Ansatsu Kyōshitsu © Matsui Yūsei
Warnings: humu. tidak jelas. lemon asem kecut. khusus dewasa. pwp. plotless.
You've been warned〜 c:
—; asano gakushuu x akabane karma.
Quivering Quiz
—; tujuan dari metode pembelajaran ini adalah;
mencari tahu siapa yang lebih jenius sekaligus perkasa.
I. Karma's Case
"Apa perlu sampai diikat segala, Akabane?"
Protes dilayangkan Asano Gakushuu yang menggantungkan lengan pasrah pada headboard dengan dasi melingkari dahi. Terikat dan buta, bagus sekali. Si setan bernama Akabane Karma di hadapannya tampak senang membuat rivalnya diam tak berkutik.
"Supaya kau tidak kemana-mana, Asano-kun," balas Karma santai. Tangannya menarik ujung kaki Asano paksa, meluruskan kaki yang tadi terlipat. "Nah. Buka sedikit."
"Apa—"
"Mengangkang sedikit, Asano-kun."
Asano tidak ingin menurut—namun ujung kedua kaki dibuka paksa. Benar-benar sadar dengan apa yang direncanakan makhluk berstatus lover sekaligus rival—entah status macam apa itu—yang kini sedang bersenang-senang, melepas sabuk serta memeloroti celana panjang sekolah milik si ketua OSIS. Asano menggeram—tidak ada yang lebih memalukan daripada ditelanjangi di kamarnya sendiri, mungkin?
Seringai setan terukir di wajah pucat selagi tangan mengusap-usap paha dalam yang mulai bergetar. "Bisa mulai sekarang, Asano-kun?"
"Persetan," Asano bersiap menggigit bibir. Rencana Karma terlalu mudah ditebak, sungguh, meski bukan berarti si korban tak akan terkejut.
Telungkup santai tepat di depan selangkangan lawan, Karma tampak berpikir. "He~ baiklah, pertanyaan pertama," jari-jari kurus bergerak menyentuh benda panjang yang terpampang—alat pribadi Asano. "Berapa akar pangkat dua dari—mmmhh—tiga ribu dua puluh delapan?" Pertanyaan diiringin kuluman. Lidah menyapa ujung kepala benda yang bergerak menegak, jarinya tidak berhenti memainkan bola kecil di area yang sama.
"Ghh—" Asano mulai kesulitan menahan nafas. Pertanyaan mudah jika dijawab tanpa ada makhluk aneh yang memberinya service di bagian selatan sana. "Sebentar, sebentar," niat ingin membayangkan angka-angka yang bisa dihitung dalam bayangan—tapi siapa yang tahan kalau perpanjangannya digigit erotis dengan niat menggoda?
"Mmff~ kau boleh pass kalau tidak sanggup," lidah basah sang penggoda melingkari perimeter kejantanan Asano, mengulumnya kuat-kuat. Tanpa rasa jijik, tanpa malu, tanpa belas kasihan. Mengabaikan kaki yang mulai menggelinjang kegelian, Karma semakin kuat menghisap.
"T-tunggu—hh—" angka-angka bermunculan dalam bayangan. Sial, tiap satu kuluman diperkuat, bayangannya buyar. "AH! Kenapa kau tidak memberi angka yang—nnhh—sedikit—lebih mudah…"
"Ini terlalu mudah untuk standarmu~ A-sa-no-kun~" tambah satu gelitik jahil di tonjolan kembar yang sempat terabaikan, ketika ujung bibirnya menyapa ujung yang berdiri tegak dengan sebuah kecupan lembut. "Kau ingat peraturannya, kan?"
Asano ingin meludah. Harus menjawab tiga pertanyaan sebelum kelaminnya berhasil mengeluarkan cairan, kan? Peraturan macam apa itu?
"Pass!"
