Title : Please, Let Me Go..
Cast :
Do Kyungsoo ( GS)
Kim Jongin
Oh Sehun
Genre : Angst, Romance
Rate : PG 17
Disclaimer : Saya tahu, masih banyak fanfict yang belum selesai dan sekarang saya malah nambah nambah lagi huhu. Tapi ide ini mendadak muncul, mau gimana lagi wkwk. Selamat membaca, semoga kalian gabingung. Dan jangan lupa review nya^
.
.
.
.
.
Do Kyungsoo, begitulah nama yang ibu beri sewaktu ia melahirkanku. Aku tidak tahu banyak mengenai asal usul keluargaku, selain tahu ibu lah yang memberi ku nama Do Kyungsoo. Sejak kecil, aku sudah di angkat oleh keluarga Kim, yang memiliki seorang anak pria yang usianya 1 tahun dibawahku. Ia bernama Kim Jongin.
Dekat dengan Jongin sejak kecil membuat kami begitu dekat, layak nya saudara. Kemana mana selalu bersama, hingga usia kami beranjak dewasa, ibu Jongin yang sudah ku anggap selayaknya ibuku sendiri berkata untuk mengurangi frekuensiku dekat dengan anaknya.
"kalian sudah besar. Tidak baik berduaan kemana mana" begitulah alasan klasiknya. Saat aku mempertanyakan mengapa ia melarangku terlalu nempel pada Jongin.
Tak lama aku menyadari kami memang sudah besar. Dan tidak baik untuk kami terlalu dekat, mengingat kami sebenarnya tidak ada hubungan darah.
"ya! Kenapa kau tidak mau tidur bersamaku tadi malam?" tanya Jongin sembari menekuk keningnya. Pagi ini aku diboncenginya naik motor menuju sekolah. Hari ini adalah awal semester 2 setelah kami menjadi murid kelas 1 di Seoul High School.
"kita sudah besar Jongin.. sudah harus tidur sendiri sendiri" ucapku memperingatkan. Jongin menghela nafas kasar. Menggas sepeda motornya dengan kecepatan penuh.
"pasti ibukan yang bilang begitu?" tanyanya tersenggal. Aku mengangguk. Memegangi ujung pakaiannya.
Dia mengerem motor nya kasar, tiba tiba. Tubuhku terkejut, terdorong menempel di punggungnya.
"Yak! Apa yang kau lakukan?"tanyaku seraya kembali keposisi awal. Menjauhi punggung tegapnya.
"kau yang kenapa? Kenapa sih kau itu? Kenapa menjauhiku hanyakarena ucapan eomma? Kau sudah tidak sayang padaku?" Jongin sedikit mengarahkan lehernya kearahku. Menatapku.
Aku menghela nafas. "bukannya tidak sayang. Aku sayang. Tapi, kita sudah-"
"sudah dewasa? Terus kenapa? Memangnya kenapa kalau sudah dewasa?" Jongin memotong ucapanku, menuntut tidak terima.
Aku menggigit bibirku. Bergetar. Aku benar benar bingung harus jawab apa.
Bilang aku sudah punya payudara? Sudah mens? Sudah bisa dihamili? Yang benar saja!
Jongin masih menatapku, menunggu jawaban.
" Arghhh, pokoknya ya gitu!" ucapku frustasi. Jongin menatapku dingin.
"apanya yang begitu hah?" tanyanya ketus. Aku benar benar ingin menangis saat ini.
"Aku.. aku .. molla!" aku turun dari motor Jongin, sambil menunduk,menahan rasa bingung sekaligus malu. "aku aka berangkat sendiri" ucapku buru buru berlari. Tidak sempat lagi menjawab teriakan Jongin yang semakin menghilang seiring langkah kakiku menjauh.
"Dia itu polos, bebal atau memang gila sih?" rutuku begitu sampai dihalaman sekolah. Tidak perduli dengan pandangan beberapa siswa yang menatap aneh kearahku.
Untunglah aku tidak datang terlambat, begitu aku masuk kelas, bel berbunyi.
"hey ketua kelas, wajahmu kok merah?" tanya Baekhyun, si pembuat rusuh dikelas kami. Aku mengabaikan pertanyaan tidak pentingnya.
"dasar sombong" rutu Baekhyun.
Dia merangkul Chanyeol, teman setianya.
"die menyebalkan kan bro?" tanya nya meminta persetujuan chanyeol.
Aku tidak menghiraukan percakapan mereka selanjutnya. Memilh melangkah duduk dikursi tempat biasanya aku duduk.
Sebelum aku beranjak duduk, aku terhenyak dengan kehadiran Jongin yang langsung duduk dikursi sebelah kursiku. Aku berbalik, memilih duduk di ujung belakang bangku kelas. Disebelah Oh Sehun, si pendiam misterius. Mengabaikan Jongin yang kini mendumal.
"Hey Sehun" sapa ku seraya melambaikan tangan canggung begitu mata kami bertemu. Sehun hanya tersenyum amat tipis, mengabaikanku. Aku menghela menahan sebal.
Istirahat sudah berlangsung sejak 5 menit yang lalu, namun sialnya Jongin belum pergi pergi ke kantin. Aku mengetuk ngetuk kakiku gelisah.
Biasanya kami akan makan bersama, bekal yang kubawa dari rumah, kubuat sendiriomong omong. Tapi mana mungkin sekarang aku mengajaknya makan.
" kau mau?" tanya ku spontan, begitu mataku dan Sehun lagi lagi bertemu sesaat.
Aku baru sadar setelah selama ini sekelas dengannya, dia punya mata yang indah.
