-An epilouge,-

-or not...-

Sudah beberapa kali, tak terhitung jumlahnya, aku mengunjungi makam dari Yuuma. Dari awal musim dingin dimulai sampai pengujung tahun ini. Sampai-sampai penjaga makam serta penduduk sekitar tempat tinggal makam hapal dengan diriku.

"Bahkan ketika suhu tak bersahabat dengan manusia, kamu tetap mengunjunginya yah, anak muda..."

Seorang pria yang kelihatan sudah kenyang asam pahit kehidupan, dengan umur sekitar kepala 5 dan masih tetap tampil gagah dengan rambut serta berewok-nya yang sudah beruban, berada di sampingku. Beliau tinggal di sekitar sini, dan beliau sepertinya baru saja mengunjungi makam istrinya, terlihat dengan tangannya sudah tidak membawa apa-apa, karena beliau selalu membawa bunga favorit istri tercintanya semasa hidup ketika ia berziarah makam istrinya.

"Entahlah, pak... Seakan-akan aku kebal dengan suhu seekstrim apapun jika mengunjunginya..."

Aku menatap dengan dalam makam Yuuma yang berada di depanku.

Beliau kemudian berpaling sejenak, dan tersenyum.

"Saya jadi kasihan dengan gadis yang menunggumu disana... Mengharapkan sesuatu yang tak memungkinkan..."

Yang dimaksud beliau adalah seorang gadis dengan panjang rambut sebahu, berkacamata, sedang menyilangkan tangannya di depan dadanya sambil memandangi pemandangan di belakang bahuku. Ia terlihat enggan dan tak peduli.

"Relakanlah apa yang sudah berlalu, raihlah apa yang sudah di depan matamu. Buat apa kamu mengharap sesuatu yang sudah tiada jikalau sudah ada yang siap untukmu."

Beliau menambahkan.

"Perkataan anda sungguh sangat indah, pak. Saya permisi..."

Aku lantas meninggalkan makam Yuuma, menuju Sona yang sudah cukup lama menungguku, dan pergi ke Akademi Kuoh.

~Yurei~

"Naruto-kun, tolong ambilkan berkas-berkas di rak itu."

Sona menujuk rak yang berada di dekat jendela, tempat dimana berkas-berkas yang menjadi tanggung jawab OSIS berada. Sekarang mereka sedang berada di ruang OSIS, dimana Sona sedang menyelesaikan pekerjaannya sebagai OSIS serta tugas-tugas sekolahnya. Dan juga Naruto, yang terpaksa di sini karena Sona yang menyeretnya dari Ruang klub Investigasi Aktivitas Paranormal.

Naruto dengan enggannya mengambil berkas-berkas tersebut, menaruhnya di meja kerja Sona, kemudian menatap Sona dengan tatapan lekat-lekat serta dalam, membuat Sona sempat salah tingkah.

"Eh- ad...ada...apa... Naru...to..kun...?"

"Aku ingin memperjelas situasi ini. Mengapa kamu menyeretku seenaknya ke sini? Padahal aku nyaman-nyamannya di sana..."

Sona lantas menghela napasnya.

"Wajahmu terlihat begitu menyedihkan, itu tidak terlihat kamu nyaman disana. Lagipula nanti ada para polisi serta pekerja yang akan melakukan pemberesan disana. Bisa gawat kalau kamu ketahuan berada di sana."

"Begitu ya?!"

Aku menggeram, mengepalkan tanganku, dan sedikit menaikkan nada suaraku. Membuat Sona sempat tersentak tadi.

"Penggangu kenangan orang?!"

Aku lantas keluar dari ruang OSIS, dengan sedikit membanting pintunya ketika aku menutup pintu tersebut.

"Naruto..."

~mono~

Entah mengapa aku marah tadi. Rasanya emosiku begitu labil. Marah karena mainannya direbut paksa oleh orang lain. Sejatinya perbuatan Sona terhadapku tadi benar. Ia pasti melakukannya untuk kebaikan diriku. Sebenarnya Sona ingin menyelematkanku dari depresi yang mematikan.

