Disclaimer : I do not own Naruto.
Warning : OOC. SasuIno. RUSUH. Typo. LAST CHAPTER! I warned you.
For fun.
THERAPY
- Rhapsody -
Ino merona sambil menangkup pipi merahnya. "Terimakasih Sasuke-kun. Akan kupastikan bahwa hati dan cintaku hanya milik Sasuke-kun seorang."
Yamanaka Ino tentu kaget saat tahu dirinya nyaris keguguran.
Ehem, maksudnya saat Uchiha Mikoto menyangka ia sedang hampir keguguran. Ino juga terkejut ternyata ia sedang memasuki periode bulanannya dan mendapati darah halangannya itu tembus sampai ke rok abu-abunya. Untung belum benar-benar mengucur di sepanjang kaki jenjangnya sehingga bisa tambah mendramatisir keadaan.
Kini, gadis berambut pirang panjang itu hanya bisa diam membeku melihat calon ibu mertuanya di sebrang sana masih mondar-mandir panik mengabsen seluruh pelayan di rumahnya untuk meminta pertolongan.
Memangnya, ekspresi apa yang harus dipasang wajah cantiknya dalam situasi seperti ini? Memang masih ada sisa linangan air mata di pipi ranum gadis itu efek dari tangisan sebelumnya. Tapi itu pun sudah hampir mengering. Apakah Ino harus berakting menangis lagi?
Tidak. Tidak Tidak.
Bisa saja Ino langsung bersorak girang sambil berkoprol ria sampai gerbang depan saat membayangkan drama kehamilannya ini akan segera berakhir dengan sad ending. Ino tak sabar melihat dirinya terbebas dari segala tuduhan menghinakan. Tapi rasanya kelakuan itu tidak pantas untuk dilakukan wanita yang sedang akan keguguran. Lagipula Ino membenci cerita memilukan, makanya ia hanya diam menatap ke depan dengan pandangan kosong.
Gadis Yamanaka itu tidak pernah mengalami yang namanya keguguran, amit-amit yalord. Makanya, batin si gadis sibuk bertanya-tanya apa yang harus ia lakukan dan rasakan sekarang? Ino tidak tahu. Saat ini ia memang sedang merasa mulas sekali. Mungkin karena gugup, tegang, was-was dan dicampur dengan sensasi PMS rasa nano-nano yang lain, jadi Ino masih betah mematung dalam bingung.
Hanya saja jika ia tidak lanjut berakting sekarang, maka drama kehamilan mereka ini . . benar-benar akan game over dengan akhir yang tragis. Pasalnya, jika gadis itu sampai dibawa ke dokter untuk periksa kandungan, maka akan ketahuan bahwa si gadis sedang berbohong.
Ino belum siap jika harus dicap sebagai perempuan jalang. Atau gadis penipu, atau cewek gampangan, atau wanita ular pemangsa lelaki tampan macam Uchiha Sasuke, seperti yang sering muncul di sinetron-sinetron. Ia bisa dilabeli begitu karena telah ketahuan membohongi seluruh keluarga Uchiha dan berani menghina jajaran leluhurnya –RIP eyang Madara- dengan modus hamil.
Ino menatap gundah sosok Mama pacarnya yang sedang menggelar rapat paripurna beserta para pelayannya dengan diliputi suasana panik di ujung sana.
Ia menerka, respon seperti apa yang akan diberikan Mikoto saat tahu dirinya tidak sedang hamil dan perilaku menyedihkan apa yang akan ditimpanya. Apa leher Ino akan dicekik secara brutal, atau tubuhnya dibanting ke halaman beraspal secara kasar, atau bisa jadi badannya ditusuki oleh ratusan jarum akupuntur secara sadis agar jiwanya bisa dikutuk untuk tidur selama ribuan tahun?
Ah, pasti hayalan Ino semakin melantur karena efek dari terlalu menghayati nonton film sleeping beauty tadi.
Duh, apa yang harus ia lakukan sekarang? Ino menggigit bibir, berusaha mencairkan ketegangannya.
Gadis itu menoleh ke arah Sasuke yang tumben belum juga selesai memutar otak jeniusnya untuk memberi mereka pencerahan.
Si pemuda memang mendadak berubah menjadi patung manusia tampan sejak tadi. Barangkali ia sedang merasa cemas, hilang kata, kebingungan dan tak tahu harus melakukan apa karena baru pertama kali melihat pacarnya sedang berdarah-darah seperti sekarang.
Karena Ino terus melemparinya tatapan mengiba, akhirnya Sasuke bersuara.
"Apa itu sakit?" tanya pemuda itu sambil dengan polosnya menunjuk ke arah bokong Ino.
Si gadis sedikit terperangah lalu refleks melipat roknya yang bernoda. Tentu saja sebagai perempuan muda dan perawan ia merasa malu ketahuan tembus dan ditunjuki seperti itu. Sakit? Um, lebih tepatnya perutnya yang terasa mulas.
Tapi, pada akhirnya Ino memilih untuk menggeleng saja.
Terdengar helaan napas lega dari pemuda tampan di depannya yang sedetik lalu tampak gusar, membuat Ino tambah mati gaya. Hei, jangan salahkan Sasuke karena bertanya demikian. Pemuda itu sudah pernah bilang kan kalau sebelum ini ia tak pernah peduli pada perempuan. Termasuk bagaimana sakitnya rasa menstruasi. Ia tidak ingin tahu. Lagian Sasuke tidak mungkin mengungkit itu sebagai topik perbincangan santai dengan mamanya, kan?
Beberapa saat kemudian, dengan memasang ekspresi panik Mikoto datang menghampiri pasangan muda itu. Ia cepat-cepat merengkuh lengan Ino.
Gadis itu menegapkan punggungnya.
"Mari kita segera pergi ke dokter." Ujar Mikoto, berusaha terdengar tenang. Namun usahanya jelas gagal karena kini suara lembut itu tengah bergetar.
Deg. Ino menahan napas.
"Tidak bisa Ma." Sasuke terpaksa menginterupsi.
Mikoto dan Ino menoleh berbarengan ke arahnya.
"Ino phobia dokter. Apa Mama lupa?" sambung bungsu Uchiha itu.
DOR.
Ino melebarkan mata. Oiya! Gadis itu segera memukulkan kepalan tangan kanannya di telapak tangan kirinya –meski gerakan itu hanya dilakukan secara imajiner dalam benaknya- Sepertinya ia memang telah lupa dengan kebohongan di tempo hari tersebut.
Sementara Mikoto tersentak.
Sasuke menunggu sejenak, sudah memprediksi sang mama akan menjerit kaget sambil mengeluh risau dan bergerak panik secara berjamaah. Namun kegaduhan yang diharapkannya itu tidak terjadi. Suasana malah berubah hening. Hot Momnya mendadak diam seribu bahasa, hanya berkedip-kedip sebanyak tiga kali.
Setelah suasana senyap yang mempertegang keadaan itu menyelimuti ruang keluarga selama setengah menit, akhirnya sang mama menggerakkan tangannya secara slow motion untuk menangkup mulutnya. Gerakan pelan itu memberi efek dramatis pada raut muka yang sedang dipasang wanita cantik tersebut. Satu bulir alir mata tiba-tiba menetes perlahan dari mutiara hitamnya untuk membasahi pipinya yang kini sudah kering.
Mikoto menangis lagi.
Onyx Sasuke terbelalak. Ibundanya tiba-tiba memasang ekspresi pilu seperti gadis sedang patah hati akibat dikhianati sang pacar sekarang. Sasuke hanya mampu mengerjap perlahan. Apa ia sudah salah berucap sampai membuat mamaya menangis begitu?
Semetara Mikoto balik memandang putranya dan calon menantunya secara bergantian. "Ma . . mama lupa . ." isaknya. "Ja-jadi harus bagaimana?" tangisnya semakin berlinang. Ia kebingungan.
Masih memasang raut terluka, nyonya Uchiha itu segera memutar badan. Dengan tubuh ringkihnya yang sempoyongan seperti orang linglung, Mikoto berjalan kembali secara lambat menuju tempat para pelayannya di belakang. Ia kembali panik.
Pemandangan tersebut tampak menyayat hati.
Melihat itu, Sasuke hanya bisa merentangkan satu lengannya sambil mengangkat satu kaki, hendak menggerakkan badannya untuk menghampiri sang mama yang kini sedang ambruk dalam rengkuhan salah satu pelayan mereka. Membuat lima orang maid di sana langsung dilanda kalang kabut melihat nyonya mereka nyaris pingsan.
Astaga. Apa kali ini kebohongan Sasuke sudah keterlaluan?
Tentu saja Mikoto akan merasa sangat terluka. Menantunya nyaris keguguran. Ia hampir kehilangan cucu yang tak akan pernah lahir ke dunia.
Rupanya Sasuke masih harus membuka kamus istilah kedokteran mengenai arti dari kata keguguran bagi seorang wanita dan betapa perihnya musibah itu bagi seorang calon ibu.
