Diary of King U-know

"Yunnie Sayang, aku harus mengganti popok Yunjae terlebih dahulu." Istriku beranjak dari tempat duduknya untuk mengganti popok anak kami.

"Baiklah, Sayang." Aku langsung memberi tahu teman-teman untuk mengubah strategi karena Jaejoong harus berhenti sejenak.

Anak kami sudah berusia tiga bulan. Hampir setiap malam istriku menemaniku bermain game. Tidak hanya menemani, kami bermain bersama.

Istriku adalah istri yang hebat. Ia bermain game sambil menggendong anak atau sambil menyusui.

Memiliki pasangan dengan hobi yang sama sangat menyenangkan. Kami bisa menghabiskan banyak waktu bersama.

Siang hari aku bekerja, sedangkan istriku mengurus anak dan rumah tangga. Sepulang kerja aku menggunakan waktuku bersama istriku untuk mengasuh anak kami. Aku adalah pria normal yang bahagia. Aku sangat senang menggendong putraku. Ia sangat lucu dan menggemaskan. Kami bertiga adalah keluarga yang bahagia.

Setelah anakku tertidur pada malam hari. Aku dan Jaejoong mempunyai waktu untuk berduaan saja, melakukan hal yang bisa dilakukan oleh pasangan suami istri berdua. Hahaha! Kami bermain game pada malam hari.

Ruang kerjaku terhubung dengan kamar bayi. Aku juga menyediakan tempat di sebelah komputerku untuk satu buah komputer lagi. Aku membelikan komputer yang canggih untuk istriku bermain.

Saat aku membelikan komputer untuk istriku, ia terlihat senang sekali. Aku tidak menyangka bahwa ia akan segembira itu. Saat aku bertanya mengapa ia sangat gembira, ia mengatakan bahwa ia gembira karena dengan membelikan komputer untuknya, itu artinya aku sudah mengizinkan dirinya untuk masuk ke dalam kehidupanku. Ia merasa senang karena ia bisa menjadi bagian dari hidupku. Wow! Jawabannya itu membuatku tercengang. Hal itu tidak pernah terpikirkan olehku.

Ia bermain di sebelahku, mendampingiku. Aku bahkan merasa seperti seorang raja yang selalu didampingi oleh ratunya. Rasanya menyenangkan. Aku menjadi lebih bersemangat karena ia berada di sampingku. Aku harus bermain dengan baik agar tidak terlihat memalukan di hadapannya.

Semakin lama kemampuannya semakin meningkat. Aku tak boleh kalah darinya. Aku ingin terlihat sangat keren di matanya.

"Apa Yunjae tidur?" Aku bertanya kepada istriku yang kembali tanpa anak kami.

"Ia kembali terlelap setelah aku mengganti popoknya." Ia kembali duduk di sampingku.

Aku tak bisa mengalihkan pandanganku darinya. Ia tidak mengancingkan kembali piyamanya sehabis menyusui. Apa ia sengaja menggodaku?

"Aku sudah siap untuk bermain lagi." Ia terlihat bersemangat.

Aku masih saja menatapnya. Ia sangat cantik. Tanpa kusadari tanganku bergerak untuk menggenggam tangannya.

"Yang kau pegang tanganku, bukan mouse." Ia menyadarkanku dari lamunanku.

Aku menjadi salah tingkah. "Eh, maaf!"

Kini giliran dirinya yang menatapku. "Aku senang kau memegang tanganku." Ia tersenyum manis kepadaku.

Benarkah ia merasa senang? Aku pun senang. "Kita selesaikan dulu yang ini ya."

Ia pun menggangguk. "Ayo!"

Hatiku merasa hangat. Rasanya menyenangkan berjuang untuk memenangkan permainan bersamanya. Ia adalah pemain yang bisa kuajak bekerja sama.

.

.

.

6002theMickey:

Hahaha! Kita menang besar malam ini. Aku senang.

1215thexiahtic:

Yunho, kau sangat bersemangat malam ini. Permainanmu sangat bagus.

Choikang to the Max:

Ayo kita main sekali lagi! Semangatku masih membara.

King U-know:

Sepertinya sudah cukup untukku malam ini. Silakan kalian lanjutkan saja jika masih ingin bermain.

"Mengapa kau berhenti? Teman-teman masih sangat bersemangat." Jaejoong menatapku dengan penuh tanda tanya.

"Karena aku ingin memegang tanganmu. Sulit bagiku untuk melakukannya saat aku sedang bermain." Tanpa ragu aku menaruh tanganku di atas tangannya yang masih memegang mouse.

Ia masih saja menatapku. Tersungging senyuman tipis di bibirnya.

Aku balas menatapnya. Pandangan kami bertemu. Tak ada kata terucap dari bibir kami. Kami hanya saling memandang selama beberapa saat.

Oh, betapa aku sangat bahagia! Aku merasa hidupku sangat sempurna. Aku memiliki seorang bidadari yang selalu setia mendampingiku. Apa lagi yang kurang?

Tanpa sadar aku menciumnya. Biasanya hal ini akan berlanjut ke tempat tidur. Namun, khusus malam ini aku hanya ingin menggenggam tangannya.

"Kita ke kamar?" tanyanya saat aku melepaskan ciuman kami.

"Tidak, aku ingin kita di sini saja," kataku.

Ia mengerutkan keningnya. "Uhm, di atas kursi atau di atas meja?"

Aku terkekeh. Ia sangat lucu. Aku pun menggeleng. "Aku hanya ingin menggenggam tanganmu."

Ia semakin terlihat bingung. "Mengapa? Tidakkah kau menginginkan lebih?"

"Karena sekarang aku ingin menggenggam tanganmu," jawabku sederhana.

Ia tertunduk malu. "Tanganku pasti terasa kasar."

"Tangan ini adalah tangan yang hampir setiap malam memegang mouse dan keyboard. Tangan ini sangat berjasa untuk timku," kataku.

"Yunho, apa kau sedang merayuku dengan memuji tanganku?" Ia tersipu malu. "Bagi orang lain ini terdengar tidak romantis, tetapi aku suka. Aku sangat menyukai caramu merayuku."

Eh? Rayuan? Apa aku terdengar seperti sedang merayu seorang wanita?

"Aku menyukai caramu mencintaiku. Aku senang karena kau menghargai apa yang telah kulakukan untukmu. Caramu mencintaiku sangat unik." Ia terus bicara. Aku tidak mengerti apa yang ia maksud.

Ia mengatakan bahwa ia menyukai caraku mencintainya yang sangat unik, berbeda dari pria lainnya. Namun, justru sebaliknya, aku ingin menjadi seperti pria biasa dalam memperlakukan wanitanya. Aku ingin bisa mengatakan kata-kata yang romantis, melakukan hal-hal romantis bersama wanitaku.

"Apa saat ini kau sedang menginginkan sesuatu? Katakanlah!" Aku ingin menjadi seorang pria yang bisa menyenangkan wanitaku, memberikan apa yang ia inginkan. "Bulan depan adalah ulang tahun pernikahan kita yang kedua. Hadiah apa yang kau inginkan dariku?"

"Aku tidak menyangka bahwa pernikahan kita bisa bertahan sampai dua tahun. Kita juga sudah dikaruniai seorang anak. Kalian berdua adalah hadiah terindah untukku. Aku hanya ingin bersama kalian. Itu adalah hal yang paling kuinginkan." Kata-katanya terdengar sangat tulus. Ia membuatku tercengang.

"Aku serius, Jae. Kau boleh meminta apa pun dariku." Aku berpikir mungkin saja ia ragu untuk meminta sesuatu dariku.

"Aku tidak tahu. Terserah kau saja." Ia masih saja tampak malu-malu, menggemaskan sekali.

'Terserah' adalah kata yang sangat tidak disukai oleh seorang pria untuk diucapkan oleh seorang wanita. Wanita berharap lelakinya bisa membaca pikiran mereka. "Apa kau ingin membeli tas baru?"

