Summary : Gejolak dan percikan gairah dua manusia yang saling bermusuhan, yang sama-sama bertemperamen keras, Baekhyun seorang lelaki mandiri yang meledak-ledak harus berhadapan dengan Chanyeol, lelaki arogan yang terbiasa mendapatkan apa yang dia mau.


"Sleep With The Devil"

Copyright to Santy Agatha

Main Cast :

Park Chanyeol ― Byun Baekhyun

Genre : Romance ― Hurt;Comfort

Rated : M / M-Preg!

Category : Yaoi ― Boys Love ― Shounen-ai

Disclaimer : Cerita ini bukan milik Byun Min Hwa. Hak cipta sepenuhnya milik Santy Agatha. Min Hwa hanya ingin me-remake dan berbagi cerita favorit Min Hwa dengan mengubah beberapa bagian di dalamnya.

Warning : Mature Content ― Typo(s) ― AU ― OOC


DON'T LIKE ― DON'T READ ― DON'T BASH


Chapter 2 :

Perjalanan itu terasa menyiksa dan panjang. Tubuh mungil Baekhyun dilempar begitu saja dengan kasar oleh bodyguard Chanyeol ke dalam bagasi dan dikunci dari luar.

Baekhyun berusaha menendang, menjerit, meronta, tetapi pada akhirnya ia kelelahan dan kehabisan oksigen. Menyadari bahwa ruang bagasi ini begitu sempit dan pengap dengan asupan oksigen yang makin menipis, Baekhyun terdiam. Ia berusaha menenangkan degup jantungnya yang tak beraturan, campur aduk antara rasa takut dan ingin tahu, akan dibawa kemanakah dirinya?

Amat lama Baekhyun menunggu, hingga akhirnya ia rasakan pergerakan mobil itu melambat. Terdengarsuara pintu gerbang berat yang dibuka, lalu mobil itu melaju lagi, melambat, dan kemudian berhenti.

Terdengar suara pintu mobil dibanting. Dan syukurlah, ada gerakan seseorang yang akan membuka bagasi. Baekhyun tengah bersiap melompat dan menyerang siapa saja yang akan membuka pintu bagasi itu, lalu kabur. Ah Ya Tuhan, semoga semudah itu.

Pintu bagasi terbuka sedikit, dan seberkas cahaya masuk menyeruak melalui celah yang hanya dibuka sempit.

"Baekhyun," suara husky Chanyeol terdengar memanggil namanya.

Wajah Baekhyun sontak pucat pasi. Ia baru menyadari bahwa sedari awal Chanyeol sudah mengetahui penyamarannya.

"Aku akan membuka pintu bagasi ini, tapi kau harus berjanji untuk bersikap tenang dan tidak memberontak," Baekhyun bisa menebak ada seulas senyum menjengkelkan di suara Chanyeol.

Kurang ajar. Lelaki itu sejak tadi pasti sudah menertawakan kebodohannya!

"Kau ada di rumahku. Dan kau perlu tahu, para pengawalku sangatlah tidak ramah. Ku sarankan kau turun dengan sikap penurut dan tenang, demi dirimu sendiri, karena para pengawalku mungkin akan melukai jika kau bertindak ceroboh."

Rumah Chanyeol. Baekhyun memejamkan matanya frustasi. Dari informasi yang ia dapatkan, rumah Chanyeol terletak di atas tanah yang begitu luas di kawasan elite pinggiran kota.

Rumah itu dilindungi oleh pagar nan tinggi di sekelilingnya dan setiap akses masuk dijaga oleh pengawal-pengawal Chanyeol. Tidak ada seorangpun yang bisa masuk ke area rumah ini tanpa sepengetahuan Chanyeol. Begitupun, tidak akan ada orang yang bisa keluar dari rumah ini tanpa seizin tuan rumah.

"Bagaimana, Baek? Apakah kau berjanji akan bersikap baik, dan aku akan mengeluarkanmu secara manusiawi. Atau kau memilih bertindak bodoh lalu mungkin aku akan mengikatmu dalam karung dan ku sekap kau di gudang?" suara Chanyeol diluar membuyarkan lamunannya.

"Kenapa kau membawaku kemari, sialan!" gumam Baekhyun penuh keberanian.

Terdengar suara Chanyeol mengekeh diluar sana.