Sasuke hampir melangkah, namun segera ia urungkan niat tersebut. Jika dipikir-pikir, kegaduhan yang tercipta sekarang bisa jadi kesempatan bagus untuk kabur. DASAR LELAKI DATAR TAK PUNYA HATI. Ia tidak punya opsi lain, kan? Setelah drama kehamilan dan masalah keguguran ini terselesaikan dengan entah bagaimana caranya, Sasuke berjanji akan membasuh kedua kaki mamanya dengan air kembang tujuh rupa untuk menghapus dosa. Maka pemuda itu kembali menarik rentangan lengan dan kakinya.
Tapi . .
"Hiks."
Sasuke berjengit ketika mendengar suara isakan lain yang berasal dari seseorang disampingnya. Ia segera memutar kepala. Tepat sekali dugaannya. Dilihatnya kini sang pacar sedang berdiri kaku di sana dengan raut menahan luka.
"Ke-kenapa kau ikut menangis?" bisik Sasuke, sembari dropjaw. Pacarnya kan tidak benar-benar sedang keguguran.
Bukannya menjawab, Ino malah berekspresi seperti sedang tersakiti. Barusan, si gadis memang sedang menatap nanar pemandangan mengiris hati yang diciptakan calon mertuanya. Tidak tega melihat wanita yang selama ini telah menganggap Ino sebagai putrinya dinistakan sampai menangis seperti demikian. Namun, bukan air mata tulus Mikoto yang sedang membuatnya merintih kesakitan sekarang.
Ino merapatkan bekapan mulutnya sambil bergumam tidak jelas.
"Apa?" Sasuke mendekatkan kupingnya ke arah wajah Ino dengan panik.
"Kakiku," cicit Ino.
"Hn?"
"K-kau menginjak kakiku." Gumamnya, menahan diri supaya tidak kelepasan menjerit.
"Ha?"
Sasuke segera menunduk dan langsung melihat sandal rumah yang dipakainya memang sedang menindih jemari kaki mungil milik pacarnya.
OOPS! Cepat-cepat Sasuke memindahkan satu kakinya itu.
Si pemuda segera memeluk gadisnya. Ekspresinya penuh dengan rasa bersalah. "Maaf, Ino. Aku sedang syok sampai tidak sadar menginjakmu."
Meski masih berwajah lirih, Ino hanya merespon dengan anggukkan. Namun bukannya berhenti terisak, Ino malah lanjut berbisik dengan suara bergetar, masih menahan tangis. "Apa yang harus kita lakukan sekarang, Sasuke-kun?"
Ia tidak tega jika harus meneruskan membohongi Mikoto. Ini sudah keterlaluan rasanya.
Mendengar suara lirih sang pacar, pemuda itu hanya bisa mendesah dalam. Sebagai kekasih siaga yang gentleman dan bertanggung jawab, seharusnya Sasuke bisa melindungi Ino dari segala macam kondisi, kan? Tapi otak jeniusnya malah berasa mendadak tumpul sekarang. Ia merutuki diri sendiri sambil mendekap erat tubuh Ino. Meratapi kesalahannya.
Karena terbawa Suasana, Sasuke sampai tidak sadar bahwa dirinya mulai ikut berdrama.
Mikoto beserta para pelayan yang melihat adegan 'peluk-peluk sedih saling menenangkan' pasangan itu segera merasa terenyuh. Mata mereka sudah tidak mampu untuk menahan bulir air mata iba yang sedari tadi ditahan-tahan. Dipikir mereka, pasangan yang masih terlalu muda itu sedang meratapi dan menangisi kehilangan jabang bayi yang mungkin bisa terjadi sesaat lagi. Sasuke dan Ino sedang tampak mempersiapkan hati atas kepergian buah hati mereka yang tak akan pernah sempat lahir ke dunia.
Begitulah. Padahal suasana konyol itu hanya tercipta dari sekedar injakan tak disengaja.
Semua yang sedang hadir di sana hanya sedang salah paham saja.
Mikoto dan para dayangnya mulai meraung sesenggukan.
Suara tangisan yang semakin terdengar kencang itu akhirnya kembali mencuri atensi Sasuke. Lalu, sebuah bohlam pijar berkapasitas 25 watt tiba-tiba meletup muncul sambil menyala terang di atas kepalanya –meski itu hanya perasaan pemuda itu semata-.
Ajaibnya, bohlam imajiner tersebut memang berguna juga. Seolah mendadak dapat ilham, Sasuke ingin sekali mengacungkan satu telunjuknya sambil berkata 'Aha!' dengan ekspresi sok pintar, tapi segera ia urungkan saat mengingat perilaku tersebut sangat diluar karakternya. Padahal Sasuke sudah terlanjur OOC, Ppfft.
Alih-alih, tanpa ada aba-aba, si pemuda malah mengangkat tubuh Ino ke dalam gendongan ala bridal style. Sontak saja si gadis terkesiap.
Sang mama dan para pelayannya yang memang belum menyiapkan hati pun dibuat melonjak melihat kelakuan Sasuke itu.
"Siapkan mobilku, kita harus segera memeriksakan Ino." titah si tuan muda.
Gadis dalam gendongannya mematung.
"Ta-tapi— dokter? Itu, p-phobia, Ino-chan—"
Perkataan gagu Mikoto segera dipotong oleh putranya.
"Kita pergi ke bidan." Ungkap Sasuke.
LAH?
Di bawah sana, si pemuda bisa merasakan pacarnya melotot minta perhatian. Tapi Ino masih diabaikan. Akhirnya ia hanya bisa meringis pelan. Apa yang sebenarnya sedang Sasuke rencanakan?
"Oh, iya!" Mikoto segera mendesah lega. "Hampir saja lupa, kan masih ada bidan." Soraknya, menghapus air mata. Segera saja sang mama memberi intruksi. "Cepat suruh supir untuk parkirkan mobilnya!"
"Baik, nyonya!" jawab para pelayannya dengan cekatan. Mereka segera berhamburan dari sana.
Sementara Ino meremas kuat kain baju Sasuke, masih meminta diperhatikan, berharap diberi penjelasan.
Bukannya jika Ino sampai dibawa ke dokter atau pun bidan, maka semuanya akan terbongkar? Drama kehamilan ini bisa game over. Lantas, mengapa pemuda itu malah menyarankan demikian?
Ino sedang kebingungan sekarang.
. . .
"Apa yang sedang kau rencanakan?" desis Ino. Ia mendelik singkat ke arah sebuah mobil balap berwarna grey yang dalam sekejap sudah terparkir di depan halaman rumah.
Tetapi Sasuke masih bersikap tak acuh. Pemuda itu hanya menggendong Ino dalam diam, dengan langkah tergesa segera membawa tubuh si gadis mendekati mobil.
Tolong minggir. Air panas, air panas.
Ino semakin tidak mengerti. Perlukah ia minum Aq*a sekarang supaya bisa paham? Apa isi kepalanya sedang kering sekarang?
Merasa tidak terima karena telah diabaikan, otak Ino memberi perintah pada jemarinya supaya mencubit leher si pemuda.
Rupanya tepat sekali keputusan gadis itu untuk mencomot area sensitif milik Sasuke itu, karena si pemuda langsung dibuat melonjak dan segera menunduk menatapnya dengan ekspresi kegelian, un, atau terangsang, barangkali?
Selama tiga detik, Sasuke memelankan langkah tergesanya sembari memberi Ino tatapan tak percaya. Ia tak pernah diraba di area itu oleh seorang gadis sebelumnya. Pacarnya itu jadi semakin berani saja.
Tetapi Ino hanya balik menatapnya tanpa dosa. Gadis itu menaikkan alis pirangnya.
"Aku punya rencana." Gumam Sasuke pada akhirnya. Ia melempar pandang, 'percayakan saja tubuh dan nasibmu padaku sekarang'.
Ino berkedip, tidak sempat menyadari betapa modus dan ambigunya perkataan Sasuke barusan. Maka tanpa pikir panjang ia balik melempar isyarat, 'roger', sambil diam-diam mengacungkan satu jempolnya. Meski benaknya mempertanyakan mengapa acara gendong-menggengdong itu terasa lama sekali dan mereka tidak segera sampai ke tepi mobil. Sasuke kan sedang melangkah cepat menuju mobilnya, bukan sedang melenggak-lenggok di red carpet yang melapisi jalan setapak menuju pelaminan mereka.
Sementara Sasuke hanya menyembunyikan mesem-mesem liciknya.
Sesampainya di depan mobil, para pelayan segera membukakan pintu mobil dan melapisi joknya dengan beberapa lembar kain seperti persiapan ibu-ibu hamil yang akan lahiran.
Sasuke segera menurunkan dan mendudukkan badan Ino ke jok penumpang secara hati-hati. Ia memang sengaja berpura-pura sedang membawa istri berperut buncitnya yang tengah berada dalam pembukaan tiga hampir melahirkan.
Sedangkan Ino hanya bisa melongo, masih tak paham harus melakukan apa.
Peristiwa rusuh itu belum berakhir sampai di sana.
Sasuke kembali menegakkan badannya.
"Kalian persiapkan baju ganti." Titahnya pada para pelayan yang segera menyanggupi. Semua maid yang berkumpul di sana berangsur bubar.