"Koleksi tasku sudah cukup banyak di lemari," balasnya. Benar ternyata dugaanku. "Akan tetapi, jika kau memberikannya untukku, aku akan senang sekali menerimanya."

Lagi-lagi ia membuatku tercengang dengan kata-katanya. Sempurna. Ia memang sempurna.

"Aku ingin membuatmu senang dengan memberikan hal yang kau inginkan," kataku.

"Kalau begitu, kau harus selalu memenangkan setiap permainan." Raut wajahnya tampak sangat serius.

"Hah?" Aku tidak mengerti mengapa ia menyuruhku untuk menang.

"Kau terlihat sangat keren saat bermain. Aku suka melihatmu seperti itu," lanjutnya. "Kau terlihat sangat keren saat membantai semua lawanmu. Aku menyukai raut wajahmu, seringaianmu. Itu membuatku merinding dan berdebar-debar."

Perasaanku melambung tinggi. Apa benar aku terlihat keren?

.

.

.

Aku masih mempunyai waktu satu bulan untuk memikirkan hadiah apa yang akan kuberikan kepada Jaejoong. Ini benar-benar membuatku pusing. Apa aku harus bertanya kepada ibu atau adikku mengenai hadiah apa yang biasanya diinginkan oleh wanita? Ah, tidak. Mereka pasti mengomeliku dan menyebutku tidak peka. Hmm, apa aku tanya ibu mertuaku saja ya? Ibu mertuaku pasti sangat tahu hadiah apa yang diinginkan anaknya, tetapi pasti ibu mertua juga akan berpikir bahwa aku adalah suami yang tidak peka. Bagaimana ini?

.

.

.

King U-know:

Aku butuh bantuan kalian. Ini sangat mendesak.

Choikang to the Max:

Ada apa? Apa kau menemukan lawan yang sangat kuat?

King U-know:

Tidak, bukan itu.

1215thexiahtic:

Hey, mengapa hanya kita berempat di sini? Apa J tidak diundang?

King U-know:

Justru itu. Ia tidak boleh membaca obrolan kita ini.

6002theMicky:

Owh, apa kau ada masalah dengan wanita? Kau bisa mengatakannya kepadaku. Aku akan membantumu.

King U-know:

Bulan depan adalah ulang tahun pernikahan kami. Hadiah apa yang harus kuberikan kepadanya?

1215thexiahtic:

Berikan saja barang kesukaannya.

King U-know:

Aku tidak tahu apa yang diinginkannya. Jika aku tahu, aku tidak akan bertanya.

1215thexiahtic:

Kalau kau saja tidak tahu, apalagi kami.

King U-know:

Hadiah apa yang biasa kau berikan kepada pacarmu?

1215thexiahtic:

Pacarku suka bunga. Ia juga mengoleksi parfum.

King U-know:

Istriku mengoleksi tas dan sepatu.

6002theMicky:

Aw! Hobi yang sangat mahal. Kau pasti sudah mengeluarkan banyak uang untuk untuk melengkapi koleksinya.

King U-know:

Tidak juga. Ia hanya sekali membeli tas dan sepatu dengan menggunakan uangku. Koleksi tas dan sepatunya itu ia beli sebelum kami menikah.

6002theMicky:

Apa?

Sudah berapa lama kalian menikah? Pelit sekali kau.

Kadang aku merasa heran mengapa wanita secantik J mau menikah dengan pria dingin sepertimu. Hahaha!

King U-know:

Ia memegang kartu kreditku. Sebenarnya ia bisa membeli apa pun yang ia ingin dengan kartu itu.

Choikang to the Max:

Kalau begitu, belikan saja komputer yang sangat canggih dan semua perlengkapan untuk bermain game.

King U-know:

Memangnya itu hadiah yang cocok untuk seorang wanita?

Choikang to the Max:

Hobinya bukan mengoleksi tas dan sepatu lagi. Sekarang hobinya adalah main game.

King U-know:

Sudah kulakukan. Aku sudah membelikan komputer dan lainnya, lengkap.

6002theMicky:

Wow wow wow!

Aku menarik kembali kata-kataku. Kau tidak pelit.

King U-know:

Jadi, bagaimana?

1215thexiahtic:

Agar lebih mudah, kau tanyakan saja langsung kepadanya. Kira-kira apa yang ia inginkan?

King U-know:

Itu juga sudah. Aku sudah bertanya kepadanya. Ia menjawab 'terserah'.

Choikang to the Max:

Jika kekasihku menjawab seperti itu, aku tidak akan memberinya apa-apa. Terserah diriku akan memberi hadiah atau tidak. Itu salahnya sendiri.

6002theMicky:

Lebih baik aku mencari wanita lain.

King U-know:

Tidak bisa begitu. Aku ingin membahagiakannya. Aku ingin berterima kasih atas jasa-jasanya selama ini.

1215thexiahtic:

Aw! Kau manis sekali. Aku tidak menyangka pria sedingin dirimu bisa semanis itu.

Choikang to the Max:

Kalau begitu, lakukan saja apa yang bisa membuatnya bahagia.

King U-know:

Hmm, ia mengatakan bahwa ia sangat senang bisa bermain bersamaku.

6002theMicky:

Bermain?

Beruntung sekali kau. Kau bisa mengurungnya di kamar dan mengikatnya di tempat tidur selama seminggu. Sepertinya kau harus mengambil cuti.

1215thexiahtic:

Sekalian saja kalian pergi untuk bulan madu kedua ke tempat yang romantis.

King U-know:

Bulan madu kedua?

Yang pertama saja belum.

6002theMicky:

Apa?

Mengapa kalian tidak pergi berbulan madu setelah menikah?

King U-know:

Aku malas. Jadi, aku mengatakan bahwa aku sedang dikejar deadline, sehingga aku tidak bisa mengambil cuti untuk pergi berbulan madu.

Ia tidak pernah menagihnya selama ini. Jadi, aku santai saja.

6002theMicky:

Kau bodoh. Wanita secantik itu kau sia-siakan.

1215thexiahtic:

Ini adalah kesempatanmu untuk membahagiakannya. Ajak ia pergi berbulan madu! Ia pasti sangat bahagia karena suaminya yang dingin itu mengajaknya pergi berbulan madu.

Choikang to the Max:

Apa kalian sudah tahu bahwa pendaftaran untuk turnamen tahun ini sudah dibuka?

Hadiahnya adalah paket wisata ke Jepang.

Yunho, kau bisa membawa istrimu bulan madu ke Jepang jika kalian bisa menjuarai turnamen ini.

Bukankah ia senang bisa bermain bersamamu? Ia pasti senang bisa bertempur bersamamu.

Ide Changmin boleh juga. Kalau pun kami kalah, kami sudah berjuang bersama dan melakukan yang terbaik. Akan tetapi, apa ia akan mau jika aku mengajaknya bertanding di turnamen? Hmm, tidak ada salahnya untuk mencoba menanyakannya.

.

.

.

"Apa yang kau bicarakan dengan teman-teman tadi?" Istriku terlihat sedikit cemberut. Ia tahu bahwa aku mengobrol dengan teman-teman kami dan tidak mengajaknya bergabung.

"Turnamen," jawabku singkat.

"Oh." Ia masih cemberut. "Kukira kalian membicarakan hal yang hanya boleh diketahui oleh sesama pria saja, sehingga kau tidak mengajakku bergabung." Terlihat raut kesedihan di wajahnya. "Satu tim hanya terdiri atas dua orang. Kau berpasangan dengan siapa kali ini? Apa dengan Changmin seperti tahun lalu?"

"Hmm..." Aku bingung bagaimana harus memulainya. "Jae, apa kau mau menjadi rekan setimku?"

"Apa?" Ia memandangku dengan tatapan tak percaya.

Aduh, aku merasa gugup. Aku tidak ingin mengulangi pertanyaanku. "Hmm, aku belum membentuk tim dengan siapa pun. Apa kau mau menjadi rekan setimku?"

