Gadis itu terburu-buru keluar dari sebuah café tempatnya bekerja. Mengingat ia bekerja shift pagi, jadi ia menyetujui bertemu dengan Fei, sahabat yang sudah dianggap seperti kakaknya sendiri yang bekerja sebagai guru di sekolah taman kanak-kanak. Fei-lah yang mencarikannya pekerjaan dan tempat tinggal semenjak satu tahun yang lalu.
Huang Zitao. Gadis berusia 19 tahun itu bekerja sebagai pelayan di Venesia café. Bukan hanya café biasa, disana juga tersedia cake, chocolate dan juga ice cream. Hanya café lah yang bisa menerima Zitao, mengingat ia lulusan senior high school, ia tidak bisa melanjutkan pendidikan kejenjang selanjutnya. Dan sepertinya tidak akan pernah bisa mengingat gajinya hanya bisa dipakai untuk makan sehari-hari dan menyewa flat kecil yang tak jauh dari tempatnya bekerja. Namun ia tidak pernah mengeluh. Zitao gadis yang kuat.
Zitao sendiri adalah gadis mandiri yang hidup sebatang kara di kota Beijing. Ayah dan ibunya sudah meninggal dunia saat ia berumur tujuh tahun karena kecelakaan beruntun. Pada saat itu, Zitao kecil pun diasuh oleh paman dan bibinya yang juga tinggal di Beijing. Namun satu tahun yang lalu, setelah kelulusannya di senior high school, Zitao memutuskan pergi dari rumah paman dan bibinya dengan alasan tidak ingin merepotkan mereka lagi. Zitao ingin mandiri dengan mempunyai gaji sendiri. Selama tinggal dirumah paman dan bibi yang juga dengan ekonomi paspasan, Zitao merasa merepotkan mereka dengan menanggung biaya hidup dan sekolahnya.
.
.
.
.
.
SECRET WEDDING
.
.
.
.
.
Zitao turun dari bus dan berlari kecil menuju taman kanak-kanak dimana Fei berada disana. Namun langkahnya terhenti saat pandangannya tertuju pada seorang gadis kecil yang berdiri dibawah pohon dekat dengan pintu pagar sekolah tersebut. Zitao berpikir bahwa gadis kecil itu pasti sedang menunggu jemputannya. Namun, karena tidak tega meihat gadis kecil itu sendirian, maka Zitao mencoba menghampirinya.
"Hai gadis cantik. Sedang apa disini?" Itu pertanyaan bodoh, tentu gadis kecil itu sedang menunggu jemputannya. Zitao sedikit menunduk menyamakan tinggi dengan gadis itu. Gadis kecil itupun perlahan mengangkat wajahnya melihat sosok yang baru saja menyapanya. Matanya mengerjap lucu sambil memperhatikan wajah Zitao dengan seksama.
Zitao berpikir pasti anak kecil itu heran melihat dirinya yang tiba-tiba menyapa. Namun ia tidak patah semangat. Ia baru ingat jika didalam tasnya ada coklat yang ia bawa dari café. Zitao mengambil coklat tersebut dan memberikan kepada gadis kecil dihadapannya.
"Ini untukmu. Ambillah." Zitao memberikan coklat tersebut sambil tersenyum lebar pada gadis kecil itu. Namun lagi-lagi gadis kecil tersebut hanya melihat coklat ditangan Zitao lambat-lambat dan berakhir kembali memandang wajah Zitao dengan heran.
"Hei, tenanglah. Aku bukan orang jahat yang akan meracunimu. Coklat ini kubawakan dari café tempatku bekerja." Zitao yakin pasti gadis kecil dihadapannya kini memikirkan jika ia adalah gadis aneh yang akan meracuninya.
"Kamu mommy ku 'kan?" akhirnya gadis ini bersuara, tapi…
"Hah?" Zitao mengerutkan dahinya bingung.
"Iya. Kamu mommy ku 'kan? Kata daddy suatu saat mommy akan menjemputku ke sekolah dan dan memberiku coklat. Daddy juga bilang jika mommy berwajah cantik dan berambut panjang." Tiba-tiba saja Zitao sadar jika gadis kecil ini adalah gadis yang sangat ceria. Berbeda dengan sifat yang ia tunjukkan sebelumnya.
