Disclaimer

Ansatsu Kyoushitsu belongs to Yuusei Matsui

Warn : OOC, typo, humor garing sumpah, dsb

Tanggal Tua

Awal-awal memulai kehidupan nge-kos ini terasa berat untuk Nagisa. Sekilas memang terlihat mudah. Namun ketika tiba tanggal-tanggal tua, hidupnya seketika melarat. Dompet dan uangnya di ATM juga kosong. Ia mengutuki dirinya sendiri yang tidak melakukan penghematan sejak menerima kiriman uang di awal bulan. Maklum, belum paham dengan seni kehidupan anak kos.

Beruntung di saat seperti itu, Karma datang sebagai penyelamat. Ketika Nagisa sedang makan nasi putih ditemani TV yang menayangkan acara masak-masak (biarkan anak kos berimajinasi), si pemuda merah itu membawa sekantong plastik dari combini.

"Dengarkan aku Nagisa. Inilah saat-saat sulit menjadi anak kos." Nagisa menelan ludah. Ia menyimak kuliah 'Tutorial Anak Kos' dari Karma dengan serius. Tangan Karma mulai mengeluarkan segala sesuatu dari dalam kantong plastik itu.

"En*rgen."

"Mie instan."

Nagisa mulai mengeluarkan keringat dingin. Iris merkuri Karma menatap Nagisa dengan tajam.

"Sarapan pagi, sebungkus en*rgen . Siang hari, makan mie instan yang bisa dibagi berdua. Untuk malam hari, sekaligus camilan..."

Karma mengeluarkan benda terakhirnya.

"Kita minum ini."

Nagisa bengong melihat sachet-sachet obat merk Pr*mag itu. Karma tersenyum lebar, merasa ia baru saja melakukan hal heroik.

"Bagaimana? Sehari cuma habis 100 yen, lho."

.

.

"Karma. Aku pulang aja ya?"


Sakit

Kurang tidur karena skripsi yang baru setengah kelar, jadwal kuliah padat, lanjut kerja sambilan dan terakhir nekat hujan-hujanan ketika pulang ke rumah. Meskipun Karma selalu menganggap dirinya kucing (punya sembilan nyawa maksudnya), tapi ia juga manusia yang bisa terserang penyakit. Dari pagi suhu tubuhnya panas, diikuti batuk kering dan ingus yang tak berhenti keluar.

Yep, Akabane Karma terserang flu.

Seluruh mahasiswa Universitas Tokyo menyanyikan Hallelujah.

Karma benar-benar tidak berdaya. Badannya lemas, tidak bisa bangkit dari tempat tidur. Sekali membuka mata, yang ia lihat hanya ruangan yang berputar. Tentunya akan berefek langsung pada perutnya yang mual. Sial benar nasibnya. Di saat Nagisa sedang menginap di luar kota bersama teman-teman kuliahnya, ia harus terserang demam.

"Ayah, ibu... cepatlah pulang..." gumam Karma dalam tidurnya. Dasar, ngakunya nggak pernah homesick, nyatanya kalau sakit gini manggil mama papah juga.

"Ma... Karma... Karma." Seseorang duduk di pinggir tempat tidur. Merasakan sensasi dingin di dahinya, Karma langsung terjaga. Ia mendapati si bluenettte yang sedang menatapnya datar.

"Nagisa? Kok kamu di sini?"

Nagisa tersenyum tipis. Ia menyodorkan segelas air putih yang langsung ditenggak oleh Karma.

"Asano-kun mengirimkan email. Katanya kamu absen karena sakit." jawab si pemuda bersurai baby blue sembari mengangkat semangkuk bubur yang masih hangat dari nakas.

"Suhu tubuhmu masih tinggi. Sebaiknya kau makan dulu, baru minum obat. Dari pagi perutmu kosong, kan?"

Mendadak Karma merasa terharu. Nagisa jauh-jauh balik pulang demi dirinya yang sakit? Wow, mungkin ini yang namanya That's what friends are for.