"Menurutmu kenapa, Baek? Apa kau pikir aku semudah itu diracuni di tempat umum? Apa kau pikir aku tidak tahu kalau kau selama ini mengendus-endus mencari kesempatan untuk membalaskan dendammu?" Suara Chanyeol terdengar dekat, "Kau sudah bermain api," bisiknya, "Dan sekarang saatnya kau untuk terbakar, Baekhyun."

Pintu bagasi itu terbuka tiba-tiba dan Baekhyun belum siap untuk meronta. Lagipula, percuma jika ia meronta. Di belakang Chanyeol yang berdiri dengan pongahnya, ada beberapa bodyguard dengan tubuh kekar bertampang sekeras batu.

Dan jika melihat tampang dan penampilan mereka, Baekhyun tahu, mereka tidak akan segan-segan melukainya kalau Baekhyun berbuat sesuatu yang sekiranya akan mencelakakan majikan mereka. Chanyeol mundur selangkah, lalu mengulurkan tangannya setengah membungkuk,

"Silahkan Tuan, biarkan aku membantumu keluar." Gumamnya mengejek.

Baekhyun menatap tangan itu lalu menggeram marah. Kurang ajar sekali iblis yang satu ini, pikirnya.

Dengan marah, ditepiskannya tangan Chanyeol dan ia berusaha keluar sendiri dari bagasi sempit itu meskipun sedikit kesulitan karena kaki dan tangannya terasa kebas akibat dilipat di ruangan yang sempit selama menempuh perjalanan entah berapa puluh kilo.

Akhirnya Baekhyun berhasil berdiri keluar dari bagasi, dengan sepenuh harga dirinya. Chanyeol mengamati Baekhyun dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan tatapan melecehkan, lalu seulas senyum kembali terbit di bibirnya.

"Ayo, silahkan masuk. Selamat datang di rumahku."

Setengah memaksa lelaki itu mencengkram lengan Baekhyun yang kaku, kemudian membawanya masuk ke dalam rumahnya. Bagian depan ruang tamu rumah itu sangat megah, dengan arsitektur bergaya klasik yang entah kenapa terlihat modern.

Lantai marmernya berkilauan dengan warna gading, dan pilar-pilar besar di ruang tamu dengan warna serupa begitu menjulang tinggi, dipadukan dengan nuansa warna merah dan emas.

Chanyeol membawa Baekhyun menuju sebuah tangga besar melingkar berwarna putih dan sekali lagi lelaki itu setengah menyeretnya menaiki berhenti di depan sebuah pintu besar berwarna putih tulang.

"Kau akan tinggal di kamar ini mulai sekarang." Gumam Chanyeol datar.

Baekhyun membelalakkan mata, marah pada Chanyeol.

"Atas dasar apa kau memutuskan aku harus tinggal dimana? Aku mau pulang!"

Bibir Chanyeol masih menyiratkan senyum, tapi matanya bertolak belakang. Mata itu bersinar dengan tatapan tajam dan dingin.

"Kau tidak bisa pulang. Sekarang, ini adalah rumahmu. Bersamaku."

Dengan cepat lelaki itu merengkuh pundak Baekhyun, dan detik itu Baekhyun menyadari bahwa lelaki itu akan menciumnya.

Secepat mungkin ia memalingkan muka, mencoba memberontak, hingga bibir Chanyeol hanya mendarat di pelipisnya. Cengkraman Chanyeol pada pundaknya semakin kuat hingga terasa menyakitkan.

"Aku sudah memutuskan untuk memilikimu. Dan satu-satunya cara kau lepas dariku adalah ketika aku memutuskan untuk melepaskanmu, atau ketika kau… mati."

Dengan kalimat penutupnya yang begitu kejam, Chanyeol membuka pintu putih itu, dan mendorong Baekhyun masuk. Lalu menguncinya dari luar, meninggalkan Baekhyun yang menggedor-gedor dan menendang-nendang pintu itu dari dalam dengan histeris.

.

.

"Menurutmu apakah dia sudah siap untukku?"

Chanyeol mengenakan jubah tidurnya, berbahan sutera dengan warna hitam, kemudian ia duduk di sofa di dalam kamarnya.

Hidangan tersedia lengkap untuknya di atas meja. Dengan tenang, lelaki itu menyesap anggurnya, kemudian menatap Sehun, pengawal pribadinya sekaligus orang kepercayaannya yang berdiri di depannya dengan wajah khasnya yang tanpa ekspresi.

"Saya pikir dia sudah siap, bukan untuk menyerah kepada Anda, tetapi siap membunuh Anda. Tatapan matanya adalah tatapan pembunuh yang penuh kebencian."

