamat?" balas Taehyung kemudian tersenyum lebar.

"Telingaku panas ditarik Namjoon hyung!" protes Jungkook yang ditanggapi dengan tawa oleh Taehyung dan Seokjin. "Kalian berdua benar-benar kejam padaku." Gerutu Jungkook.

Seokjin masih tertawa pelan sedangkan Taehyung berdiri dan menghampiri Jungkook meski senyum masih menghiasi wajahnya. "Sakit?" Taehyung bertanya penuh perhatian sambil mengusap kedua telinga Jungkook.

"Sekarang tidak sakit lagi." Balas Jungkook.

"Dasar!" menahan malu karena rayuan murahan, Taehyung memukul dada kiri Jungkook.

"Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu."

"Apa?"

"Kita ke kamar." Jungkook melirik Seokjin tersenyum miring pada sang kakak ipar.

"Apa tidak bisa bicara di sini?"

"Tidak bisa, ini rahasia."

Seokjin hanya memutar kedua bola matanya dengan malas menanggapi sifat menyebalkan Jungkook dan kepolosan Taehyung yang terkadang keterlaluan. "Seokjin hyung aku pergi ke kamar sebentar." Ucap Taehyung sambil melambaikan tangannya pada Seokjin.

"Ya, jangan lupa makan Kim Taehyung." Balas Seokjin santai.

.

.

.

Taehyung hanya berdiri memerhatikan Jungkook yang sedang menutup dan mengunci pintu kamar. "Duduklah." Perintah Jungkook. Taehyung bergegas duduk di tepi ranjang tempat tidur.

"Mau membicarakan apa?" Taehyung mendongak menatap Jungkook yang berjalan mendekatinya.

"Sesuatu yang penting." Balas Jungkook kemudian duduk di sisi kanan Taehyung. "Tentang nama."

"Nama?"

"Hmm. Nama. Aku sudah menyiapkan dua nama." Jungkook meraih ponselnya dari atas nakas kemudian menunjukkannya pada Taehyung. "Hwa Young untuk anak perempuan dan Jung Ho untuk anak laki-laki."

Taehyung mengerucutkan bibirnya terlihat tidak setuju. "Tidak adil, kau semua yang memberi nama, kita bagi!"

"Dibagi?!" pekik Jungkook.

"Iya dibagi jika yang lahir anak laki-laki aku yang akan memberi nama, lalu jika yang lahir anak perempuan kau yang memberi nama."

Jungkook menatap Taehyung dengan kedua bola mata bulat lucunya. "Baiklah. Aku yang akan memberi nama anak perempuan kita. Hwa Young aku akan memberi nama anak perempuan kita dengan Hwa Young. Kau apa?"

"Hwa Young artinya cantik, benarkan?"

"Tepat sekali. Lalu nama yang kau siapkan apa?"

"Jung Kwan." Balas Taehyung. "Jung untuk budiman dan Kwan berarti kuat."

"Setuju." Jungkook tersenyum lebar sambil mengulurkan tangan kanannya.

Taehyung tertawa namun tetap berjabat tangan dengan Jungkook. "Kita harus bersabar beberapa bulan lagi."

"Ya, aku tidak sabar lagi." Gumam Jungkook sambil bergerak maju menempelkan dahinya dengan dahi Taehyung. "Aku mencintaimu Taehyung, sangat mencintaimu."

Kalimat Jungkook membuat Taehyung tertawa pelan. Jungkook lantas memeluk Taehyung meski tentu saja dia tidak bisa melakukannya dengan terlalu erat karena perut Taehyung.

"Aku lelah." Gumam Taehyung.

"Tidurlah, akan aku bangunkan saat makan malam."

"Hmm." Dalam pelukan Jungkook, Taehyung bergumam pelan. "Aku mencintaimu."

Jungkook tersenyum mendengar pernyataan cinta Taehyung. Meski mereka telah menikah dan anggota baru akan segera hadir, Taehyung selalu berhasil membuat jantung Jungkook berdetak dengan cepat, dan perutnya tergelitik lucu. Perasaan yang sama ketika mereka baru pertama kali bertemu.