Belum sempat Zitao mencerna apa maksud gadis ini, tiba-tiba saja sebuah mobil mewah berwarna hitam metalik menghampiri mereka.
"Ayo. Kita harus kekantor daddy. Daddy harus tau jika mommy telah menjemputku."
Zitao masih mengernyit bingung saat gadis kecil itu sudah menyeret tangannya masuk kedalam mobil.
"Mr. Han, ayo kita kekantor daddy dulu." Gadis ini berseru semangat sambil menunjuk-nunjuk kearah jalanan.
"Tapi nona muda, Tuan pasti sedang sibuk. Kita tunggu Tuan dirumah saja ya." Mr. Han mencoba membujuk nona mudanya agar tidak menyusul kekantor Tuan besarnya.
"Tidak tidak tidak. Kita harus memberi tahu daddy jika mommy sudah pulang."
Mr. Han menoleh kebelakang dan baru sadar jika ada seorang gadis remaja yang tidak ia ketahui duduk bersama nona mudanya. Namun ia tidak menolak kembali perkataan nona mudanya itu.
Zitao sendiri tidak tau harus bersikap seperti apa, ia masih sangat bingung sekarang. Ia melihat tangannya digenggam erat oleh gadis kecil disampingnya kini, seolah takut jika Zitao akan kemana-mana.
Tanpa terasa mereka sampai disebuah perusahaan raksasa. Zitao tahu, jika perusahaan didepannya kini adalah perusahaan saham terbesar dan mencakup lain-lain hal. Kini gadis kecil yang bahkan belum Zitao ketahui namanya itu sedang menarik tangannya dan berlari kedalam perusahaan tersebut. Zitao hanya menurut saja saat tangannya ditarik kemana-mana. Bahkan beberapa orang yang melihatnya mengernyit heran seolah ingin berkata jika ia tak pantas berada didalam dimana orang-orang berpakaian rapi dan elegan berbeda terbalik dengan keadaannya.
Zitao sendiri menutup mukanya dengan sebelah tangan yang tidak digenggam oleh gadis tersebut karena malu, tadi dia sempat bertabrakan bahu dengan beberapa orang. Lama setelahnya, kini mereka berdua berdiri didepan pintu kayu besar yang bertuliskan "MANAGER ROOM".
Tanpa basa basi gadis kecil itu membuka pintu tersebut, bahkan setelah resepsionis melarangnya masuk. Pintu itupun terbuka dan menampakkan ruangan besar nan mewah didalamnya. Ruangan itu terkesan sangat laki-laki dan misterius.
"Sophia? Mengapa kesini?"
Ooh, jadi nama gadis kecil ini Sophia. Batin Zitao.
Namun perhatian Zitao teralihkan pada seseorang yang berdiri dari balik meja besarnya. Seorang lelaki berdiri tegap dengan jas abu-abunya yang membuat kesan lebih dewasa kepadanya.
"Daddy. Ini mommy dad, akhirnya mommy menemui Sophia. Lihat, mommy juga memberi coklat untuk Sophia." Jelasnya dengan mata berbinar-binar. Ia bahkan memperlihatkan coklat pemberian Zitao yang masih digenggamannya. Zitao semakin berdebar. Bagaimana bisa ini terjadi kepadanya.
"Apa?" Matanya menangkap sosok seorang gadis yang belum pernah dilihat sebelumnya berdiri dibelakang gadis kecilnya.
Zitao sendiri bahkan tidak tau lagi harus bagaimana. Ia begitu berdebar sampai tangannya gemetar. "Adik kecil, maafkan aku. Tapi aku bukan mommy-mu. Aku-"
"Hiks…" Belum sempat Zitao menyelesaikan perkataannya, gadis dihadapannya kini menangis keras hingga badannya terguncang.