"Ah~ mengecewakan," Karma menarik wajahnya sejenak, menyeka bibir yang teramat basah dengan liurnya sendiri. Kali ini merangkak naik, menyejajarkan dua wajah rupawan idaman satu SMA Kunugigaoka—yang sayangnya saling memiliki. Bibir yang tergigit diraup dengan bibirnya, memberi ciuman dalam tanpa aba-aba.
"Pffhh—kenapa—" nafas semakin tidak teratur, Asano hanya bisa pasrah dan menendang udara. Langit-langit mulut diinvasi lidah lain, dengan gigitan kecil dari pasangan yang kelewat jahil.
"Pertanyaan kedua~" sengaja, sepasang kaki menggesek selangkangan dengan gerakan memelintir. "Dua partikel, massa m dan M, dihubungkan dengan batang tegar—oh, maksudku, secara literal—tak bermassa dengan panjang L—AH!"
Asano sedikit mengumbar seringai. Iseng, mengigit bibir yang tengah mengutarakan satu soal fisika.
"Aku sedang bicara, Asano!"
"Salahmu yang memberi soal yang harus dihitung sungguhan, idiot!"
"Kau kan jenius, aku tidak peduli kalau soal itu terlalu sulit," Karma balas menyeringai, memperkuat permainan kakinya di area selangkangan lawan, selagi tangan mulai menggerayangi dada yang mulai membidang. "Nah~ Sistem di meja licin membentuk sudut vertikal—"
"Nnh—pass!"
Seruan Asano menimbulkan kerutan di dahi Karma.
"Oi, kau serius tidak?" Karma mulai kesal dan menendangkan kaki keras-keras, menimbulkan jerit Asano yang mengaduh sejenak.
"Soalmu sangat tidak pengertian, Akabane, bagaimana cara menjawabnya? Dan jangan tendang benda milikku di ujung sana, sialan."
"Karena ini giliranku, semuanya terserah padaku," Karma merendahkan wajah, kali ini ingin membawa lidah menjamah area dada. "Mmf—kau sudah sangat tegang, Asano-kun, kenapa tidak menyerah? Jangan sampai mengeluarkan anu, lho."
Asano ingin meludah (lagi). Dari awal permainan ini sudah kacau. Siapa yang bisa menjawab pertanyaan matematika dan fisika dengan badan digrepe, hah?
"Pertanyaan ketiga," kaki Karma mendorong paha dalam membuka semakin lebar, kali ini jari-jari kaki menendang lubang sempit yang terasa berkedut. "Baiklah, aku akan beri yang mudah untuk ketua OSIS tercinta~ bagaimana dengan 1225 dikali 101?"
Uhuk—kalau Asano tidak sedang panas karena digoda, mungkin dia sudah menggoda balik si pemberi pertayanyaan. Terdengar seperti tanggal lahir, bukan? Karma hanya mengedikkan bahu karena itu angka pertama yang muncul di kepala. Otak jenius si ketua OSIS berpikir cepat, berusaha menyemangati diri—hei, itu hanya perkalian! Yah, walaupun bukan perkalian yang bisa dihitung dalam bayangan di situasi separah ini.
"Baiklah! Baiklah, ujungnya lima—ok, lalu ditambah—err, ujungnya ada tujuh ratus dua puluh lima—AKABANE!"
Buyar. Lagi-lagi angka-angka dalam pikiran buyar akibat satu gigitan tidak main-main di tonjolan sensitif di bagian dada. Asano benar-benar ingin membuang Karma ke luar jendela kalau bisa.
"Jangan! Nnnhh—ahh—aku harus berpikir—ghh, apa tadi? Ah ya, ratusannya sudah terpecahkan," sekilas Asano mengusap keringat di dahi dengan lengan atas yang masih terikat ke atas. "Baiklah—mhh—seratus, seratus dua puluh tiga ribu, tujuh ratus dua puluh lima!"
Karma sekilas merengut dan menjauhkan wajahnya dari sasaran. Menyebalkan, soal dadakannya ternyata tidak begitu sulit—dan gangguannya juga tidak terlalalu manjur.