Chanyeol tersenyum tipis mendengar jawaban Sehun.

"Ya, tatapan matanya terasa membakar, penuh dengan kebencian," Chanyeolmenyesap anggurnya lagi seraya memejamkan mata. "Tapi kau tahu bagaimana aku sangat ingin memilikinya malam ini."

"Ya, saya tahu," jawab Sehun tenang. "Apakah Anda akan memaksanya?"

"Aku tidak suka memaksa siapapun. Kau tentu tahu itu."

Chanyeol terbiasa dikelilingi oleh orang―baik laki-laki maupun perempuan―yang menyerahkan diri padanya. Tidak ada seorangpun yang mampu menolak pesona Park Chanyeol.

Dengan rambut hitam legam yang sedikit panjang mengenai kerah, mata cokelat pucat dan wajah aristrokatnya hampir bisa dikatakan sempurna seperti malaikat, kalau saja matanya tidak begitu dingin, tanpa perasaan dan menyimpan kebencian mendalam, menakutkan. Chanyeol bagaikan si iblis yang terperangkap dalam raga malaikat.

"Aku ingin dia menyerahkan dirinya padaku dengan sukarela."

Tentu saja. Gumam Sehun dalam hati. Kata-kata Chanyeol bagaikan perintah baginya.

.

.

Obat ini sangat keras, dan tidak bisa digunakan untuk main-main. Sehun mengamati bubuk putih dalam wadah kecil di depannya.

Sangat keras, sekaligus sangat efektif. Dan jika lelaki mungil itu meminumnya, maka ia akan menyerah pada Chanyeol, dan menyenangkan tuannya.

Dengan gerakan pelan penuh perhitungan, Sehun mencampurkan bubuk putih tanpa rasa itu ke dalam minuman Baekhyun. Obat ini akan membuat lelaki itu tersiksa, meminta untuk dipuaskan. Jika tidak ada yang memuaskannya, lelaki itu akan merasa seluruh tubuhnya terbakar, kesakitan.

Dan Sehun yakin, Baekhyun akan meminta, bahkan memohon-mohon pada tuannya malam ini.

Malam ini lelaki itu akan menyerah di tanganmu, tuanku.

Sehun tersenyum dalam hati, menanti apa yang akan terjadi selanjutnya.

.

.

Sudah hampir satu jam Baekhyun dikurung di dalam kamar ini, kamar mewah bernuansa putih, di karpet, di ranjang, di semua furniturenya.

Kamar ini sepertinya sudah dipersiapkan khusus, dan Baekhyun merasa jijik membayangkan bahwa barangkali kekasih-kekasih Chanyeol yang sebelumnya juga ditempatkan di ruangan ini.

Salah seorang pengawal Chanyeol yang bertampang paling dingin, setengah jam yang lalu masuk, membawa nampan makanan, meletakkannya di meja.

Lalu tanpa berkata apapun pergi dan kembali mengunci pintu itu dari luar. Dan selama setengah jam yang panjang itu pula, Baekhyun mencoba setengah mati untuk tidak melirik pada nampan yang sangat menggoda itu.

Perutnya keroncongan, dan ia merasa haus. Baekhyun belum makan siang karena terlalu gugup merencanakan pembalasan dendamnya pada Chanyeol, yang justru membuat ia sendiri terkena batunya.

Aroma makanan itu terasa begitu menggoda, aroma manis dan gurih masakan yang masih panas.

'Mungkin jika aku mengintip sedikit apa makanannya… Tidak!' Baekhyun menghardik dirinya sendiri dalam hati. Dia tidak akan makan, lebih baik dia mati kelaparan daripada harus menyerah pada kekuasaan Chanyeol.

Tapi jika hanya minum mungkin tidak masalah. Baekhyun melirik haus pada minuman di nampan itu. Sari jeruk segar yang tampak begitu menggoda. Dan hal itu berhasil membuat Baekhyun menyerah.

Dia haus sampai terasa mau pingsan saja, dan dia harus minum, kalau tidak mungkin dia akan benar-benar pingsan. Baekhyun tidak boleh pingsan, dia harus mencari cara untuk melarikan diri dari kamar ini, dari rumah ini.

Dengan tergesa disambarnya gelas itu, diminumnya langsung berteguk-teguk karena begitu hausnya. Aliran dingin air itu terasa begitu segar ketika membasahi kerongkongannya. Tanpa sadar satu gelas minuman itu tandas sudah, Baekhyun meletakkan gelas itu dengan pelan, sedikit merasa bersalah.