Matanya terlihat berkaca-kaca. "Mengapa kau memilihku untuk menjadi rekan setimmu? Permainanku tidak sebaik Changmin, Micky, atau pun Junsu."

"Karena aku merasa sangat cocok bekerja sama denganmu. Kau adalah pemain yang bisa menyeimbangkan permainanku. Kau sangat memahami caraku bermain dan bisa menutupi semua celahku." Aku menggenggam tangannya, berharap ia mau menerima ajakanku.

Ia menyunggingkan senyumannya. "Aku senang sekali. Siapa yang tidak akan mau menjadi rekan satu tim pemain legendaris seperti King U-know?"

Aku merasa lega. Ia mau menerima ajakanku. Aku pun membalas senyumannya. "Terima kasih, Jae!"

.

.

.

Sepertinya ia merasa sangat senang karena aku mengajaknya menjadi rekan satu timku untuk mengikuti turnamen. Ini adalah turnamen pertama yang ia ikuti. Ia tampak sangat bersemangat. Ia tersenyum sepanjang hari. Aku ikut senang melihatnya. Ia terlihat semakin cantik. Diam-diam aku mengambil fotonya. Entah sudah berapa banyak fotonya di dalam ponselku yang kuambil diam-diam. Jika aku merasa lelah atau bosan, aku akan memandangi foto-fotonya. Aku paling suka melihat fotonya sedang bersama anak kami. Ia terlihat sangat bahagia. Aku bisa merasakan pancaran kasih sayangnya untuk anak kami.

.

.

.

Turnamen akan dilangsungkan selama satu minggu. Setiap harinya kami harus mengalahkan beberapa tim lain untuk lolos ke babak selanjutnya.

Jaejoong mempersiapkan banyak hal untuk turnamen ini. Ia menyiapkan banyak makanan dan vitamin agar kami selalu dalam kondisi prima saat bertanding. Ia sangat serius dalam mengikuti turnamen ini. Bagiku ini terlihat sangat berlebihan karena aku tidak pernah menyiapkan apa pun untuk mengikuti turnamen. Namun, aku bisa memaklumi istriku itu. Seorang ibu rumah tangga biasanya mempersiapkan segala sesuatu.

Jaejoong bahkan memintaku untuk memindahkan tempat tidur bayi ke ruang kerjaku agar kami bisa bertanding sambil mengawasi anak kami. Ia juga sudah menyiapkan susu dalam botol dan popok. Pokoknya ia mempersiapkan semuanya.

"Aku merasa sangat gugup. Ini adalah turnamen pertamaku." Ia terlihat sangat khawatir.

"Santai saja! Bermain saja seperti biasa." Aku menggenggam tangannya untuk memberikannya semangat. Tangannya terasa sangat dingin.

"Bagaimana jika aku mengacaukannya? Bagaimana jika aku membuatmu kalah?" Suaranya tertahan seperti ingin menangis.

"Kekalahan adalah hal yang biasa. Aku tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Bukan kemenangan yang selama ini kukejar. Yang penting adalah aku bisa bermain sebaik mungkin, berusaha semaksimal mungkin." Jujur saja kali ini aku merasa harus menang karena aku ingin mendapatkan hadiahnya. Aku merasa sedikit terbebani oleh hal itu. Aku juga merasa sedikit gugup. Namun, aku harus terlihat tenang di hadapannya. Aku harus bisa membuatnya tenang.

"Bagaimana jika di tengah pertandingan Yunjae terbangun?" tanyanya.

"Kau tidak perlu merasa khawatir. Bukankah kau sudah menyiapkan susu dan popok? Aku bisa menahan lawan selama beberapa menit sendirian." Aku mengedipkan sebelah mataku kepadanya. Aku harus terlihat percaya diri agar ia tidak terus merasa khawatir. "Jika perlu, aku bisa bermain sambil menggendongnya. Aku masih bisa bermain dengan satu tangan."

Untuk pertama kalinya aku merasa sangat gugup sangat bertanding. Mungkin karena aku merasa bahwa aku harus menang. Selain itu, aku juga merasa bahwa aku harus terlihat keren di hadapannya.

Di awal aku melakukan beberapa kesalahan. Aku benar-benar merasa gugup. Tenang Yunho, tenang! Dengan susah payah kami memenangkan pertandingan pertama.

"Aku lega akhirnya kita bisa memenangkan pertandingan pertama." Jaejoong meneguk banyak air. Ia berkeringat cukup banyak. Pertandingan pertama kami cukup menguras energi.

Melihat Si Cantik bercucuran keringat, rasanya... Ah, tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Ia tampak sangat memesona dan... seksi.

Aku tak bisa mengalihkan pandanganku darinya. Aku sangat jarang melihat wanita bermain game, apalagi bermain dengan sangat baik. Saat aku menemukan wanita seperti itu, ternyata wanita itu adalah istriku sendiri. Apakah ini adalah suatu keberuntungan bagiku? Ya, aku merasa sangat beruntung.

Ia mengusap keringatnya dengan handuk. Rasanya aku ingin menjadi handuk itu. Konyol sekali. Aku merasa iri pada handuk.

Tangisan bayiku mengalihkan perhatianku. Dengan sigap istriku menggendong bayi kami.

"Sayangku, mengapa kau menangis?" Ia mengusap-usap punggung anak kami. "Apa kau lapar, hmm?"

Anakku itu tidak terlalu rewel. Tangisnya berhenti seketika.

Masih ada waktu sebelum pertandingan berikutnya dimulai. Istriku memutuskan untuk menyusui bayi kami terlebih dahulu.

Pemandangan yang sangat indah. Aku tak bisa berhenti tersenyum. Betapa hidupku sangat bahagia. Hal yang paling membahagiakan adalah melihat istri dan anakku tersenyum.

.

.

.

Pertandingan selanjutnya akan segera dimulai, tetapi anakku belum mau kembali tidur. Sepertinya ia sangat lapar. Terpaksa istriku bermain sambil menyusui.

"Apa kau baik-baik saja?" Aku bertanya kepadanya. Ia tampak kerepotan.

Ia tersenyum manis. Ia sama sekali tidak merasa terganggu. "Tenang saja. Aku masih bisa bermain."

Entahlah ini baik atau tidak untuk anak kami. Kami seperti orang tua yang tidak peduli kepada anak kami karena membawanya bermain game. Namun, bagiku berkumpul seperti ini sangat menyenangkan.

Sepertinya anakku sudah kenyang, tetapi ia tidak kembali tidur. "Jae, biarkan aku yang menggendongnya!" Aku mengambil putraku dari pangkuan ibunya.

"Tidak apa-apa?" tanyanya khawatir.

"Ini mudah untukku." Aku harus terlihat keren di mata ibunya.

Anakku tidak rewel. Ia duduk tenang di atas pangkuanku.

"Kau terlihat semakin keren." Tiba-tiba Jaejoong berkomentar.

Aku menjadi salah tingkah. Aku merasa malu, tetapi aku juga menjadi semakin bersemangat.

"Ayah, ayo semangat!" Ia menirukan suara anak kecil. "Ayo kita menangkan pertandingan ini bersama-sama!"

Demi kau aku akan memenangkan pertandingan ini, Sayang! Semangatku membara. Bantai musuh tanpa ampun!

.

.

.

Pertandingan malam ini sudah selesai. Waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Anakku sudah terlelap di pangkuanku. Aku menidurkannya di atas tempat tidur bayi.

"Kau keren." Lagi-lagi Jaejoong memujiku. Berhentilah memujiku seperti itu, Sayang! Kau bisa membuatku terbunuh oleh pujianmu itu. "Terima kasih karena sudah memberikan kesempatan kepadaku untuk menjadi rekanmu! Malam ini aku merasa sangat senang."

"Aku juga sangat senang. Terima kasih kau sudah menemaniku. Jika kau ada di sisiku, lawan seperti apa pun akan kuhabisi." Rasa percaya diriku benar-benar melambung.

Ia tersipu malu. "Sekarang sudah malam. Sebaiknya kita beristirahat. Besok kita harus bertanding lagi."