END

EPILOG

Jungkook memerhatikan Taehyung yang sedang tertidur di atas ranjang rumah sakit. Hari yang sudah dia nantikan selama sembilan bulan akhirnya tiba. Taehyung terlihat sangat tenang benar-benar berbeda dengan yang ada di dalam pikiran Jungkook.

Tahap awal melahirkan sebenarnya sudah dirasakan Taehyung sejak pagi hari, namun dia baru mengatakannya pada Jungkook setelah tubuhnya benar-benar merasa tidak nyaman terutama di bagian punggung.

Dokter yang memeriksa mengatakan jika tahap pembukaan memerlukan waktu delapan sampai sepuluh jam atau bahkan lebih pada persalinan pertama.

"Hei." Jungkook berucap lembut melihat Taehyung mulai terjaga.

Taehyung tersenyum kemudian menarik selimutnya lebih tinggi sebatas leher. "Apa Seokjin hyung terus menghubungi?"

"Ya." Jungkook membalas singkat sementara tangan kanannya meraih dan menggenggam telapak tangan kiri Taehyung yang terasa dingin. "Sebenarnya bukan hanya Seokjin hyung yang terus menghubungi, Namjoon hyung, Yoongi hyung, Jimin hyung semuanya."

"Katakan aku baik-baik saja mereka tidak perlu merasa cemas, kita kabari setelah bayinya lahir."

"Hmmm." Jungkook hanya menggumam. Sebenarnya dia sangat takut membayangkan semua kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi, membayangkan semua kesakitan yang akan Taehyung rasakan. Dan membayangkan jika sesuatu yang buruk terjadi pada bayinya, ada yang kurang dari bayinya. Semua ketakutan itu membuat Jungkook nyaris tak bisa bernapas.

"Jangan memikirkan hal buruk." Ucapan Taehyung mengejutkan Jungkook.

"Aku tidak bisa mencegahnya." Jungkook membalas jujur.

"Dokter mengatakan semuanya baik-baik saja, kau jangan cemas. Percaya saja."

"Aku ingin semuanya cepat berakhir dan aku bisa menggendong bayiku." Keluh Jungkook dan dibalas oleh tawa Taehyung.

"Apa aku tidur cukup lama?"

"Ya, sekitar dua jam. Kau membutuhkan sesuatu?"

"Tidak. Aku malas bergerak sekarang." Balas Taehyung kemudian tatapannya tertuju pada sweter merah bergaris hitam yang Jungkook kenakan.

"Tae."

"Hmm?"

"Sakit?"

"Aku masih bisa menahannya sekarang, aku tidak ingin memikirkan semua cerita mengerikan di luar sana tentang proses melahirkan. Aku justru memikirkan Seokjin hyung."

"Memikirkan Seokjin hyung?"

"Ya. Seokjin hyung tidak baik dalam menahan rasa sakit, aku mencemaskan kelahiran keponakanku. Aku ingin menemani Seokjin hyung tapi aku pasti menangis jika melihat Seokjin hyung kesakitan."

"Apa itu alasanmu tidak ingin ditemani Seokjin hyung sekarang?"

"Seokjin hyung hamil lima bulan aku tidak tega melibatkan dia dalam hal ini." Jawab Taehyung disertai tatapan tajam untuk Jungkook.

Suara ketukan pintu kamar menghentikan obrolan antara Jungkook dan Taehyung. Dokter Jinwoo masuk bersama dua perawatnya. Jinwoo tersenyum ramah sambil berjalan mendekati ranjang. "Kim Taehyung."

Taehyung tersenyum kemudian mendudukan tubuhnya dengan bantuan Jungkook, punggungnya bersandar pada bantal dengan nyaman. "Bagaimana perasaanmu?"

"Antusias." Balas Taehyung disertai senyum lebar.

"Sakit?"

"Lumayan, tapi aku masih bisa mengatasinya."

Jinwoo tersenyum sambil mengisyaratkan pada Taehyung untuk mengangkat dan menekuk kedua lututnya. Jungkook menahan diri untuk tidak melompat dan menutup mata semua orang asing di dalam kamar. Jinwoo memperbaiki letak selimut Taehyung sebelum memulai pemeriksaan. Ada jeda yang cukup lama hingga Jinwoo kembali bersuara.

