Kita Dijodohkan

Naruto '-')/ Masashi Kishimoto

.

.

Chapter 5

Aku tidak bisa tidur hampir semalam. Memikirkan bagaimana wajah Hinata yang kesakitan saat ku gendong menuju ruang ICU dan wajah pucat pasinya membuatku semakin bersalah.

Sinar Matahari sudah menggantikan cahaya lampu menerangi ruangan, Hinata membuka kedua kelopak matanya perlahan. Saat aku menangkap gerakannya yang berusaha untuk duduk tapi sangat sulit dan mungkin rasa nyerinya datang lagi.

Aku membantunya dengan teliti dan hati-hati.

"Kau masih disini, Naruto?" Suara Hinata terdengar sangat parau. Tenggorokanya terasa sangat kering dan Ia kehausan. "Bisa berikan aku air?"

Dengan tangkas aku mengambilkan segelas air dan membantu Hinata untuk memegangi gelasnya saat gadis itu minum. Setelah itu aku meletakkan kembali gelas di atas meja dan meninggalkan kursi untuk duduk di atas tempat tidur agar bisa lebih dekat dengan Hinata.

"Kau sudah baikan?"

Hinata mengangguk. "Kau tidak pergi kuliah? Sahabatmu ulang tahun hari ini."

"Aku sudah sangat gila kalau aku meninggalkanmu disini untuk sebuah pesta." Desisku. "Maafkan aku! Aku sama sekali tidak tau kalau rasa sakit yang Kau katakan itu serius. Selama ini kebanyakan perempuan juga mengeluh.. Tapi.. "

"Tapi mereka tidak dalam keadaan di paksa."

"Aku kira selama ini kau menikmatinya.."

"Sudahlah, Ini tidak di sengaja kan? Aku cuma tidak siap sama sekali kemarin karena lelah."

"Walau bagaimanapun aku yang salah!"

Hinata tersenyum di sela-sela rasa sakitnya, ia menggapai tanganku dan menggenggamnya erat. "Mendekatlah, aku ingin menyampaikan sesuatu kepadamu!"

Aku mendekat menyediakan telinga untuk di bisiki sesuatu, tapi aku malah mendapatkan sesuatu yang lain dan tidak terduga. Hinata mencium bibirku dengan hangat dan lembut, ciuman yang sudah sangat lama tidak pernah aku rasakan, ciuman yang hanya berisi perasaan bukan gairah. Ciuman yang cukup membuatku terperangah saat Hinata menyentuh pipiku lalu mengalihkan ciumanya menjadi sebuah rangkulan.

"Apa maksudnya ini? Kau tidak sedang menyatakan cinta padaku kan?" Tanya ku heran.

Hinata tertawa. "Tentu saja tidak. Aku cuma ingin memberi tahu kalau perempuan bukan hanya butuh gairah, tapi juga perasaan. Jadi jangan pernah melakukan hal seperti ini lagi, bukan hanya padaku tapi juga pada wanita lain! Seharusnya aku memberikan pengertian tentang ini sejak awal. Selama ini aku salah karena sudah menyikapinya dengan kasar!"

Hening sejenak. Hinata menundukkan wajahnya dalam, sedangkan aku masih berusaha mencerna perkataan Hinata baik-baik, semuanya ini sudah membuat fikiranku menjadi buntu.

"Aku berjanji!" Kata ku kemudian. "Aku berjanji tidak akan melakukanya tanpa seizinmu. Tapi aku tidak akan memutuskan pertunangan sampai aku bisa membawamu ke tempat tidur!"

Hinata menahan tawa melihat tingkahku yang kekanak-kanakan dan semua perlahan membaik.

-Kita Dijodohkan-

Sehari setelah masa pemulihan Hinata dirumaah sakit. Aku mengantarkannya kembali ke apartemen nya. Dan tentu saja Ia sangat teramat khawatir padaku bila aku mengantarnya kembali ke rumah.

"Haruskah aku mengabari Ayahmu?"

"Jangan!!" balasnya cepat dan hampir tersedak saat dia menyeruput teh yang barusaja aku buatkan.

"Kenapa? Lagi pula aku gak menghamilimu 'kan?" Balasku sambil menata pakaian gantinya ke dalam lemari.

Hinata diam, meniup tehnya dan berbisik yang masih dapat aku dengar, "Lebih baik kau menghamiliku dari pada begini.."

"Apa?!!"

"E-eh, t-ti-tidak." dia menyeruput teh nya lagi. Menatapku lalu menunduk. "Kalau Ayah menghabisimu, bagaimana?"

"Ya, 'kan memang ini salahku."

Hinata menaruh cangkir nya kasar. "Jangan remeh gitu dong. Kau tidak paham gimana sifat Ayah sih.."

"Kenapa marah begitu?" Tanyaku heran. "Aku gak akan ninggalin. Aku sudah janji kemarin, bukan?"

"Pembuktianmu belum ada, Saudara!"

"Pembuktianku adalah saat aku menikahimu." Ucapku lalu balik duduk disebeah Hinata.

Dia menaruh kembali tehnya yang setengah kosong. Lalu memalingkan muka. Wajahnya memerah dan tak mampu berucap apa-apa. "A-a-nu.."

Aku tertawa kecil dalam hati. "Eh, kau alpha lima hari. Apa tak masalah?"

Kalau dipikir-pikir benar juga. Dia sudah alpha lima hari dan seharusnya dia segera mengabari bagian tata usaha di lobby. Dan mungkin saja bagian tata usaha sudah menghubungi Ayah Hinata sejak tiga hari alphanya.

"E-eh. Benar juga."

"Kan.. aku bilang juga apa. Lebih baik aku hubungi Ayahmu. Nanti malam kuantar pulang." Aku yakin semua akan berjalan baik-baik saja, mungkin dengan sedikit semburan tatapan kepala keluarga dari Hyuuga lalu sesudahnya selesai. Ayah Hinata tidak mungkin membunuh calon menantunya bukan?

Gotcha.

.

.

.

.

TBC

.

.

Btw udah dua tahun gua anggurin ini fic :v sempet lupa alur ceritanya, tapi so lucky i've find protolan chapternya di laptop. Dan ga cuma itu, gua hampir lupa kata sandi dan emailnya = . Seinget gua sih nama mantan tapi kelupaan. hahaha :v

Teroentoek jang review 2 tahoen kemaren, ini fic-nja soedah lanjoet lur. Dan jang lainnja, jgn loepa review biar saia ga lupa update sampe seribu tahun lamanya.