Aku mengangguk. Aku menggenggam tangannya, membimbingnya menuju kamar kami.

Aku tak ingin melepaskan tangannya. Ia adalah segalanya bagiku. Kami selalu bersama-sama, berdampingan dalam bermain game, dalam menjalani kehidupan, membangun keluarga kami, membesarkan anak kami. Ia selalu ada untuk mendukungku. Hanya dirinyalah yang kubutuhkan dalam hidupku.

.

.

.

Kami terus meraih kemenangan. Semakin lama lawan kami semakin kuat. Namun, hal itu sama sekali tak menyurutkan semangat kami, justru sebaliknya kami sangat bersemangat.

6002theMicky:

Sial! Mengapa aku harus berhadapan denganmu sekarang?

King U-know's Queen:

Hahaha!

King U-know:

Sudah, jangan banyak bicara!

Kali ini kita adalah musuh. Bermainlah yang serius! Berikan perlawanan terbaikmu. Jangan buat aku mati karena bosan!

6002theMicky:

Aku tidak akan membiarkanmu menang dengan mudah, Yunho!

Micky tahu bahwa aku sangat ingin menjuarai turnamen kali ini. Kuharap ia tidak akan mengalah hanya untuk membantuku.

Sudah bertahun-tahun aku bermain bersamanya. Aku sangat mengenal dirinya, cara bermainnya. Selama ini ia tidak pernah mengecewakanku. Begitu pun malam ini. Ia dan Junsu bermain sangat kompak melawanku dan Jaejoong. Kemampuan mereka jauh di atas Jaejoong. Kami merasa kewalahan menghadapi mereka, apalagi mereka tahu kelemahan kami.

6002theMicky:

J, anakmu menangis. Susui dulu bayimu!

Micky berusaha membuyarkan konsentrasi Jaejoong. Ia memanfaatkan kelemahan kami.

"Konsentrasi, Jae! Ia hanya ingin mengganggu konsentrasimu." Aku memperingatkan Jaejoong.

King U-know:

Anakku sedang tertidur lelap di pangkuanku. Hahaha!

Rasanya memang sedikit aneh melawan teman sendiri. Jaejoong tampak tidak tega melawan Micky dan Junsu. Wanita memang lebih perasa.

"Sayang, saat ini Micky dan Junsu adalah lawan kita. Jangan ragu-ragu untuk melawan mereka!" Aku berkata kepada Jaejoong. "Kapan lagi kita bisa menghabisi mereka jika bukan sekarang?"

Jaejoong perlahan mengangguk. "Baiklah, aku mengerti." Ia mulai berani melancarkan serangan.

"Bagus." Aku membelai kepalanya.

Ini adalah pertandingan tersulit dalam turnamen kali ini, bukan karena Micky dan Junsu lebih hebat daripada kami, melainkan karena pertandingan ini melibatkan emosi. Jaejoong adalah wanita. Perasaannya lebih sensitif. Micky dan Junsu tahu hal itu. Ia memanfaatkan kelemahan Jaejoong itu.

"Untuk pertandingan bergengsi seperti ini kita harus bisa bermain secara profesional. Lawan adalah lawan, tak peduli sedekat apa pun kau mengenal mereka." Aku memberi tahu Jaejoong. "Jika suatu hari kau harus melawanku, kau tidak boleh ragu untuk menyerangku. Apa kau mengerti?"

Ia mengangguk pelan. Ia berusaha untuk mengesampingkan perasaannya.

"Kau harus mengesampingkan perasaanmu kepadaku saat kau melawanku," tambahku.

Dengan susah payah kami memenangkan pertandingan melawan Micky dan Junsu. Kami hampir saja kalah. Jaejoong tidak bisa bermain dengan baik melawan mereka. Untung saja ini adalah pertandingan terakhir kami malam ini.

"Maafkan aku!" Ia menangis. "Hampir saja kita kalah."

Aku memeluknya, mengusap-usap punggungnya. "Jadikan saja ini sebagai pengalaman berharga untuk pertandingan-pertandingan selanjutnya."

Ia mengangguk dalam pelukanku. "Aku bukanlah rekan yang baik untukmu."

"Tidak, kau salah. Siapa pun yang menjadi rekanku, aku harus bisa bekerja sama dengannya. Jika kita menang, kemenangan itu adalah milik kita berdua dan jika kita kalah, kita berdualah yang bertanggung jawab atas kekalahan tersebut. Jika aku tidak bisa bekerja sama dengan baik dengan rekanku, itu juga salahku." Aku mencoba untuk menghiburnya dan mengembalikan semangatnya.

"Yunho, mengapa kata-katamu selalu keren?" Ia memandangku dengan mata bulatnya yang berair.

Seketika aku meleleh. Sayangku, jangan memandangku seperti itu! Kau membuatku tak berdaya. Kau membuatku melambung dan salah tingkah.

.

.

.

Istriku adalah wanita yang ceria. Semalam ia sangat emosional, tetapi sekarang ia sudah kembali ceria.

"Kau terlihat gembira. Apa yang membuatmu senang?" Aku merasa penasaran.

"Aku sedang jatuh cinta." Ia terkekeh.

Jatuh cinta? Aku tidak mengerti maksud perkataannya. "Siapa?"

Ia terus saja terkekeh. Tak tahukah dirinya bahwa hatiku terasa panas?

"Apa kau baru menonton drama di televisi?" Aku menebak ia jatuh cinta kepada tokoh dalam drama.

"Sudah lama aku tidak menonton drama. Mengasuh anak lebih menyenangkan daripada menonton drama," ujarnya.

"Lalu kau jatuh cinta kepada siapa?" Aku masih saja penasaran.

"Lagi-lagi King U-know membuatku jatuh cinta. Ia sangat keren semalam." Ia kembali terkekeh. Ia terlihat seperti remaja putri yang sedang jatuh cinta, menggemaskan sekali.

Entah mengapa aku tidak terlalu senang mendengarnya. Apakah ia menganggap diriku dan King U-know sebagai pribadi yang berbeda, seperti diriku yang pernah menganggap dirinya dan J adalah pribadi yang berbeda? Ia mengatakan bahwa ia jatuh cinta kepada King U-know, bukan Jung Yunho. Ia selalu mengatakan bahwa aku terlihat keren saat sedang bermain. Apakah aku tidak keren saat melakukan hal lain?

.

.

.

Aku tidak bisa berkonsentrasi saat bekerja. Aku terus memikirkan istriku. Bagaimana perasaan Jaejoong kepadaku? Aku tahu bahwa tidak seharusnya aku memikirkan hal ini. Apa bedanya Jung Yunho dan King U-know? Keduanya adalah diriku. Tak peduli siapa pun di antara keduanya yang dicintai oleh Jaejoong, yang penting itu adalah aku.

Jaejoong mengejarku sebelum ia tahu mengenai kehidupanku sebagai King U-know, bukan? Itu artinya ia mencintai Jung Yunho. Jika ia kini mencintai King U-know, itu karena ia mencintaiku seutuhnya, menerima siapa pun diriku, baik Jung Yunho, maupun King U-know. Aku tidak perlu khawatir.

.

.

.

Pada babak final kami harus menghadapi Changmin dan rekannya. Changminlah yang paling tahu caraku bermain. Ia juga pandai menganalisis dan mempunyai strategi-strategi yang brilian. Tahun lalu aku menjuarai turnamen bersamanya.

Jaejoong terlihat senang karena bisa melaju ke babak final. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa ia akan bisa lolos ke final.

Siapa pun rekanku, aku harus membawanya untuk menjadi juara. Aku harus bisa membuat rekanku mengeluarkan semua kemampuannya.

Jaejoong adalah pemain yang cepat belajar. Mungkin karena ia mempunyai motivasi. Ia sangat ingin bermain denganku. Untuk bisa bermain denganku, ia merasa harus membuat dirinya layak untuk bermain denganku.