"Kepala bayi sudah memasuki area tulang panggul. Empat sentimeter, kita harus bersabar sedikit lagi." Jinwoo tersenyum ramah di akhir kalimat. "Aku akan kembali sekitar satu jam lagi untuk melihat perkembangan, tapi jika kalian cemas, Tuan Jungkook bisa menghubungiku."

"Tentu Dokter." Balas Jungkook.

Jinwoo meluruskan kembali kedua kaki Taehyung memperbaiki selimut lalu meninggalkan kamar bersama dua perawatnya. Jungkook menghembuskan napas lega ia mencondongkan tubuhnya ke arah ranjang Taehyung. "Kenapa menolak operasi? Bukankah prosesnya lebih mudah dan lebih cepat?"

"Aku tidak bisa membayangkan perutku disayat pisau."

Jungkook hanya menatap takjub, Taehyung selalu berhasil membuatnya kebingungan. "Tapi melahirkan normal itu mengerikan..., itu seperti mendorong buah semangka melewati lubang kunci."

Sekarang giliran Taehyung yang menatap Jungkook takjub. "Jungkook yang akan melahirkan aku. Kenapa kau yang pucat?"

"Aku hanya membayangkan."

"Ahhh sudahlah, aku bosan. Hibur aku."

"Bagaimana caranya?"

"Bernyanyi." Jungkook mendengus. "Menari." Jungkook menggeleng cepat. "Lakukan sesuatu yang imut." Jungkook melempar tatapan jijik. "Oppa....,"

"Hentikan! Jangan memanggilku Oppa! Itu menjijikan!"

Taehyung tertawa melihat reaksi Jungkook. "Kenapa? Kurasa banyak laki-laki menyukai panggilan itu."

"Aku tidak termasuk!" dengus Jungkook.

"Kau lucu saat marah, aku cukup terhibur. Terimakasih."

"Ya setidaknya aku bisa membuatmu terhibur tanpa harus bertingkah imut."

"Jungkook."

"Hmm?"

"Kurasa ketubanku pecah."

"Apa?!" Jungkook berteriak keras lalu berlari menghampiri nakas, menyambar gagang telfon, menghubungi dokter Jinwoo dengan panik.

"Apa-apaan dia." Taehyung menggerutu pelan sambil menuruni ranjang tempat tidur tanpa bantuan Jungkook.

"Tae—Taehyung kau dimana?!"

"Kamar mandi, jangan berteriak kau terlalu berlebihan."

Jungkook benar-benar frustasi sekarang, rasa cemas membuatnya nyaris gila sementara Taehyung menghadapi semuanya dengan sangat santai. "Taehyung kau baik-baik saja?! Apa aku perlu masuk?!"

"Tidak, aku bisa sendiri. Sebentar lagi aku keluar."

"Hmm." Jungkook hanya menggumam padalah di luar pintu kamar mandi dia sudah berjalan mondar-mandir tak karuan.

"Tuan Jeon."

"Dokter!" Jungkook menyambut kedatangan sang dokter dengan penuh kelegaan. "Ketubannya pecah Taehyung ada di dalam kamar mandi aku takut terjadi sesuatu yang salah pada Taehyung dan bayi kami aku mohon Dokter Jinwoo tolong aku….,"

Jungkook meracau tanpa jeda, bahkan dokter tampan di hadapannya dibuat melongo dengan semua ucapan cepat Jungkook. "Tuan Jeon, ketuban pecah itu wajar saat proses melahirkan. Jangan cemas saya akan memeriksa Taehyung dan memastikan semuanya berjalan dengan baik."

"Terimakasih!" Jungkook menggenggam kedua telapak tangan Jinwoo.

Jinwoo hanya tersenyum hambar. "Tolong periksa ranjang dan jika perlu ganti sprei ranjang." Jinwoo memerintahkan seorang perawatnya. "Ah Tuan Jeon bisakah Anda melepas tangan saya?"

"Ma—maaf!" dengan canggung Jungkook menarik cepat tangannya dari Jinwoo. "Taehyung!" Jungkook berteriak nyaris histeris melihat Taehyung keluar dari kamar mandi. "Apa kau baik-baik saja?!"

"Ya, aku baik-baik saja."