"Apa? Kau terpana dengan kecerdasan dan ketahananku, Akabane?" Asano mendecih dan kakinya terangkat, mencari sosok Karma dan ingin sekali menendangnya jatuh dari kasur miliknya.
"Itu belum seberapa, aku hanya berbelas kasihan. Kembali ke soal pertama?" Karma mendengus dan kembali merubah posisi, kali ini mendudukkan diri tepat di poros tubuh pemuda di bawahnya.
"Ya, aku masih memikirkan akar-akar tadi," Asano tak mengacuhkan perubahan posisi yang dilakukan Karma.
Pinggang ke bawah sudah lenggang tanpa sehelaipun kain terpasang, dan Karma menyadari miliknya sendiri pun sedari tadi telah menegang. "Mm~ mungkin saatnya senjata terakhir. Aku mempersilakanmu masuk, A-sa-no-kun~"
Masuk? Asano segera berontak dan berusaha menurunkan Karma yang dengan santai duduk di daerah pinggangnya. Baru ia akan bergerak untuk mencari tahu apa yang sedang dilakukannya, miliknya yang telah ereksi diarahkan masuk untuk menghujam area sempit dengan kecepatan tinggi—si Akabane itu sudah gila?!
"Aaagh—!"
"Kenapa kau paksa masuk, Akaba—nnhh, keluarkan!"
Karma menggigit bibirnya sendiri, agaknya kali ini menyesal dengan metode yang dipilihnya. "Mnnh, terlanjur masuk, ahh—"
Asano menarik kakinya terlipat, menyokong Karma yang punggungnya terasa melengkung, menahan rasa yang menyerbu tiba-tiba. "Sialan, kenapa kau bisa begitu bodoh—ghh, jangan bergerak!"
"Aahnn—A-asano—" memejamkan mata kuat-kuat, Karma menunduk dan bertumpu pada pinggang Asano, menahan sakit yang tiba-tiba menyerang kala ia nekat memasukkan benda tumpul tanpa pelumas ke lubang sesempit itu.
"Sebentar lagi, tenang, tenang," Asano ingin melepas ikatan dan menahan Karma agar tidak jatuh lemas, sesungguhnya. Meski dalam hati meratapi perilaku konyol si merah yang terlalu memaksa tiba-tiba.
Merasakan isi tubuhnya seakan teraduk dengan cara yang sangat aneh, Karma mencakarkan jari-jari ke kulit pinggang Asano yang mulai bergerak gelisah. Pun Karma tidak bisa berhenti menggerakkan pinggul, meski inginnya berhenti dan segera mengeluarkan kejantanan milik Asano dari dalam dirinya.
"Aahhn—" dan tidak ada rasa yang lebih aneh daripada bagian dalam Karma yang menjepit milik Asano seperti ini. Persetan dengan permainan mereka, Asano memilih mengalah pada hasrat. "Aku keluarkan—ya?"
Karma cepat mengangguk tanpa sempat berpikir, namun ketika ia sadar Asano tidak dapat melihatnya, ia meneriakkan, "Y-ya! C-cepat, keluarkan," dengan suara serak.
"Ahkk—baiklah, a-aku mau keluar—" Asano menahan diri yang ingin mengeluarkan suara-suara aneh—setidaknya biar bagian bawahnya saja yang bertindak memalukan. Lega, dan tambah satu perasaan aneh, ia berhasil mengeluarkan isi yang sempat ditahan—di dalam tubuh Karma. "…nhhh."
"S-sudah?" Karma baru akan membuka mata, dan ia cepat-cepat menarik diri menjauh, mengeluarkan milik Asano dari dirinya. Ada sesuatu yang mengalir keluar dari bekas penyatuan mereka, lengket dan kotor. Lemas, ia menjatuhkan tubuh di sisi kasur yang kosong, bagian bawah sangat berantakan ditambah kemeja putih seragam dengan dua kancing terbawah masih menyatu. Terengah, nafasnya hampir sulit ditemukan. Meskipun bukan pertama kali, dirinya belum terbiasa. Menjadi pihak yang dimasuki, sepertinya masih terlalu baru untuk dijalani.