Lalu Sasuke menjulurkan tangannya pada sopir yang sedang menduduki jok pengemudi mobilnya. "Kau masukkan motorku ke garasi." Titahnya lagi disertai anggukan dari pria yang bekerja sebagai sopir mamanya tersebut.
Lalu Sasuke memutar badan. Saat Mamanya yang masih tampak panik itu hendak memasuki mobil, putranya menahan. "Apa mama tidak merasa perlu mengabari Papa dulu?" tanyanya dipenuhi modus.
Seakan baru tersiram air hujan yang membuat kepala panasnya mengepulkan asap putih, Mikoto segera terkesiap. "Oiya mama lupa!" ujarnya. "Ponsel mama di dalam rumah, akan mama ambil dulu." Sambung wanita itu dengan terpogoh membalik badan dan berjalan cepat memasuki rumahnya.
Sedetik selanjutnya, dengan gesit dan lihai Sasuke segera memasuki mobil dan meraih kemudi. Lalu menjalankan mesin mobil agar bisa cepat berlalu pergi. Roda mobil mulai berputar untuk melesat keluar dari halaman kediaman Uchiha yang megah itu, tak lupa meninggalkan nyonya rumahnya tanpa dosa. Umm, sebenarnya Sasuke merasa bersalah sih, tapi mau bagaimana lagi. Kalian semua suci, biar hanya pemuda berambut gaya pantat ayam itu saja yang penuh dosa.
Ino yang sedari tadi masih diam bergeming, tambah dibuat tercengang saja. "J-jadi ini ide cemerlangmu?" tanyanya, mengatup-katupkan mulutnya. "Kita kabur begitu saja?"
"Terus mau bagaimana lagi?" timpal Sasuke. Ia masih fokus untuk mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia harus memastikan mamanya tidak mengejar di belakang.
Ino menganga. "Sampai kapan kau berencana untuk membodohi mamamu? Kau bercita-cita jadi anak durhaka? Ingin dikutuk menjadi batu kerikil yang tergeletak naas dan terabaikan di pinggiran jalan?"
Ergh. Sasuke tahu ia bukan anak yang penurut dan masih belum bisa berbakti pada orang tua, tapi dikatai dan disumpahi seperti itu oleh pacarnya sendiri membuat harga dirinya tersinggung.
"Lantas kita harus melakukan apa?" sahut Sasuke. "Kita pikirkan itu nanti, yang penting sekarang keluar dulu dari rumah."
"Kenapa tidak mengaku saja tadi se— KYAAHH!"
Ino membelalakkan mata saat merasakan laju mobil yang mereka tumpangi semakin kencang. Ditambah lagi mobil sport mewah berwarna grey elegant itu menikung brutal di persimpangan jalan dengan cara ekstrim. Si gadis yang sedaritadi matanya seolah tertutup berlapis-lapis kabut kegelisahan, segera sadar bahwa kini Sasuke sedang menyetir mobilnya ugal-ugalan.
"K-kau memangnya sudah punya SIM?" tanya Ino ketakutan. Tangannya refleks berpegangan pada jok yang sedang ia duduki.
Sasuke memutar kepalanya santai. Ia menaikkan alis. "Surat Izin Menghalalkanmu?"
Glek.
Ino merasa ada yang menoyor kepalanya. "Bukan itu." Koreksinya. "Maksudku Surat Izin Mengemudi! Memangnya kau sudah punya lisensi untuk menyetir?"
"Oh, itu." Sasuke kembali meluruskan lehernya ke depan. "Tentu saja, aku kan sudah delapan belas." Jawabnya enteng.
"O-oh," Gumam Ino. Ia lanjut menatap Sasuke dengan ngeri. Tapi hanya sesaat. Tatapan horor itu segera berubah saat aqua Ino menangkap citra si pemuda yang kekerenannya sedang tampak meningkat lima level saat sedang mengendarai mobil seperti ini. Si gadis meneguk ludah.
"Jadi kita mau kemana sekarang?" tanya Ino, berusaha membiasakan diri dengan laju kendaraan tersebut. Ia sadar sedang menumpang, jadi dirinya tak punya hak untuk banyak protes.
Sasuke mengedikkan bahu. "Terserah, kau mau kemana?"
Ino berpikir sejenak. Lalu ia menunduk untuk menatap rok abu-abunya.
"Aku sedang perlu bawahan baru, dan juga seperangkat pembalut sekarang." ungkapnya.
"Oke." Sasuke menyahut singkat.
.
.
.
Keadaan, situasi dan kondisi di kediaman Uchiha pasti sedang ricuh sekali sekarang. Beruntung, Sasuke sempat mengaktifkan pilihan flight mode pada ponselnya sebelum sang Mama sempat menelepon dan mengerecokinya dengan ribuan pertanyaan.
Ino telah berganti pakaian.
Setelah mereka melakukan diskusi yang cukup panjang di sudut taman kota yang sedang mereka singgahi, tubuh pasangan muda itu sama-sama ambruk pada sebuah bangku taman yang terletak di pojokan. Meleka lelah, setelah mendebatkan apakah drama kehamilan ini patut dilanjutkan atau disudahi saja. Tapi bagaimana caranya.
Ino ingin semua ini segera berakhir sedangkan Sasuke masih yakin ia bisa menemukan cara lain untuk menyelesaikan semua ini tanpa mengorbankan pihak mana pun. Keduanya memang sama-sama keras kepala.
Hiks.
Ino bernapas keras sambil menyeruput hidungnya yang tiba-tiba beringus. Hayati sudah lelah, silahkan tenggelamkan saja di samudera Hindia.
Sasuke segera menoleh ke arah gadis yang sedang menangkupi mukanya dengan dua telapak tangan.
Pemuda bernetra hitam itu segera terhenyak.
"Ino, kau kenapa lagi?" Tanya Sasuke, berusaha menurunkan lengan Ino dari wajah cantiknya.
Tentu saja Sasuke syok.
Barusan pacarnya itu sempat menggerutu kesal sambil merecoki si pemuda dengan berbagai tuduhan dan tuntutan karena telah menyeretnya ke dalam drama nista ini. Lalu sedetik selanjutnya, dengan lembutnya ia menasehati Sasuke menggunakan kultum yang ia dengar di waktu shubuh tadi, agar sang pacar bisa kembali ke jalan yang benar dan berhenti melakukan dosa.
Tapi kemudian, si gadis berubah membentak marah pemuda itu karena tidak terima Sasuke sempat bersikeras ingin meneruskan semua kebohongan ini. Dan yang terakhir terjadi semenit lalu, Ino tertawa girang karena membayangkan perannya sebagai wanita hamil akan segera berakhir. Lalu sekarang apalagi?
Tawa meremehkan si gadis akan segera berganti menjadi tangisan yang dikumandangkan dengan melownya seperti ini?
Ya tuhan, ternyata benar kata orang dan kata sejuta lelaki diluaran sana yang mengatakan bahwa balada perempuan PMS adalah neraka bagi para pemuda malang yang mempunyai pacar. Karena meski biasanya makhluk bernama perempuan itu memang sudah sulit untuk dimengerti, dalam fase PMS mereka bisa menjadi makluk mengerikan nan menjengkelkan dengan kelakuan yang semakin sulit ditebak.
Masih terisak dengan air mata yang mulai melinang –barangkali akibat tiba-tiba teringat pada banyaknya dosa yang telah ia perbuat pada semesta, biasa efek baper PMS- Ino berdesis. "Jangan ganggu. Dadaku sedang penuh sekarang." Suaranya terdengar ketus.
Sasuke yang sepenuhnya tidak paham mengenai apa yang sedang dibicarakan Ino, segera menyondongkan tubuhnya. "Penuh karena apa?" Ia menelengkan kepala, kentara bingung.
"Penuh dengan kegelisahan seorang gadis." Jawab Ino dramatis. Gadis itu menepis tangan Sasuke yang mencoba menyentuhnya dengan gerakan kasar. "Kau tidak akan mengerti, Sasuke-kun. Tidak akan pernah mengerti."
Hening sejenak saat Ino mengambil jeda. Sementara Sasuke dilalap syok berkepanjangan sambil menatap kosong lengannya yang tadi ditepis kasar.
Ya tuhan, salah Sasuke apa?
"Kau tak akan paham betapa sulitnya menjadi perempuan! Hiks." Seru Ino. "Hanya aku sebagai seorang perempuan yang nantinya akan selalu dirugikan bahkan dicap sebagai wanita jalang jika semua ini terbongkar. Hanya aku!" Tuntutnya.
Ino mulai mengangkat kepala dan menurunkan tangan yang menutupi wajahnya. ia menoleh perlahan ke arah Sasuke dengan tatapan pilu disertai mata biru yang sudah tergenang.
Tapi kali ini tatapan Ino berubah dari sayu menjadi nyalang. "Dan kau? Hanya akan menginjak kesusahanku dan dengan teganya menaburi lukaku dengan garam bagai ibu tiri Cinderella yang selalu tertawa di atas penderitaannya!"
Sasuke hanya bisa dropjaw sambil sweatdrop. Kenapa Ino sampai berubah menjadi super sensitif dan lebay begitu?
