My Twin's Pal

Hidup seatap dengan dua orang pria seksi memang bukan perkara mudah, masa bodoh ia kembaranmu atau bukan, sahabat baik saudaramu atau bukan, jika ia menawarkan, Luhan tak akan pernah menolak. HUNHAN. KRIS. KRISHUNHAN. GS. Gender Switch. M. Mature. NC. EXO. Sehun. Luhan.

.

Please don't copy my story without permission.

Repost with CR!

This story belong to lolipopsehun.

.

.

Masih terlalu awal untuk memikirkan musim panas dan liburan yang menyenangkan. Sedangkan ini adalah tahun terakhir Sehun di kampus, seharusnya pria itu sudah dewasa mengingat ia seharusnya lulus dua tahun yang lalu dari perguruan tinggi. Tapi tidak, nyatanya Sehun masih saja bergantung hidup pada teman sekamarnya, Kris. Anehnya lagi, Kris tidak merasa keberatan sama sekali mengurusi hidup pria itu.

Kris sendiri sudah mengenal Sehun saat pria pucat itu masih duduk di bangku sekolah menengah. Bahkan Kris mengajak Sehun berbagi apartemen dengannya ketika Sehun mulai masuk kuliah. Kris juga tak tau mengapa ia bisa menyayangi pria malas itu seperti adik kandungnya sendiri, mungkin karena Kris tak pernah punya adik.

Karena kedua orangtua Sehun yang tak tinggal di negeri ini, Kris-lah yang selalu mengurusi kehidupan pria itu. Bahkan uang bulanan Sehun-pun, Kris yang mengaturnya.

Oleh karena itu, sulit untuk membiarkan Sehun hidup dewasa di negeri ini sendirian.

Kris berasal dari China, ia sudah berada di negeri ini sejak kuliah. Sudah terhitung tujuh tahun lamanya sejak ia meninggalkan seluruh kehidupannya di China. Kris tidak pernah pulang dengan waktu yang terlalu lama, biasanya ia akan pulang saat hari natal atau libur musim panas, itupun tak lebih dari dua minggu. Sebenarnya ia punya alasan logis, pertama karena ia benar-benar sibuk dengan pekerjaannya sebagai arsitek dan kedua karena ia tak takut Sehun kelaparan saat ia tak ada.

Bahkan Sehun sering mengabaikan waktu makannya sendiri.

Orangtua Kris sering mengunjunginya karena khawatir keadaan pria yang menjadi anak laki-laki satu-satunya di keluarga itu. Sama dengan Kris yang menganggap Sehun seperti adik kandungnya sendiri, kedua orangtua Kris juga sudah menganggap Sehun seperti anak sendiri. Pria yang empat tahun lebih muda darinya itu bahkan sering mengadukan pertengkaran kecilnya dengan Kris kepada kedua orangtua Kris.

Sungguh tak tau diuntung.

Tapi bodohnya lagi, Kris tak bisa membenci kelakuan kekanakan Oh Sehun yang padahal menurutnya sangat tidak sesuai dengan usianya.

Demi Tuhan, Sehun sudah berusia dua puluh dua tahun, dan ia tidak bisa mencuci pakaiannya sendiri.

Sama seperti hari-hari sebelumnya, pagi ini Kris sudah sibuk menyiapkan sarapan di dapur. Sedangkan suara Sehun masih terdengar dari dalam kamar mandi. Kebiasaan Sehun saat mandi selalu menyanyi, padahal telinga Kris nyaris robek mendengarnya.

Sehun tak pernah peduli dan Kris tak mau ambil pusing.

Sungguh roommate yang cocok sekali.

"Oh Sehun, tiga puluh menit sebelum kau terlambat," Kris berteriak dari dapur, tangannya dengan cepat memindahkan telur dari penggorengan ke piring marmer.