Karma menerima semangkuk bubur itu dengan mata berkaca-kaca alay.

"Makasih, Nagisa." Nagisa tersenyum bak malaikat.

"Sama-sama."

.

.

"Disuapin dong?"

Bermanja-manja sedikit saat sakit nggak ada salahnya kan?


Undangan

"Gimana? Gaunku bagus kan?" Rio mengibaskan kain gaun pengantinnya ala model.

"Bagus banget. Hap." Karma mengangkat jempolnya.

"Iya, keren banget. Nyem." Sahut Nagisa masih dengan makanan di mulutnya.

Rio menghela nafas melihat tingkah lalu kedua sobat biru-merah nya itu.

"Astaga... Sumpah, kalian makannya kayak orang kelaperan banget sih. Malu-maluin tauk."

Karma dan Nagisa nyengir doang.

"Coba elu sering-sering nikah gini. Lumayan dapet gratisan gitu." Celetuk Karma dengan nada usil. Rio mendelik.

"Eh, kampret. Cintaku cuma buat Gakushuu seorang." Sebagian undangan pada mual masal. Sedangkan pria bersurai pirang stroberi di ujung sana mesem-mesem sendiri.

"Elu ke sini tujuannya buat nyelamatin gue atau numpang makan?"

"Dua-duanya." Karma dan Nagisa menjawab kompak disambut dengan cibiran Rio.

Nagisa mendadak bangkit dari kursinya. Rio memandangnya dengan tatapan malas.

"Mau refill lagi? Udah yang ke lima, lho?" Nagisa nyengir kuda. Ia mengeluarkan rantang dari dalam tasnya.

"Mau ngisi ini. Lumayan kan' penghematan selama dua hari kedepan." Nagisa langsung ngacir ke deretan makanan prasmanan. Karma menepuk pundak Rio yang masih bengong.

"Udahan ya. Abis ini ada undangan nikahnya Yada, Isogai, Terasaka. Gue sama Nagisa mau capcus dulu. Selamat yaaa... " Karma memperlihatkan beberapa kotak rantang yang bersemayam di tas ranselnya sebagai salam perpisahan.

Ingatkan Rio untuk mem-blacklist si duo merah-biru itu dari undangan apapun.


Horror

Setiap malam jumat kliwon Karma pasti heboh. Ada-ada aja ulahnya. Kalo nggak baca ayat kursi, ya makan bawang putih atau nyewa cenayang. Nagisa sih cuek aja. Dia mah udah kebal sama tingkah abnormal temen deketnya sejak SMP itu.

"Nagisa sih, gak pernah ngalamin seremnya jendela kamar diketok, mahasiswa di sebelah kerasukan, atau tidur ditindih! Apartemen ini berhantu tau!" Begitu ocehan Karma. Nagisa hanya menghela nafas. Ini anak, pinter sih pinter, tapi kok masih percaya cerita takhayul begitu? Jelas-jelas semua peristiwa poltergeist yang dialami Karma bisa dijelaskan secara ilmiah. Mungkin aja kan' ada burung yang iseng nabrakin kepalanya ke jendela kamar Karma? Sleep paralysis juga sering terjadi dan dianggap normal oleh kedokteran. Soal mahasiswa kerasukan tiap akhir bulan, denger-denger cuma akal-akalan si mahasiswa doang buat menghemat pengeluaran. Seenggaknya, setiap 'terasuki', ia bisa meraup minimal satu bungkus nasi sebagai sesajen dan segelas teh hangat manis. Namun, Karma tetep aja ngotot, bahwa apartemen itu angker.

Malam ini adalah malam Halloween, sekaligus malam jumat kliwon. Nagisa terpaksa menjomblo di kamar karena Karma udah ngacir duluan ke apartemen Maehara. Horror-nya dobel, katanya.