Demi rahasia umur panjang Madara Uchiha. Sasuke yang notabene bergolongan darah AB dan seringkali dicap sebagai goldar berkarakter paling kompleks dan moody-an saja, rasanya tidak begitu-begitu amat.
Homina homina homina. Tak lupa Sasuke dibuat speechless juga.
"Aku tak a-"
Ucapan Sasuke tersebut segera dipotong dengan perubahan ekspersi Ino yang berganti menjadi pilu. "Bagaimana jika mamamu sampai kejang-kejang dan dilarikan ke rumah sakit akibat meratapi kelakuan nyeleneh putranya yang merangkap berprofesi sebagai pendusta ini?" Ino memandang pemuda itu dengan tatapan naas seolah Sasuke adalah aib bagi keluarga.
Jleb. Sasuke merasa ditikam oleh pedang goblin (?)
Apalagi Ino terus melemparinya dengan tatapan nanar yang berkesan 'manusia rendah sepertimu tak pantas bersanding di pelaminan denganku.'
Sontak saja Sasuke merasa mencelos dan kelimpungan. Akhirnya ia menarik napas menyerah.
"Baiklah. Baiklah. Baiklah." Rapalnya dengan tiga kali pengulangan. Sasuke mencoba tetap bersabar dan nampaknya ia hanya bisa mengalah. Sasuke tidak akan tega melihat Ino terus berada dalam kondisi labil seperti demikian dan semakin menistakannya. "Ayo kita pulang saja untuk mengaku dan sama-sama meminta maaf. Begitu maumu kan?"
Seketika Ino berhenti terisak.
Sontak saja hawa muram dan kabut hitam yang sedetik lalu mengelilingi gadis itu kini berubah menjadi hawa hangat mentari yang bersinar dari balik pegunungan menyoroti hamparan bunga musim semi yang bermekaran indah. -Tapi itu hanya imajinasi Sasuke belaka-
Si gadis berhenti bermuram durja, kini digantikan dengan senyuman cerah yang selamanya bisa sukses mengorek iman Sasuke.
Apa tangisan gadis itu sebelumnya hanya air mata buaya belaka? Batin Sasuke keheranan. Tapi ia memutuskan untuk tidak mempermasalahkannya saja.
Lalu tanpa disangka, Ino segera menyondongkan tubuhnya ke arah Sasuke dan mendadak mendekap pemuda itu dengan pelukan hangat.
"Yeaay serius?" senandung gadis itu senang. "Janji ya!"
Untuk sepersekian detik, Sasuke hanya diam melongo. Selang beberapa saat lalu, Ino bahkan telah menepis raihan tangannya dengan kasar seolah Sasuke adalah najis saja. Tapi kini? Gadis itu sedang memeluknya duluan dengan mesra. See? Selamanya Sasuke tidak akan bisa mengerti wanita.
Tentu saja Sasuke tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk memeluk balik gadisnya itu. Ia membelai lembut rambut pirang yang terasa halus dan lembut milik Ino dan mendekap pinggangnya erat. Gadis itu tak menolak, masih terdengar tawa ceria dari mulutnya.
Demi poseidon yang menjabat sebagai penguasa lautan setelah berabad-abad. Sepertinya Ino memang sedang ingin bermanja-manja sekarang. Masih efek PMS kah?
Sasuke sibuk berterimakasih kepada Tuhan.
Beberapa saat kemudian, Ino merenggangkan tubuhnya. Tapi ia masih tersenyum manis. "Hehe."
Sasuke seolah masih terhipnotis dengan kelakuan anti-mainsteam pacarnya itu. Apalagi sekarang. Ekspresi bahagia yang sedang terlukis di wajah cantik Ino sukses mengaktifkan desiran di hatinya dan selalu mampu membuat jantungnya bergetar. Menyulut nafsunya.
Sasuke balas tersenyum sambil mengangkat kedua tangannya. Jemarinya mulai mengahapusi sisa air yang masih tertinggal di pipi mulus gadis itu.
Keduanya berpandangan.
Lalu seolah sedang berada dibawah pengaruh sihir pesona si gadis yang begitu majikal, Sasuke perlahan membawa wajah Ino mendekat seraya menundukkan wajahnya sendiri. Pipi gadis itu mulai dihiasi warna merah, mengerti dengan apa yang akan dilakukan pacarnya.
Ah gadis itu manis sekali.
Sasuke mengelus lembut wajah ayu Ino, lalu ia mulai memiringkan kepala. Sementara Ino hanya diam saja. Ia tidak menolak saat perlahan Sasuke menempelkan mulut di bibirnya. Juga tak melakukan perlawanan saat pemuda itu mulai melumat bibirnya dengan gerakan lambat.
Ah. Terasa hangat, dan menyenangkan. Ini baru yang namanya ciuman. Batin Sasuke, menikmati rasa kenyal nan empuk disepanjang bibir lembab Ino.
Sasuke mulai menurunkan dua tangannya dari wajah Ino sampai sebatas pinggang gadis itu. Menarik tubuh Ino mendekat.
Sasuke sudah siap-siap jika saja tubuhnya akan didorong kasar, namun itu tak terjadi.
Oh semesta! Ino membalas ciumannya. Sasuke melonjak dalam hati. Bibir gadis itu memang masih bergerak ragu, namun ini adalah kemajuan drastis.
Ino balik melumat pelan bibir Sasuke, sembari jemarinya meremas lumayan kuat kain baju di dada pemuda itu.
Jujur saja Ino memang menyenangi sensasi yang sedang dirasakannya sekarang. Tak pernah terpikirkan sebelumnya dalam fantasi terliar otaknya yang memiliki IQ diatas rata-rata itu, ia akan sudi berciuman dengan seorang lelaki. Si gadis sering kali mencap ciuman sebagai kegiatan menjijikan. Mengapa pula ia harus rela membiarkan sepasang bibir ranumnya dikulum, dilumat dan didominasi perlahan-lahan -dengan semena-mena atau pun tidak sabaran- oleh seorang lelaki? Tapi kini, Ino malah merasa ketagihan. Ia jadi merasa berdosa pada semua pasangan di dunia yang sudah ia katai bodoh karena melakukan itu. Maafkan gadis lugu ini, wahai seluruh umat semesta.
Setelah sekitar satu menit berlalu, Sasuke melepaskan tautan ciuman mereka. Tapi ia belum mau menjauhkan wajahnya. Onyxnya menilik raut wajah Ino. Gadis itu tidak sedang tampak kesal atau pun terganggu seperti biasanya, alih-alih hanya tersenyum tipis sambil menatapnya dengan sedikit grogi.
Uwow. Rasanya Sasuke ingin berjompalit sebanyak lima putaran sampai ke sebrang air mancur taman sekarang, namun ia tidak mau melepas dekapannya atas sang pacar. Momen langka ini terlalu berharga.
Lalu sekali lagi, tanpa sungkan Sasuke kembali memagut lembut bibir ranum Ino. Kali ini gadis itu segera menyambutnya. Ulala. Semesta terasa berhenti berputar dan tata surya seakan hanya mengorbit mengelilingi tempat mereka berdua saja sebagai pusatnya.
Oh, nikmatnya masa muda.
Demi es krim terenak dari merek dagang mana pun yang pernah diciptakan oleh kaum manusia di muka bumi ini. Berciuman rasanya jauh lebih lezat dan nikmat dari pada dessert apa pun.
Sasuke dan Ino sama-sama melepas ciuman mereka setelah dua menit berselang. Keduanya saling bertukar pandang.
"Bagaimana kondisi dadamu sekarang?" Sasuke berbisik, bertanya penuh perhatian. Wajahnya hanya berjarak lima senti dari wajah Ino. "Masih terasa penuh?" tanyanya hati-hati.
Ino hanya mengangguk. Ia tersenyum malu-malu.
"Sekarang dadaku penuh dengan kebahagiaan yang sedang meluap-luap."
Nampaknya, emosi Ino yang sedang naik turun itu bukan hanya bermanfaat untuk memacu adrenalin Sasuke, namun juga hormon endorfinnya. Pfft.
Ah, Sasuke juga sedang merasa bahagia.
x x x
Setelah melewatkan sore yang panjang untuk berkencan, without care of the world, akhirnya pasangan muda itu teringat kembali akan penebusan dosa mereka yang masih belum tuntas.
Astaga. Sempet-sempetnya mereka kelupaan.
Maka, keduanya segera memutuskan untuk kembali pulang ke rumah Sasuke saat petang tiba.
Meskipun sudah mempersiapkan diri dengan apa pun yang akan terjadi, Ino masih merasa tegang setengah mati. Sasuke juga merasa demikian, cuma kegundah-gulanaan itu tidak ia sedang tunjukan saja. Pemuda itu menggenggam kuat tangan pacarnya.
Organ dalam tubuh Ino seperti sedang berpesta. Meriah sekali degup jantungnya. Paru-parunya terasa sesak. Lambungnya seperti sedang kebanyakan menumpahkan cairan asam, membuat perutnya mulas –atau mungkin ini hanya efek dari haid-. Belum lagi kembang api yang tersulut di dadanya, seolah sedang meletup-letup keras.