"Akabane?" Asano memanggil, wajahnya terangkat dengan mata masih tertutup. "Akabane, kau baik-baik saja?"
"M-mm," Karma mengangguk, telentang dan rasanya ingin tidur.
"Hei? Buka ikatanku sekarang."
Ah, Karma baru ingat. Perlahan ia merangkak mendekat dan melepas tali yang mengikat tangan, serta menggigit simpul pada dasi yang menutup mata, sebelum akhirnya kembali telentang di atas kasur, kelelahan.
"Terjebak di permainanmu sendiri, eh?" Asano melirik dengan senyum sinis. "Menyedihkan… aku masih ingat desahanmu yang benar-benar menggoda—tch, jangan pukul aku! Apapun itu, kau sangat menyedihkan. Pada akhirnya, kau yang melenguh lebih keras."
Karma ikut melirik kesal. "Baiklah, lupakan yang tadi. Skormu satu dari tiga. Kau boleh bangga," Karma melempar lagi satu tatapan kesal sebelum berbalik memunggungi Asano.
"Oh," namun Asano malah mencolek punggung Karma dan mendekat, berbisik ke telinganya. "Ngomong-ngomong, apa yang tadi enak?"
"…terserah kau," dan Karma menutup wajahnya dengan bantal terdekat.
Asano ingin tertawa. "Baiklah, ayo mandi, Akabane. Bagian bawahmu kotor sekali."
"Ngaca sana," Karma akhinya kembali memutar posisi dan mendengus lagi, sebelum mengalungkan lengan di leher Asano dan menempelkan bibirnya ke bibir lain itu, mengecupnya sebentar sebelum Asano menariknya lebih dalam. "Mhh—" dan hanya berlangsung sepuluh detik, tatkala Asano iseng meremas bokong di bawahnya yang mengakibatkan Karma menggigit bibir lawannya tanpa belas kasihan. "Tch! Yang kau dapat setelah melakukan pelecehan seksual, Tuan Asano."
Asano terkekeh meski bibirnya berdarah. Lucu mendengar kata pelecehan seksual dari bibir kekasihnya sendiri.
"Kau mandi duluan sana. Berantakan," Karma melirik ke arah bawah, mengernyitkan dahi.
"Kau juga, ngaca," Asano menyeringai sebelum sekali lagi mengecup bibir lawan bicara, dan bangkit menuju kamar mandi.
Ah, pikirannya mulai kemana-mana lagi. Kapan gilirannya? Seingatnya, ia akan memberi perlakuan yang sama pada Karma lusa nanti. Tangannya mendorong pintu kamar mandi dan menutupnya agak keras, mendudukkan diri di bawah pancuran air setelahnya. Ya, memberi tiga pertanyaan sekaligus bebas memberi godaan untuk mencegah sang lawan menjawabnya.
Volume air yang turun membasahi diperkuat, sementara orang di bawahnya memegang kepala, berpikir keras.
Apa? Pertanyaan macam apa?
Haruskah dia memberi soal olimpiade internasional? Atau soal paling sulit yang bisa ia temukan? Oh, atau yang sederhana namun menjebak—?
Ah. Kalian dengar itu?
Asano meredam tawanya sendiri dengan tangan. Sudah menemukan ide terbaik, sepertinya.
Uh, Akabane Karma lebih baik bersiap-siap untuk lusa.
(un)finished.
A/N:
Ah, halo!
Datang-datang malah ngerusuh pake rate M. Ok, penikmat uke!Karma mana suaranya?! /ditabok
Maafkan fic nganu dan belum selesai ini. Chapter dua isinya permainan yang sama dengan posisi dibalik, Karma sebagai korban. Asano kalau balas dendam, jelas bakal bahaya. /ketawa setan/
Mungkin akan dilanjut dua atau tiga hari lagi. Ok, biar semangat, kindly leave some review?
See you in next chapter, perhaps? c: