Lembayung sore menjadi pertanda bahwa waktu untuk beraktivitas telah usai. Lampu di pinggir jalan yang mati mulai berkedap kedip, sementara bulan naik menggantikan shift kerja matahari. Nagisa berlarian pulang ke rumah sambil mendekap kaset Sonic Ninja yang baru saja dibelinya selepas pulang sekolah. Tidak menyangka bahwa di depan muka pintu kedua orangtuanya sudah menunggu dengan wajah penuh haru.
"Nagisa sayang—" kata sang mama,
"Besok kita akan—"
"—?"
"Bertemu teman Ibu."
... Terus?
"Kita akan membicarakan tentang wasiat yang ditinggalkan kakekmu—"
Nagisa diam
"—perihal perjodohan."
"H-hah? M- Maksudnya aku akan dijodohkan, begitu?"
"Ya—begitulah."
"..."
"Kita akan bertemu mereka besok pukul sepuluh pagi."
"..."
"Dandan yang cantik ya sayang."
Detik itu juga, Shiota Nagisa, yang masih memeluk kaset Sonic Ninja di tangannya berkaca kaca.
.
.
.
"Salahku apa, bu?"
.
.
Ansatsu Kyoushitsu © Yuusei Matsui
Kekkon Seikatsu! © phantomsan
.
KaruNagi with Semi!AU
Warning: Mengandung unsur Boys Love. Rating T+ atau bahkan bisa lebih, awas ada Typo(s)!
.
Kekkon Seikatsu!
.
.
Nagisa memandang tempat ini dengan takjub. Ia tampar pipinya sendiri. Orangtuanya pasti punya alasan yang bagus kenapa ia—harus—di jodohkan. Mungkin kalau bukan karena parasnya yang seperti perempuan –Nagisa sebenarnya enggan mengakuinya. Mungkin juga karena nilai ulangannya selalu jeblok. Jadi ya ... itu. Ibu dan ayahnya pasti menginginkan masa depan yang cerah untuknya.
Meskipun jalannya salah –pikir Nagisa.
Konon kabarnya, anak yang akan dijodohkan dengannya ini merupakan anak dari keluarga konglomerat. Kaya dan berpendidikan. Nagisa sebenarnya penasaran tapi dia tidak mengatakan dengan gamblang. Siapa gerangan orang yang akan dijodohkan dengannya?
Nagisa jadi bergidik sendiri.
Kesan pertama Nagisa ketika sampai di depan bangunan besar—elit. Elit, tapi aneh. Gerbangnya tinggi menjulang. Terbuat dari besi keras dengan lapisan perak mengkilat.
Matanya bergerak kemana- mana. Menemukan air mancur dengan patung pancuran bernilai estetik tinggi, taman bunga berkelompok, hingga taman obat, lalu gedung bertingkat yang sangat besar.
Nagisa meneguk ludah kasar.
Di depan pintu telah berjajar para butler dan maid telah menunggu kedatangan mereka dan membungkuk sembilan puluh derajat.
"Tuan dan Nyonya, kalian telah ditunggu oleh keluarga Akabane didalam. Mari saya antar."
Di perlakukan seperti ini entah mengapa Nagisa merasa sedang dilamar anak bangasawan.
'Tidak! tidak Nagisa! Singkirkan pemikiran anehmu!'
"Ayah yakin kamu akan suka sama dia. Orangnya sangat baik, 'kok."
Nagisa cuma mengangguk. "Memangnya ayah sudah bertemu dengannya?"
Lalu ayahnya nyengir tanpa dosa. "Belum."
Kemudian Nagisa cuma mengangguk lagi –meskipun dalam hati Nagisa sudah dongkol sekali. Mendadak, Nagisa tarik lengan baju ayahnya.
"Yah –mau pipis."
"Oh, baiklah. Tapi jangan lama-lama, keluarga Akabane sudah menunggu kita."
Muka Nagisa tegang.
"–tapi yah, toiletnya dimana?"
"..."
Dan ayahnya tepuk jidat.
Dipanggilnya salah satu maid yang tengah berjaga dibelakang.
"Selamat berjuang mencari kepastian anakku."
Kepastian ndasmu yah!
.
..
...