Changmin bermain lebih sportif daripada Micky dan Junsu. Ia lebih mengandalkan strategi dalam permainannya. Sulit bagiku untuk membaca rencananya. "Sayang, kita ganti strategi. Kau yang memimpin."

"Apa?" Jaejoong tampak terkejut. "Bagaimana aku akan melakukannya? Ini adalah pertandingan final. Bagaimana bisa kau menyuruhku untuk memimpin?" Ia tampak panik."

"Percayalah kepadaku! Kau pasti bisa melakukannya." Aku tersenyum penuh percaya diri. Lawan yang kami hadapi kali ini adalah seorang ahli strategi. Ia pasti sudah mempelajari strategi kami pada pertandingan-pertandingan sebelumnya.

Jaejoong menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Untuk pertama kalinya ia yang memegang komando. Aku sendiri tidak tahu apa yang akan ia lakukan, apalagi Changmin. Hahaha!

Aku bisa melihat raut wajah tegang Jaejoong. Ia tampak sangat tertekan. Permainan kami memang menjadi kacau dan tampak tidak terarah. Namun, inilah yang kuharapkan. Lawan juga pasti akan kebingungan melihat pola permainan kami yang berantakan.

"Kau sudah melakukannya dengan baik, Sayang." Aku merasa bahwa kami sedang berada di atas angin.

"Berhentilah memuji permainanku, Yunho! Apa kau tidak lihat bahwa permainan kita sangat kacau?" Jaejoong mulai emosi.

"Percayalah kepada dirimu, Sayang! Kau akan membuat kita menang." Ini terasa mengasyikan.

Jaejoong mengerutkan keningnya. Ia mulai curiga bahwa aku sedang merencanakan sesuatu.

Permainan lawan mulai terpengaruh oleh permainan kami yang berantakan. Di saat itulah aku melancarkan seranganku yang sesungguhnya. Lawan tidak bisa berkutik lagi dan kami akhirnya memenangkan pertandingan final ini.

Kemenangan yang sangat indah. Itulah yang kurasakan saat ini. Aku tidak pernah sesenang ini saat memenangkan suatu pertandingan. Kemenangan adalah hal yang biasa bagiku, begitu pun kekalahan. Namun, kali ini rasanya berbeda. Aku menang untuk istriku, sebagai hadiah ulang tahun pernikahan kami. Kemenangan ini lebih berarti karena aku melakukannya untuk seseorang yang sangat berarti bagiku. Aku melakukan ini untuk membahagiakannya.

"Bagaimana perasaanmu saat ini?" Aku ingin tahu apa yang ia rasakan setelah kemenangan ini.

"Rasanya luar biasa. Terima kasih, Yunho! Kau telah memberikanku kesempatan untuk merasakan hal ini." Senyuman di wajahnya sangatlah berharga.

"Aku senang bermain bersamamu, berjuang bersama untuk menjuarai turnamen," balasku.

"Kini aku mengerti mengapa kau menyuruhku untuk memimpin. Itu karena lawan kita adalah Changmin, bukan?" Ia menatapku.

Aku mengangguk. "Ya. Kau harus percaya diri saat bermain. Kaulah yang telah membawa kemenangan kepada kita."

"Terima kasih karena sudah memercayaiku!" ujarnya lagi.

"Sudah seharusnya kita saling memercayai," kataku. "Akhirnya kita bisa pergi berbulan madu."

"Bulan madu?" tanyanya tak mengerti.

"Apakah kau tidak tahu bahwa hadiahnya adalah paket wisata ke Jepang?" Aku balik bertanya.

Ia menggeleng. "Aku sama sekali tidak memikirkan hadiahnya. Bisa bermain bersamamu saja sudah membuatku senang."

"Maafkan aku karena kita belum berkesempatan untuk pergi berbulan madu. Bulan madu kita ini terasa istimewa karena kita harus berjuang terlebih dahulu untuk mendapatkannya. Aku ingin memberikan hadiah yang istimewa untukmu sebagai hadiah ulang tahun pernikahan kita." Aku berterus terang kepadanya.

Ia tiba-tiba memelukku. "Terima kasih, Yunho! Bukan hadiahnya yang istimewa, tetapi perjuangan kita untuk mendapatkannya. Terima kasih! Ini indah sekali. Aku tak menyangka bahwa kau akan memberikan hadiah seindah ini. Aku tak menyangka bahwa kau bisa seromantis ini."

Romantis? Romantis sebelah mananya ya? Aku balas memeluknya. "Untukmu apa pun akan kulakukan."

.

.

.

"Jadi, kita tidak bisa membawa Yunjae bersama kita?" Jaejoong tampak kecewa.

"Mana ada bulan madu membawa anak?" komentar ibu mertuaku. "Biarkan ia tinggal bersama ibu saat kalian pergi ke Jepang! Ibu sangat merindukan cucu kesayangan ibu ini."

"Aku juga neneknya. Yunjae juga cucuku. Ia juga harus tinggal di rumahku." Ibuku tidak mau kalah.

"Kalian bisa berbagi. Kami pergi selama seminggu. Kalian punya banyak waktu untuk bersama cucu kalian." Aku mencoba menengahi.

"Aku tidak rela untuk berpisah dengan anakku." Jaejoong masih saja cemberut. Bagaimana ini?

"Kau hanya berpisah seminggu dengannya. Kau kan masih bisa menelepon kami untuk menanyakan kabarnya," ujar ibu mertua.

"Uhm, apa kau tidak ingin pergi?" tanyaku. "Jika kau tidak ingin pergi, aku akan memberikan hadiahnya kepada Changmin."

"Eh, enak saja! Sudah susah payah kita mendapatkannya, mengapa kau justru ingin memberikannya kepada orang lain?" Istriku itu mudah sekali untuk dibujuk.

"Kalau begitu, pergilah! Apa kau tidak percaya kepada ibu?" Ibu mertuaku ini ternyata galak juga.

.

.

.

Akhirnya aku bisa pergi berdua dengan istriku, hanya kami berdua, tidak akan ada yang mengganggu. Kami akan menghabiskan waktu bersama, seperti pasangan suami istri yang normal.

Kali ini aku ingin menjadi pria biasa. Aku ingin memperlakukan istriku dengan sewajarnya, seperti pria-pria lain memperlakukan pasangan mereka.

Sepanjang perjalanan aku terus saja menggenggam tangannya. Aku merasa seperti seorang remaja putra. "Sayangku, jika kau ingin tidur, kau bisa bersandar pada bahuku." Aku malu saat mengatakannya. Aku tidak terbiasa bersikap manis seperti ini.

"Peluk aku!" Ia terlihat sangat manja.

Saat ini kami sedang berada di dalam pesawat menuju Jepang. Aku merasa malu oleh penumpang lain. Kami adalah sepasang suami istri yang sedang berbulan madu. Wajar kan jika kami terlihat mesra? Aku pun memeluknya.

.

.

.

Kami benar-benar bisa menjalani kehidupan sebagai pasangan normal pada bulan madu kami ini. Aku kembali melihat sosok Jaejoong yang kunikahi dua tahun lalu. Sifat manja dan suka merajuknya muncul kembali. Aku menyukai dirinya yang mana pun. Jaejoong yang manja dan glamor, atau yang keibuan dan penurut, atau J si gamer, aku menyukai semuanya.

"Yunnie, ayo kita pergi ke sana!" Ia menarik lenganku.

Aku bisa melihat semangat jiwa muda pada dirinya. Ia adalah wanita muda yang ceria dan aktif. Ia menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitar kami. Ya, ia memang sangat cantik.

Aku memeluk pinggangnya dengan erat agar semua orang yang memandangnya tahu bahwa ia hanyalah milikku. Ini risikonya punya istri cantik.

"Yunnie, aku senang!" Teriaknya histeris. "Kau memeluk pinggangku dengan sangat erat seolah kau tidak ingin kehilangan diriku."

