Disclaimer: Masashi Kishimoto & Ichi Ishibumi



Ps: Mohon maaf jika banyak typo



Pagi yang cerah di hari Minggu, Matahari bersinar dengan agungnya, burung-burung berkicau seolah sedang memainkan simfoni.

Suasana keluarga Namikaze pun sama cerahnya, sang ibu yang kini sedang memasak, dan sang ayah yang sedang membaca sebuah koran dengan secangkir kopi hangat.

Lalu untuk para anak, mereka masih terlelap di salah satu ruangan di rumah itu. Sang kakak yang tidur dengan posisi terlentang, dan tangan kanannya yang dijadikan bantal oleh si adik yang masih tertidur sambil memeluk tubuh kakaknya itu.

Kemudian terlihat kedutan di wajah si kakak karena cahaya Matahari yang masuk, matanya lalu terbuka. Memperlihatkan saphire cerah layaknya langit tanpa awan.

"Ugh... Tanganku kesemutan." Mengalihkan pandangannya kesamping, lalu netranya melihat sosok bersurai merah yang tengah memeluknya.

Netranya bergulir lagi, melihat jam yang terpampang di dinding. Pukul 8 pagi, waktunya sarapan.

"Ru-chan... Waktunya bangun..." Suaranya mengalun lembut, sebenarnya dia ingin lebih lama lagi mengamati wajah adiknya yang moe bin kawai itu.

Namun, langkah kaki yang terdengar ke arah kamarnya itu seolah tidak mengizinkan.

Mata sang adik terbuka, memperlihatkan manik yang sama dengannya. Seolah tahu bahwa posisinya tidak nyaman bagi kakak tercintanya, Naruko lalu duduk di samping sang kakak.

"Ohayou... Naru-nii..." Suaranya masih terdengar parau, namun itu bisa jadi nilai plus tersendiri bagi yang melihatnya. Apalagi ditambah dengan penampilan sebahis bangun tidur dan raut wajah sayu. Unlimited Moe Works!

"Ohayou... Ru-chan." Naruto menjawab dengan suara lembutnya.

GREB

Bermaksud untuk duduk, namun itu gagal saat yang adik yang lagi lagi lagi memeluknya. Ya! Seharian kemarin dia terus dipeluk oleh adiknya, bahkan saat tidur sekalipun.

"Ru-chan... Bisa kau melepaskan kakakmu ini? Kita harus segera sarapan." Naruto tetap bertanya meskipun tahu pertanyaannya pasti akan ditolak oleh sang adik.

"Tidak mau... Ruru masih kesal dengan Naru-nii." Hora lihat, adiknya pasti menolak.

CLEK

"Ara... Apa kaa-san mengganggu?" Pintu terbuka kamar dan memperlihatkan sang ibu dengan pakaian kasualnya.

"Tidak kaa-san, hora... Kita harus segera ke bawah, jadi bisa lepaskan pelukanmu." Pinta Naruto pada adiknya itu...

"Hmph...." Dengan ketidak relaannya, sang adik melepaskan pelukannya dari Naruto. Manis... Terlalu manis.... Mungkin itu yang dipikirkan oleh pemuda berambut pirang atau Naruto saat melihat tinggkah adiknya.



Line Break



Saat ini keluarga Namikaze sedang berkumpul di ruang makan, sarapan juga telah selesai, bahkan peralatan makan pun telah dirapihkan oleh para pelayan.

"Jadi Naruto, apa kau akan langsung pulang?" Sang kepala keluarga, Namikaze Minato. Dia bertanya pada Naruto dengan nada yang dibuatnya tegas.

"Kurasa iya, lagipula aku harus segera mengerjakan tugas untuk dikumpulkan besok. Dan tou-san, hentikan nada bicaramu atau akan aku bocorkan rahasiamu...." Naruto menjawabnya, dengan biasa. Ya biasa, anacaman pada seorang ayah adalah hal biasa di keluarga ini.

"Naruto, kenapa tidak mengantar adikmu dulu sebelum pulang?" Kushina bertanya pada anak laki-lakinya itu, menghiraukan sang suami yang memeluknya dengan raut wajah horor.

"Tidak bisa, kaa-san. Aku juga harus masuk kerja paruh waktu hari ini." Naruto menolaknya, lalu menyesap teh yang ada dihapannya. Keputusannya sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat.

"Naru-nii...."

"Ugh... Te-tap tidak bisa, Ru-chan. Bukannya bermaksud menolak, namun ada event yang diadakan hari ini." Meskipun hampir terpengaruh oleh adiknya, namun dia sudah membulatkan tekadnya. Ya, dan dia tidak akan....

"Naru... Nii...."