Suara keran air dari kamar mandi menghilang. "Jadwalku mundur, asal kau tau saja,"

Kris mendengus, mulai mengunyah makanannya. "Kalau kau membolos lagi, kupotong lehermu,"

Kris dapat mendengar suara Sehun terbahak dari balik pintu kamar mandi. "Silahkan saja. Toh, kau juga terlalu mencintaiku jadi aku tak yakin kau akan melakukan itu padaku. Aku terlalu berharga bagimu, asal kau tau saja,"

Kekehan kesal keluar dari bibir Kris, terlebih saat pria pucat itu keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan handuk yang melilit di pinggangnya. "Yang benar saja," dengusnya, memandangi Sehun dengan malas.

Sehun duduk dihadapan Kris, kemudian menudingnya. "Jangan terlalu lama mengagumi tubuhku. Aku pria normal, asal kau tau saja,"

Kris mendengus lagi, memandang Sehun dengan pandangan seolah tak percaya dengan kalimat yang baru saja dilontarkan pria itu. "Bahkan jika aku gay, aku tidak akan mau mengencani pria sepucat mayat sepertimu," Kris dengan malas mengulurkan makanan pada Sehun.

Sehun mengernyit, menerima uluran makanan dari Kris. "Sekarang kau membuatku takut," rengeknya.

Kris memutar bola mata kesal, berusaha sebisa mungkin tidak mencelupkan kepala Sehun dalam bak mandi. Setiap hari pria itu selalu bisa membuat Kris sebal dengan segala ocehan tidak pentingnya.

"Kau jadi menginap hari ini?" tanya Kris.

Sehun mengangguk ringan, mulutnya masih penuh makanan. "Tentu. Aku sudah janji akan menghabiskan akhir pekan dengan Jongin,"

Kris menudingnya dengan garpu. "Jangan berbuat macam-macam. Aku tidak mau mendengarmu melakukan hal aneh,"

Sehun mengerucutkan bibirnya. "Aku tidak akan berbuat apapun, aku janji," ucapnya dengan tangan kanan terangkat ke udara.

Kris tersenyum malas. "Kau sudah sering berjanji tapi lebih sering lagi kau langgar janjimu sendiri, Oh Sehun," Sehun hanya meringis dengan kedipan mata ringan. "Oh ya, kupikir saudaraku akan tinggal di sini. Kau tidak keberatan?"

Dengan mulut masih penuh makanan, Sehun menggeleng cepat. "Tidak, aku baik-baik saja sungguh. Lagipula kita masih punya kamar kosong," balas Sehun. "Apa dia akan tinggal di Korea?"

Kris hanya mengangguk-angguk ringan. "Dia bahkan sudah diterima bekerja disini,"

"Dia dari China apa dia bisa berbahasa Korea?" tanya Sehun dengan mulut penuh.

Kris mendengus malas. "Nenekku orang Korea, kupikir kenapa aku bisa berbahasa Korea dengan baik?"

Sehun hanya mengangkat bahu acuh, lanjut makan dengan lahap, sedangkan Kris geleng-geleng kepala dihadapannya.

.

.

Tepat tengah hari, Kris sudah sampai di terminal kedatangan Bandara Ibukota. Hari ini ia merelakan bolos kerja di akhir pekan demi menjemput saudaranya. Kris bahkan rela berlarian menerjang orang-orang yang berkerumun di area parkir, hingga menerima banyak umpatan, karena sebenarnya ia hanya takut saudaranya itu menghilang.

Seorang gadis mungil menunggunya tepat di depan pintu masuk. Dengan ransel yang menggantung di punggungnya, dua koper besar berwarna hitam, sepatu boots tinggi, celana super pendek, kaos tipis dan juga topi, gadis mungil itu melambaikan tangan ke arah Kris dengan senyum mengembang.

Sedangkan Kris berlarian menghampirinya.

"Kriiiiiiiiiiiiiisssssss," teriaknya riang, membuat beberapa orang menoleh ke arahnya dengan heran. Kris tertawa, memeluk gadis itu dan sedikit memutar tubuh mungilnya diudara. "Aku merindukanmu," ucapnya sambil mengecupi pipi Kris yang tirus beberapa kali.