Tapi bagaimanapun juga dia tidak menyesal. Dia merasa lebih baik. Sekarang dia bisa memikirkan cara untuk kabur dari rumah ini. Mata Baekhyun berputar, ke sekeliling ruangan, mencari cara untuk melarikan diri. Ada jendela besar di ujung sana, yang dilapisi gorden berwarna putih, mungkin Baekhyun bisa mencari cara keluar dari sana.

Dengan hati-hati Baekhyun melangkah ke arah jendela itu untuk memeriksanya, tetapi seketika itu juga hatinya kecewa. Jendela itu sudah dilapisi kaca tebal, dan penuh dengan teralis besi yang sangat kuat.

Lagipula Baekhyun baru menyadari bahwa dia ada di lantai dua, kalaupun dia bisa membuka jendela itu, dia harus mencari cara agar bisa turun dari lantai dua dengan selamat.

Baekhyun mencoba berpikir, dia belum memeriksa kamar mandi yang ada di ujung kamar, mungkin ada jalan keluar dari sana yang lolos dari pengawasan.

Dengan cepat dia melangkah ke kamar mandi, tetapi langkahnya terhuyung. Entah kenapa kepalanya terasa pening, dan seluruh tubuhnya menggelenyar… Kepanasan…

Ada apa ini? Baekhyun meraba dahinya sendiri, terasa panas. Apakah dia demam? Napas Baekhyun mulai terengah, semuanya terasa panas… panas… Baekhyun sangat butuh…

Chanyeol membuka pintu kamar tempat Baekhyun dikurung dengan pelan. Sudah larut malam, dan Chanyeol tidak mengharapkan Baekhyun masih terjaga.

Kamar itu gelap dan remang-remang, tapi mata Chanyeol bisa menangkap nampan makanan yang masih utuh, hanya minumannya yang sudah tandas.

'Dasar anak keras kepala'. Geram Chanyeol dalam hati, dia pikir dia bisa mengancam Chanyeol dengan membiarkan dirinya sendiri kelaparan. Dia tidak tahu bahwa Chanyeol akan menggunakan segala cara untuk membuat Baekhyun menyerah padanya.

Gerakan gemerisik di ranjang membuat Chanyeol menoleh waspada. Dalam keremangan kamar itu, Chanyeol melihat Baekhyun terbaring disana, nampak gelisah dalam baringnya. Pemuda itu belum tidur rupanya. Dan dia nampak… tidak tenang.

Didorong oleh rasa penasarannya, Chanyeol berjalan mendekat, dan menemukan Baekhyun berbaring disana dengan tatapan mata tersiksa. Tubuhnya menggelinjang di atas ranjang berseprei satin putih itu seperti kepanasan.

"Tolong… panash…," suara Baekhyun mendesah, serak seperti kesakitan.

Mengernyitkan keningnya, Chanyeol duduk di tepi ranjang, dan menyentuhkan jemarinya ke dahi Baekhyun. Suhunya normal, dia tidak demam. Kerutan di kening Chanyeol semakin dalam. Lalu kenapa pemuda ini bilang kalau dia kepanasan?

"Kau mau minum?" Dengan cekatan Chanyeol mengambil gelas air di meja pinggir ranjang."Kemari, aku bantu kau minum."

Chanyeol bangkit dan mengangkat tubuh Baekhyun, lalu mencoba membuatnya berdiri. Tubuh Baekhyun menggelayut lemah di lengannya, dan napas lelaki itu masih tersengal-sengal.

"Panas… Tolong… Panas sekali…" Sekali lagi Baekhyun mendesahkan suara itu, suara kepanasan, seperti tersiksa.

Chanyeol memundurkan tubuh Baekhyun yang bersandar padanya, supaya dia bisa mengamati Baekhyun dengan jelas. Wajah Baekhyun merona kemerahan, napasnya terengah, dan matanya sedikit tidak fokus, dia selalu mengeluh kepanasan. Jangan-jangan…

Dengan cepat Chanyeol membaringkan Baekhyun di ranjang, dan melangkah keluar dari kamar bernuansa putih itu, membanting pintunya, kemudian berteriak.

"Sehun!"

Sekejap, tanpa suara seolah menggunakan sihir, Sehun muncul di depan Chanyeol.

"Ya, Tuan?"