Aku merasa tertohok. Seburuk itukah diriku sebagai seorang suami? Apakah selama ini aku tidak pernah memperlakukan dirinya seperti itu? Maafkan aku, Sayang! "Aku memang tidak ingin kehilanganmu." Aku membelai pipinya.

Ia tersipu malu. Semburat merah muncul di pipinya.

Hari pertama di Jepang kami habiskan untuk berjalan-jalan. Oh, indahnya! Kami berjalan berdua, bergandengan tangan.

"Yunnie, aku ingin makan es krim!" Ia menunjuk sebuah toko yang menjual es krim.

Kami makan es krim satu gelas berdua, romantisnya. Akhirnya aku bisa memperlakukan istriku dengan romantis. Kami juga saling menyuapi. Hehehe.

.

.

.

Setelah seharian berjalan-jalan, pada sore hari kami check in di hotel. Akhirnya aku bisa berduaan saja dengannya. Aku tak bisa menunggu sampai malam. Setibanya di kamar hotel aku mendorongnya ke dinding dan menciumnya. "Jae..."

"Hmm?" gumamnya.

Aku tatap matanya. "Aku..." Aku merasa sangat gugup.

"Apa?" Raut wajahnya terlihat polos.

"Aku mencintaimu, Jae." Akhirnya aku bisa mengatakan hal ini. Rasanya lega sekali.

"Aku juga mencintaimu, Yunho." Ia menciumku.

"Di sini kita hanya berdua. Kau bisa melakukan apa pun kepadaku semaumu," kataku. "Tak akan ada yang mengganggu kita."

"Yunho, aku merasa terharu." Ia menitikkan air matanya. "Aku merasa sangat bahagia. Akhirnya, kau mengatakan bahwa kau mencintaiku." Ia menangis tersedu.

Aku tertegun. Aku merasa sangat buruk. Perlu dua tahun bagiku untuk mengatakan hal itu dengan tulus.

"Aku tidak menyangka bahwa kau akan mengatakannya." Ia mengatur nafasnya. "Selama ini aku sudah merasa cukup bahagia hidup bersamamu, bersama anak kita."

Aku mengusap air mata di pipinya. "Maafkan aku selama ini! Aku bukanlah suami dan kekasih yang baik untukmu. Aku tidak memperlakukanmu dengan cukup baik dan sepantasnya. Selama ini selalu dirimu yang menyesuaikan diri dengan kehidupanku, sedangkan aku tidak sedikit pun peduli akan gaya hidupmu. Sekarang kau bisa menjadi dirimu sendiri, melakukan apa pun yang kau inginkan. Selamat ulang tahun pernikahan, Sayangku!" Aku kembali menciumnya.

Ia mengalungkan lengannya di leherku. Aku menyukai betapa liar dirinya. Ia menciumku dengan penuh hasrat. Aku selalu menyukai sifat agresifnya ini.

Kami bercinta di sore hari. Kami berdua sama-sama tidak bisa mengendalikan diri.

.

.

.

Setelah mandi dan berpakaian, kami pergi ke luar untuk mencari makan malam. Kami memilih makan di kedai ramen pinggir jalan. Rasanya lebih romantis daripada makan di hotel. Setelah itu kami melanjutkan jalan-jalan menikmati suasana malam di Tokyo.

Ini adalah pertama kalinya kami berkencan seperti ini. Aku sering menemaninya pergi berbelanja kebutuhan sehari-hari, tetapi itu bukan kencan. Kami lebih sering berkencan di depan layar komputer.

Keinginanku untuk menjadi pria biasa terwujud. Saat ini Jaejoong hanyalah kekasihku, bukan anak buahku atau rekan satu timku, bukan juga sebagai ibu dari anakku. Wanita ini adalah kekasihku, hanya ada aku dan dia saat ini, kami berdua.

"Dulu kau dan mantan kekasihmu biasanya pergi ke mana untuk berkencan?" Aku tiba-tiba bertanya.

"Mengapa kau menanyakan hal itu pada saat kita sedang berbulan madu? Merusak suasana saja." Ia menggembungkan pipinya.

"Ah, maaf! Aku hanya ingin tahu apa yang biasanya dilakukan oleh orang-orang saat berkencan." Aku menyesal karena telah salah bicara.

Ia tersenyum. Ia mengeratkan pelukannya pada lenganku. "Jangan membandingkan diri kita dengan orang lain! Jadilah diri kita sendiri! Aku suka dirimu apa adanya."

"Pasti kadang-kadang kau merasa iri kepada orang lain. Kau ingin punya kekasih seperti orang lain, melakukan hal-hal romantis, bukan kencan di depan layar komputer," kataku.

"Pada awalnya aku sering merasa seperti itu." Ia berterus terang. "Apalagi jika aku mendengar cerita tetangga mengenai suami mereka. Kadang aku merasa sedih. Mengapa suamiku tidak seperti itu?"

Aku terdiam. Aku benar-benar merasa bersalah.

"Namun, setelah kupikir-pikir lagi, suami mereka tidak setampan dirimu, tidak sekeren dirimu. Hahaha!" Ucapannya kali ini membuatku salah tingkah lagi.

Aku paling tidak tahan jika ia menyebutku keren. Apa benar aku keren seperti yang dikatakannya?

"Tetangga di depan rumah kita, yang selalu menyombongkan betapa royal suaminya, membelikannya hadiah-hadiah mahal, ternyata suaminya berselingkuh dengan wanita lain. Hahaha!" Ia tertawa puas sekali.

"Kau tidak boleh menertawakan kemalangan orang lain," kataku.

Ia langsung berhenti tertawa. "Setidaknya aku tahu apa saja yang dilakukan oleh suamiku. Walaupun kau sangat jarang menggombaliku, hampir tidak pernah, tetapi rayuan khasmu itu membuatku meleleh."

"Yang mana?" Aku tidak merasa bahwa aku suka merayunya.

"Banyak sekali, mungkin kau tidak sadar, tetapi itu benar-benar membuat hatiku berbunga-bunga." Ia berteriak-teriak seperti seorang remaja putri.

Pasti wajahku sudah berubah merah karena malu. Untung saja sekarang malam hari dan warna kulitku juga tidak terlalu cerah.

"Kau memang tidak membelikan perhiasan, pakaian mewah, atau mobil baru, tetapi kau membelikan komputer yang sangat canggih untukku. Itu juga pasti mahal harganya. Jadi, aku tidak perlu merasa iri kepada tetangga kita." Ia terus saja menyanjungku. "Aku juga merasa tenang karena kau hampir mustahil untuk berselingkuh."

"Apa kau tidak ingat bahwa aku hampir saja berselingkuh dengan J?" Aku mengingatkannya.

"Tidak, kau tidak berniat untuk berselingkuh dengannya," balasnya.

"Lama-lama bisa saja kan, walaupun pada awalnya aku tidak berniat?" kataku lagi.

"Saat aku menjadi J, aku sering merasa kesal kepadamu. Kau sangat jarang berbicara kepadaku. Kau sering sekali memuji permainan Changmin, Micky, dan Junsu, tetapi kau tidak pernah sekali pun memuji permainanku. Aku sedih. Apakah aku bermain sangat buruk dan tidak berkontribusi apa-apa untuk tim kita?" Ia menampakkan raut wajah sedihnya.

Aku membelai punggungnya. "Itu karena J menyukaiku. Aku takut ia akan menggodaku dan akhirnya aku berselingkuh. Aku harus menjaga jarak dengannya."

"Mengapa kau tidak memberi tahu timmu bahwa kau sudah menikah?" Ia menatapku dengan serius. "Aku sempat berpikir bahwa kau menyesali pernikahan kita."

"Aku di dunia nyata dan di dunia game adalah pribadi yang berbeda. Aku ingin memisahkan keduanya, walaupun pada akhirnya sekarang keduanya bercampur." Aku menjelaskan agar ia tidak salah paham.

"Sebenarnya apa yang membuatmu jatuh cinta kepadaku? Apakah karena aku adalah J?" Pertanyaannya cukup mengejutkan.