Tawa Kris terdengar lagi, kemudian mengusap pipinya yang basah. "Kau baik-baik saja?" tanyanya, menyambar dua koper besarnya dan membiarkan gadis itu menggandeng tangannya.

Gadis mungil itu mengangguk lucu, menyeret Kris di belakangnya. "Tentu, kau tau bahkan Mom dan Dad sudah mengijinkanku pergi kesini,"

Kris mendesah malas. "Tentu saja karena mereka memintaku menjagamu,"

"Tentu saja kita kan saudara,"

Kris mengernyit heran. "Terkadang menjadi saudara kembarmu benar-benar melelahkan, Luhan," balasnya acuh, menyeret perlahan Luhan menuju area parkir.

Luhan mencibir. "Kau yang selalu tidak percaya padaku. Demi Tuhan, Kris, usia kita sama. Tapi kau selalu menganggapku anak kecil. Bahkan Mom tidak mengijinkanku kuliah ke Jepang,"

Kris mendesah ringan, membuka pintu mobilnya dengan asal dan menjejalkan barang-barang Luhan kesana. "Makanya kau harus berhenti merengek dan mengeluh pada semua orang. Aku tak bisa terus menerus menjagamu, asal kau tau saja,"

"Ya aku tau," balasnya, masuk ke dalam mobil Kris dan membanting pintunya kasar.

Sedangkan Kris hanya geleng-geleng kepala menerima takdirnya. Sepertinya sisa hidupnya akan ia habiskan dengan mengasuh dua orang bayi.

.

.

Kris masih disibukkan dengan barang-barang Luhan yang banyak dan sekarang gadis itu sudah merengek minta makan. Bahkan belum satu jam Luhan datang, Kris sudah kesal dengan saudara kembarnya itu. Ia sedikit menyesal dengan mengiyakan permintaan orangtuanya untuk menampung Luhan.

Dan memang benar, penyesalan selalu datang belakangan.

Luhan baru diam mengoceh saat makanan yang ia pesan lewat jasa pesan antar datang. Kris agak sedikit lega karena gadis itu diam saat makan, jadi ia bisa membereskan barang-barang Luhan yang tersisa. Luhan benar-benar seperti membawa semua barangnya kemari.

Kris menyeret dua koper Luhan yang berat ke lantai atas. "Luhan, aku baru bisa membersihkan kamarmu besok pagi, kau bisa tidur di sofa dulu malam ini," ucapnya.

Luhan tersedak, ia batuk-batuk beberapa kali setelah menyemburkan air. "Kau gila?" jeritnya, membuat Kris meringis memegangi telinga. "Tidak. Aku sudah lelah terbang kemari dan aku tidak akan pernah tidur di sofa,"

"Tapi aku tak mungkin membiarkanmu tidur di kamarku, Lu. Ada banyak gambar yang bisa kau rusak disana," balas Kris, kembali menuruni tangga dan duduk di samping Luhan.

Luhan memutar bola mata sebal, memutar tubuhnya untuk menatap Kris. "Aku tak akan sentuh apapun, aku janji," suaranya melembut.

Kris menggeleng kuat-kuat. "Tidak akan," ucapnya tegas. Luhan merengut kesal, sedangkan Kris mencoba berpikir. "Atau kau bisa tidur di kamar Sehun,"

"Sehun?" tanya Luhan.

Kris mengangguk. "Kau tidak mengenalnya?"

"Siapa Sehun?" balasnya acuh.

"Apa Mom dan Dad tidak pernah menceritakan tentang Sehun?" Luhan mencoba mengingat-ingat, detik berikutnya ia menggeleng dengan ekspresi bodoh. "Sehun teman sekamarku. Kupikir Mom dan Dad menceritakannya padamu,"

Luhan menggeleng lagi. "Aku tak begitu ingat. Kurasa tidak," ucapnya acuh, kembali mengunyah potongan ayam besar di mulutnya.

Kris sempat heran kenapa Luhan bisa makan dengan banyak tanpa takut kelebihan berat badan. Luhan memang cantik, tapi perilaku makannya benar-benar bertolak belakang dengan parasnya yang lucu.

