Joonmyeon tahu ini gila. Tidak wajar punya ketertarikan pada orang dengan kelainan mental seperti Yifan-terutama saat dia sendiri adalah perawat pribadinya.

"Yifan sudah makan?"

Pria yang duduk diam di depannya hanya mengangguk. Lalu tersenyum lebar.

Ini hal biasa. Yifan yang mengidap autisme memang lebih suka tersenyum lebih lebar dan lebih sering dari siapapun, tapi justru itu daya tariknya.

Yah, selain, uhm, badannya yang tegap dan besar. Maklum saja, Yifan adalah pasien Joonmyeon yang paling dewasa. Yang lainnya hanya anak-anak.

Tapi yang membuat Joonmyeon kasihan adalah karena walau autis, Yifan juga manusia. Dia punya gejolak hormon yang bahaya kalau tidak dilampiaskan.

Grep.

Joonmyeon merona saat tangan Yifan menggapai seragam perawatnya, tepat pada kerah.

"Un... Yifan...?"

Yifan tidak bisa bicara dengan normal. Akibatnya, ia melakukan semuanya dengan tindakan.

Seperti merobek seragam Joonmyeon menjadi dua dan menindih tubuhnya di atas dipan kecil tepat ia biasa tidur tiap malam. Yifan akan menggeram kala mendengar erangan Joonmyeon yang menggoda.

Walau Joonmyeon memintanya untuk tidak 'main' lagi hari ini-karena kemarin sudah, atau jangan mendesah terlalu keras karena ia tidak ingin ada orang lain yang dengar pergumulan mereka, tapi Yifan tidak bisa dicegah.

Ah, sudahlah. Memang toh ini juga tugasnya untuk merawat Yifan, Joonmyeon membatin seraya menikmati cara bibir yang sering gelagapan itu memanja selangkanya.

.

.

.

end

AN: Yang belum apa... oh iya... Kosmos ya...

At least now I'm back /usep air mata