Gadis itu sudah tidak tahan lagi dengan silent treatment yang sedang tercipta memenuhi suasana ruang keluarga Uchiha ini.
Mari ber-flashback dulu.
Sebelum mereka datang, kabarnya Mikoto dilanda panik luar biasa bak orang kesurupan. Keberadaan anak bungsunya tiba-tiba lenyap ditelan bumi karena ponselnya tidak bisa dihubungi meski telah puluhan kali di calling, dan wanita itu segera menyalahkan operator, merek ponsel, sampai kegaptekannya akan zaman modern ini. Sang Nyonya Uchiha jadi tidak tahu kabar ter-up to date mengenai calon menantu dan bakal cucunya. Setelah lelah uring-uringan meratapi nasib sendiri sebagai emak-emang zaman doeloe yang terjebak hidup di zaman milenium serba canggih, objek kemarahannya berpindah pada sang suami tercinta.
Fugaku yang sebenarnya tidak sedang salah apa-apa itu tiba-tiba saja dituduh terlalu memanjakan anak-anaknya. Padahal memanjakan dari mana, wong sosoknya yang garang itu saja sudah membuat dua jagoannya tunduk tanpa membantah. Tapi Mikoto bersikeras didikan Fugaku lah yang menjadi penyebab utama mengapa Itachi belum juga menikah dan membawa perempuan ke dalam keluarga besar mereka sampai saat ini, padahal umurnya sudah mencapai seperempat abad. Sang mama tak kuasa jika harus melihat putera sulungnya itu menjadi perjaka tua. Maka sang suami hanya bisa angkat tangan tanda menyerah.
Setelah puas mencecar suaminya, tak lupa juga Mikoto mengomeli anak sulungnya. Saking terbawa perasaannya, sang mama bahkan sampai mengatai puteranya itu tidak laku, terlalu jenius sampai membuat semua wanita normal kabur, terlalu tampan, terlalu datar, terlalu sempurna dan terlalu-terlalu lainnya. Sungguh terlalu.
Celotehan sang Mama makin melantur sampai-sampai ia bertanya pada kaca yang tertempel di dinding dimana tempat anak bungsunya berada. Karena tak juga dapat sahutan, ia bahkan nekat hendak pergi ke dukun segala.
Untung yang dicari keburu tiba di rumah.
Tak perlu basa-basi lagi, Mikoto segera meracau Sasuke dengan berbagai bentuk serangan verbal. Namun semua perlakuan adsurb itu tentu tak berlaku pada Ino. Ia masih dipeluk sayang sambil ditanyai kabar.
Sampai kedua pasangan muda itu akhirnya mengaku jua.
"Ino tidak sedang keguguran." Ujar Sasuke.
Segera saja Mikoto mendesah lega. Sebuah gumpalan awan putih mendadak keluar dari atas kepalanya, mungkin setan yang tadi merasukinya sudah keluar. -Meski itu hanya imajinasi para mister Uchiha saja-
Namun pernyataan Sasuke selanjutnya membuat awan hitam yang mengandung petir tiba-tiba menggelegar hebat menghujani Uchiha resident dengan dramatis.
"Ino juga tidak sedang hamil." Sambung Sasuke.
Ketiga orang di depan mereka menelengkan kepala dengan bingung.
Lantas Sasuke melanjutkan. "Aku tidak pernah menghamilinya. Waktu itu dia mual-mual saat kudekati karena Ino mengidap androphobia. Aku hanya memanfaatkan keadaannya saja." Jelasnya dengan wajah datar. "Barusan juga dia hanya sedang tembus menstruasi, bukan sedang keguguran." Sambungnya. "Itu hanya asumsi Mama saja."
Maka ruangan berubah hening.
Petir berhenti menyambar.
Dan silent treatment itu pun hadir.
Ikan arwana di akuarium berukuran sedang milik Fugaku mendadak berhenti berenang hanya untuk memandang keadaan di sana dengan mata besarnya.
Setelah selang tiga menit, suasana masih saja hening.
Burung gagak hitam peliharaan Itachi tiba-tiba berkoak kesepian dari dalam kandangnya, minta perhatian.
Flashback pun berakhir.
"APA?!" Akhirnya para penyandang marga Uchiha itu tersadar dari lamunan.
.
.
Berbagai ekspresi ditunjukkan oleh masing-masing anggota keluarga yang digadang sebagai Family Goals of the Year itu, menurut polling sms seantero penduduk kota.
Dari mulai Itachi yang bertepuk tangan dan bersorak 'horay' sambil menabur bunga. Ia yang biasanya memiliki sikap tertata sampai tak bisa menahan diri dan langsung tertawa cetar membahana sambil terpingkal-pingkal saat mendengar pengakuan miris adik kesayangannya itu.
Tentu saja ia merayakan momen langka ini dengan suka cita. Tak pernah ia bayangkan dari sekian juta perempuan penduduk bumi, Sasuke akan melabuhkan cintanya pada seorang gadis pengidap androphobia dan sampai nekat mengarang drama kehamilan yang mampu menggetarkan keluarga dan mematahkan hati seluruh gadis normal di dunia.
Sang adik mendelik tak suka ke arah abangnya, kentara sebal mendapat perlakuan menghinakan dari sang kakak. Namun ia tak boleh bertindak barbar untuk membalas Itachi sekarang, atau Ino akan ilfeel padanya. Dan saat ini bukan waktu yang tepat pula.
Sementara Ino meringis hanya menahan malu dalam hatinya. Oke. Ia masih dapat menerima perlakuan abangnya Sasuke yang baru ditemuinya hari itu. bersyukur karena Itachi malah menganggap semua ini lucu. Sekarang Ino mempersiapkan diri pada perlakuan selanjutnya.
Ia bahkan sudah siap jika namanya sampai berada dalam buku tamu kantor kepolisian setempat karena telah dilaporkan dengan kasus penipuan . . oleh ayah Sasuke yang termahsyur dengan sikap dingin nan garangnya.
Maka ia menggeser pandangannya ke arah sang ayah. Tak disangka bukannya naik pitam, Fugaku yang biasa berwajah datar, kini tengah menghembuskan napas panjang sambil memasang raut muka lega. Ia segera mengangkat kedua tangan untuk berterimakasih pada yang maha kuasa.
Ino dan Sasuke mematung di tempat.
"Syukurlah. Aku sudah tidak kuasa harus memikirkan cara apa untuk meminta maaf pada Inoichi atas kelakuan anakku yang telah berani merusak kehormatan anak gadisnya." Lega sang ayah. "Untung saja semuanya hanya rekayasa belaka."
Fugaku mulai berjalan menghampiri tempat Sasuke, lalu segera menepuk bangga pundak anak bungsunya itu. "Bagus, Nak. Aku jadi tak perlu menanggung malu dan mati gaya lagi saat berjumpa dengannya kelak."
Sasuke hanya mengerjap. Rupanya setelah pemuda itu menyampaikan salam dari Papa Ino tempo hari dulu pada ayahnya, Fugaku kaget bukan kepalang saat mengetahui bahwa calon menantunya adalah puteri semata wayang dari sahabat sepermainannya dulu. Pemilik dan Presdir dari Uchiha Real Estate Company itu mendadak dihantui kecemasan akan dihujat dan diputus-hubungankan oleh sahabatnya itu. Apalagi dengan sifat eksentrik yang dimiliki Inoichi. Entah akan sericuh apa nanti.
Ia bahkan sampai mengalami kesulitan tidur dan mengidap gangguan kecemasan berlebihan atau bahasa kerennya Generalized Anxiety Disorder selama beberapa hari terakhir ini sehingga harus mengonsumsi obat depresi secara teratur sebelum tidur.
Oke. Reaksi dari Tuan Uchiha itu terbilang aman.
Terakhir, Ino memandang was-was ke arah Mikoto yang masih termangu di tempatnya. Barangkali sedang mencerna semua informasi yang barusan di dengarnya. Meski yang paling ramah, namun Nyonya Uchiha itu juga lah yang paling tidak bisa ditebak diantara semua orang di sini. Maka Ino merasa gelisah bukan main.
Gadis itu menelan ludah. Ia mengepalkan tangannya di depan dada untuk merapal doa. Ino sudah siap jika saja dirinya sampai diserang secara verbal bahkan fisik, atau diperlakukan apa pun. Asal jangan bawa Ino ke psikiater dan tempat penuh lelaki saja. Karena ia masih alergi.
Lagipula, Ino percaya Sasuke akan mengorbankan apa pun, dari mulai jiwa raganya, statusnya sebagai anak, harga dirinya yang setinggi gunung Fuji, bahkan sampai kehormatannya (?) untuk melindungi Ino. Pemuda itu sudah janji.
Maka, kini Ino hanya bisa menyerahkan nasibnya pada Tuhan pemilik semesta.
Masih memasang raut terguncang, Mikoto berjalan pelan menghampiri tempat Ino. Si gadis terkesiap saat merasakan pundaknya tiba-tiba dicengkram.
"Benar itu, selama ini kau tidak hamil?" Tanya Mikoto serius.