"Sehun sepertinya tidak akan pulang hari ini jadi kau bisa tidur di kamarnya," Kris memejamkan mata dengan kepala menempel di bantalan sofa. Tubuhnya nyaris remuk.

"Apa Sehun orang yang jorok?" tanyanya.

Kris menggeleng acuh. "Sehun bahkan jarang tidur di ranjangnya. Dia itu mahasiswa komunikasi, setiap hari bergelung dengan komputer dan bisa tidur dimana saja,"

Luhan mengangkat bahu acuh, lanjut makan dengan lahap. "Oh kebetulan sekali," ucapnya riang, Kris hanya mengangkat sebelah alisnya bingung.

.

.

Matahari sudah menghilang sepenuhnya saat Luhan selesai mengeringkan rambut. Tanpa ijin ia memakai pengering rambut Sehun yang tergeletak begitu saja di kamarnya. Luhan sedikit heran dengan kamar Sehun yang terkesan rapi, untuk ukuran pria normal, kamar Sehun ini nyaman ditinggali.

Entahlah jika Sehun tidak normal, Luhan tak tau.

Luhan dengar saat Kris memasuki kamar Sehun dan mengumpat pelan, gadis itu menoleh ke arahnya dengan bingung. Kris membawa selimut tipis dan juga air putih untuknya.

"Demi Tuhan, Lu. Berapa kali aku harus mengatakan padamu?" ucapnya dengan nada tinggi, sedangkan Luhan hanya mengulang kata 'apa' tanpa suara. "Sudah kubilang seharusnya kau menggunakan pakaian tidur, Lu,"

"Ini musim panas," debatnya, mengambil selimut dan air putih dari tangan Kris.

Kris mengusap wajahnya kesal, menjatuhkan tubuhnya ke ranjang Sehun yang masih rapi, membiarkan Luhan menyusul di sampingnya. "Bisa tidak kau hilangkan kebiasaanmu tidur hanya dengan dalaman. Kau akan tinggal bersama dua orang pria mulai sekarang,"

Luhan mencibir. "Memangnya kenapa? Kau takut akan tergoda olehku?"

Dengusan ringan keluar dari bibir Kris. "Aku tetap pria normal, asal kau tau saja. Dan kau bukan lagi anak kecil, Luhan. Pakai bajumu,"

Luhan terkekeh. "Kalau kau memang menginginkanku, kau bisa kok meniduriku. Aku tidak keberatan," jemarinya mulai bergerak hendak menyentuh Kris.

"Kau benar-benar gila," ucap Kris, buru-buru berdiri dan keluar dari kamar Sehun. Samar ia bisa mendengar tawa Luhan yang keras.

Luhan memang saudara kembarnya, tapi Kris tetap pria normal. Memang kalau tubuh Luhan biasa-biasa saja, Kris tidak akan menelanjangi gadis itu. Tapi tubuh Luhan benar-benar menakjubkan untuk wanita seusianya. Gadis itu bahkan berkali-kali menjadi model pakaian, meskipun bukan merek ternama.

Terlebih karena dia seorang desainer, biasanya ia akan membawakan hasil karyanya sendiri di atas catwalk.

Dan Kris masih terlalu waras untuk meniduri saudara kembarnya lagi.

Yah, Kris memang pernah melakukannya beberapa kali saat Luhan benar-benar menggodanya. Tapi mereka melakukannya hanya untuk senang-senang, tidak lebih. Aneh memang, tapi Kris tidak bisa mencintai Luhan lebih dari sekedar mencintainya sebagai adik.

Jahat memang bisa dikatakan, tapi Kris benar-benar menggilai tubuh saudara perempuannya itu.

Dan meniduri Luhan dihari pertama ia di Korea bukan sebuah opsi bagus.

.

.

Sehun menginjakkan kaki di rumah saat menjelang pagi, ia berusaha sedikit mungkin mengurangi suara agar tak membuat Kris terbangun dan mengomelinya lagi. Sehun ingat ini akhir pekan jadi ia tak akan mengganggu Kris selama seharian.