"Kau adalah wanita yang sangat sempurna untukku. Semua hal yang kubutuhkan pada diri seorang wanita, semuanya ada pada dirimu. Aku sangat mengagumi usaha dan kerja kerasmu untuk menjadi pendampingku. Pasti rasanya tidak mudah mempunyai suami seperti diriku. Kau sangat hebat. Aku adalah penggemarmu." Sudah sejak lama aku ingin mengatakan hal ini, tetapi aku tidak pandai mencari kesempatan untuk mengatakannya. "Gaya hidup kita sangat berbeda, tetapi kau sanggup untuk menyesuaikan diri dengan gaya hidupku."

"Kyaa!" Ia melompat kegirangan. "Aku senang."

Aku tidak menyangka reaksinya akan seperti ini. Ia sangat lucu dan menggemaskan. Rasanya aku ingin segera membawanya kembali ke kamar hotel.

"Rayuanmu itu benar-benar mematikan." Ia tersenyum dengan rona merah menghiasi pipinya.

"Aku sama sekali tidak merayumu. Aku hanya mengatakan yang sebenarnya," kataku. "Lalu apa yang membuatmu jatuh cinta kepadaku?"

"Karena kau tampan dan seksi. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama kepadamu," jawabnya sederhana. "Setelah menikah denganmu, aku menemukan sisi lain darimu, ternyata kau sangat keren saat bermain game."

"Sebenarnya siapa yang kau cintai, Jung Yunho atau King U-know?" Jantungku berdebar menunggu jawabannya.

"Siapa ya? Hmm..." Ia membuatku penasaran. "Jung Yunho tampan dan seksi, sedangkan King U-know sangat keren. Ah, aku tak bisa memilih salah satu di antaranya."

Aku terkekeh. Aku senang oleh jawabannya.

.

.

.

Kami kembali ke hotel. Aku akan membuat malam ini menjadi malam yang sangat romantis, yang tak akan pernah kami lupakan.

"Sayang, aku sudah siap." Suaranya terdengar sangat indah di telingaku.

Aku pun berbalik. Ia terlihat sangat cantik dan seksi malam ini. Aku siap untuk menerkamnya. Hahaha!

Tak diduga-duga, tak disangka-sangka, ia mengeluarkan laptop dari dalam kopernya. Apa yang akan ia lakukan?

"Ayo kita main!" Ia terlihat sangat bersemangat.

Aku terperangah memandangi laptop di tangannya. Aku tidak berencana untuk bermain game saat berbulan madu. Aku hanya ingin menjadi seorang pria biasa.

"Mengapa kau diam saja? Mana laptopmu?" tanyanya.

"Aku tidak membawanya," jawabku. "Sama sekali tidak terpikirkan olehku untuk membawanya."

"Baiklah, kalau begitu, kau saja yang pakai." Ia memberikan laptopnya kepadaku. "Kau lebih maniak game daripada aku."

Tiba-tiba terlintas sebuah ide. "Kita main bersama saja." Aku duduk di atas tempat tidur. Aku melebarkan kakiku. "Kemarilah!"

Malu-malu ia duduk di antara kakiku. Ia terkekeh.

"Akun siapa yang akan kita mainkan malam ini?" tanyaku.

"Aku penasaran bagaimana rasanya bermain sebagai King U-know," balasnya. Ia masih terkekeh. Ia terlihat senang.

"Baiklah, kalau begitu, kita mainkan akun milikku." Aku login ke dalam akunku. "Jika kau mau, kau bisa memainkan akunku kapan saja. Milikku adalah milikmu juga."

"Ah, tidak. Aku tidak berani melakukannya. Aku akan menjatuhkan reputasimu jika aku memainkan akunmu," katanya. "Aku merasa sangat gugup dan antusias."

6002theMicky:

Hey, bukankah kau sedang pergi berbulan madu? Mengapa kau muncul?

1215thexiahtic:

Ke mana istrimu? Mengapa ia tidak ikut muncul?

King U-know:

Hai, Jun-chan!

6002theMicky:

Aw! Kini kalian sudah mulai bertukar akun.

Choikang to the Max:

J, permainanmu di final sangat mengagumkan. Malam ini kau saja yang memegang komando.

6002theMicky:

Hahaha!

Lawan pasti akan dibuat stres oleh strategi yang kita gunakan malam ini.

King U-know:

Hey, apa kalian sedang mengejekku?

6002theMicky:

Justru sebaliknya, kami sedang memuji permainanmu. Kami sangat mengagumi gaya permainanmu.

King U-know:

Awas saja jika kalian berani membuli istriku!

Aku akan membantai kalian satu-persatu.

Hahaha! Jaejoong tertawa puas sekali. "Aku senang bisa mengancam mereka dengan menggunakan akunmu."

"Mereka pasti tahu bahwa kau yang mengetiknya. Aku tidak mungkin mengatakan hal itu." Aku berkomentar.

"Biar saja. Hahaha!" Ia terlihat sangat gembira. Raut gembira pada wajahnya sangat berharga. Apa pun akan kulakukan untuk membuatnya bahagia seperti itu.

Rasanya menyenangkan memainkan satu akun bersama. Aku bisa sering-sering memegang tangannya. Hehehe. Aku juga bisa sambil memeluknya. Sesekali aku juga mencium pipinya atau lehernya. Hehehe. Menyenangkan sekali.

"Aku merindukan Yunjae." Entah mengapa ia tiba-tiba ingat kepada anak kami. Mungkin karena biasanya kami bermain sambil menggendongnya. "Ini pertama kalinya aku berpisah dengan kesayanganku."

"Apa kau ingin menelepon ibumu dan menanyakan kabarnya?" tanyaku.

Ia menggeleng. "Sekarang mereka pasti sudah tidur. Ah, dadaku sakit karena seharian ini tidak menyusui. Ah, aku lupa untuk membawa alat pemompa. Rasanya linu jika tidak dikeluarkan."

"Biar aku saja yang memompa." Aku menawarkan bantuan.

Ia memandangku dengan tajam. Memangnya ada yang salah dengan kata-kataku?

"Apa?" tanyaku. "Mengapa kau memandangku seperti itu?"

Ia tersenyum nakal. "Mesum."

"Aku hanya ingin membantumu. Apa salahnya?" Aku berpura-pura polos.

Aku membiarkan Jaejoong memainkan akunku sesuka hatinya, sedangkan aku membantunya 'memompa'. Hehehe.

"Yunho, air susunya menciprati laptopku!" Ia berteriak histeris. "Aku akan melakukannya di kamar mandi saja." Ia beranjak dari sela kakiku. "Kau saja yang melanjutkan permainannya."

Persetan dengan permainannya. Aku keluar dari permainan dan mengejarnya ke kamar mandi.

"Mengapa kau mengikutiku?" Ia sedang memompa payudaranya.

"Membantumu lebih penting." Senyuman terkembang di wajahku.

"Aku bisa melakukannya sendiri. Kau lanjutkan saja permainannya." Ia masih asyik mengeluarkan air susunya.

"Aku sudah terlanjur mematikan laptopmu," kataku.

"Jujur saja kau pasti ingin memegang-megang payudaraku, bukan?" Godanya.

"Jika sudah tahu, mengapa bertanya?" Aku mendekat ke arahnya. Aku langsung menggantikan tangannya untuk memompa. "Jujur saja aku merasa iri kepada anakku sendiri."

"Aah, Yunho!" Ia mendesah saat aku mengisap payudaranya.

Entah mengapa aku menjadi senakal ini. Aku sudah tidak tahan lagi. Aku 'membantainya' di kamar mandi.

.

.

.

Tiga kali sehari kami menghubungi keluarga kami di Korea untuk menanyakan kabar buah hati kami. Ia adalah anak yang baik. Ia tidak rewel saat ditinggal oleh kami. Kami melakukan video call melalui ponselku agar kami bisa melihat tingkah anak kami yang sangat menggemaskan.

"Ah, anak ibu lucu sekali!" Istriku itu tampak sangat senang melihat wajah anak kami. "Ibu sangat merindukanmu."