"Arrrggg!!! Baiklah aku akan menemanimu pergi, hanya sampai bertemu teman-temanmukan? Baiklah kita pergi saat ini juga!" Nampaknya pertahan yang Naruto buat berhasil dirobohkan, sekuat apapun keputusannya. Jika adiknya sudah pada fase dua, itu akan runtuh seketika.

Ada 3 fase dari adiknya yang bisa membuat pertahanan Naruto rubuh. Fase pertama, seperti malam tadi, dia masih bisa menolaknya. Namun karena kemarin juga sudah sangat larut maka dia putuskan menginap. Fase dua adalah saat adiknya memohon dengan wajah memelas, itu dapat merobohkan segala pertahan yang dibuat oleh Naruto. Seperti yang barusan terjadi.

Dan fase tiga... Ini adalah fase dimana Naruto akan melakukan apapun untuk adiknya, bahkan diperintah matipun akan dia lakukan. Bahkan jika harus membantai sekelompok Yakuza, tetap akan dia lakukan. Terdengar berlebihan? Tentu saja tidak jika kalian berada di posisi Naruto.



Line Break



Saat ini kedua adik-kakak itu tengah berada di sebuah kereta, mereka tengah diperjalan ke Shinjuku. Hanya 3 stasiun dari ista- dari rumah mereka.

Kursi penumpang sudah penuh, jadi kini mereka terpaksa berdiri. Yah, walaupun ini kereta terakhir sebelum mereka sampai di Shinjuku.

Kenapa Shinjuku? Alasannya sederhana apalagi kalau bukan pusat perbelanjaannya, juga faktor bahwa Shinjuku dekat dengan stasiun tersibuk di Tokyo.

Yah, walaupun mungkin untuk tempat berkumpul para remaja lebih baik di Shibuya. Karena bagaimanapun Shibuya banyak terdapat mall yang sering dikunjungi oleh para remaja.

Tersadar dari lamunannya saat sang adik tiba-tiba menarik bajunya, mengalihkan pandangannya pada sang adik. Lalu matanya berubah gelap, gelap lanyaknya dasar samudra yang tidak pernah terjamah oleh manusia.

Bukan, bukan karena penampilan sang adik. Namun karena sebuah tangan yang sedang meraba pantat adinya, wajah Naruko terlihat gelisah, bahkan mungkin terlihat sangat ketakutan.

Dan siapapun yang berani membuat adiknya seperti itu, bahkan melecehkannya akan mendapat balsana darinya. Oh, orang itu nampaknya tidak tahu sedang berurusan dengan siapa.

Kereta kebetulan sudah sampai ditujuan, dan nampak tangan si pelaku masih belum berhenti. Menyeringai dengan kejam, bahkan orang-orang di sekitar Naruto nampak menjauh. Apalagi aura yang dikeluarkannya tidak begitu mengenakkan.

Sebelum adiknya itu mengalami trauma, Naruto menarik tangan si pelaku. Sekarang nampak seorang pria tua dengan kepala pelontos dan badan yang kelebihan berat, oh nampaknya dia terkejut aksinya diketahui oleh orang lain.

DUAG

Pintu kereta terbuka, dan seketika itu juga Naruto menendang si pelaku. Bahkan hingga membuat pria tua tadi terpental keluar, tentu saja aksinya itu disaksikan oleh orang-orang.

"Heh... Apa yang kudapat ini? Pria tua yang mencoba melepaskan nafsunya di kereta?" berjalan keluar dari kereta dengan tenang, dan si adik yang tengah memeluknya.

Mungkin langkah Naruto terlihat tenang, begitu juga dengan suara yang dia keluarkan tadi. Namun itu berbanding terbalik dengan auranya, itu seolah menghantarkan ketakutan tersendiri bagi orang di sekitarnya.

Ditambah lagi dengan ekspresi yang saat ini tengah ia tunjukkan. Manik biru gelap yang nampak menyala, senyum menyeringai yang terpampang jelas di wajah tampannya itu.

Oke, itu semua cukup untuk membuat orang-orang di sekitar Naruto menjaga jarak beberapa meter darinya. Kecuali pria tua tadi tentunya. Pria tua itu nampak masih tersungkur di lantai stasiun, tendangan Naruto barusan bukanlah main-main hingga dapat membuat orang lain terpental.

Dirinya memang tidak menguasai ilmu beladiri diri apapun, namun bukan berarti dia tidak tahu. Setidaknya dia tahu dasar dari beberapa ilmu beladiri, dan itu sudah cukup untuknya melawan sepuluh orang sekaligus.

Pandangannya lalu berubah dingin, dia menatap orang yang baru saja melecehkan adiknya itu dengan dengan tajam. Siapun yang berani melecehkan keluarganya maka akan dia lawan, bahkan jika itu sekelompok yakuza sekalipun.