Itu perjanjiannya.

Dengan langkah gontai, ia menaiki tangga menuju kamarnya, tubuhnya benar-benar lelah setelah seharian bermain bersama Jongin.

Sehun nyaris mengumpat saat ia membuka pintu kamarnya. Ia benar-benar terkejut dan kesal saat mendapati seorang gadis tidur dengan pulas tanpa menggunakan pakaian. Batinnya benar-benar mengutuk Kris sekarang.

Ribuan umpatan sudah Sehun siapkan dalam hati

Sehun benar-benar sudah tak bisa menghitung berapa kali ia menemukan pelacur Kris yang telanjang di tempat tidurnya. Setelah sekian lama Kris tak membawa pelacurnya, sekarang lagi-lagi ada wanita di ranjangnya.

Kris benar-benar keterlaluan.

Sehun mengguncang ranjangnya dengan kasar, membuat gadis telanjang yang sedang tidur itu bergerak-gerak gelisah. Sekali lagi, Sehun menendang kaki gadis itu beberapa kali.

"Hentikan, Kris. Aku tak menginginkanmu," racaunya masih dengan mata terpejam.

Sehun mendecak sebal, mengangkat gadis itu dalam gendongannya dengan paksa, membuatnya seketika bangun dan bingung melihat dirinya dalam gendongan Sehun.

"Siapa kau?" jeritnya, semakin bingung saat Sehun membawanya keluar kamar sambil berlari.

"Harusnya aku yang bertanya siapa kau," Sehun membawa gadis itu menuruni tangga, menuju kamar Kris, sedangkan gadis itu meronta-ronta dalam gendongannya, mengeratkan pegangannya pada Sehun agar tidak terjungkal di tangga.

Saat yang tepat, Kris keluar kamarnya sambil mengucek mata. "Kris sudah kubilang berapa kali berhenti menyuruh pelacurmu tidur di kamarku," protes Sehun langsung.

"Pelacur?" gadis itu dan Kris mengatakannya secara bersamaan.

Ada yang aneh. –batin Sehun.

"Sekarang bisa kau turunkan Luhan?" pinta Kris.

Tunggu dulu, Kris tidak pernah tau nama pelacur-pelacurnya.

Sehun menurunkan Luhan perlahan, membuat gadis itu merengut kesal dan mengumpat pada Sehun. Kris menggelengkan kepalanya dengan kesal beberapa kali.

"Kris sebenarnya dia siapa?" tanya Sehun sambil menunjuk Luhan, sedangkan Luhan mengerang kesal.

Kris tersenyum malas. "Oh Sehun, kenalkan, ini saudara kembarku, Luhan,"

Dan Sehun nyaris lupa menutup mulutnya.

Luhan memutar bola mata kesal, hendak bicara tapi Kris memotongnya. "Jadi sekarang diamlah karena ini masih terlalu pagi dan Luhan cepat pakai bajumu, lalu bantu aku membuat sarapan,"

Sehun mengangguk kaku, sedangkan Luhan melewatinya dengan tatapan tajam.

Benar-benar ceroboh, Oh Sehun.

.

.

Jadi disinilah Sehun, menunggu di meja makan sementara Kris menyibukkan diri dengan pemanggang roti dan penggorengan. Rasa lelah dan kantuknya lenyap begitu saja setelah kejadian tadi pagi. Ia benar-benar akan merasa canggung dengan Luhan, bahkan mungkin dengan Kris juga.

"Jadi," Sehun berhenti sejenak, ragu-ragu, sedangkan Kris membalikkan tubuh untuk melihat Sehun. "Aku benar-benar minta maaf," ucapnya pelan.

Kris tersenyum ringan. "Bukan masalah, kau tidak bermaksud mengatai Luhan pelacur, kan?"

Sehun mengangguk setuju. "Mengapa kau tidak bilang kalau saudaramu itu perempuan?"

"Mengapa kau tak pernah bertanya?" balas Kris.