"Taehyung kembalilah ke ranjang, biar aku periksa." Jinwoo berucap tenang dia sudah terlalu sering menghadapi kepanikan saat proses kelahiran.

Taehyung menurut ia kembali ke atas ranjang dengan bantuan Jungkook yang sebenarnya tak terlalu membantu karena Jungkook sibuk dengan racauannya sendiri. Jinwoo memperbaiki posisi selimut Taehyung kemudian mulai melakukan pemeriksaan.

"Kau bisa memakiku, menyumpah serapah, apapun untuk meringankan rasa sakitmu, kau bahkan boleh melakukan kekerasan padaku."

Taehyung melempar tatapan malas pada sang suami, dia ingin sekali mengusir Jungkook dari kamar tapi jika itu dilakukan Taehyung yakin akan ada keributan lain yang lebih besar.

"Semuanya berjalan dengan lancar dan kabar baiknya adalah kau sudah memasuki pembukaan tujuh, apa kau mulai merasa tidak nyaman?" Taehyung mengangguk pelan. "Itu wajar karena kepala bayi sudah berada pada jalan lahir. Tinggal sedikit lagi. Tetap tenang meski kontraksi akan semakin kuat dan seolah tanpa jeda."

"Sejauh ini aku baik-baik saja tapi...," Taehyung melirik Jungkook dengan kedua mata merah. "Kurasa dia yang tidak begitu baik."

Jinwoo melirik Jungkook lalu tertawa hambar. "Itu sering terjadi." Ucap Jinwoo mencoba sedikit menghibur Taehyung.

"Hmm..., Jungkook sebaiknya kau keluar...,"

"Tidak! Aku yang menyebabkan semua ini izinkan aku bertanggungjawab penuh Kim Taehyung!" Kedua tangan Jungkook menggenggam telapak tangan kanan Taehyung.

"Jika kau lebih memalukan lagi aku benar-benar akan mengusirmu keluar." Taehyung menatap tajam Jungkook, mengancam.

"I—iya." Balas Jungkook terbata menahan tangis.

"Bagus, sekarang duduk tenang dan hapus air mata juga ingusmu itu. Benar-benar tidak keren." Cibir Taehyung.

"Iya Tae." Jungkook menjawab lirih, menarik beberapa lembar tisu untuk membersihkan wajahnya.

"Taehyung aku akan kembali satu jam lagi atau kalian bisa memanggilku sesuka hati kalian." Jinwoo tersenyum canggung kemudian melangkah pergi.

"Tae."

"Hmm?"

"Aku sudah membayangkan hal-hal dramatis saat kau melahirkan."

"Aku berteriak kesakitan, memaki, mencakar, bersumpah serapah?"

"Ya."

"Imajinasimu terlalu berlebihan."

"Tapi—apa benar-benar tidak sakit?"

"Tentu saja sakit, tapi aku cukup tahan dengan rasa sakit."

"Hmm." Jungkook bergumam pelan.

Taehyung bersandar pada kepala ranjang memainkan ujung selimut dan memandangi langit-langit kamar, berikutnya ia mengalihkan perhatiannya pada jendela kamar. Mereka berada di lantai empat tidak banyak yang bisa dilihat kecuali jendela gedung-gedung lain.

"Jungkook jika aku ingin pindah tempat tinggal, apa kau bersedia?"

"Kemana?"

"Pinggiran Seoul, tempat yang tenang."

"Tentu aku bersedia kau bisa memilih model rumah yang kau inginkan." Jungkook menatap Taehyung penuh antusias.

"Aku ingin memiliki rumah dengan halaman yang tidak luas, rumah yang bisa kita bersihkan sendiri tanpa bantuan orang lain."

"Apa kau sudah muak dengan segala kemewahan yang selama ini kau nikmati?"

"Jika aku mengatakan muak, aku akan terdengar sangat jahat. Di luar sana ada banyak orang yang tak seberuntung diriku."

"Lalu?"

Taehyung menatap kedua mata Jungkook dalam. "Aku tidak ingin anak-anak kita tumbuh dengan cara yang berbeda, berada di rumah yang terlalu besar, dikelilingi kemewahan, dengan pengawal yang berada di sekitar mereka selama dua puluh empat jam. Aku tidak menginginkan hal itu. Atau mendapatkan pendidikan terbaik hanya karena orangtua mereka mampu membayar bukan karena kerja keras mereka."