Mengapa bisa-bisanya aku marah? Seperti anak kecil saja...

"Tadi kamu benar-benar labil, yach..."

Kami bertemu di lobby gedung utama Akademi Kuoh. Sepertinya Rias datang ke sekolah untuk menyelesaikan pekerjaan klubnya atau mungkin ia sedang belajar mati-matian di perpustakaan.

Dari perkataanya tadi, sepertinya ia tahu percakapan di ruang OSIS.

"Kamu mendengarnya, Rias-senpai?"

Ia mengangguk.

Dan itu membuatku sedikit malu serta menyesal terhadap diriku sendiri.

"Benar-benar seperti anak kecil, yah..."

"Sepertinya kamu belum bisa move-on sampai saat ini."

Rias mengatakannya sambil tersenyum.

Senyum yang menandakan ia menyayangkan keadaan seseorang yang tidak berubah.

"Nee, Rias-senpai..."

"Hmmm?"

"Apa kamu pernah kehilangan seseorang yang sangat berharga?"

Mendengar pertanyaanku membuat Rias memejamkan matanya dan tersenyum, seolah-olah ia sedang menertawakanku.

Atau mungkin tidak.

Setelah itu, ekspresinya beralih ke serius.

"Bisa dibilang pernah..."

Ia kemudian melangkah mendekati diriku.

"Aku kehilangan seseorang yang sangat aku harap untuk melihat diriku secara spesial. Seseorang itu malah mencintai gadis lain, dimana gadis itu tidak dapat kurasakan keberadaanya, namun seseorang tersebut dapat dan sangat perhatian terhadap sang gadis itu."

Ia mengatakannya sambil menatap lekat-lekat mataku. Terlihat sekali mata biru laut-nya terlihat begitu artistik.

"Kamu tahu itu siapa, Naruto-kun?"

"Eh- entahlah..."

Aku sebenarnya sudah tahu itu siapa. Bisa dibilang hanya tebakan saja sebenarnya.

"Kamu ingin tahu?"

"Eh- mu...mu...mungkin..."

Ia tersenyum.

"Oke, akan kuberitahu..."

Ia lantas memegangi kedua pipiku dengan lembutnya, dan kemudian menciumku!

Aku terkejut melihatnya. Sampai-sampai aku membuka mataku lebar-lebar karena saking tidak percayanya.

Rias menciumku cukup lama, hingga ia merasa gejolak di dalam hatinya mulai mereda.

"Kau tahu, aku menyukaimu sejak ketika kamu menolongku dari ritual underground demon waktu itu."

"Eh-"

"Dan aku sempat merelakan dirimu ketika kamu ternyata mencintai dia, namun sekarang sepertinya aku diberi kesempatan lagi."

Rias tersenyum dengan bahagianya. Namun aku merasakan, di dalam hatinya ia merasa penyesalan yang amat mendalam terhadap diriku ini.

"Baiklah, besok malam, pukul 8. Aku tunggu di kolam air mancur kota."

Ia lantas meraih jari kelingkingku (dengan sedikit paksaan) dan membuat janji secara sepihak (mungkin) denganku.

"Sampai jumpa besok malam."

Setelah event itu, aku lantas menuju ke perpustakaan sekolah, hanya untuk membaca novel misteri Agata Christie serta tidur. Perpustakaan dengan perpaduan gaya Eropa klasik serta modern ini sangat nyaman, membuat suasana kantuk untukku.

Dan aku tertidur hingga sore hari. Selama kurang lebih 6 jam.

"Aku benar-benar sleepy-head... Mungkin jalan-jalan sebentar di kota sebelum pulang..."

Kemudian dalam perjalanan keluar dari sekolah ini, aku bertemu dengan Sona. Sempat aku berusaha untuk tak mempedulikan dirinya sebelum ia meraih tanganku, mencegahku untuk acuh tak acuh terhadap dirinya.

"Jadi kamu masih merasakan kejadian tadi, ya..."