"Jadi ossan, kenapa kau berbuat seperti itu, hm?" Suaranya memang terdengar santai, namun berbanding terbalik dengan orang-orang yang memandang horor dirinya. Bahkan pria tua itu terlihat bergetar saat mendengarnya barusan.

"Tidak mendapat jatah dari istri? Atau memang kau tidak punya istri untuk melepaskan hasratmu itu, hm?" Pria tua itu tetap diam sambil memegangi perutnya, Naruto menendang tepat di ulu hati. Dan itu cukup untuk membuat orang tidak dapat bergerak.

"Nee... Jika begitu, bukankah kau masih bisa menyewa pelacur? Atau kau seorang pengangguran menyedihkan yang tidak dibutuhkan oleh negera?" Nada bicara Naruto berubah, itu mulai terdengar sarkas.

"Ne... Paman, kita hidup di negara maju loh. Yang bahkan seorang pengangguranpun digaji oleh negara. Oh oh, jangan bilang semua uangmu kau habiskan untum membayar hutang." Mungkin terdengar berlebihan, mempermalukan orang lain di depan muka umum hingga seperti itu.

Namun Naruto tidak peduli, siapaun yang berani berbuat macam-macam pada adiknya akan menerima balasan. Dan itu sudah mutlak tertulis dikepala pirangnya.

"Hentikan paman, jika kau membela si gendut ini. Kau akan menerima tiga kali lipat dari ini. Dan jangan mengelak, aku tahu kau bersekongkol. Tidak mungkin si gentut ini berani tanpa ada bantuan."

Sebelum pria lainnya datang membela, Naruto mengancamnya. Dia tidaklah bodoh untuk hanya mengetahui berapa orang yang terlibat, dan jika ada orang yang mencoba membela pria tua ini. Maka tidak salah lagi, itu adalah rekannya.

Dan perkataannya tepat sasaran, bukan hanya tadi. Tapi dari awal dia mencaci pria tua ini, terlihat dari gelagat si pria tua dan kawannya itu.

"Hey! Ada apa ini?!" Dua orang petugas keamanan lalu datang menghampiri tempat kejadian. Dua orang yang datang, artinya si pelaku hanya mempunyai satu sekutu.

"Aku tidak akan menjelaskan panjang lebar, pak. Anda bisa melihat rekaman CCTV, kira-kira sepuluh menit yang lalu, gerbong kedua." Setelah mengatakan itu Naruto lalu beranjak dari tempat kejadian dengan sang adik yang terus memeluknya.

Tidak perlu dijelaskan panjang lebar, cukup tunjukkan buktinya. Apalagi bukti itu merupakan sebuah rekaman kejadian, petugas keaman juga tidak akan sebodoh itu untuk tidak mengerti akan situasinya.



Line Break



"Hah... Melelahkan sekali." Saat ini dia sedang berada di salah satu taman di Shinjuku.

Setelah tadi dia berpisah dengan adiknya itu, Naruto memutuskan untuk beristirahat sejenak di taman. Apalagi dia sempat mendapat pesan dari managernya, cafe ditutup untuk hari ini.

Lepas dari adiknya tidaklah semudah yang Naruto bayangkan, apalagi setelah peristiwa di stasiun tadi. Naruto harus menenangkan mental adiknya itu dulu.

Pandangannya bergulir memerhatikan sekitar, sebelum netranya terpaku pada seorang gadis kecil yang kelihatan sedang tersesat.

Rambut hitam panjang yang diikat ponytail, wajah bulat dengan bola mata coklat besar. Anak kecil itu mengenakan rok hitam bergelombang dengan atasan kaos putih yang dibalut jaket hijau.

Gadis, atau mungkin anak kecil itu terlihat sedang kebingungan. Yah mau bagaimana lagi, dia harus menolongnya kan. Terserah kalian mau melabeli Naruto dengan sebutan lolicon atau bahkan pedofil sekalipun.

Niatnya murni hanya untuk menolong anak kecil tersebut, mengingat negaranya ini punya kasus pelecehan seksual yang banyak. Bahkan untuk seorang anak kecik sekalipun.

"Halo, Ojou-chan." Menyapa anak tersebut, suara yang dia gunakan tidak lagi dingin. Sekarang terdengar lebih lembut.

"Ada yang bisa Onii-chan bantu?" Setelah mendapat perhatian dari anak tersebut, Naruto lalu bertanya.

"Hina tadi datang bersama Onee-chan, namun saat Hina tadi ingin membeli eskrim. Hina terpisah dari Onee-chan." Setelah yakin bahwa Naruto bukanlah orang yang berbahaya, anak kecil itu. Atau kita dapat memanggilnya Hina, menjawab dengan nada kebingungan.

"Hm hm, souka. Bagaimana kalau Onii-chan temani mencarinya? Ah! Sebelum itu, bagaimana jika kita berkenalan dulu, nama Onii-chan Naruto." Naruto harus hati-hati, bukan berarti apa. Tapi, insting anak kecil lebih tajam dari orang dewasa. Jadi dia harus bisa menjaga bicaranya.