Ino hanya dapat mengangguk pasrah. Ia mengaku bersalah. Namun ini rasanya kok kaya dejavu ya?
Gadis itu sudah membayangkan akan menerima reaksi menggetarkan iman dari sang Mama. Namun Mikoto hanya memandangnya dan Sasuke secara bergantian. Lalu tak disangka . .
Tes . . Setitik air turun dari mata hitam indah Mikoto.
Tes . . Tes . . tangis itu mulai melinangi pipinya yang masih kencang tanpa ada kerutan.
Ino dan Sasuke tercengang berjamaah. Begitu pula Fugaku dan Itachi. Wajar saja, pasti sang mama kecewa cucunya tak bisa lahir sekarang.
Tapi . .
"Syukurlaaaaahhh . . ." desahan lega lolos dari bibir Mikoto yang sedang bergetar.
Wanita itu segera menangkup sebelah pipi gadis pirang yang masih termangu di hadapannya. "Aku sempat merasa cemas dengan kondisimu . . hiks . . Anakku yang nakal itu telah menghamilimu di usia muda seperti ini . . aku khawatir sekali dengan kondisi mental dan ragamu nanti . ."
Tentu saja Ino terenyuh mendengarnya. Matanya mulai tergenang. Bibir merahnya ia gigit untuk mempertahankan ketenangan. Ia masih mematung di tempat.
Lalu Mikoto merengkuh tubuh gadis itu ke dalam dekapan. "Lagipula, keguguran bukanlah hal yang menyenangkan." Jeda sebentar saat wanita itu terisak, "Aku bersyukur kau tidak benar-benar mengalaminya, Ino-chan."
Oh, Tuhan. Ino sudah tidak tahan lagi dengan sejuta kebaikan yang dipancarkan oleh calon mertuanya itu. Padahal ia sudah berbohong. Padahal ia sudah berlaku tidak sopan. Padahal ia sudah memberi harapan palsu. Tapi . . pelukan hangat ini yang malah ia dapatkan.
Maka tangis Ino pecah saat itu juga. "Ma-maafkan akuuuuu." Mohon Ino. Jika bisa, ingin rasanya ia bersujud di depan wanita berhati malaikat itu namun Mikoto tentu tidak akan mengizinkan.
Alhasil, mereka masih berpelukan erat. Rambut Ino dibelai sayang.
Ketiga lelaki pemilik marga Uchiha disana hanya bisa tersenyum simpul menyaksikan adegan mengharukan tersebut.
.
.
Setelah suasana berangsur kondusif, Sasuke dan Ino segera didudukkan di sofa seakan mau dinikahkan saja. Tapi tidak, mereka hanya diberi wejangan.
"Kalian masih muda, jadi tidak perlu terburu-buru." Ujar Mikoto, menggenggam jemari Ino. Ia menoleh singkat ke arah suaminya. "Tak apa kan Pa, kita menunda untuk mendapat cucu?"
"Hn." Fugaku hanya mengangguk sambil bergumam datar. Ia terlihat tak acuh, namun sebetulnya begitu perhatian. Buktinya ia selalu mengalah menghadapi tingkah eksentrik istrinya.
Mikoto bersenandung riang. "Kau masih bersedia menjadi menantuku, kan?" tanyanya.
Ino tersenyum malu-malu, balik meremas lembut jemari wanita cantik di depannya. Tentu saja ia megangguk.
Ah, seketika itu Sasuke lah yang paling merasa bahagia di sana.
"Makanya, jangan hamil dulu sebelum kalian resmi menikah nanti ya?" sambung Mikoto.
Ino mengangguk satu kali. Lalu dengan muka polos, ia langsung menoleh ke arah Sasuke.
Diikuti tiga pasang mata uchiha lain yang segera menengok dengan slow motion. Untuk memdramatisir keadaan, ketiga pasang onyx itu serentak menyipit tajam ke arah Sasuke.
Yang dipandang berjamaah itu mengerutkan kening. "Kenapa semuanya menoleh padaku dengan cara seperti itu?" tanyanya.
"Kau orang yang paling berpotensi menghamili ino-chan, makanya kau harus camkan baik-baik nasihat Mama dan Papa saat ini." celetuk Itachi.
Sasuke keselek. Ia hendak protes. "Apa mak-AAW!" Sasuke memekik ketika merasakan jemari kuat ibunya mencubit kulit di pinggangnya.
"Kau jangan nakal, Sasuke-kun." Nasihat sang Mama.
Akhirnya Sasuke hanya bisa mengangguk nurut, sadar diri bahwa pengalaman 18 tahun hidupnya di dunia masih belum cukup untuk menentang mama tercintanya.
Sementara yang lainnya hanya tertawa.
"Oke." Mikoto menepukkan tangannya riang. "Berarti saat ini kita hanya bisa mengandalkan Kakak."
Itachi mengernyit, mendadak merasa tidak enak hati. "Untuk?"
"Untuk memberikan kami cucu." Titah itu langsung keluar dari mulut Fugaku, Tuan Rumah Kepala Keluarga Uchiha yang termahsyur dengan kehormatannya.
Kali ini Itachi yang terbatuk, dan Sasuke puas menertawakannya.
Mikoto perlahan bangkit berdiri dan menjulurkan tangannya ke arah Fugaku. "Ayo Pa, kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu lagi." Ajak sang istri. "Mari cepat hubungi kenalan Papa yang terkenal sebagai biro perjodohan handal itu."
Fugaku mengangguk dan segera mengikuti jejak sang istri, bangkit berdiri sambil meraih tangan Mikoto, lalu sama-sama beranjak pergi.
Ketiga muda-mudi lainnya juga ikut berdiri.
Itachi masih mematri senyuman –yang tak dapat didefinisikan-nya ke arah Sasuke. Sang adik yang merasa jengkel sontak mencoba meninju perut ber-abs sang kakak namun dapat segera ditangkis Itachi dengan mudah.
Abangnya itu sempat menepuk kepala Sasuke lalu segera beralih minat untuk menghampiri tempat Ino.
Gadis itu hanya terpaku diam. Jika ditilik dengan lebih cermat, sang kakak memiliki pembawaan yang sungguh berbeda dari adiknya. Meski mereka sama-sama memiliki wajah yang kelewat rupawan, namun aura maskulin, dewasa dan bijaksana terkoar dari dalam diri sang kakak.
Uwowowowowo. Lelaki itu berjalan mendekat. Tapi Ino merasa tak sanggup untuk melangkahkan kakinya mundur menjauh.
Lalu . . Aquamarine Ino nyaris lepas dari rongganya saat mendapati Itachi memandangnya intens dan dengan santainya mengelus rembut puncak kepalanya. Entah mengapa ia tak bisa menghindar.
Lelaki yang kini sedang menyunggingkan senyuman maut mempesonanya itu kini berucap pada Ino. "Dari dulu aku ingin bertemu dengan gadis yang telah berhasil menjinakkan adikku." Ujarnya. "Pantas saja, ternyata kau cantik sekali begini." Ia menilik. "Sayang sekali kau mengidap androphobia. Tapi jangan tegang, kuyakin Sasuke pasti akan selalu menjagamu."
Ino segera mengangguk patah-patah sambil menahan napas. Apa abang Sasuke yang super kece itu tahu apa arti dari androphobia alias phobia pada lelaki –especially yang ganteng dan menawan hati, dalam kasus Ino ini- yang sedang diidap Ino? Dan lelaki itu tentu saja masuk pada daftar kriteria yang worth for dijadikan objek phobianya. Tapi dengan santai dan kalemnya Itachi malah menyentuh kepalanya dengan gerakan yang sangat berbeda dari Sasuke. Jika sang adik doyan menepuk pelan pucuk kepala pirang Ino, maka lain dengan sang kakak yang tengah membelai-belai lembut rambutnya.
Wow, semua selalu dibuat iri sama dirimu, Ino-chan.
Sementara Sasuke, masih terdiam di sebelah sana. Sedang sibuk merutuki betapa lemahnya kepalan tangannya sampai-sampai ia belum pernah berhasil meninju bagian mana pun tubuh milik Itachi dari zaman ia bayi sampai sekarang ini.
Lalu saat Sasuke akhirnya menengokkan batang lehernya, HUANJEEERRR! Betapa terkejutnya pemuda itu saat melihat sang kakak kini tengah menyerang pacarnya.
Pemuda itu sontak meradang. Dengan mata yang membulat merah karena kesal dan gerakan gesit, Sasuke segera melerai tangan Itachi dari kepala Ino, menepisnya kasar. Ia mulai menyalak. "HEI APA-APAAN KAU SENTUH-SENTUH PACARKU BEGITU?!"
Ternyata, keposesifan Sasuke tidak pandang bulu.
Namun, abangnya hanya menoleh santai, segera mendapati Sasuke sedang mendengus sambil memicingkan mata tajam ke arahnya. Dengan mendenyut-denyutkan alis hitamnya dengan jahil sebanyak dua kali, Itachi hanya melempar senyum -yang entah apa artinya itu, Sasuke tak mau tahu- lalu dengan kalemnya melenggang pergi.