Sehun mendengus kesal. "Demi Tuhan, Kris. Bagaimana aku bisa tinggal serumah dengan orang yang sudah kutuduh pelacur. Ini pasti akan canggung sekali," Sehun mengacak rambutnya asal.

"Luhan pasti akan memaafkanmu," Kris meletakkan roti panggang dihadapan Sehun. Sedangkan pria itu masih tampak berpikir. "Sekarang makanlah. Aku yakin kau kelaparan,"

Sehun mengerang, meletakkan kepalanya ke atas meja. "Aku kehilangan nafsu makan," ucapnya sambil memejamkan mata. Kris hanya terkekeh ringan melihat kelakuan sahabatnya itu.

Sehun mengangkat kepalanya saat ia mendengar suara langkah kaki ringan, ia melihat Luhan disana. Kali ini dengan pakaian lengkap meskipun bentuk tubuh gadis itu masih terlihat jelas. Sehun buru-buru membuang muka saat pandangan keduanya bertemu.

"Selamat pagi," ucap Luhan dengan bahasa Mandarin, memeluk Kris sebentar, kemudian mengecup bibir pria itu sekilas. Kris tersenyum ringan sedangkan Sehun membuka mulutnya lebar-lebar.

Apa begini cara kedua saudara kembar ini saling menyapa? –pikir Sehun.

"Sehun bilang ingin mengatakan sesuatu padamu," kata Kris, menggeser kursi untuk Luhan dan memberikan gadis itu roti panggang.

Sehun tampak gugup sekarang, tanpa alasan yang jelas ia batuk-batuk ringan.

"Jika kau ingin minta maaf, aku sudah memaafkanmu. Lagipula kau tidak salah, itu salahku yang tidur di ranjangmu tanpa baju," jelas Luhan, Sehun menatapnya tak percaya. "Senang berkenalan denganmu, Oh Sehun," Luhan mengulurkan tangannya.

Sedangkan Sehun masih mematung, detik berikutnya ia tersadar dari lamunannya dan menyalami Luhan cepat-cepat. "Aku juga," ucapnya gugup.

Luhan tersenyum lebar. "Kuharap kau tidak keberatan aku tinggal disini. Kris tak membiarkanku tinggal sendiri,"

Sehun tersenyum canggung. "Aku benar-benar minta maaf, nuna," bisiknya pelan.

"N-nuna?" ulang Luhan, ia melirik Kris tapi pria itu tidak merespon. "Nuna?" tambahnya lagi, Sehun mengangguk bingung.

"Kau tau kan Sehun empat tahun lebih muda darimu," balas Kris acuh dengan mulut penuh.

Luhan mengernyit. "Jangan memanggilku seperti itu. Kau bisa memanggilku Luhan saja," balas Luhan. "Seolah-olah aku sudah tua saja,"

"Kau memang sudah tua," sahut Kris. Luhan dengan geram menepuk Kris dengan tangannya dibagian kepala, Kris mengerang, memegangi kepalanya yang berdenyut. "Mengapa kau memukulku sih?"

Luhan memajukan bibirnya lucu. "Aku tidak tua, Kris," dengusnya kesal.

Kris menepuk pipi gadis itu ringan. "Benar, kau selalu benar. Kau bahkan tak punya kerutan diusia senjamu," ucap Kris dengan tawa tertahan.

"Kris kau benar-benar," jerit Luhan keras-keras, berdiri dari kursinya dan menuding Kris dengan garpu makan, sedangkan Kris tertawa keras-keras.

Sehun hanya tersenyum melihat pemandangan kedua saudara kembar yang berisik itu. "Apa kalian selalu berisik seperti itu?"

Luhan mengerucutkan bibirnya kesal, kembali menghempaskan tubuhnya ke kursi dengan keras. "Kris selalu membuatku kesal, asal kau tau saja, dan aku benar-benar membencinya,"

Kris mengusap rambut Luhan dan gadis itu menepis tangan Kris cepat-cepat.

Sehun terkekeh ringan. "Senang kau datang, Luhan. Biasanya setiap pagi Kris akan mengomeliku,"

Tawa Kris terdengar mengejek. "Kau lihat saja, Lu. Aku yakin, bahkan berani bertaruh, satu minggu lagi kau pasti juga akan mengomelinya," Kris menunjuk Sehun dengan telunjuknya.