Jungkook tersenyum lembut. "Katakan semuanya, aku akan mendengarkanmu."

"Aku ingin anak-anak kita tumbuh dengan belajar banyak hal, bukan dikelilingi kemewahan. Aku ingin mereka belajar tentang menghargai, berteman, belajar merasa sakit, belajar bekerja keras. Semua hal yang tidak kita dapatkan."

"Tentu. Anak-anak kita akan tumbuh tanpa mendapat perlakuan istimewa. Aku pastikan itu."

"Terimakasih karena kau sudah menyetujui permintaan anehku. Biasanya orangtua yang bisa memberikan kemewahan tidak akan setuju dengan pemikiranku, maksudku—untuk apa membuat darah daging kita menderita ketika kita nyaris mampu memberikan segalanya."

"Segalanya dalam bentuk materi. Kau tidak akan bisa mendapat teman yang benar-benar tulus dengan materi, kau tidak akan bisa menyembuhkan hati yang terluka dengan materi, dan yang terpenting materi tidak akan bisa membeli satu detik waktu."

"Kau terdengar mulai bijaksana." Canda Taehyung.

"Tentu saja, aku sudah dewasa." Jungkook membalas dengan nada angkuh membuat Taehyung tak mampu menahan tawa. Ketika tawa Taehyung terhenti dan Jungkook merasakan remasan di tangannya. Kecemasan Jungkook yang tadi sempat menghilang kini kembali dengan serangan yang lebih kuat.

"Tae kau baik-baik saja?" Taehyung tak menjawab hanya desisan yang Jungkook bisa dengar. "Tae?"

"Aku baik-baik saja." Pada akhirnya Taehyung menjawab kemudian tersenyum.

"Kau yakin?"

"Hmm." Gumam Taehyung. "Sebaiknya kau hubungi Seokjin hyung. Aku tidak ingin Seokjin hyung terlalu mencemaskan keadaanku."

"Tentu." Balas Jungkook sebelum berdiri dari sisi ranjang Taehyung dan berjalan sedikit menjauhi Taehyung untuk menghubungi Seokjin.

Taehyung menyandarkan kepalanya dan memejamkan kedua matanya. Dia tidak ingin membuat Jungkook merasa cemas, padahal dia benar-benar merasa sangat sakit sekarang. Seolah tubuh bagian bawahnya remuk, pandangannya juga beberapa kali berkunang-kunang, dan rasa lelah mulai tak tertahankan.

"Tae aku sudah menghubungi Seokjin hyung, mereka akan langsung datang setelah bayinya lahir."

Suara Jungkook membuat Taehyung membuka kedua kelopak matanya yang tertutup. "Baguslah." Taehyung membalas.

"Tae apa kau baik-baik saja?!"

"Hmm.., hanya sedikit lelah."

"Jangan membuatku takut." Jungkook menatap Taehyung dengan raut ketakutan yang terlihat jelas.

"Aku tidak membuatmu takut, aku haus."

Jungkook meraih gelas berisi air mineral di atas nakas kemudian membantu Taehyung untuk meminum air di dalam gelas. Setelah mengembalikan gelas ke atas nakas, Jungkook menghapus keringat di dahi Taehyung. "Jungkook."

"Ya?"

"Bisakah kau panggil Dokter Jinwoo sekarang?"

Jungkook membelalakan kedua mata bulatnya. "Akan aku panggilkan!"

Dokter Jinwoo memasuki kamar bersama dua perawatnya, Jungkook diperintahkan untuk berdiri di sisi kanan ranjang Taehyung. Dan Jungkook hanya bisa terpaku ketika Dokter Jinwoo mulai memerintahkan Taehyung untuk mendorong bayi mereka keluar. Jungkook duduk pada sisi kanan ranjang Taehyung, menggenggam tangan kanan Taehyung dengan kedua tangannya.

Jungkook tahu jika Taehyung kesakitan tapi Taehyung sama sekali tak mengeluh atau mengeluarkan suara erangan, Taehyung hanya membalas kuat genggaman tangannya. Jungkook merasa setiap detik berjalan dengan begitu lambat, dia benci melihat Taehyung kesakitan seperti sekarang ini.

