Garis Darah
Disclaimer: Karakter pinjaman dan Naruto jelas bukan miliku (Naruto milik Masashi Kisimoto)
Warning! Abal/No Baku/Typo/DLL
Chapter 1: Kejutan Undangan
.
.
Krriiiiinngggg...
Gundukan selimut itu perlahan bergerak bergelombang lalu menjulur tangan berwarna tan menuju nakas tempat alaram itu berdenging. Ctak!
Dri ujung selinut muncul helaian rambut berwarna pirang disusul wajah kusut khas orang bangun tidur, perlahan kepala itu menoleh kesamping kanan arah plafon kamar. Tidak ada berkas cahaya matahari disana, dan perlahan tubuh yang sempat terduduk itu perlahan merosot ingin melanjutkan tidurnya.. Krruyyukkk ..
Dengan kesal menendang selimutnya dan turun dari ranjangnya yang nyaman, selalu rasa lapar dipagi hari mengganggu acara bermalas-malasannya. Dengan mata setengah terbuka, pemuda kurus itu berjalan gontai keluar kamar menuju living room yang juga digunakan untk ruang makan dan acara berkumpul dengan penghuni lainnya.
Srakk ...
Pintu kamar bergeser dan menampilkan pemuda lain yang lebih muda darinya, berdiri diambang pintu sambil mengucek mata. " Ohayo.. Naruto-nii,"Pemuda coklat itu menyapanyan dengan suara serak lalu ikut berjaalan keluar dari kamarnya.
"Yo." Bukan jawaban yang semestinya, tapi kondisinya yang tengah kelaparan membuatnya malas untuk sekedar menggetarkan pita suaranya. Tidak ingin menunda perjalanya dan segera berjalan kembali yang juga diikuti oleh si pemuda coklat. Melewati deretan pintu kamar yang masih tertutup terlihat jika penghuninya belum bangun dari mimpi, meskipun angka di jam digital menunjukan angka 08.00, artinya merea terlambat sarapan dan tetap memilih tidur.
Tap..
Tap..
Tap..
Akhirnya langkah kedua pemuda itu sampai di sebuah meja tempat biasanya makanan tersaji, wajah antusias pemuda kuning aka. Naruto lenyap tergantikan wajah lesu. Dia lupa jika pemilik kost sedang pergi keluar kota selama satu minggu, itu artinya urusan makan dan bersih- bersih kost akan menjadi tanggungan anak- anak kost. Wajahnya bertambah pucat saat tidak menemukan apapun selain botol air minun di dalam kulkas, persedian mereka sudah habis kemarin dan pemilik kost baru akan pulang 5 hari kedepan.
"Nii-san? Kenapa kau malah bengong di depan kulkas? Buatkan aku ramen juga ya? Ya? Ya?" pemuda coklat itu berusaha membujuk Naruto.
"Konohamaru? Kau ingin makan ramen juga?" awan suram mengitari Naruto melihat konohamaru yang mengangguk antusias,"kalau begitu belikan ramennya, aku yang akan memasaknya!"
Konohamaru segera turun dari kursinya dan berjalan mendekati naruto lalu menengadahkan kedua tangannya sambil nyengir menunjukan giginya. Naruto ikut tersenyum dan menaikkan tangannya, betapa senangnya konohamaru meilhat nii-sannya yang pengertian.
Bletak!
"Iitteee... Kenapa Nii-san menjitak kepalaku!" smbil memgangi kepalanya yang benjol konohamaru meneriaki Naruto.
"Tentu kau tau uangku sudah dipakai untuk belanja makanan kemarin! Aku tidak punya uang sekarang, bodoh! Jangan bilang kau juga?!" Konohamaru mengangguk malu.
Bruk. .
Naruto sudah kehabisan tenaga untuk bicara, lebih memilih duduk lalu menidurkan kepalanya di atas meja. Berharap pnghuni lain tidak se-mengenaskan dompetnya dan Konohamaru. Melirik jam dinding yang masih berhenti di angka 5, dirinya memang bangun satu jam lebih awal.
"Hei.. Konohamaru, Nenek Biwako ataupun kakek Sarutobi tidak memberimu uang?"
"Tentu saja kau dikasih uang, tapi Nii-san… Uangnya dari sewa kost, huaaa mangkanya cepat bayar…"
Helaan nafas menjadi jawaban Naruto, bukannya ingin mangkir dari kewajiban. Hanya saja gajinya sebagai buruh proyek sudah tandas menjadi uang pinjaman anak kost yang lain, jadi bukan salahnya kan? Sampai beberapa saat waktu berlalu, satu demi satu penghuni kost mulai menanpakan wajah kusut mereka.