"Astaga Sophia!" Tak lama setelah Sophia menangis tiba-tiba saja gadis mungil itu pingsan hingga Zitao menangkap Sophia kepelukannya dan setelah itu bibantu oleh laki-laki tersebut.
"Maafkan anakku nona. Tapi sebelumnya aku akan membawa Shopia ke rumah sakit."
.
.
.
Sophia sadar dari pingsannya. Zitao tahu itu, karena ia mendengar suara laki-laki yang mengaku sebagai ayah Sophia berseru nama anaknya. Saat ini memang Zitao lebih memilih menunggu diluar ruangan.
Syukurlah. Batin Zitao. Ia merasa bersalah telah membuat gadis kecil itu menangis bahkan hingga pingsan segala.
"Sophia.."
"Daddy."
"Are you okay?"
Pertanyaan itu hanya dibalas anggukan lemah dari gadis mungil yang tengah berbaring tersebut. Namun, ia sadar akan satu hal. Ia tidak melihat mommy-nya.
"Dad, dimana mommy Sophia?" Gadis itu terlihat akan menangis lagi. Matanya berkaca-kaca hendak meneteskan air mata.
"Mommy disini sayang."
Suara pelan nan lembut itu mengalihkan perhatian ayah dan anak itu kepadanya. Entah apa yang dipikirkan Zitao sehingga memberanikan diri mengaku sebagai ibu Sophia.
"Mom.." tangan mungil itu terulur dan disambut hangat oleh Zitao. Lalu Sophia berhambur kepelukannya. Sementara laki-laki yang belum diketahui namanya oleh Zitao memandang mereka dengan pandangan yang sulit diartikan. Seperti sedih dan juga haru.
"Mommy disini? Menunggu Sophia ya?" Sophia melepaskan pelukannya dan berganti menggenggam erat tangan Zitao. Seolah melarangnya kemana-mana.
"Iya sayang." Zitao membalas membelai rambut panjang Sophia.
"Emm, begini nona. Aku tidak tau harus mulai dari mana. Tapi, ada baiknya aku akan memperkenalkan diriku terlebih dahulu." Zitao memandang wajah laki-laki itu dan beranjak berdiri didepannya. Zitao baru menyadari jika lelaki ini sangat tinggi hingga ia harus mendongak melihat wajah itu.
"Aku Wu Yifan." Lelaki itu mengulur tangannya pada Zitao.
"A-aku Zitao, Huang Zitao." Ucapnya patah-patah. Sedangkan Sophia menatap mereka berdua sambil tersenyum lebar.
Akhirnya mommy dan daddy bertemu lagi. Batinnya.
"Daddy, bolehkah mommy pulang bersama kita?"
"Apa?" Sontak Yifan dan Zitao berseru kompak. Ini tidak mungkin. Hati Zitao semakin merutuki.
"Bolehkaaah?" Lihatlah anak itu. Zitao ingin sekali mencubit kedua pipinya karena gemas.
Yifan melirik Zitao seolah meminta jawaban. Seakan sadar Zitao langsung memutar otak mencari alasan. "Maafkan mommy Sophia, mommy ingin sekali pulang bersama kalian, tapi tidak kali ini. Tidak apa-apa bukan?"
"Mengapa begitu?" Wajah gadis mungil itu kembali terlihat murung.
"Mommy sibuk. Ya. Sibuk, emm.. tapi mommy janji besok mommy akan menjenguk Sophia lagi." Zitao mencoba menghibur gadis kecil yang terbaring lemah kini.
"Benarkah?"
"Iya mommy janji." Sebenarnya Zitao tidak tega, tetapi harus bagaimana lagi, besok ia besok pagi-pagi sekali ia harus berangkat bekerja.
Kali ini Sophia tidak meminta lagi, ia juga berpikir jika mommy-nya juga sibuk seperti daddy-nya. Tapi tetap saja Sophia merasa sedih selalu ditinggal sendiri, walaupun ia selalu ditemani pelayan-pelayan di rumahnya. Tetapi tetap berbeda rasanya saat ditemani oleh seorang ibu.
Namun kegiatan mereka kembali teralihkan kepada Dokter yang baru saja memasuki ruangan tersebut.