"Sampai ketemu lagi, Ino-chan." Pamit Itachi.
Sasuke hanya mendelik tidak suka sambil berdecak.
Setelah meyakini sang kakak menghilang dari jangkauan mata, Sasuke segera memutar badan menghadap Ino.
Dan segera menggerutu. "Kenapa kau tak menghindar saat akan dipegang-pegang dia? Seharusnya andropho—"
Dilihatnya gadis itu tengah mematung. Sasuke menaikkan alis.
"Sasuke-kun," perlahan Ino mendongak. "Jadi itu kakakmu . . ?"
"Ya. Kenapa?" jawab Sasuke ketus seraya menatap gadisnya heran.
Ino menggeleng. "Tak apa. Hanya saja . ." dengan gerakan slow, gadis itu menangkup dadanya. "Hatiku bergetar," lalu tangannya berpindah untuk merangkum kedua sisi wajahnya, "dan pipiku memanas."
Sasuke melebarkan mata, melihat si gadis mendadak merona.
"Bukankah seharusnya aku masih mengidap androphobia?" imbuh Ino, kebingungan sendiri.
BLEDAAAARR!
JLEGEEEEER!
DUAAAAR!
YASALAM!
Figura foto keluarga Uchiha yang sedang menggantung di dinding tiba-tiba jatuh tanpa sebab membuat kacanya retak. -Namun itu hanya bayangan cicak-cicak di dinding saja-
Sasuke tersentak. "Apa-apaan reaksimu itu?!" Ia kalang kabut. "Kau sudah memilikiku! Apa aku saja belum cukup?" Pemuda itu segera merengkuh pundak kekasihnya tersebut dengan posesif. "Aku tahu kami seringkali dibilang mirip bak pinang dibelah setengah tapi aku tak rela jika phobiamu juga tidak berlaku padanya da-"
Ino segera menempelkan jemarinya untuk menutup mulut Sasuke.
"Bercanda, kok." Ujar gadis itu.
Ino menyeringai tanpa dosa.
Sementara Sasuke mengerjap tak bersuara.
KLONTANG . . ONTANG . . TANG . .
Sebuah panci di dapur tiba-tiba jatuh akibat tersenggol kucing bengal piaraan Mikoto.
Untuk kesekian kalinya di hari itu, Sakuke hanya bisa dropjaw sambil menatap Ino dengan sweadrop.
SERIUSAAAAAN?!
UALAAAHHH. HAMPIR SAJA SASUKE TERSERANG GAGAL JANTUNG.
"L-lalu mengapa phobiamu tidak kambuh saat dia mendekatimu?" pemuda itu masih merasa was-was.
Ino mengedikkan bahu. Dengan polosnya ia hanya menelengkan kepala sambil berucap, "Mungkin karena dia itu kakakmu?"
Sasuke hanya mampu berkedip. Keringat dingin masih mengucur dari sebelah sudut dahi pemuda itu. Sementara Ino hanya tersenyum manis tanpa dosa.
X
X
X
Tidak terasa, lima setengah bulan terlewat sudah.
Tanpa terasa pula, kini Konoha Gakuen sedang menggelar upacara kelulusan untuk kelas tiga.
bukan hanya siswa kelas tiga saja yang sedang menghadiri acara tersebut di aula sekolah, namun semua murid kelas dua dan kelas satu juga diwajibkan ikut serta sebagai tanda penghormatan.
Dan kini nyaris semua siswa berjiwa muda di sana, sedang tampak menitikkan air mata. Dari yang hanya menangis pelan menyembunyikan isakan, sampai yang terang-terangan tersedu sedan. Juga yang berpura-pura menitikkan air mata buaya.
Catatan, bukan hanya kelas tiga yang menangis, namun juga dua tingkatan siswa di bawahnya.
Ada yang merasa bahagia atau pun sedih karena akhirnya mereka bisa meninggalkan Konoha Gakuen tercinta bersama seribu kenangan di dalamnya, atau yang menangis terharu karena tak rela senpai mereka lulus, atau ada yang terbawa suasana sampai yang hanya ikut-ikutan menangis untuk memeriahkan suasana pun ada.
Tapi ada juga segelintir siswa yang masih memasang wajah selow dan datar-datar saja.
"Untuk meninggalkan sekolah ini . . dan beranjak menuju babak kehidupan baru." Terdengar pidato perwakilan guru sebagai wejangan terakhir untuk siswa tercintanya yang telah sukses menguras air mata pendengarnya.
"Selanjutnya, perwakilan dari siswa kelas tiga, Shimura Sai, dipersi—"
Bunyi gaung mikrofon segera teredam oleh sorakan seluruh siswa, terutama wanita.
Tanpa banyak gaya lagi, Sai segera berjalan dengan elegannya untuk menaiki podium. Mantan ketua osis terhot sekota Konoha itu memang terpilih untuk membacakan naskah pidato kelulusan.
Drap. Drap. Drap.
Baru saja Sai hendak meraih mikrofon yang dijulurkan padanya, sebuah suara derap langkah kaki yang terdengar sedang menyerbu ke arahnya sukses membuat pemuda pucat itu menoleh.
Sai terkesiap saat menemukan Gaara sudah berdiri di sampingnya dan segera merebut duluan mikrofon tersebut.
"YAMANAKA INO. AKU SELALU TERTARIK PADAMU. AKU TAK PEDULI DENGAN PACAR SIALANMU ITU. LEBIH BAIK KAU PUTUS SAJA DENGANNYA DAN BERPALI-"
Dalam sedetik, mikrofon itu telah berganti tangan. "YAMANAKA-SAN. AKU LEBIH MENGAGUMIMU. JADI, AKAN KUTUNGGU JANDAMU SIIIIIIIINNGGGGG—" gaung mikrofon semakin menggetarkan telinga ketika acara rebut-rebutan itu kembali berlanjut, dengan dua tersangka bergelut barbar di atas podium kehormatan itu.
Wajah para guru membiru. Ada yang menepuk jidat. Ada yang menyeka peluhnya dengan sapu tangan. Ada pula yang sibuk merapikan riasan di bulu matanya. Ada juga yang ketiduran tidak perduli dengan kelakuan nyeleneh muridnya. Mumpung masih muda.
Sementara para panitia mendesah panjang saat mendengar kericuhan lain disertai jeritan pengakuan cinta dari para siswa lelaki yang tak mau kalah, sampai sorakan kagum dan centil para siswa perempuan.
"PLEASE JADI PACARKU SAJA, INO-SENPAI!"
"JANGAN LULUS KUMOHON!"
"AAAAA KAICHOUUUUU SARANGHAJA!"
"GAARA SENPAI I LOVE YOUR AI TATTOO FOREVER!
"SASUKE-SENPAI! MENIKAHLAH DENGANKUUUUUUUUUUUUU!"
"BAGAIMANA NASIB SEKOLAH JIKA PANGERAN TAMPAN DAN PUTERINYA LULUS HUWAAAAAAAAAAAA!"
"BAGAIMANA DENGAN HATIKU YANG RAPUH INI EAAA~~"
Suasana telah benar-benar berubah tak kondusif. As usual. Nampaknya para jajaran staf akademik sudah merasa bosan.
Di pusat kerumunan, Ino yang memang telah dibekali sebuah mikrofon –menurut arahan panitia, untuk jaga-jaga- mulai berdiri dari kursinya dengan gerakan perlahan. Lalu ia segera mengangkat mikrofon yang sedang digenggamnya. "EHEM!"
Suasana mendadak hening saat ratusan pasang mata menoleh ke arah sumber suara.
Dag. Dig . Dug.
Deg. Hanya dengan memandang gadis barbie itu saja sudah mampu membuat hati semua orang bergetar dengan jantung yang berdebar-debar. Tanpa pandang gender.
Ino mengangkat satu tangannya di depan dada. "Maaf."
Hanya itu satu melodi indah yang terucap dari mulut sang puteri sekolah namun telah sukses membuat ratusan mulut menjadi bungkam dalam diam. Secara tak langsung, gadis tercantik idaman seluruh siswa itu telah menolak semua pernyataan cinta sia-sia yang terlontar barusan.
"Ah!" pekikan keras seorang siswi kelas satu mampu menyita atensi seluruh ruangan.
Uchiha Sasuke kini tengah berjalan menaiki tangga podium. Ruangan menjadi sunyi senyap. Begitu juga Sai dan Gaara yang mendadak seperti sedang berpartisipasi dalam mannequin challenge. Tak percaya bahwa seorang Uchiha Sasuke yang dikenal tidak pedulian sekarang bersedia bergabung di atas podium dengan mereka.
Pemuda Uchiha itu segera meraih mikrofon yang sedang diperebutkan. Tak lupa ia segera mendorong mundur saingannya yang masih ditimpa syok secara barbar.
Kasak-kusuk khal layak mulai terdengar.
"Dia marah." / "Sasuke-senpai sudah pasti kesal, pacarnya tetap diperebutkan." / "Ada apa?" / "Aw, sedang sebal pun dia tetap saja tampan." / "Apa yang akan terjadi sekarang?" / "Apa akan ada perkelahian?"