"Hum! Hina, Takanashi Hina!"

"Yosh... Kalau begitu sambil mencari Onee-chan, kita akan berkeliling taman!"



Line Break



Sudah dua jam dia berkeliling taman mencari kakak anak kecil yang bersamanya ini. Namun hasilnya masih nihil. Naruto juga sudah kehabisan tenaga, dia harus mencari sambil terus mengajak bermain anak ini. Bagaimanapun Naruto harus membuat anak kecil ini tidak merasa khawatir.

Duduk di bangku taman itu sambil menyantap sebuah ice cream rasa jeruk. Setelah berkeliling taman, mereka memutuskan beristirahat sejenak, apalagi Hina yang melihat penjual ice cream, tentu menarik perhatiannya. Dan karena Naruto juga sudah kelelahan, maka dia putuskan untuk beristirahat sejenak sambil menyantap ice cream itu.

"Bagaimana Hina-chan, enak?" Naruto bertanya pada anak kecil berambut hitam panjang itu.

"Hum! Ini enak Onii-tan." Hina menjawab dengan nada semangat, dan Naruto terkikik geli atas itu. TinggahTinggah Hina yang terlihat lucu alami, ditambah sisa cream yang menepel di pipinya.

"Baiklah Hina-chan, tahan sebentar...." Mengambil smartphone miliknya lalu memposisikan kamera dengan anak kecil itu.

Hina yang melihat dirinya akan dipotret lalu berpose. Berdiri di atas kursi taman, dengan tangan kiri yang memegang pinggul, lalu tangan satunya lagi yang sedang memegang ice cream diangkat setinggi pipi. Dengan jari tengah dan jari telunjuk terbuka.

CKREK

Dan gambarpun berhasil diambil, hanya perlu satu kali pengambilan, itu sudah cukup. Lagi pula Naruto bukanlah seorang lolicon, foto ini dia ambil hanya untuk kenang-kenangan. Apalagi moment langka dimana seorang anak kecil yang berpose dengan cream yang masih menempel.

"Hina!" Sebuah suara berhasil mengalihkan mereka berdua, dan itu berasal dari seorang perempuan. Kira-kira perawakannya seperti gadis remaja berusia 17 tahun.

Dengan surai coklat sebahu, sebuah pita biru yang dijadikan bando menghiasi mahkotanya itu. Ditambah manik hijau yang senada dengan anak kecil ini. Ok, dia asumsikan perempuan itu adalah kakaknya anak kecil ini.

"Sora-nee!" Hina nampak menyahuti panggilan perempuan itu. Lalu dirinya turun dari kursi dan berlari ke arah orang yang memanggilnya barusan.

Mereka nampak bercakap-cakap, dan Naruto memperhatikan itu. Setidaknya dia memastikan bahwa orang itu benar-benar kakak dari anak kecil itu.

"Onii-tan... Nanti kita main lagi. Bye bye...." Hina dan orang yang dipanggilnya Sora-nee itu lalu melihat ke arahnya.

Hina nampak melambaikan tangan padanya, dan kakaknya nampak membungkukkan badannya. Naruto lalu membalasnya, lalu Hina dan kakaknya itu nampak beranjak pergi.

"Huh akhirnya selesai...." Menghela nafas sejenak, lalu Naruto menyenderkan kepalanya pada penyangga kursi.

!

Dirinya tiba-tiba bangkit, seolah-olah seorang lolicon yang ketahuan sedang mengarungi anak kecil.

"Sial, aku lupa tugas sekolah untuk besok!"





TBC

Apa? Bingung? Sama, saya juga bingung. Sudah saya katakan buku catatan tentang fic ini hilang, jadi beginilah jadinya. Tahu fic berdujul I Will Do What I Want karya Hanzama? Mungkin fic ini juga nantinya akan seperti itu, dengan berpuluh-puluh chapter.

Namun saya usahakan tidak, mungkin hanya sampai 20han saja. Dan karakter-karakter seperti Hina Takanashi dan Sora Takanashi, itu dari anime Papa no Iukoto wo Kikinasai!

Dan buat scane ama anak kecil super imut tuh di atas, entah kenapa saya jadi ingin membuatnya setelah percakapan di Group. Dan beginilah hasilnya, jadi... Ini dia Brengzeck-id senpai...

Terakhir... Jika ada yang bertanya kenapa Naruto gak introgasi dulu. Maka akan saya jawab, pikirkan sendiri. Ini juga tidak terlalu rumit, setidaknya alasannya masih normal.

Ok cukup sekian... Dan sesuai slogan, Anee atau Chiichan. Habis makan di warteg bayar.

Itu aja dulu, see you next chapter.

Ja naa....