"Aah, maafkan aku. Aku hanya ingin mengecek Sophia."
"Silahkan Junmian."
Dokter Jin Junmian adalah Dokter pribadi Sophia. Sejak kecil Dokter Junmian lah yang menangani kondisi Sophia.
"Mengapa Sophia bisa sampai menangis Yifan? Aku sudah bilang jika kau harus menjaganya dan jangan sampai membuatnya menangis. Ingatlah Yifan, Sophia tidak boleh kelelahan dan stress."
Zitao yang mendengar perkataan Dokter Junmian pun menghampiri mereka. "Maaf Dokter, tapi apa maksud anda jika Shopia jangan menangis?"
"Begini nona. Aku akan menjelaskan padamu tentang apa yang kau alami hari ini." Yifan mencoba menjelaskan pada gadis yang terlihat sangat bingung sekarang. Bagaimanapun Yifan tidak enak hati pada Zitao karena kejadian hari ini.
"Sophia memiliki jantung yang lemah. Kondisi tersebut diketahui saat Sophia berumur satu tahun." Yifan menjelaskan dengan raut wajah yang bisa Zitao nilai. Yaitu kesedihan dan rasa takut. "Mengenai mommy Sophia. Ia sudah meninggal karena melahirkan Sophia."
Astaga. Zitao hanya bisa ternganga mendengarnya. Zitao tahu betul bagaimana rasanya kehilangan orang tua. Ia sendiri bahkan ditinggal oleh kedua orang tuanya. Meski waktu itu ia baru berusia tujuh tahun. Sedangkan Sophia, astaga. Gadis kecil itu bahkan tidak sempat melihat wajah dan tidak pernah menerima ASI dari ibunya. Seakan belum cukup kehilangan ibunya, Sophia juga harus menderita penyakit diusia yang masih bayi.
"Sophia juga sering menanyakan kemana mommy-nya, aku tidak tahu harus seperti apa. Jadi, yaa.. aku hanya bilang jika mommy-nya pergi dan suatu saat nanti akan menemuinya dan memberikannya banyak coklat. Jadi saat ia bertemu denganmu, dia mengira kau adalah mommy-nya."
Entah mengapa, mendengar cerita tentang Sophia begitu berefek kepadanya. Hati Zitao seakan terasa seperti disayat dan hancur.
Dokter Junmian sendiri seakan mengerti kearah mana pembicaraan mereka. Ia mengerti mengapa gadis belia ini ada diantara Yifan dan Sophia.
"Sepertinya aku mengerti sekarang. Dan kuharap kau dapat membantu kami nona. Kalau begitu, aku permisi." Dokter Junmian berkata seolah Zitao adalah target mereka.
Zitao larut dalam pemikirannya terhadap Sophia. Bagaimana ini? Ia harus berpura-pura menjadi ibu Sophia demi keselamatan gadis mungil itu? Astaga. Yang benar saja. Umurnya masih 19 tahun.
"Nona? Kau baik-baik saja?"
"Maafkan aku Tuan Yifan. Tapi aku harus pulang." Zitao mendadak pusing, perutnya mual.
"Kau terlihat pucat. Aku akan mengantarmu pulang."
"Tidak tidak. Aku bisa pulang sendiri. Aku permisi. Besok aku akan kembali kesini." Setelah berucap Zitao langsung berlari. Ia terlalu pusing untuk memikirkan semua ini.
Tiba-tiba dering ponselnya berbunyi. Zitao mengernyit melihat nama yang tertera dilayar ponselnya. Astaga bahkan ia mengabaikan pesan dari kekasihnya seharian. Ini benar-benar membuatnya gila.
"Sehun?"
"Zitao. Apa aku mengganggumu?"
"Tidak. Astaga. Maafkan aku Sehun, aku benar-benar lupa mengecek ponsel seharian." Dilihatnya jam tangan usang dipergelangan tangan kirinya. Jam 9 malam. Ini keterlaluan. Pasti Sehun mengkhawatirkannya.