Sehun hanya balas dengan dengusan kesal, sedangkan Luhan terkekeh ringan.

.

.

"Apa yang biasanya kalian lakukan saat akhir pekan?" tanya Luhan pada dua orang pria yang sedang duduk di samping kanannya itu.

Kris dan Sehun saling tatap dengan pandangan bodoh, kemudian memandangi Luhan bersamaan, mengabaikan layar televisi yang menyala. "Biasanya kami akan tidur atau main game," ucap Kris acuh.

Luhan berdecak sebal. "Hidup kalian membosankan sekali," ucapnya, menyandarkan kepalanya pada bantalan sofa dan memejamkan mata. "Bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan saja?" ucap Luhan.

"Tidak," sahut Kris dan Sehun bersamaan, kembali menatap layar televisi di hadapannya dan mengunyah makanan ringan.

Luhan menarik tubuhnya untuk duduk tegap. "Kenapa Kris?" rengeknya, menarik-narik lengan Kris dengan gemas. Sehun memandangi gadis itu dengan bingung. "Kau bisa kok mengajakku keliling kota,"

Kris menggeleng kuat-kuat. "Akan banyak orang di akhir pekan, Lu. Aku tidak mau menghabiskan akhir pekanku yang berharga dengan terjebak macet di jalanan selama berjam-jam," balas Kris, berusaha melepaskan tangan Luhan dari lengannya.

"Aku setuju," tambah Sehun dengan mulut penuh makanan.

Luhan memutar bola mata kesal. "Kris, kumohon," rengek Luhan, memeluk Kris kuat-kuat dari samping. "Ayolah, Kris," pintanya dengan mata berbinar, sedangkan Kris berusaha melepaskan pelukan saudara kembarnya itu.

Kris sudah meminta gadis itu tidak memeluknya sembarangan, mengingat mereka sudah sama-sama dewasa sekarang. Tapi Luhan tak pernah mendengarkan perkataannya sama sekali.

"Luhan, lepaskan aku," Kris berusaha mendorong tubuh Luhan, tapi gadis itu semakin kuat memeluk tubuhnya. "Sudah kubilang jangan memelukku sembarang,"

Luhan merengut kesal, kemudian dengan cepat mendudukkan dirinya di atas paha Kris, Sehun membelalakkan matanya dengan mulut terbuka lebar. "Kris," bisik Luhan pelan, separuh mendesah, separuh menahan erangan. Ia mengangkupkan kedua tangannya ke pipi Kris yang tirus, kemudian mengecup bibirnya. "Kita akan jalan-jalan, kan?" rengeknya lagi, Kris hanya memejamkan mata.

Sehun menatap pemandangan di depannya itu dengan pandangan ngeri campur tak percaya. Ada yang tidak normal dengan dua bersaudara ini, batinnya.

"Luhan, sudah kubilang–," Kris berhenti bicara saat Luhan tiba-tiba menciumnya dengan cepat, menggigiti bibir Kris dengan bibirnya yang mungil, kemudian menggerakkan bibirnya di sepanjang bibir Kris, berusaha membuat mulut pria itu terbuka.

Mata Sehun membola sempurna. "Apa yang kalian lakukan?" pekiknya, setengah takjub, setengah tak percaya.

Luhan terkekeh ringan, melepaskan bibirnya, sedangkan Kris terengah-engah mencari udara. "Rasamu masih saja manis," bisik Luhan acuh, ia mendekatkan bibirnya ke leher Kris dan mulai mengecupinya perlahan.

Kris menggeram dengan suara berat. "Sudah kubilang padamu kan kalau dia ini gila?" Kris menoleh ke arah Sehun, sementara Luhan masih menyesapi leher kirinya dengan rakus.

Sehun mengangguk kaku, masih memandangi Luhan dengan pandangan tak percaya.

