Disclaimer © Fujimaki Tadatoshi

WARNING: AU, OOC, Typo(s)

Tambahan: Aomine: 25 tahun, Kagami: 12 tahun.

.

.

.

Aomine mengerutkan keningnya masih dengan mata yang tertutup. Dia bermimpi sedang memeluk sesuatu yang hangat dan sangat nyaman di tangannya. Tapi tiba-tiba sesuatu yang hangat dan nyaman itu menggigit pundaknya yang membuatnya berseru kesakitan dan membuka matanya. Dia memelototi pelaku penggigitan itu yang tak lain adalah bocah yang tiba-tiba ada di depan rumahnya secara misterius. Taiga balas memandangnya galak tapi malah jadi lucu karena pipinya yang chubby merona merah semerah rambutnya.

"Bukan begitu cara membangunkan orang." kata Aomine dengan suaranya yang serak sehabis bangun tidur.

"Aku tidak bisa napas!" balas Taiga.

"Salahmu sendiri tidur di sini." kata Aomine dan berguling memunggungi Taiga untuk kembali tidur.

"Oom, jangan tidur lagi!" kata Taiga dan menarik pundak Aomine agar dia menghadap Taiga.

Aomine menggerutu dan melepaskan tangan Taiga. "Pergi sana, jangan ganggu!"

"Oom!" Taiga menggoyang-goyang tubuh Aomine agar dia tidak kembali tidur.

"Jangan ganggu!" balas Aomine menampik tangan Taiga agar berhenti menggoyang-goyangkan tubuhmu. "Sana bikin sarapan."

"Tidak mauuuuu..." Taiga berteriak tepat di telinga Aomine.

Aomine menggeram kemudian secara cepat membalik badannya dan menindih tubuh kecil Taiga. Dia menyeringai dan menggenggam kedua tangan Taiga dengan erat di sebelah kepalanya.

Taiga menarik napas kaget dan matanya yang besar menatap Aomine takut-takut. "O-Oom…"

"Oke kalau kau tetap ingin di sini." Aomine kemudian menurunkan kepalanya dan mencium bibir kemerahan Taiga. Taiga membuka mulutnya untuk menyuruh Aomine untuk berhenti tapi Aomine malah memasukkan lidahnya ke dalam mulut Taiga yang membuat Taiga mengeluarkan suara desahan pelan. Mendengar suara Taiga malah membuat Aomine semakin bersemangat mencumbu bocah dua belas tahun itu. Taiga menendang-nedangkan kakinya ke tubuh Aomine karena dia mulai kehilangan oksigen untuk bernapas. Dengan gigitan terakhir di bibir Taiga, Aomine akhirnya melepaskan pagutannya di bibir Taiga.

Melihat Taiga yang bernapas terengah-engah dengan pipi yang merona merah dan matanya merahnya agak berair dan bibirnya yang membengkak karena perbuatannya barusan, semakin membuat Aomine bersemangat di bawah sana.

"A-apa yang Oom lakukan?" tanya Taiga dan memegang bibirnya.

"Hm? Ini yang dilakukan orang yang saling mencintai dan aku mencintaimu." jawab Aomine dan tangannya mulai menggerayangi tubuh Taiga.

Tubuh Taiga bergetar ketika Aomine mengelus-elus barangnya dan mulutnya mengeluarkan desahan. "Ahh O-Oom…"

"Kau menyukainya?" tanya Aomine yang tersenyum mesum dan memasukkan tangannya ke dalam celana pendek Taiga untuk memegang kejantanan Taiga dan mengocoknya pelan.

Taiga menggeliatkan tubuhnya dan tangannya menggenggam seprai secara erat. "B-berhenti…"

"Eh? Tapi kita baru mulai." kata Aomine dan menjilat leher Taiga.

Taiga menggeleng-gelengkan kepalanya tapi Aomine jadi berganti memasukkan tangannya ke dalam kaos yang dikenakan Taiga dan mengelus-elus perut Taiga. Sementara tangannya berada di tubuh Taiga, mulutnya sibuk memberikan tanda kemerahan di leher kecokelatan Taiga. Taiga memekik tertahan ketika Aomine menggigit kulit lehernya kemudian menciumnya dan menjilati bekas kemerahan di lehernya. Taiga secara reflek membuka kakinya lebar-lebar ketika Aomine memposisikan tubuhnya di tengah kaki Taiga dan menggesek-gesekkan kejantanannya yang sudah setengah mengeras ke kejantanan Taiga. Aomine masih tetap menciumi dan menggigiti leher Taiga dan tangannya menggerayangi tubuh Taiga sampai dia menemukan nipple Taiga dan mencubitnya yang membuat Taiga menarik napas kaget. Aomine berhenti menyerang leher Taiga untuk menyeringai ke Taiga kemudian membukan kaos Taiga.

"J-jangan…" tapi perkataan Taiga diabaikan oleh Aomine dan mulutnya langsung mengulum nipple Taiga sementara tangannya memilin-milin nipple Taiga yang lain. Merasakan sensasi aneh di dadanya, Taiga melengkungkan punggungnya dan tangannya menjambak rambut biru gelap Aomine. "Ahh…"

Aomine mengerang ketika Taiga menjambak rambutnya yang membuat lebih bersemangat untuk bermain-main dengan dada Taiga.

"Oom…"

Aomine berpikir suara Taiga yang mendesah-desah adalah nada terindah yang pernah masuk ke telinganya dan dia tidak akan pernah capek untuk mendengarnya.

"Oom."

Aomine semakin mendekap tubuh kecil Taiga lebih erat.

"Oom!"

Aomine tersentak kaget dan membuka matanya. Dia menjadi sangat bingung apa yang terjadi ketika ternyata yang dipeluknya bukan Taiga dan malah gulingnya. Taiga yang asli sedang berdiri di sebelah ranjang Aomine sambil berkacak pinggang. "Taiga?"

"Aku sudah membuat sarapan," kata Taiga. "Aku sudah mencoba membangunkan Oom daritadi tapi Oom malah mengeluarkan suara-suara aneh sambil memeluk guling."

Aomine membelalakkan matanya horor dan wajahnya menjadi pucat mendengar perkataan Taiga. Untung Taiga tidak bisa membaca pikiran atau dia pasti akan melabeli Aomine sebagai oom-oom jones mesum dan pedofil.

"Oom memangnya bermimpi apa?" tanya Taiga polos sambil menelengkan kepalanya.

"Bukan urusanmu, bocah." jawab Aomine. Dia tidak mungkin 'kan menjawab Taiga dengan aku bermimpi sedang menyutubuhimu dan aku menikmatinya. "Sana pergi!"

"Aku sudah membuat sarapan."

"Ya, ya, biarkan aku mandi dulu." Dia juga tidak mungkin 'kan memperlihatkan boner-nya ke Taiga.

Taiga mengangguk dan keluar dari kamar Aomine. "Aku akan menunggu Oom."

.

Setelah mereka makan pagi dan kenyang, Aomine memutuskan untuk menonton televisi karena sekarang dia sedang libur. Dan Taiga juga mengikuti Aomine tapi dia duduk bawah dan sedang mewarnai gambar yang sudah digambarnya tadi. Aomine menyelonjorkan kaki panjangnya di meja dan dengan sengaja menyenggol Taiga hingga gambaran Taiga menjadi tercoret.

"Oom!" Taiga memelototi Aomine dan memukul kaki Aomine.

Aomine tertawa kecil dan menjahili Taiga lagi sampai membuatnya marah dan menggigit jari kakinya.

"Aduh! Kau mempunyai taring ya?" Aomine mengelus-elus jari kakinya yang habis digigit Taiga.

"Salah Oom sendiri!" balas Taiga kemudian kembali menyibukkan dirinya dengan gambarannya.

Aomine mendengus dan kembali menonton acara televisinya.

"Oom," kata Taiga setelah beberapa saat. "Lihat gambaranku."

"Hm?" Aomine menjadi duduk tegak dan menerima buku gambar Taiga. Ada dua orang di gambaran Taiga, Aomine mengenali dua orang itu sebagai dirinya dan Taiga. Aomine tersenyum kecil tapi lalu mengerutkan keningnya ketika melihat gambar dirinya yang diwarnai Taiga dengan warna cokelat yang paling gelap sampai terlihat seperi hitam.

"Jelek. Bikin lagi." kata Aomine dan melempar buku gambar Taiga.

Taiga mengerucutkan bibirnya dan kembali di posisinya sebelumnya untuk kembali menggambar.

Aomine menghela napas bosan setelah acara komedi tentang hewan-hewan selesai dan dia tidak menemukan acara lain yang layak untuk ditonton. Dia mematikan televisinya dengan remote dan memandang Taiga yang masih asik menggambar. Sudah berapa lama Taiga tinggal dengannya tapi dia tidak pernah berbicara tentang keluarganya atau dia ingin pulang. Yah tidak apa-apa lah, Taiga bisa berguna juga. Selain memasak juga bisa berguna untuk hal-hal lain dalam tanda kutip. Aomine tersenyum mesum tapi langsung menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran-pikiran mesum tentang Taiga atau "adik"nya yang di bawah akan bangun dan membuat suasana menjadi canggung.

"Hey Taiga,"

"Hm?" jawab Taiga tanpa melihat Aomine dan matanya masih di buku gambarnya.

"Mau menonton film?"

"Hm… oke," jawab Taiga dan menutup buku gambarnya. "Tapi jangan film hantu-hantu."

"Ya." Aomine berdiri dan mengambil kunci mobilnya untuk menuju bioskop dan menonton bareng Taiga.

.

Setelah mereka selesai menonton film dan keluar dari bioskop di dalam mall, Aomine mengajak Taiga untuk membeli es krim dan bermain-main dulu di mall sebelum pulang. Aomine melihat Taiga yang memakan es krim cokelatanya dengan mengayun-ayunkan kakinya. Aomine menjadi berpikir sejak kapan dia menjadi terangsang oleh anak dua belas tahun, dan itu anak laki-laki lagi. Sejak kapan dia menjadi pedofil dan homo secara bersamaan.

Aomine kemudian melihat anak-anak kecil lain yang sedang mengantri untuk membeli es krim dan mencoba berfantasi menggunakan anak-anak itu. Tapi dia tidak merasakan apa-apa dan malah mengerutkan kening ngeri. Jadi dia hanya merasakn itu ke Taiga. Sialan Taiga bisa menjadi unyu dan menggemaskan seperti itu sampai membuatnya ingin melakukan hal yang akan membuatnya dipenjara 15 tahun dan didenda 60 juta.

"Oom, ayo main." kata Taiga membuyarkan lamunannya.

Aomine tersedak es krim yang sedang dijilatnya dan membuatnya batuk-batuk. Dia harus menenangkan dirinya dan tidak menyalahartikan perkataan Taiga.

"Main apa?" tanya Aomine setelah menenangkan dirinya.

"Itu." Taiga menunjuk zona bermain dengan game-game arcade yang penuh dengan anak-anak dan remaja-remaja.

"Ayo." Aomine berdiri dan menuju zona bermain yang langsung diikuti Taiga.

Setelah semua karcis yang sudah habis dipakai dan tinggal satu yang digunakan Aomine untuk bermain permainan memasukkan bola basket ke ring yang bola basketnya masuk semua dan Aomine disuruh memilih hadiah apa yang diinginkannya, dia menyeringai ke Taiga dan memilih bando dengan kuping macan dan memasangkannya ke Taiga.

"Hahaha sekarang kau benar-benar menjadi macan." kata Aomine menertawai Taiga.

Taiga merona merah dan akan melepas bando macan di kepalanya tapi dicegah oleh Aomine.

"Jangan copot, kalau kau mencopotnya aku akan meninggalkanmu di sini."

Taiga menggembungkan pipinya dan memalingkan wajahnya yang masih memerah. Aomine cepat-cepat menutup hidungnya kalau-kalau dia nosebleed melihat pemandangan di depannya.

"Oom aku mau pipis." kata Taiga dan menepuk-nepuk tangan Aomine untuk mendapatkan perhatiannya.

Lagi-lagi Taiga berbicara yang tidak-tidak. "Uh… t-toiletnya di sana."

"Aku tidak berani sendiri." kata Taiga dan menggandeng tangan Aomine dengan erat.

Aomine menggerutu tapi tetap mengantarkan Taiga untuk ke toilet. "Cepat masuk."

Taiga mengangguk dan memasuki toilet laki-laki dengan Aomine menungguinya di depan. Aomine menghentak-hentakkan kakinya tidak sabar dan akan mengetuk pintu Taiga tapi terhenti ketika gawainya berbunyi.

"Yo," sapa Aomine setelah dia menjawab panggilan yang masuk.

"Aomine,"

"Ada apa?" ternyata salah satu rekannya di kepolisian yang meneleponnya.

"Kau masih ingat kasus anak hilang yang kau laporkan dua minggu yang lalu?"

Aomine menatap pintu di mana Taiga menghilang dan mengerutkan keningnya. "Ya."

"Aku mungkin mendapatkan petunjuk dari mana asalnya. Aku akan mengirimu e-mail detailnya."

"Ya, terima kasih." Aomine kemudian memutuskan sambungan teleponnya.

Aomine mengerutkan keningnya, mungkin waktunya dengan Taiga sudah habis dan besok kalau dia masuk lagi dia akan tahu dari mana asal Taiga dan dia harus mengembalikan Taiga ke keluarganya.

"Oom, kenapa?" Aomine menundukkan kepalanya untuk melihat Taiga yang melihatnya khawatir.

"Tidak kenapa-napa," balas Aomine dan mengacak-acak rambut Taiga. "Ayo pulang."

Taiga mengangguk dan menggandeng tangan besar Aomine dan berjalan bersama untuk pulang.

.

.

.

A/N: yay rating-nya naik /slapped :v