"Tidak apa-apa sayang. Aku tahu kau pasti sibuk. Istirahatlah, kau harus bisa menjaga kesehatanmu untukku."
Entah mengapa. Suara Sehun selalu bisa membuat hatinya hangat dan nyaman. Ia tersenyum. Sehun-nya memang sangat perhatian. Memang mereka berhubungan jarak jauh. Sehun sendiri sedang melanjutkan pendidikan di salah satu Universitas ternama didunia. Harvard University.
"Baiklah. Kau juga Sehun-ah. Kau harus menjaga kesehatanmu untukku." Zitao berujar lirih, ia merindukan Sehun disisinya.
"Pasti sayang. Aku mencintaimu."
"Aku juga."
Kamu dapat melihat bahwa aku tidak pernah berhenti mencintaimu, walaupun aku tidak bisa melihatmu.
.
.
.
Zitao masuk kedalam flat mungilnya. Ternyata hari ini ia tak bisa bertemu dengan Fei. Ia sudah meminta maaf, tapi tetap saja ia merasa tak enak pada Fei. Fei sedang butuh bantuannya.
"HAH! Apa yang terjadi padaku?"
Tiba-tiba saja kejadian tadi siang terlintas pada pikirannya. Sophia. Bagaimana ini? Ia juga teringat perkataan Dokter Junmian. "Dan kuharap kau dapat membantu kami nona.".
Apa maksudnya itu? Ia harus terus berpura-pura menjadi mommy Sophia? Tapi sampai kapan? Bagaimana dengannya? Dengan Sehun?
Ah, Zitao semakin uring-uringan sekarang.
.
.
.
Wu Yifan. Nama itu bahkan hampir selalu tertera di dalam majalah bisnis. Ia dikenal sebagai pemimpin handal yang pandai bernegosiasi dan manipulasi. Pantas, perusahaannya maju pesat.
Lelaki berusia 31 tahun itu sukses diusia terbilang sangat muda. Diusia ke 25 tahun ia menikah dengan kekasih yang telah dipacarinya selama delapan tahun. Wang Likun. Wanita yang selalu mampu membuatnya terpesona. Tidak pernah Yifan melirik wanita lain selain Likun. Satu tahun setelah pernikahan mereka, Yifan dikaruniai seorang putri yang begitu cantik. Yifan tak tau harus seperti apa saat itu. Ia merasa bahagia karena putri kecilnya, tapi juga sedih saat Likun harus terengut nyawanya saat melahirkan. Sebelumnya Likun sudah divonis jika rahimnya lemah. Ia tidak dianjurkan mengandung. Namun Likun tetap berkutat pada keinginannya. Ia ingin mengandung anak dari laki-laki yang begitu ia cintai.
Seakan belum cukup kesedihan saat istrinya meninggal. Buah hati mereka juga harus tersiksa karena penyakit yang cukup berbahaya. Wu Sophia. Gadis kecilnya-nya mengalami lemah jantung. Dokter menganjurkan kepada Sophia untuk tidak stress dan kelelahan. Maka dari itu Yifan harus berhati-hati dalam menjaga Sophia.
Pikiran Yifan teralihkan pada Zitao. Apakah ia harus memasukkan Zitao dalam kehidupan mereka? Apa ia harus melakukannya demi Sophia?
Astaga. Ini begitu sulit. Lebih sulit daripada saat ia memanipulasi rekan bisnis-nya sekalipun. Tapi, baiklah ia harus mencoba menjelaskan keadaan yang sebenarnya kepada Sophia. Ia tidak bisa membawa Zitao kedalam masalahnya. Gadis itu masih belia, dan tidak harus menanggung masalahnya.
.
.
.
Entah mengapa, rasa yang dulu pernah hilang kini aku rasakan telah kembali. Tidak. Rasa itu tidak pernah hilang. Aku hanya mencoba menguburnya dalam-dalam. Hingga kau datang dan membawanya kembali.
Kau merusak duniaku.
.
.
.
.
.
CONTINUE
.
.
.
.
.
Kembali dan aku bawa ff baru lagi. Semoga berkesan and stop be siders. Tolong hargai.