"Kau campurkan apa di minuman Baekhyun?"

Sehun sedikit membungkukkan tubuhnya, wajahnya masih memasang ekpresi datar khasnya. "Saya mencampurkan obat milik saya, Tuan tahu itu obat apa."

Wajah Chanyeol tampak mengeras. "Ya. Aku tahu itu obat apa. Dan aku menolak memperalat orang yang dalam pengaruh obat. Kau melakukan sendiri tanpa meminta izinku. Kau tahu kalau aku marah aku bisa menghukummu."

Sehun tampak tidak terpengaruh dengan kata-kata Chanyeol. "Anda memerintahkan saya untuk membuat anak itu menyerah. Dia sangat membenci Anda, dan pasti akan berontak mati-matian. Obat itulah satu-satunya cara membuat dia menyerah," Sehun masih menatap lekat pada Chanyeol. "Anda bisa meninggalkan kamar ini jika Anda tidak ingin memanfaatkannya."

"Dia kesakitan. Kau tahu itu." Geram Chanyeol marah.

Sehun mengangkat bahunya, "Anda bisa meredakan sakitnya. Dan besok, setelah Anda memilikinya, mungkin dia akan menjadi lebih penurut."

"Berapa banyak obat yang kau berikan padanya?"

"Dosis biasa, Tuan. Tetapi efeknya berbeda-beda tergantung pada orang yang mengonsumsinya."

"Jadi ini bisa berlangsung selama berjam-jam atau bisa juga sepanjang malam?"

"Ini bisa berlangsung selama Anda ingin bersenang-senang, Tuan."

Chanyeol terdiam. Kata-kata Sehun barusan terasa begitu menggoda dirinya.

Chanyeol kembali masuk kembali ke dalam kamar, didorong oleh perasaan yang kuat untuk menengok Baekhyun kembali.

Baekhyun masih menggeliat dan mengerang-erang, ketika Chanyeol menjatuhkan bokongnya di atas ranjang. Baekhyun menatap Chanyeol dengan mata berkabut, seolah tidak mengenalinya.

"Aku sakit… tubuhku… panas…"

Chanyeol tersenyum dengan kelembutan yang aneh. Baekhyun benar-benar tidak tahu apa yang terjadi kepada diriya, bahwa hanya ada satu cara untuk menyembuhkan Baekhyun dari rasa sakitnya. Dan Baekhyun membutuhkan Chanyeol untuk itu.

Chanyeol mencodongkan tubuhnya dan menyapu lembut bibir Baekhyun, mendapati mata Baekhyun membelalak kaget saat itu juga. Chanyeol tidak bisa menahan dirinya untuk tersenyum. Sungguh luar biasa, perpaduan antara kepolosan dan gairah yang kuat sungguh-sungguh menggodanya.

"Kau tidak menyukainya?" bisik Chanyeol lembut.

Baekhyun menatap Chanyeol, atau setidaknya mencoba menatap dengan matanya yang sulit fokus.

"Aku… Apa yang terjadi pada diriku?"

Chanyeol mengulurkan jemarinya, dan menyapukannya di pipi Baekhyun, membuat tubuh Baekhyun bergetar.

"Anak buahku mengambil keputusan sendiri dan mencampurkan obat di minumanmu."

"Obat? Apakah aku diracuni?"

"Itu bukan racun Baekhyun, obat itu akan merangsangmu sampai hasratmu tak terkendali, dan kau akan kesakitan jika dirimu tidak dipuaskan."

Baekhyun butuh waktu sesaat untuk mencerna, sampai kemudian ia menyadari arti dari kata-kata Chanyeol. Sedikit kesadarannya kini meneriakkan peringatan akan bahaya. Dan tubuhnya langsung beringsut, susah payah mencoba menjauhi Chanyeol. Tetapi Chanyeol langsung merengkuh tubuh Baekhyun lagi dan berbisik lembut di telinganya,

"Aku bisa membantumu menyembuhkan rasa sakitmu," sambil berbicara, tangannya yang bebas turun pada dada bidang Baekhyun.

Sepasang sumpalan untuk menyempurnakan penyemaran Baekhyun sebagai perempuan membuat Chanyeol terkekeh. Ia lempar dua buah sumpalan itu secara sembarangan. Jemari Chanyeol yang menelusup ke dalam kemejanya, kemudian menekan nipplenya dengan sensual membuat Baekhyun semakin mengerang menderita.