Disertai dengan ratusan bisikan lain.
"Jangan pernah ada yang mengatakan hal seperti itu lagi padanya." Sasuke memulai. "Yamanaka Ino sudah menjadi milikku."
SIIIIIINGGGG.
Peserta upacara kelulusan itu kembali hening dan menatap mantan kapten American Football itu dengan penuh khidmat.
"Jika ada yang masih berani menyusahkannya, maka akan langsung berurusan denganku." Sambung Sasuke. "Sebab mulai saat ini dan seterusnya, dia akan dilindungi hanya olehku." Deklarasi pemuda itu diucapkan dengan tegas dan lantang bagai mempelai pria yang sedang membacakan ijab qabul di depan penghulu untuk meminang pujaan hatinya.
Masih hening.
Hanya terdengar suara kepakan sayap burung pipit yang tak sengaja mampir terbang di langit-langit aula saat itu.
'Keren sekali.' Batin seluruh siswa, memuji sekaligus memuja.
Sampai akhirnya semua orang menoleh bersamaan ke arah gadis cantik berambut pirang dan bermata biru pemilik nama Yamanaka Ino yang sedang menjadi topik hangat pembicaaan itu.
'Apa balasannya?' Semua orang penasaran. Bahkan guru yang sedang tertidur pun kini sudah bangun.
Si gadis sedang merona sekarang, sambil menangkup pipi merahnya. Lalu dengan nada tenang ia mulai berbicara. "Terimakasih Sasuke-kun. Akan kupastikan bahwa hati dan cintaku hanya milik Sasuke-kun seorang." Ujar gadis itu dengan nada tegas, meski kentara terselip malu-malu. "KYAAAA!" Ia menjerit sendiri karena grogi.
Ratusan pasang mata kembali mengedarkan tatapannya ke arah Sasuke yang masih berdiri diam di atas podium. Khal layak ingin sekali bertepuk tangan, namun rasanya tubuh mereka masih berada dibawah pengaruh sihir 'freeze' dari seorang penyihir Enchanter cantik (?)
Untung saja mereka hanya bisa melihat dari kejauhan, karena jika ada yang bisa zoom ekspresi Sasuke dari dekat, maka akan terlihat bahwa kuping pemuda itu sedang sepenuhnya memerah sekarang. Tangannya perlahan bergerak untuk menangkup dada. Uhh, itu adalah pernyataan cinta tulus pertama yang pernah Sasuke dengar keluar langsung dari mulut Ino. Tentu saja aksi gadis cantik itu selalu bisa membuat jantungnya berdebar dan tubuhnya gemetar karena menahan senang. Ah, berpacaran dengannya tak pernah membuat Sasuke merasa bosan.
Jangan salahkan Sasuke jika tiba-tiba ia ingin menculik gadisnya itu dan segera membawanya keluar dari tempat memuakkan yang diricuhi banyak orang ini kan.
"GYAAAAHHHHHH! MANISNYAAA!" semesta akhirnya sanggup untuk bersorak.
Sasuke mengabaikan teriakan membahana itu. sepasang Onyxnya masih terfokus pada pemandangan indah sosok sang pacar. Gadisnya itu masih tersenyum manis yang hanya ditujukan untuknya. Membuat Sasuke tambah merasa gemas saja.
Maka tanpa banyak gaya lagi, Sasuke segera turun dari podium untuk menghampiri tempat Ino. Semua siswa -rakyat jelata- segera beranjak dari kursinya untuk memberi jalan pada sang pangeran sekolah, tanpa perlu ada yang menyuruh lagi.
Ino melirik malu-malu ke arahnya, membuat Sasuke tak perlu berpikir dua kali untuk segera mengangkat tubuh gadis itu dan menggendongnya ala pengantin.
Ino terkesiap. Semua orang tercengang. Satu persatu balon yang dipasang sebagai hiasan meletus beriringan.
Sai dan Gaara masih terjungkal dengan tidak elitnya dan belum juga berubah posisi. Sakura menepuk jidat lebarnya. Naruto berlari ke arah pacarnya. Hinata hampir pingsan karena terlalu menghayati menyaksikan kejadian oh so sweet bak drama korea tersebut.
Yang menjadi pusat perhatian masih sibuk bertatap-tatapan. Tiba-tiba ada yang menabur ribuan helai kelopak bunga berbagai warna sebagai pemanis latar tempat keduanya melabuhkan cinta. –tapi itu hanya imajinasi para penonton saja-.
Tanpa ada ba-bi-bu lagi, Sasuke segera membawa tubuh gemulai pacarnya untuk meninggalkan ruangan. Entah mau dibawa kemana, entah Sasuke mau melakukan apa, tak ada yang tahu. Ino pun tak tahu, tapi ia tampak fine-fine saja.
Untuk sekarang, yang pasti orang-orang disana hanya bisa melalukan satu hal.
Menjerit sekencang-kencangnya.
"KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAA! ROMANTIS SEKALIIIII."
Pada akhirnya, Androphobia yang diidap Ino . . hanya bisa sembuh pada Sasuke saja. Dan juga sanak saudaranya, barangkali?
.
.
.
-FIN-
Sesi terakhir chap ini terinspirasi dari chapter terakhir manga Hibi chouchou.
YEAAAAYY TAMAT JUGA!
BRB NGADAIN SYUKURAN! BELAH TUMPENG! TIUP LILIN! PECAHIN TELOR!
YATTAA!
AKHIRNYA FENFIK THERAPY INI BISA RAMPUNG JUGAAA! FANFIC MULTICHAP SASUINO PERTAMA VIKA YANG BERHASIL DITUNTASKAN! AAAAAA~ *teriak kesenengan pake toa*
Gimana, akhir yang manis bukan? XD setidaknya ini alur paling baik yang bisa terpikirkan oleh otakku :p
TERIMAKASIH pada semua reader yang terus setia membaca fenfik ini dan juga yang setia menagih agar cerita ini terus diapdet. TERIMAKASIH juga pada reviewers yang terus memberi dukungan, juga TERIMAKASIH pada yang telah memfav dan memfollow cerita ini.
Vika ga bisa mention satu-satu, pokoknya, THANKS A LOT MINNA-SAN FOR EVERYTHING.
Semoga suka pada ending cerita ini :)
A/N.
Maaf ga bisa apdet lebih cepat. Kemarin-kemarin aku disibukkan dengan berbagai hal~
Aku memang sudah berencana untuk menyudahi fenfik ini, dan akhirnya kesampaian juga. Terimakasih Tuhan.
Aku juga berniat merampungkan cerita-cerita yang lain. Sebisa mungkin, I won't left anything undone. Aku suka gregetan aja melihat fenfik karyaku yang belum komplit. Itu merupakan tantangan. Jadi, tolong sabar yaa.
Untuk yang menanyakan kontakku, mari berteman di facebook 'Vika Kyura' ya. aku senang bisa berteman dengan kalian di sana. Aku lumayan sering upload beberapa fanart juga di fb.
Semoga kalian senang dengan cerita ini dan cerita-cerita yang vika suguhkan lainnya.
Jika ada yang berminat membaca fenfik SasuIno vika yang lain, silahkan mampir ke BLEND X BOND dan KNOT.
Jika ada yang suka Ulquihime, silahkan kunjungi vika di UNPUBLISHED CREATION, MANNEQUIN'S CHARM, NOT THERE, CHANGE atau LOVE FORCE.
Jika ada yang mencintai Naruhina, silahkan mampir di STOLENT MOMENT.
Jika ada yang menyayangi SaiIno, silahkan kunjungi NASTY TEMPER.
Jika ada yang penasaran dengan GimmHime, silahkan mampir di UNEXPECTED MATE.
Semuanya multichap karena vika memang penggemar fanfic berchapter XD
Untuk GaaIno aku hanya sempat menulis cerita one-shot mereka.
Dan jika ada yang berminat untuk mengintip cerita vika selain yang multichap, barangkali yang two-shot atau one-shot atau kumpulan drabble, silakan kunjungi profil vika.
Sekian saja promosinya. LOL.
Salam,
VikaKyura.
Completed at February 10, 2017.
-Kolom balas review reader yang tidak login-
IstriSasuke : okeey ini udah tamat yaa hehe KNOT ntar diapdet juga kok sabar yaah. Makasih udah baca, makasih semangatnya~
Kaname : semuanya akhirnya sudah terbongkar :)
navers aulia : maafya apdetnya lama hiks, yang penting skrg udh kelar hehe. Buat cara nambahin ke favorit, kamu harus bikin akun fanfiction dulu terus login, baru bisa favorit cerita. Makasih yaa
itakun : makasiih, maaf yaa lama. Tapi fanfic ini gak bakal kesusul sama KNOT kok, buktinya skrg udah duluan tamat hehe
sasuino23 : semua yang terjadi telah diceritakan di atas :)
Guest : semuanya sudah terjawab sekarang XD
domani : sipoooo
rina domani : okeey, sekarang udah kelar kok XD
JelLyFisH : ini sudah berakhir sekarang hehehe
Juwita830 : thanks :)
InoLover : sudaaaahhh
Makasih semua, atas perhatiannya. Bye~~