Setelah membaca novel, Nagisa mematikan lampu dan memutuskan untuk tidur di tempat tidurnya Karma. Mumpung orangnya nggak ada, plus Nagisa mager banget buat ngambil futon. Beberapa menit ia berbaring, si pemuda surai biru itu tak berhasil terlelap. Entah mengapa, Nagisa merasakan suhu udara yang semakin turun. Nagisa ingin beranjak untuk menyalakan pemanas, namun tubuhnya bergeming. Bola mata azure-nya membulat kaget. Sleep paralysis?!

Belum selesai dengan keterkejutannya, mendadak jendela di sebelah Nagisa bergetar hebat disusul dengan suara gedoran. Sekilas, Nagisa melihat bayangan hitam di balik tirai. Oke, sampai sini Nagisa sadar, seekor burung tidak mungkin menggedor jendelanya sekencang itu. Ia juga sadar, teori burung barusan ngaconya kelewatan.

Suara jeritan dari kamar sebelah menambah suasana mencekam malam itu. Wajah Nagisa memucat. Astaga, apakah mahasiswa sebelah mulai kerasukan? Persetan dengan akhir bulan, sesajen, atau teh manis, jantung Nagisa hampir copot dari tempatnya! Tangan Nagisa gemetar, hendak menarik selimut. Seketika ia mematung melihat sosok wanita berambut panjang di depannya. Nagisa kehilangan kesadarannya saat itu juga.

.

.

Nagisa ikut mengungsi ke apartemen Maehara malam jumat kliwon berikutnya.


Hemat

"NGAPAIN KAMU NGE-CHARGE LAPTOP DI SINI?! KE KAMPUS SANA!"

Tumben-tumbennya Karma yang biasanya lemah lembut gemulay bisa ngebentak Nagisa seperti itu. Alasannya cuma satu, masalah pengiritan biaya listrik. Karma sempat murka karena tagihan listrik yang melonjak bulan lalu. Sejak itu, ia mengeluarkan peraturan baru.

"Charge hape, laptop, power bank, dan sebagainya, lakukan di kampus!"

"Ayolah, Karma... sekali ini aja ya? Tugasku masih numpuk." Nagisa meluncurkan jurus puppy-eyes andalannya. Namun, ini pertama kalinya Karma tidak terenyuh.

"Sekali nggak boleh, ya nggak boleh! Udah buruan sana angkat kaki!"

Nagisa mendecih sebal. Ia mencabut charger laptop dan mengkemas barang-barangnya. Ia melongo ketika mendapati Karma dengan mantelnya sudah berdiri di depan pintu.

"Kamu mau ke mana?"

"Kok nanya? Nemenin kamu ke kampus lah."

Nagisa tersenyum mendengar jawaban temannya itu. Seberapapun menyebalkan Karma itu, ia tetap sohib paling perhatian bagi Nagisa.

Menyimpang

"Ka, Karma-kun..." Nagisa mengeluarkan keringat dingin. Tubuhnya menggeliat resah akibat perlakuan tak terduga dari sahabat merahnya. Tidak ada angin, tidak ada hujan, pulang dari kampus, Karma langsung meng-kabe-don tubuh mungilnya. KABE-DON! Diulang biar lebih afdol.

"Nagisa... Kamu harus tanggung jawab." bisik Karma tepat di telinga Nagisa. Nagisa bergidik ngeri sekaligus geli. KARMA KENAPA SIH?! jerit Nagisa dalam hati.

Bruk.

Tahu-tahu Nagisa sudah berbaring di sofa dengan posisi tubuh Karma yang menjulang di atasnya. Nagisa menelan ludah.

"Tanggung jawab apa, Karma-kun?" Nagisa berusaha bersikap manis, meskipun hatinya sudah ketar-ketir dengan suasana ambigay yang diciptakan Karma.

"Karena kamu - " Karma menjilat pipi Nagisa yang sudah merah sempurna, " - aku jadi menyimpang seperti ini."

.

.

Nah, lo.

Oke. Udah ah, segini aja. *Disepak

Bye-bye minna, tengkyu buat yang udah mau nge-fav, follow, dan review fic gaje, abal dan garing ini.. hahaha...

Mind to review again?