"Terlalu sensitif, sayang? Kau membutuhkan pelampiasan dengan segera, bukan?" Tangan Chanyeol merambat turun untuk mengelus penis Baekhyun yang mulai mengacung dibalik rok waitress yang masih ia kenakan.

"Tidak!" Baekhyun mencoba berteriak dan mencengkram lengan Chanyeol. "Jangan! Kau tidak boleh melakukannya!"

"Ini satu-satunya cara agar kau tidak kesakitan lagi, Sayang," suara Chanyeol terdengar sedikit parau. "Biarkan aku membantumu."

Baekhyun mengerang ketika denyutan itu terasa semakin meningkat seiring dengan sentuhan Chanyeol pada kejantanannya. Otaknya memberontak atas apa yang dilakukan pria itu dengan jari-jarinya, tapi tubuhnya tak kuasa untuk menolak. Baekhyun membutuhkan jemari Chanyeol… Ia membutuhkan seseorang yang bisa membantu menuntaskan hasratnya.

"Aku akan menolongmu, Baekhyun. Tapi kau juga harus menolongku. Aku juga butuh pelepasan sendiri. Lihat aku Baekhyun, lihatlah tubuhku." Chanyeol membuka jubah sutra hitamnya, dan tubuhnya telanjang dibalik jubah itu. Dan napas Baekhyun tercekat ketika melihat bukti gairah Chanyeol dari penis pria itu yang juga sudah tampak mengeras.

"Gunakan diriku, Baekhyun. Biarkan aku merasakan tubuhku di dalam dirimu dan menyembuhkanmu."

Kalimat itu lolos begitu saja karena Chanyeol sudah merasa bergairah terhadap Baekhyun, ia amat bergairah kepada pemuda itu, dan Baekhyun bisa dipastikan dalam kondisi tidak akan menolak gairahnya.

Chanyeol memelorotkan rok berikut celana dalam Baekhyun yang tampak mengganggu itu agar ia bisa lebih leluasa. Tubuh Chayeol pun kini sudah menindih Baekhyun, dan lelaki itu menggodanya dengan menggerakkan pinggulnya yang menggeliat, menggesek-gesekkan pelan antara penisnya sendiri yang sudah polos mengacung tegak dengan penis Baekhyun yang sudah sama kerasnya.

Chanyeol menyangga tubuhnya dengan siku, menjaga agar dadanya yang keras tidak menindih tubuh mungil Baekhyun. Chanyeol menunduk untuk mencicipi bibir Baekhyun yang begitu menggoda dan menggairahkan.

Walaupun Baekhyun masih enggan untuk membalas ciumannya, tapi Chanyeol akui bibir itu terasa begitu manis dan memabukkan.

"Tenang, sayang. Aku mungkin akan sedikit menyakitimu," Chanyeol menahan pinggul Baekhyun dengan tangannya, karena pinggul itu terus bergerak-gerak mendesaknya dengan mengundang. Baekhyun sudah sepenuhnya berada dibawah pengaruh obat itu. "Tapi aku berjanji, setelah rasa sakit itu, kau akan merasakan kenikmatan yang luar biasa."

"Aargghhh!"

Detik itu juga, bersamaan dengan jeritan Baekhyun, Chanyeol mendesakkan penisnya ke dalam hole sempit lelaki itu.

'Hati-hati' Chanyeol menggertakkan giginya, mencoba meredakan dorongan untuk menerjang dan meneggelamkan penisnya dalam-dalam ke dasar balutan sutra panas milik Baekhyun.

'Hati-hati. Pemuda ini masih perjaka.' Chanyeol mencoba mengingatkan dirinya kembali. Kemudian Chanyeol mendesak maju sedikit demi sedikit, dengan maksud mengklaim apa yang harus menjadi miliknya.

Ya, Baekhyun adalah miliknya.

.

End of Chapter 2


Notes:

Tbh, entah kenapa aku agak gimanaaa gitu buat ngelanjutin remake ini. Jadi ragu mau ngelanjutin apa enggak. Duh tapi kalo gak dilanjutin malah jadi nggak tanggung jawab banget kan ya akunya. Serius aing dilema berat mak-_- /plak/

Anyhei scene NC disini emang aku bikin sedikit lebih eksplisit daripada versi aslinya :v /senyum mesyom/

Yawis gitu aja. Kalo bukan di FF sendiri nggak bisa ngomong banyak2 wqwqwq.

Last, mind to review?

-Byun Min Hwa-