Ia menunduk. Nada bicaranya terlihat sedikit sedih.

Ia merasa telah diabaikan oleh diriku, karena perbuatannya. Sebetulnya, akulah yang bersalah di sini, karena aku terlalu bersifat naif dan childish.

"Tidak. Sebenarnya aku ingin minta maaf karena kelakuanku tadi."

Terdengar suara lega dari Sona.

"Ayo pulang bareng!"

Dan berakhiran aku mengantarkan Sona ke stasiun.

"Jadi, Naruto-kun, apa kamu besok malam Free?"

"Besok malam,kah... mungkin..."

"Baiklah, besok malam pukul 8 di kolam air mancur kota."

Kok aku merasa familier dengan perkataan itu ya...

Itu kan perkataan Rias tadi saat di lobby!

~gatari~

Keesokan harinya, malam jam 8.

Aku telah ditatap dengan tatapan mematikan dari kedua gadis SMA.

"Wah, wah, Naruto-kun mulai nakal yah... Ternyata ia dengan beraninya mengajak gadis lain padahal ia sendiri sudah berjanji..."

"Aku tak menyangka Rias ada di sini, padahal aku mengharapkan hanya berdua denganmu, Naruto-kun..."

Hoy-hoy, apakah ini yang disebut dengan little harem versi kenyataan?

Demi menghindari tatapan mematikan dari mereka, lantas aku berpaling ke arah lain, memandang sepasang muda-mudi yang saling memadu kasih, dengan sang gadis menggendong sebuah boneka beruang yang lucu...

Boneka beruang...

"Yuuma..."

Lantas aku menundukkan kepalaku.

Dan terjadi lagi...

Kenangan sedih teringat kembali...

Dan terjadi lagi...

Diriku yang gagal bangkit ini...

"Naruto-kun..."

Secara bersamaan mereka mengucap namaku dengan lirihnya. Mereka merasa kasihan dengan keadaanku saat ini, yang terus menerus memutar kenangan sedih yang sama berulang kali.

Perlahan-lahan mereka mendekati diriku, dan berusaha untuk menghiburku sebisa mereka. Merasa diriku lebih baik, mereka kemudian mengajakku berkeliling di taman ini dan juga mall yang berada tak jauh dari sini.

Kemudian,

...

...

Berlanjut di dalam mall dimana sekarang Rias berada di dalam toko yang sangat tabu disebutkan oleh pria manapun di dunia ini.

"Jadi, kamu tidak ikut masuk, Sona-senpai? Kamu wanita jadinya tidak apa-apa masuk ke sana."

Sona lantas menampakkan wajah cemberutnya.

"Disini kamu tidak boleh menggunakan sufiks senpai. Dan juga, ngapain aku ke sana? Lagipula aku tidak butuh yang baru. Aku tidak mau didiskriminasi olehnya, karena ia semakin bertambah besar setiap harinya."

"Bertambah besar ya..." Lantas aku memikirkan hal-hal aneh, yang membuatku berdeham, yang bertujuan untuk menghilangkan hal-hal aneh tersebut.

"Apa yang kamu pikirkan, dasar mesum!"

Sial...

Sona mengetahui isi pikiranku.

Sona kemudian mengambil handphone miliknya, dan kemudian mengetikkan sesuatu...

"Baiklah! Ayo, Naruto kita pergi ke cafe terdekat dari sini."

"Jadi, Rias-senpai ditinggal?"

"Aku sudah kirim pesan kepadanya jika telah selesai dengan urusanmu, susulah kamu di cafe dekat sini."

"Oh, baiklah kalau begitu."

Kami lantas pergi ke cafe terdekat. Dan disana cukup sepi untuk ukuran cafe seluas ini. Dan kami memilih tempat duduk di bagian yang tidak ada orangnya kecuali kami berdua.

Sona kemudian memilih tempat duduk di sampingku. Dan itu membuatku cukup terkejut.

"Mengapa kamu duduk di sampingku, Sona-sa..."

Sona langsung memotong perkataanku.