Dia menggeleng malas. Oke, aku sebenarnya sudah tau kan respon seperti apa yang akan dia berikan?
Aku menghela, membuka kotak bekalku. Masa bodo dengan Kim Jongin yang kini tengah menatapku sebal.
Kruyukk..
Samar samar aku mendengar bunyi suara, suara perut. Aku melihat kearah sumber suara, yaitu perut Sehun.
"kau lapar ya?" cengirku. Sehun hanya menatapku dengan tatapan dinginnya.
Dasar pria pemalu. Tanpa berfikir panjang aku menyuapkan sesendek makanan kemulutnya. Secara paksa tentu saja.
Sehun memberiku tatapan kesal bercampur dinginnya. Sambil mengunyah makanan ku tentu saja.
"enak kan? Sudahlah.. mulai sekarang jujur lah padaku" ucapku sambil menyuapi sesendok nasi kemulutku, tidak lupa memberi senyuman kearah pria berwajah pucat tersebut.
"oke" ucap Sehun kemudian. Sekakan akan mendadak sedikit bersemaangat. Aku mengangguk. Menyuapinya lagi.
" ngomong ngomong iniapa?" tanyaku sembari menunjuk sebuah botol kecil berisi pilobat.
"obatku" jawab Sehun singkat.
"obat apa?" tanyaku masih penasaran.
"jantung" jawabnya lagi masih dengan ekspresi datar andalannya.
Aku terdiam. Jadi Oh Sehun sakitjantung?
"sejak kapan?" tanyaku. Dia memutar bola matanya, seakan berfikir.
"entah.. malas mikir" jawabnya santai. Aku menyerngit, kaget dengan jawaban menjengkelkannya. Namun etntah kenapa senyuamn kecil itu terbentuk dibibirku, tanpa kusadari.
.
.
.
Selama hidupku, hanya Jongin temanku. Temanku mengobrol, bertanya banyak hal, bercerita, menangis, tertawa, berjalan jalan. Makanya kadang, aku merasa sifat kami sedikit mirip.
Dulu saat aku masih kecil, yang aku ingat adalah aku sudah ada dirumah keluarga Kim. Dirawat oleh ayah dan ibu Jongin. Bersama mereka aku teramat bahagia, hingga lupa bagaimana rasa akit. Namun semua berubah ketika ibu Jongin berkata, aku bukanlah bagian keluarga mereka.
Kim Kyungsoo nyatanya tidak pernah ada. Aku hanyalah Do, Do Kyungsoo yangtak punya siapa siapa.
Dan sekarang aku sadar. Suatu saat kehadiranku akan dipertanyakan, tidak ada lagi alasan untukku masuk didalam keluarga Kim, dan aku harus pergi.
Kembali sendiri, seperti seharusnya.
.
.
.
.
.
Aku benar benar tidak bicara dengan Jongin tiga hari berturut turut ini. Meskipun aku sebenarnya tidak mau ini terjadi, namun dia harus tahu dan menderima, bahwa aku bukanlah bagian keluarganya.
Aku ini siapa? Semua itu selalu dan selalu ku pertanyakan, kepada mainan kapal kapalan yang dulu sering aku dan Jongin mainkan. Kepada jendela tempat aku dan Jongin sering melihat bintang, kepada awan tak konsisten yang aku dan jongin sebut telepati kami.
Ya, Jongin pernah berkata padaku.
Dia bilang aku dan awan sama saja, tidak konsisten. Makanya dia bisa tahu keberadaanku lewat awan. Dan sampai detik ini aku tidak paham ucapannya.
"kau melamun?" tanya Sehun yang kini tengah menatapku, heran. Aku megerjap perlahan, menatap balik dia yang kini tengah meulis atau lebih tepatnya mencoret coret belakang bukuku. Aku lupa bahwa kami berdua kini sedang dikelas, hanya berdua.
"Iya.." jawabku. Sehun kembali fokus mencoret coret.
"kau tidak minum obat?" tanyaku kemudian, teringat istirahattadi dia belum minum obat. Omong omong sekarang kelasku kosong, karena pak guru Park ada keperluan mendadak.
"malas" jawabnya masa bodo.
Aku menghela nafas, jengkel.
"bagaimana bisa kau bilang begitu? Kalau kau sakit bagaimana?" tanya ku khawatir.
Sehun menggeleng.
"tenang saja"
Aku menggeleng tidak terima. " bagaimana bisa kau bilang begitu?" tanyaku. Sehun menaruh pulpennya diatas meja. Lalu meraih tanganku. Meletakkannya di dadanya.
Deg Deg Deg
Irama nya terdengar lewat sentuhan tanganku, terasa begitu tenang.
"baik baiklah jantung" ucapku seraya menepuk ringan dada bidang Sehun. Emmang kekanakan.
Aku tersenyum, menatap mata indah Sehun. Dan entah mengapa bagiku mata nya adalah telepati kami.
Meski Sehun jarang bicara, namun perlahan aku mulai memahami ucapan tanpa katanya.
Aku tahu dia membisikkan kata
"tuh dengar, tidak perlu khawatir" meskipun kata itu tak terucap.
Aku paham hati manusia itu saling terhubung, tanpa harus membuat ikatan kuat, manusia punya telepati satu sama lain. Dan pada hari ini juga aku sadar, aku telah jatuh hati untuk pertama kalinya.
.
.
.
.
TO BE CONTINUE
Wuhuuu, selesai juga chapter 1 nya. Maaf banget singkatnya ga ketulungan huhuhu. Review oke xD xD