Dua orang pemuda dengan rambut coklat bertubuh tambun dan kurus, secara kasar memunculkan image angka sepuluh. Di susul lagi pemuda lain berambut hitam yang dikuncir di belakang kepala membentuk buah nanas, dengan kompak mereka menyapa Naruto dan Konohamaru.
"Sarapannya mana?" Dengan tampang tidak berdosa Choji, salah satu pemilik rambut coklat dengan tubuh tambun bertanya pada Naruto dan Konohamaru.
Sigh…
Naruto melengos tanpa ada niat menjawab, selain dari muka- muka masam khas bangun tidur Naruto dapat melihat hawa- hawa melarat dari ketiga pemuda yang duduk di seberang meja. Naruto terlampau hafal jadwal bulanan teman kostnya. Artinya, Naruto tinggal berharap pada para gadis yang juga menyewa kost di sisi timur yang berseberangan dengan kost pria, semoga para gadis memiliki sisa uang di akhir bulan.
"Ohayou…" Suara serentak bersumber dari pintu di sisi timur wilayah kost para gadis, di barengi dengan kemunculan empat sosok gadis yang masih mengenaan piama imut mereka.
"Wahh, Tidak biasanya kalian bangun pagi.." Ino si gadis modis dengan rambut pirang yang berdiri paling depan segera menyeret salah satu kursi di sebelah Naruto.
"Mungkin ada malaikat tersesat yang membangunkan mereka.." Naruto mejawab dengan menopang dagu di atas meja, menganalisis senyuman Ino yang terlihat mencurigakan.
Ketiga gadis lain mendekati kulkas seperti hari- hari biasanya, merupakan kebiasaan setelah bangun tidur. Lalu berjalan mengisi kursi kosong yang mengitari meja makan dari kayu.
"Naruto-kun.. Kulkasnya kosong.. ehehehe.." Sesuai dengan namanya, gadis dengan rambut musimg semi bunga sakura memanggil Naruto dengan nada manja yang biasanya dia pakai jika memiliki maksud terselubung.
Naruto msih diam dengan menopang dagu, tidak tertarik melihat gadis- gadis manis di depannya. Bukanya tidak suka dekat dengan para gadis, hanya saja dia cukup hafal dengan suara manja dan kalimat santun yang hanya bisa dia dapatkan di akhir bulan. Berarti tidak ada yang bisa Naruto harapakan dari anak kost yang lain, seharusnya Naruto merasa beruntung memiliki teman kost dari anak orang berada bukanya malah terpuruk karena kurang dana. Masalahnya, mereka anak orang kaya yang dituntut hidup hemat dan mandiri tetapi masih terbelenggu hidup ala sosialita yang menjadi konsumen barang- barang merk ternama.
Sudah dua tahun tapi mereka masih belum terbias mengelola uang bulanan dari orang tua masing- masing dengan bijak, bahkan tdak jarang uang yang seharusnya dibarkan kepada pemilik kost sengaja dialokasikan untuk sekedar bergaya.
Anak kost lainnya menatap harap pada Naruto yang mulai memijit kening beberapa saat yang lalu.
"Kenapa? Jangan menatapku seperti itu… Mintalah uang tambahan pada orang tua kalian! Uang tabunganku benar- benar sudah habis.."
Masalah uang membuat Ino paling cepat menjawab,"Ayoolah Naruto-kun, Biasanya kamu punya uang darurat… uang tambahanku sudah dikirim seminggu yang lalu, tidak mungkin aku minta lagi kan?"
"Pantas saja tidak ada laki- laki yang berani menjadi pacarmu…" Naruto menjawab sinis.
"Nee.. Naruto-kun, diantara kita berdelapan.. Cuma kau yang belum pernah meminta uang tambahan pada or- mmpp.." Sebuah tangan menghentikan laju kalimat Tenten si gadis bercepol.
Shikamaru si pemuda rambut nanas segera membakap Tenten yang duduk tepat di sebelahnya, para laki- laki yang lain hanya menetap Naruto dengan canggung, kontras dengan para gadis yang tengah menyerang Shikamaru, berusaha menolong Tenten.
Grekk…
Kursi yang di duduki Naruto bergeser karena gerakan tiba- tiba, Naruto berjalan keluar dengan diam. Meninggalkan ruangan yang ulai senyap karena memandang Naruto yang menutup shoji dengan pelan.
"Hentikan Shikamaru! Kau ini kenapa sih?" Tenten yang tidak menyadari kepergian Naruto memukuli Shikamaru dengan kesal.
"Kau bodo! Naruto itu dibesarkan dip anti asuhan.. Tsk!"
"Ha? Jadi cerita itu benar?" Sakura, Ino, dan Sasame bertanya dengan kompak.
Para laki- laki memilih diam karena mereka tentunya sudah tau perihal Naruto. Ruangan kembali senyap.
.
.
.