"Cukup panggil Sona saja. Aku ingin membicarakan hal penting kepadamu."

"Hal penting?"

"Kamu masih sedih karena Yuuma menghilang kan? Dan entah bagaimana, aku merasa kamu masih berharap bahwa ia akan muncul lagi dihadapanmu. Apa itu benar?"

Aku menundukkan kepalaku.

"Kamu masih belum bisa move-on kan?"

Aku masih menundukkan kepalaku.

"Aku anggap itu jawaban iya. Kali ini aku tidak akan berkata untuk tidak menyerah dengannya. Karena ini memang sudah harus menjadi kodratnya ia menghilang. Aku sudah menduga bahwa setelah Yuuma dapat menyelesaikan masalahnya dan jasadnya sudah dimakamkan secara layak, maka ia akan kembali ke alam dimana seharusnya ia berada."

Aku kemudian mengangkat kepalaku, dengan sedikit air mata yang keluar dari kelenjarnya.

"Yah, itu benar. Dan seharusnya aku merelakannya sesuai dengan permintaanya, supaya ia bahagia. Namun..."

Air mataku mulai jatuh...

"Aku tidak dapat melakukannya! Jujur, aku tidak bisa! Aku hanya membuatnya bersedih di alam sana karena kondisiku ini..."

"Naruto."

Ia mulai melepaskan kacamatanya, menggeraikan rambutnya, dan kemudian menatapku dengan lekat-lekat.

"Bagaimana sekarang?"

Aku tidak tahu maksudnya melakukan itu semua. Melepaskan kacamatanya, menggeraikan rambutnya...

"Kamu masih belum dapat juga..."

Ia lantas menciumku. Menciumku dengan hangatnya.

Sudah dua kali aku dicium oleh 2 gadis yang berbeda dalam 2 hari terakhir.

"Aku rela menjadi Yuuma kedua untukmu. Asalkan itu dapat menyembuhkan depresimu yang saat ini kamu rasakan."

Benar...

Maksud dari ia melakukan tindakan tadi adalah...

Membuat dirinya mirip dengan Yuuma, dengan kata lain...

Membuat diriku jatuh cinta kepadanya.

"Sona..."

"Aku akan sabar menanti hal itu terwujud."

Ia lantas kembali memakai kacamatanya.

Jujur, tindakannya membuat hatiku sekarang lebih longgar. Dan juga kejadian kemarin bersama Rias juga sedikit mengisi kekosongan hatiku ini.

"Dekorasi natal tahun ini sungguh indah ya..."

Sona memulai percakapan setelah sempat tadi keheningan menyelimuti kami.

"Entahlah..."

"Apakah kamu masih belum juga..."

"Ah- tidak, tidak. Hanya saja aku tidak pernah merayakan natal selama hidupku."

"Apa kamu..."

"Mungkin saja."

Setelah itu, keheningan kembali menyelimuti kami. Namun di balik keheningan ini, Sona tersenyum. Senyum tulus yang pernah kulihat. Dan ia lantas menyandarkan kepalanya di pundakku sampai ia menyadari keberadaan sahabatnya yang telah selesai dengan urusannya dan datang ke cafe ini.

~Yuremonogatari~

or

~Koimonogatari (Naru version)~

Akhirnya...

Epilognya ( atau mungkin bonus(?) ) selesai.

Banyak juga yang mengharapkan sekuel cerita ini dari pembaca yang budiman. Tapi jujur, PiKei ( PancakesKnight XD ) bingung mau buat sekuelnya seperti apa, karena mungkin Natsumonogatari yang belum selesai pengerjaanya dan juga kesibukan PiKei di bidang lain.

Mungkin para pembaca budiman semuanya bisa memberi saran ide tentang sekuelnuya?

Oh ya, karena ini dibuat dan diposting di Smartphone, jadinya mungkin sedikit berantakan. Sekiranya para pembaca yang budiman dapat memakluminya.

Akhir kata, Sekian dari saya, PiKei, dan terima kasih telah membacanya dengan senang hati

-PancakesKnight-