Setelah menuntuskan hasrat yang terpendam –halah. Nagisa kembali menghampiri ayah dan ibunya –dan tentu saja Keluarga Akabane juga. Wajah Nagisa terlihat lebih segar dari sebelumnya.
"Nagisa, ayo perkenalkan dirimu." Hiromi mengusap kepala Nagisa yang menunduk.
"Shiota Nagisa. Yoroshiku onegaishimasu."
Nyonya Akabane itu tidak bisa untuk tidak mencubit kedua pipi gembul Nagisa lalu memeluknya erat.
"Kyaaa~ Nagi-chan kawaii sekali. Tambah besar tambah moe, 'ya?"
"Ahahaha,"–Nagisa tidak tau harus senang atau sedih mendengar pujian Nonya Akabane–"terimakasih –uhm tante."
"Terakhir kita bertemu waktu itu kalian masih di playground. Nagi-chan masih ingat Karma? Dulu dia sering sekali membawa sikat gigi dan wasabi dan itu tidak pernah lepas dari kedua tangannya." Ibu rumah tangga Akabane itu kemudian tertawa renyah. Sedangkan Nagisa memasang ekspresi lelah.
Apanya yang lucu coba, yang ada malah serem ceritanya.
"Nah, ayo duduk Nagisa."
Pemilik surai baby blue mengangguk. Membawa tubuh kecilnya untuk duduk diapit ayah dan ibunya.
Keringat dingin mulai membanjiri pelipis Nagisa. Entah kenapa rasanya dari tadi dia sedang dipandangi oleh makhluk astral –enggak. Auranya begitu mengintimidasi. Yang ternyata asalnya dari anak bersurai merah –persis seperti surai Nyonya Akabane –sedang memperhatikannya sambil bertopang dagu.
"A–ano–"
"Hee~ jadi ini calon istriku, 'ya?"
Iris azure itu melotot kaget.
Wutt–
–calon istri?
Tunggu dulu –pasti ada yang salah disini.
Nagisa menatap ayah dan ibunya bergantian dengan wajah meminta penjelasan.
"Kamu akan dijodohkan dengan Karma-kun. Anak tunggal keluarga Akabane. Ibu sudah bilang padamu, 'kan?"
Kepala Nagisa menggeleng cepat. "Tapi kalian tidak bilang bahwa anaknya adalah laki-laki!"
"Ya –ayah kira kamu sudah tau tentang keluarga Akabane."
Nagisa menghela nafas. Terjawab sudah kenapa ibunya dari kemarin memintanya untuk 'dandan cantik' ternyata ini maksudnya.
"Hei kamu! Apa kamu tidak berniat untuk menolak perjodohan ini?" Oh rupanya Nagisa belum menyerah.
"Hm? Sepertinya tidak ada alasan untuk menolaknya." Dijawab kelewat santai oleh Karma.
Nagisa si pantang menyerah kembali mengemukakan pendapatnya. "Lagipula kami masih dibawah umur! Juli nanti usiaku lima belas."
Sekian lama berdiam diri, kepala rumah tangga Akabane itu kemudian angkat bicara untuk mengatasi situasi yang semakin menegangkan –tidak.
"Nagisa tenang saja, masalah umur kami bisa mengaturnya. Di buku pernikahan nanti usia kalian akan menjadi delapan belas –usia legal untuk menikah di Jepang."
Nagisa mangap.
Tidak percaya atas apa yang barusan ia dengar. Dasar orang kaya!
"Desember lalu Karma-kun menginjak usia empat belas." Tambah Nyonya Akabane.
JDERRR!
Tubuh kecil Nagisa serasa disambar petir. Dia tidak mengerti dengan cara pemikiran orangtua disini.
Sudah sama-sama punya belalai, pemalsuan umur, lalu menikah dengan anak yang lebih muda darinya?! Oke. Yang terakhir itu agak berlebihan.
Hiromi menggenggam tangan kecil Nagisa. "Kamu tidak akan menolaknya, 'kan sayang? Ini adalah keinginan terakhir kakekmu sebelum dia meninggal. Tidakkah Nagisa ingin mewujudkannya?"
Nagisa menggigit bibir bawahnya sambil menundukan kepala. Jika ibunya sudah memohon, Nagisa bisa apa?
Kepala dengan surai baby blue perlahan mengangguk pelan. Tiba-tiba tubuh ringkih Nagisa ditarik kedalam sebuah pelukan.