"Ayah juga merindukanmu, Nak!" Aku melambaikan tanganku. Aku melihatnya tertawa ke arah kamera, lucu sekali. "Ayah ingin bermain game bersamamu lagi."

"Hey, Yunho!" Tiba-tiba ibuku muncul dan mengagetkanku. "Jangan ajari cucuku bermain game seperti dirimu! Jae, tolong awasi suamimu itu! Jangan sampai ia mengajari anak kalian bermain game!" Rupanya ibuku itu tidak tahu bahwa menantu kesayangannya itu suka bermain game. Hahaha!

"Ya, Bu. Ibu tidak perlu khawatir." Istriku itu tersenyum kaku kepada ibuku. "Aku akan menjewernya jika ia mengajari Yunjae bermain game. Sudah dulu ya, Bu. Kami akan menghubungi kalian lagi nanti." Ia pun mengakhiri sambungan kami dengan keluarga di Korea.

"Memangnya kau berani menjewerku?" Aku menantangnya.

"Mengapa tidak berani?" Ia sama sekali tidak takut.

"Bukan aku yang akan mengajari Yunjae bermain game, tetapi kau." Aku terkekeh. "Ia lebih banyak bersamamu."

"Gawat jika ibumu sampai tahu bahwa selama ini aku juga bermain game bersamamu." Ia masih memegang ponselku. Ia mulai mengotak-atik ponselku. Gawat!

Aku segera merebut ponselku dari tangannya. Ia tidak boleh melihat isi ponselku.

Ia menatapku curiga. "Hey, aku sedang melihat-lihat ponselmu!"

"Tidak ada yang menarik di dalam ponselku." Aku tidak pandai berbohong.

Ia menatapku semakin tajam. "Kalau begitu, kemarikan ponselmu!" Ia berusaha merebut kembali ponselku. "Apa yang kau sembunyikan dariku?" Aaaah! Ia menggelitikiku. Ia berhasil mengambil ponselku.

"Jae, kembalikan!" Aku berteriak.

Ia sama sekali tidak mengacuhkan peringatanku. Ia membuka-buka galeri ponselku. "Kau pasti mengoleksi video porno."

"Jika kau tahu, mengapa kau masih ingin melihatnya?" balasku.

Ah, tidak! Ia membuka folder rahasiaku. "Apa ini?"

Keringat dingin mulai bercucuran di dahiku. Aku menggigit bibirku. Tamatlah riwayatku.

"Bisa kau jelaskan apa ini?" Ia menuntut penjelasan dariku.

"Itu..." Ugh, aku tak tahu harus mengatakan apa.

"Yunho, kau menyimpan ratusan foto wanita cantik di dalam ponselmu. Mengapa kau merahasiakan ini dariku?" Ia menitikkan air mata.

"Maafkan aku, Sayang!" Aku mencoba memeluknya, tetapi ia menepis tanganku.

"Foto-foto ini bagus sekali. Ternyata kau pandai sekali mengambil foto. Aku terlihat sangat cantik pada foto-foto ini." Ia narsis.

"Aku tidak pandai mengambil foto. Itu karena lensa kamera ponselku sangat bagus dan yang penting objeknya bagus," kataku.

.

.

.

Karena aku tidak membawa laptopku, kami pun pergi ke kafe internet untuk bermain game. Rencanaku untuk menjadi pria biasa tidak berjalan mulus. Kami menyewa sebuah bilik di sana dengan dua buah komputer.

Fasilitas kafe internet ini sangat lengkap. Biliknya cukup luas dan dilengkapi bantal. Kami bisa tidur di sini.

Kafe internet di sini sangat ramai oleh pengunjung. Banyak gamer datang untuk bermain di sini.

"Aku haus." Istriku cukup kelelahan setelah bermain.

"Kita pesan minuman saja, sekalian pesan makanan juga. Aku lapar." Aku meninggalkan bilik sebentar untuk memesan makanan dan minuman.

Beberapa menit kemudian seorang pelayan mengantarkan pesanan kami. "Ya, ampun! Kalian adalah King U-know dan King U-know's Queen."

Aku dan Jaejoong hanya saling pandang. Bagaimana ia bisa mengenal kami? Apa kami terkenal sampai ke Jepang?

"Ternyata kalian benar-benar berpasangan. Sudah kuduga bahwa King U-know's Queen adalah perempuan." Pelayan kafe internet itu terus saja berbicara. Dalam sekejap bilik kami dikerumuni oleh para pengunjung kafe internet ini.

Aku dan Jaejoong kebingungan. Apa yang harus kami lakukan? Kami hanya mengerti sedikit bahasa Jepang. Kami tidak menyangka bahwa nama kami terkenal sampai ke Jepang. Beberapa orang bahkan meminta tanda tangan kami dan ingin berfoto bersama kami.

"Jadi, kalian baru menikah? Kalian bertemu di dunia game dan memutuskan untuk menikah di dunia nyata?" Mereka seperti wartawan saja.

"Tidak, istriku mulai bermain setelah menikah denganku." Aku menjawab dengan bahasa Jepang seadanya.

"Wah, kalian benar-benar pasangan yang serasi!" komentar yang lainnya.

Kunjungan kami ke kafe internet terasa bagaikan jumpa fans. Rasanya lucu. Aku tidak menyangka bahwa aku mempunyai penggemar. Kukira penggemarku hanya J.

.

.

.

Bulan madu kami yang hanya seminggu terasa sangat berkesan. Banyak hal yang kami coba di sini, seperti makanannya. Kami juga mencoba bermain di tempat umum, bertemu gamer lain. Kami bahkan pernah menginap di kafe internet dan melakukan...

Sekarang kami harus pulang. Kami sudah sangat merindukan anak kami. Kami ingin memeluk dan menggendongnya.

Ini adalah akhir dari bulan madu kami, tetapi bukan berarti akhir dari kisah cinta kami. Hidup bersamanya merupakan anugerah bagiku. Setiap hari kami merajut cinta, berjuang bersama untuk membesarkan dan mendidik anak kami, membangun keluarga kecil kami, dan tentu saja bersama-sama mengalahkan lawan kami. Hahaha! Kim Jaejoong, you are all that I need. I love you forever and always.

.

.

.

MyBooLoveBear: terima kasih sudah membaca. Semoga terhibur.

My yunjaechun: ini hanya iseng. Saya tidak bisa mempertahankan genre hurt-nya.

Guest: ini hanya cerita iseng. Saya tidak terlalu serius menggarapnya. Ke depannya saya tidak tahu.

Seulngie9669: cerita ini sudah tidak ada konfliknya.

PhantomYi: main gamenya saat sendirian saja.

D14napink: mungkin kapan-kapan. Terima kasih idenya.

Yunjaessi: Yunho beruntung punya istri seperti itu.

Namnam: tidak tahu kapan. Ide cerita lumayan banyak, tetapi sekarang saya sudah tidak bisa sering menulis cerita lagi. Kebetulan saja ini ada libur cukup panjang. Jadi, bisa menulis lagi.

Ray: terima kasih. My 4D Mom masih dalam proses. Semoga Selasa sudah jadi, tetapi saya tidak bisa berjanji. Liburnya cukup panjang, tetapi pekerjaan juga cukup banyak.

Fans jj: apanya yang real?

Mia cho: terima kasih sudah membaca. Semoga terhibur.

Guest: semoga yang ini cukup memuaskan.

: sebetulnya ini mengada-ada. Hahaha!

Saaaa: My 4D Mom sedang diketik. Semoga Selasa bisa selesai, tetapi jangan terlalu banyak berharap. Kadang ada saja pekerjaan yang harus saya lakukan, sehingga pengerjaannya tertunda lagi.

Guest: terima kasih sudah membaca.

Lirey: MOC tidak ada sekuelnya. M4DM masih dalam proses.

Chunniejjang: saya langsung googling sinopsisnya setelah membaca komentar ini. Sepertinya menarik. Saya jadi ingin menontonnya.