Naruto memilih keluar untuk menyusuri jalan sepanjang perumahan, berusah tidak mengingat prkataan Tenten. Dia cukup sadar untuk tidak terbawa suasana dan memikirkan orang tua yang tidak mengharapkanya, memilih meninggalkan dirinya yang masih berusia satu bulan di depan panti asuhan. Meninggalkan sebuah benda bernilai mahal yang sudah dia gadaikan saat kabur dari panti asuhan setelah lulus sekolah dasar. Kalung berharga tinggi yang cukup menyakinkan dirinya jika orang tuanya adalah orant tua yang mampu secara financial untuk membesarkannya, berarti dirinya tidak cukup berharga untuk dipertahankan dan dibuang.
"Menyebalkan.."
Kakinya terus melangkah tanpa sadar dirinya sudah dekat dengan kediaman Sarutobi, tapi berhenti saat matanya menangkap hal langka. Sebuah mobil hitam metalik terparkir rapi dengan beberapa laki- laki kekar berjas mengawal perempuan muda dengan rambut merah yang tengah berbicara dengan Konohamaru. Firasat buruk membuatnya enggan kembali, tapi tubuhnya terasa lelah ingin berbaring kembali.
Berjalan dengan acuh, sampai wanita muda yang berbicara dengan Konohamaru menarik atensinya.
"Selamat pagi Uzumaki Naruto-sama.." Gadis surai merah itu menundukkan kepala dengan hormat.
'Sama?' Naruto memandang sinis gadis yang memanggilnya dengan suffix terhormat. Sayangnya suffix malah membuat susasana hatinya menjadi buruk, teringat bagaimana suffix itu merusak masa kecilnya yang memang sudah tidak berbentuk.
Dibesarkan di sebuah panti asuhan kecil di pinggir kota cukup menjelaskan begaimana setatus sosialnya, salah satu suster di panti asuhan pernah menceritakan sebuah peristiwa tentang bayi laki- laki berambut pirang terang yang di tinggalkan di depan pintu panti asuhan. Cerita bagaimana bayi laki- laki itu mendapat marga yang berbeda dari anak- anak lainnya yang menyandang marga Yakusi, sedangkan dirinya tetap memakai nama peninggalan orang tuanya. Sebuah nama Uzumaki Naruto tertera pada sepucuk surat dan kalung berkristal biru, yang tertinggal dalam keranjang bayinya dulu. Marga yang berbeda dan kasih sayang yang berbeda membuat anak lain menjadi iri dan mulai mengoloknya dengan panggilan Naruto- sama.
"-Maki… Uzumaki-sama.." Gadis itu mencoba meminta perhatian saat pemuda di depannya tenggelam dalam fikirannya.
Naruto segera sadar dan menatap datar gadis di depannya, "Panggil saja Naruto, ada urusan apa mencariku?" Dengan nada bicara tidak bersahabat Naruto menjawab.
"Sebelumnya, perkenalkan nama saya Tayuya… Dan perihal kedatangan saya kemari atas perintah dari nona besar untuk menyerahkan undangan kepada anda Naruto-sama.."
Masih bersikap sopan, gadis itu menyerahkan lipatan- lipan kertas berwarna merah dengan bau wangi yang cukup menyengat. Dengan wajah datar Naruto membuka lipatan kertas merah berhiaskan ornament- ornament emas, dan terbaca dengan jelas jika undangan yang ditujukan untuknya adalah sebuah undangan pernikahan. Dengan tenang Naruto meneruskan membaca baris demi baris sampai pada barisan calon mempelai yang mengundangnya kedalam acara membahagiakan mereka.
Nama mempelai wanita yang cukup asing dalam ingatanya, dan jelas bukan salah satu list nama teman ataupunn kenalannya. Lalu nama mempelai pria yang membuatnya melotot dengan mulut menganga.
"USO!" Naruto menjerit dan mengalihkan pandangan pada sang utusan nona besar, "Kalian gila?!"
Sang utusan hanya menampakan senyuman samar tanpa dosa, jelas dia mengerti kenapa pemuda kurus di depanny mengumpat di depanya- karena tertulis…
NAMIKAZE KARIN
And
UZUMAKI NARUTO
Request the pleasure of your company
At the selebration of their marriage
Naruto masih terkejut dengan undangan ditanganya sampai dia bingung harus menanggapi seperti apa, undangan pernikahan yang ditujukan untuk dirinya sendiri.
'MEMANGNYA SIAPA NAMIKAZE KARIN!'
.
.
TBC….
Salam kenal dari penulis baru di fanfiction… panggil saja Hikki
Karena saya penggemar Hikigaya Hatchiman
Masih penulis amatir dan butuh kritik dan saran. Flame? Bolehlah…..
Itu saja…
terimakasih sudah membaca..
.
.
Yk, Selasa 02 Agustus 2016
Itzhuma Hikkio