Hangat.
Ah, benar juga. Kapan terakhir kali Nagisa dipeluk seperti ini oleh ibunya?
Kedua pipi chubby Nagisa ditangkup. "Terimakasih Nagisa. Ibu sangat bahagia."
"U–uhm ya. Aku sayang ayah dan ibu."
Ayah dan ibunya kemudian mendekap Nagisa erat. Disebrang sana keluarga Akabane memperhatikan mereka dengan senyum bahagia. "Tentu. Kami juga sangat menyayangimu, Nagisa.
.
..
...
...
...
"Ne, Hiromi. Bukankah ini sudah saatnya?"
"Ah, kau benar Yuki. Kita harus berangkat sekarang."
Iris azure Nagisa mengerjap. Pandangannya tak lepas dari dua wanita yang berada didepannya.
"Kalian mau kemana?"
Tuan Akabane beranjak dari kursinya menghampiri Nagisa dan mengusak surai baby bluenya. "Kami berempat akan pergi ke butik. Nagisa tetap disini bersama Karma 'ya?"
Remaja mungil panik. Gawat sekali Nagisa ditinggal dengan Karma. Hanya berdua lagi.
"Kenapa k–kami tidak diajak?"
"Hm~ tentu saja karena ini adalah kejutan untuk Karma dan Nagi-chan. Jadi kalian tidak boleh ikut."
"Karma, jika Nagisa ingin pulang. Tolong antarkan sampai di rumah Shiota,"–Tuan Akabane menepuk bahu anaknya–"dengan keadaan selamat tentunya."
Setan merah itu menyeringai. "Tentu Pak Tua."
"Kalian berdua harus langsung beristirahat. Oke?"
"Ayeaye~ mom."
"K–kenapa harus begitu?"
"Tentu saja karena kalian berdua besok akan menikah, Nagi-chan."
Nagisa mangap season dua.
... maksudnya apa ini?
Lalu iris azure nya bergulir menatap orang dewasa itu berjalan menjauh, lalu Nagisa melihat ibu nya berhenti berjalan dan berbalik. Menatap Nagisa dengan senyum hangat. Hiromi bisa melihat dengan jelas wajah Nagisa yang murung.
"Nagisa. Setelah pernikahanmu selesai, kami berencana untuk bersatu lagi." Hiromi kemudian berbalik lagi, tangannya kini digenggam mesra oleh mantan suaminya.
Sekilas dia bisa melihat wajah murung Nagisa telah terganti oleh wajah haru bahagia.
.
..
...
...
...
Suasana berubah menjadi canggung semenjak mereka berdua ditinggalkan oleh keluarga masing-masing. Nagisa merasa tenggorokannya gatal ingin bicara –karena pada dasarnya Nagisa tidak suka suasana seperti ini.
"N–ne Akabane-kun–"
"Karma saja."
Tubuh Nagisa menegang ketika suara Karma memotong pembicaraannya.
"Kita akan menikah besok. Masa setelah menikah masih panggil nama keluarga, 'kan tidak lucu."
Karma beranjak dari kursi tempatnya duduk kemudian berjalan dan duduk di kursi yang sama dengan Nagisa.
Dalam satu tarikan, punggung kecil Nagisa menubruk dada Karma –yang tidak ingin Nagisa akui ternyata Karma memiliki dada yang bidang.
"Lagipula Nagisa,"–Karma berbisik sensual tepat ditelinga Nagisa–"namamu akan segera berubah." Lalu lidahnya terjulur menjilati daun telinga Nagisa. Karma merasakan tubuh yang berada dalam dekapannya menegang.
Belum apa-apa sudah dilecehkan. Nagisa sayang, Nagisa yang malang.
Fix. Nagisa memasukan Karma dalam list daftar orang-orang berbahaya.
"K–kenapa berubah?"
Karma bisa mendengar suara Nagisa yang bergetar, oleh karena itu dia melepas dekapannya.
Kasihan, calon istrinya masih polos.
Nagisa buru-buru beringsut menjauh. Menciptakan jarak antara dirinya dan Karma.
"Namamu akan berubah menjadi Akabane Nagisa. Ya seperti itu." Karma melirik Nagisa sekilas. "Akulah yang berperan sebagai kepala keluarga disini dan Nagisa sebagai pendampingnya."
"Kenapa ... Karma-kun tidak menolaknya?"
Pemilik surai merah itu tersenyum kecil. "Apa aku terlihat seperti anak pembangkang yang tak pernah menuruti kemauan orangtuanya?"
Iris merkuri dan azure berpandangan.
"Dengar Nagisa. Aku –mungkin hobiku adalah mencelakai orang lain, melakukan semua yang aku sukai, dan meninggalkan apa kuanggap tak penting. Tapi aku tidak pernah mempunyai keberanian untuk membangkang kepada orangtuaku." Karma mengusak surai baby blue Nagisa. "Karena itulah aku menerima perjodohan ini."
Nagisa menatap tidak percaya kepada pemuda yang ada didepannya sekarang.
Terkejut tentu saja.
Karma ini bukan seperti Karma dengan tanduk dikepalanya. Karma yang ini ... lebih seperti Karma yang dewasa sebelum waktunya.
Keterkejutannya belum berhenti sampai disitu.
Tangannya tiba-tiba digenggam oleh Karma. Entah kenapa Karma merasa tangan kecil Nagisa begitu pas digenggam oleh tangannya.
"Percaya padaku. Dan semuanya akan baik-baik saja. Tetaplah berada disampingku, Nagisa."
Nagisa merasa wajahnya memanas sampai ke cuping telinga.
Apakah yang barusan itu sebuah lamaran?
.
..
...
...
...
"Tidak mau! Ibu lepaskan aku!"
"Tidak Nagisa. Kita harus cepat, pendetanya sudah datang."
Nagisa menatap pantulan dirinya di cermin. Iris azurenya berkaca-kaca. Ugh, jadi ini yang disebut calon ibu mertuanya sebagai kejutan.
Kejutan apanya ...
Sebuah gaun pendek berwarna putih melekat pada tubuh kecil Nagisa membuatnya jadi terlihat semakin ramping. Rambutnya yang sering dikuncir dua itu kini di gerai. Make up tipis disapukan kepermukaan wajah Nagisa sehingga hasilnya pipi chubby Nagisa menjadi merah merona, tidak lupa dengan olesan lip tint yang membuat bibirnya yang berwarna peach menjadi lebih berwarna.
Duh 'kok aku kayak perempuan 'sih?
"Nagisa jangan memasang wajah seperti itu. Kamu cantik 'kok. Cantik banget malah."
Nah. Itu masalahnya, bu.
"Ini pernikahanmu. Sekali seumur hidup, kamu harus merasa bahagia sayang."
Bahagia nikah sama setan, bu?
Diambang pintu, ayahnya telah menunggu Nagisa dengan pandangan haru.
"Kemarilah, nak." Ayahnya mengulurkan tangan dan disambut oleh tangan Nagisa.
Ibunya sudah lebih dahulu masuk ke gereja. Sedangkan Nagisa dan ayahnya masih bersiap-siap. Karena bagaimanapun juga Nagisa adalah pemeran utama disini.
Nagisa yang telah disulap menjadi perempuan jadi-jadian meremat gaunnya. Iris azurenya mendongak menatap sang ayah.
"Yah–aku gugup sekali."
Genggaman tangan mereka semakin erat, ayahnya kemudian tersenyum. "Tidak apa, itu wajar. Malaikat kecil ayah sekarang tampak semakin indah."
Nagisa menggigit bibir bawahnya. Wajahnya tiba-tiba panas, lalu airmata itu rasanya telah menggenang dipelupuk matanya.
Dia ingin menangis.
.
..
...
...
...
Alunan lagu Wedding March terdengar, lagu yang mengisayaratkan untuk memberikan kesyakralan dan keheningan, menandakan bahwa sang pengantin akan memainkan perannya. Nagisa melangkah pelan melewati karpet merah yang akan mengantarkannya kedepan altar, tempat calon pasangan hidupnya menunggu.
Pemilik surai baby blue melirik sang ayah yang berada disampingnya tengah menatapnya dengan pandangan haru. Iris azure itu bergulir kedepan, tepat dimana calon pasangannya tengah menyunggingkan senyuman tampan kepada Nagisa.
Nagisa mengalihkan pandangannya kemana saja, asal jangan pada pemuda yang akan menjadi suaminya.
Tiba didepan altar. Ayah Nagisa dan Karma berpandangan sejenak sampai ayah Nagisa berkata, "Kuserahkan Nagisa kepadamu, Karma-kun." Lalu Karma mengangguk mantap sebagai jawabannya.
Pandangan Karma kemudian teralihkan sempurna kepada calon pendampingnya. Karma melihatnya, Nagisa itu tampak sangat mempesona sekali hari ini.
Karma mengulurkan tangannya dengan tak berhenti memasang senyum tampan, uluran tangannya kemudian disambut oleh tangan kecil Nagisa.
Nagisa memandang Karma kemudian tersenyum kagum. Karma memakai setelan jas dengan warna yang senada dengan gaun miliknya. Lalu surai merahnya disisir rapih ke belakang. Karma terlihat sangat tampan.
Dan di sinilah sang kedua mempelai berada, berdiri di depan altar, di hadapan sang pendeta dan disaksikan oleh para tamu undangan, untuk mengucap janji suci.
"Apakah kau, Akabane Karma, bersedia menerima Shiota Nagisa sebagai pendamping hidupmu satu-satunya, hidup bersama dalam ikatan pernikahan yang suci, saling mengasihi dan menyayangi, dalam susah maupun senang, dalam sakit maupun sehat, dan menjaga kesucian pernikahan ini seumur hidup?"
"Ya, saya bersedia," jawab Karma tegas dan mantap.
"Dan apakah kau, Shiota Nagisa, bersedia menerima Akabane Karma sebagai pendamping hidupmu satu-satunya, hidup bersama dalam ikatan pernikahan yang suci, saling mengasihi dan menyayangi, dalam susah maupun senang, dalam sakit maupun sehat, dan menjaga kesucian pernikahan ini seumur hidup?"
"Ya, saya bersedia." Nagisa mengatakan hal itu sambil tersenyum tulus.
"Baiklah. Sekarang ucapkan janji nikah kalian dengan sungguh-sungguh dan tanpa paksaan," lanjut sang Pendeta.
"Saya, Akabane Karma, menerima Shiota Nagisa sebagai satu-satunya pendamping hidup saya dalam pernikahan yang sah, dalam suka maupun duka, di waktu sakit maupun sehat, hingga kematian memisahkan kami berdua."
"Saya, Shiota Nagisa, menerima Akabane Karma sebagai satu-satunya pendamping hidup saya dalam pernikahan yang sah, dalam suka maupun duka, di waktu sakit maupun sehat, hingga kematian memisahkan kami berdua."
"Silakan memakaikan cincin pernikahan pada pasangan Anda."
Karma memasangkan cincin ke jari manis Nagisa, begitu pula sebaliknya.
"Silakan mencium pasangan Anda."
Dan di saat itulah, gereja itu dipenuhi suara riuh tepuk tangan penuh kebahagiaan saat Karma mencium kening Nagisa dengan begitu lembut dan penuh kasih sayang.
"Nagisa semuanya akan baik-baik saja," bisik Karma di telinga Nagisa. "Apakah kamu menyesal?"
Nagisa menggeleng pelan. "Aku tidak menyesal, Karma."
.
.
.
.
.
Detik itu juga Shiota Nagisa resmi berubah nama menjadi Akabane Nagisa.
.
.
.
.
.
TBC
A/N: yuhuuuu~ saia kembali membawa chap dua! duh daku terhura banget ternyata kalian semua masih menantikan FF ini, saia bahagia banget sumpah huhu /nangis bombay
.
chapter ini ngejelasin gimana semuanya berawal. dan kayaknya semua pertanyaan kalian udah pada kejawab ya? hahaha. btw yang datang ke nikahan KaruNagi cuma dikitan, soalnya acara tertutup. yang datang itu cuma karib kerabat kedua keluarga aja
saya gak bisa terusin kelanjutan KaruNagi pas kawin, takutnya ceritanya malah jadi terkesan serius dan berat, soalnya dari awal ini FF humor meski gak kerasa humornya -,-"
.
chapter tiga si Asano junior bakal muncul gaesss~ ada yang kangen sama dia? /senyum ikemen
.
oiya buat yang nanya saya laki atau cewek. ya jawabannya cewek -tepatnya cewek sengklek :')
.
.
.
lastooo, saya minta kritik dan sarannya demi kelangsungan FF tercinta ini. so, mind to review?