"Satu kali dorongan bahu bayimu akan keluar dan aku bisa menariknya perlahan." Perintah Jinwoo.

Sekali lagi tanpa keluhan Taehyung melakukan apa yang Dokter Jinwoo minta. Kemudian untuk beberapa detik ruangan benar-benar sunyi. Jungkook tersenyum ketika suara tangis memeceh keheningan. Ia menatap wajah lelah Taehyung, Taehyungnya menangis. Jungkook menunduk untuk mengecup pelan dahi Taehyung. "Terimakasih Tae." bisiknya.

"Bayi laki-laki yang tampan" Ucap Dokter Jinwoo.

"Aku yang akan memberinya nama." Taehyung berbisik pelan.

"Tentu. Jung Kwan." Balas Jungkook.

"Jeon Jung Kwan." Koreksi Taehyung.

"Jeon? Marganya Jeon?"

"Ya."

"Terimakasih Tae…," Jungkook membalas dengan suara bergetar dan air mata mengalir dan sudah dapat dipastikan jika Jimin melihatnya sekarang, dia tidak akan lolos dari cacian seorang Park Jimin.

Jeon Jung Kwan, putra pertama Jeon Jungkook dan Kim Taehyung lahir di akhir Juli di malam musim panas yang hangat.

.

.

.

"Tidak mungkin!" Jimin berteriak histeris.

Empat jam setelah kelahiran Jung Kwan kamar Taehyung sudah serupa dengan medan perang. "Apanya yang tidak mungkin?!" protes Jungkook.

"Dia sangat tampan, kulitnya putih padahal Taehyung tidak terlalu putih, lihat saja hidungnya mancung, aku jadi iri." Ucap Jimin sambil meraba hidungnya sendiri.

Yoongi mendekati anggota baru keluarga Kim dan Jeon yang kini berada di dalam gendongan Seokjin. "Matanya bulat dan besar." Yoongi menoleh ke belakang. Mengamati Jungkook dan Taehyung. "Bagaimana kalian bisa membuat anak setampan dia?"

"Astaga Yoongi hyung..," keluh Jungkook sementara Taehyung hanya menahan tawa. Seokjin tak peduli dan memilih mengamati wajah tampan keponakannya, Namjoon hanya bisa memaklumi seorang Min Yoongi.

"Anak kita nanti juga pasti tampan Yoongi hyung, bagaimana jika kita mencobanya sekarang?" tawar Jimin yang sukses mendapat hadiah jitakan dari Yoongi.

"Jungkook." Panggil Seokjin.

Jungkook mendekati Seokjin, mengambil alih Jung Kwan dari gendongan Seokjin. Bayinya menguap kemudian menyamankan kepalanya pada dada Jungkook dengan tenang Jung Kwan mulai terlelap. Jungkook tersenyum mengamati wajah mungil Jung Kwan.

Sekarang Jungkook mengerti apa yang pernah ayahnya katakan. Ketika seorang bayi terlahir maka orangtua mereka juga akan terlahir kembali, menjadi seseorang yang baru, melihat dunia dengan cara yang berbeda. Mulai hari ini semua bukan hanya tentang dirinya dan Taehyung. Mereka memiliki seorang manusia kecil yang membutuhkan bimbingan.

COMPLETE

Halo semua terimakasih sudah mengikuti cerita ini sampai akhir, maaf karena masa-masa ngidam Taehyung tidak banyak dibahas karena keterbatasan waktu terimakasih review kalian ainindya13, Strawbaekberry, tsukitsukii, ryeoshilee, pxxjm0809, taennie, Tamu, raxzyu, Lvdhani, Leonpie, wenjun, 10113K, vayasyun, bangtaninmylove, Park RinHyun Uchiha, ParkceyePark, broke lukas, yoonvi123, vivikim406, VampireDPS, KaiNieris, teukiangle, glennmooreww, Kyunie, athensvt, GaemGyu92, Nam0SuPD, yoongiesugar, Albus Convallaria majalis, J Jongkok. Sekali lagi terimakasih untuk review, fav, foll, terimakasih untuk semua perhatiannya. Bye Bye…