"Kau akan menurutiku kan?" bisik Luhan di depan telinga Kris, lidahnya bermain rahang Kris yang mengeras. Kemudian turun hingga perpotongan leher Kris.

Kris mengerang. "Tidak," balas Kris, meremas tangan Sehun di sebelahnya saat lidah Luhan sampai di belakang telinganya, berusaha tidak mengeluarkan desahan. Sehun hanya meringis ngeri memandangi kedua saudara kembar itu. "Kita tidak akan –oh Ya Tuhan, Luhan hentikan," Kris terkesiap saat Luhan menggerak-gerakkan tubuhnya di atas paha Kris.

Tepat di atas pusat tubuh pria itu.

Luhan terkekeh ringan, melepaskan bibirnya dari leher Kris.

Luhan sedikit memundurkan tubuhnnya. "Kita akan pergi atau tidak?" jemari Luhan menelusuri kaos polos Kris, sedangkan pria di hadapannya itu menelan ludah kasar, berusaha tidak mengeluarkan suara. Kris menggeleng. "Pergi atau tidak?" ulangnya lagi, menurunkan jemarinya hingga mencapai pusat tubuh Kris dan meremaskan tangannya disana. Kris mengerang, meremas tangan Sehun lagi. "Kris,"

"Oke, kita akan pergi," potongnya cepat.

Luhan memekik kegirangan, menecup bibir Kris sekali dan berdiri dengan cepat. "Terima kasih, Kris. Aku akan ganti baju," ucapnya riang, berlari-lari kecil menuju kamar Sehun.

Sedangkan Kris masih terengah-engah, menyandarkan kepalanya pada bantalan sofa, kemudian melirik Sehun yang mematung di sebelahnya. "Jangan terkejut, dia memang gila," ucapnya pada Sehun.

Sehun menggeleng ringan. "Apa dia selalu melakukan ini?"

Kris mengangguk sekali dengan pasti. "Dia akan terus melakukan itu padaku sampai aku menuruti kemauannya yang aneh-aneh,"

Kris tau saat Sehun menelan ludah kasar. "Dan kau memang akan selalu menurutinya?"

Kris mengangguk ringan, mengusap lehernya yang basah. "Kalau aku tak menurutinya, mungkin dia benar-benar akan menelanjangiku,"

"Kalian sudah pernah–," Sehun tak melanjutkan kata-katanya saat Kris mengangguk. "Persaudaraan macam apa ini?" dengusnya ringan, mengusap wajahnya dengan kasar.

Kris tertawa renyah, berdiri untuk merapikan bajunya yang kusut. "Aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak menidurinya lagi karena aku tau itu salah," ucapnya, kemudian menunjuk Sehun dengan telunjuknya. "Hati-hati dengannya, ia bisa melakukannya padamu juga,"

Sehun hanya bergidik ngeri membayangkan apa yang mungkin akan Luhan lakukan padanya.

.

.

Hallo~ Author kembali dengan ff receh nih. Ada yang minat baca, lanjut, komen? Silahkan review ya~

Cerita ini idenya udah lama sih tapi baru sempet nulis sekarang. Ini juga buka ff panjang dan ff berat, ini ff seneng-seneng aja, tipis-tipis. Ide cerita sebenernya dapet dari salah satu judul cerita digame 'episode' judulnya kalo nggak salah 'my brother's friend' atau apa gitu, lupa, tapi Author belum baca episode itu jadi gatau ceritanya sama atau enggak. Semoga nggak sama ya~

Kenapa cast-nya Krishunhan? Karena Author sebenarnya suka sama tiga orang itu pas dulu mereka masih bersama-sama, hmm. Pertama banget tau EXO, Author suka sama Kris, terus Luhan, terus Sehun.

Udah sih itu aja, makasih yang udah mau baca ya~

Ada yang minat dilanjut? Silahkan komen ya! Kritik, saran, ide, apapun itu silahkan disampaikan. Author akan sangat menghargai dan berterimakasih.

Akhir kata, Author ucapkan terima kasih sudah membaca, lebih kurangnya mohon maaf.

With love,

lolipopsehun