Disclaimer : I do not own Naruto.
Warning : OOC. SasuIno. Absurd. Rush. Gaje. Abal. Aneh. I warned you.
Tidak ada unsur kesengajaan jika ada kesamaan ide cerita. Tolong beritahu ketika menemukan kemiripan.
Sekuel dari Androphobia, VikaKyura fully present :
THERAPY
- Symptoms-
"Jangan terlalu khawatir, pig, lagipula ini bukan akhir dari hidupmu." Hibur Sakura.
"Kau yakin rahasiaku masih aman?"
Tanya seorang gadis berambut pirang kepada sahabatnya, sambil menatap gerbang sekolah dengan ragu-ragu.
"Mungkin," Si sahabat menjawab tak pasti, permata hijaunya ikut ditujukan ke arah gedung sekolah. "Aku sudah bilang padanya sih, bahwa itu rahasia."
Keduanya masih berdiri gamang di persimpangan jalan.
"Sakura!" Si gadis pirang memutar badannya lalu mulai mencengkram bahu sahabatnya yang bernama Haruno Sakura, mata birunya membidik tajam wajah gadis berambut pink itu, "Kau fikir dia akan bungkam hanya karena kau bilang begitu?!"
Sakura menepis cengkraman di bahunya, "Kau sendiri yang mengaku duluan padanya, Ino! Jangan salahkan aku, dong!"
Yamanaka Ino hanya bisa merengut, lalu meremas puncak dahinya dengan satu tangan. "Aku keceplosan karena panik." Si gadis mendesau, "Jika sampai dia membuka mulut, tamat sudah riwayatku, jidat."
Sakura yang merasa kasihan melihat rajukan sahabatnya, segera menepuk pundak Ino untuk mencoba menenangkan. "Jangan terlalu khawatir, pig, lagipula ini bukan akhir dari hidupmu." Hibur Sakura.
Mendengar itu, Ino malah tambah manyun sambil menenggelamkan wajah pada kedua tangannya. Gadis berwajah ayu itu bergeleng, membuat surai pirang panjangnya bergoyang. "Tentu saja hidupku akan berakhir," suaranya yang biasa lantang berubah lirih, "Aku bisa mati kejang-kejang, kan."
Sakura tak tahu harus merespon apa lagi, ia hanya bisa memandang sahabatnya sambil bermimik ngeri. "Mari berdoa saja, semoga Sasuke-kun tidak sebodoh itu sampai percaya pada pengakuan konyolmu," jeda sejenak saat Sakura menelan ludah.
"Meski sebenarnya, kau memang mengidap androphobia akut, Ino."
. . .
Sejauh ini, tak ada yang berubah dengan suasana di dalam Konoha Gakuen, masih keadaan yang sama seperti waktu kemarin-kemarin dan tidak ada yang aneh.
Ino dan Sakura saling berpandangan sejenak, agak keheranan sebentar, lalu bersorak berbarengan. Barangkali benar kata Sakura, Uchiha Sasuke yang stoik dan terkenal cerdas itu tidak akan menganggap serius pengakuan Ino, meski sebenarnya pernyataan mengenai phobianya itu memang benar adanya. Lebih beruntung lagi jika lelaki itu bersikap acuh dan mengabaikannya. Lagipula akan konyol sekali jika pangeran sekolah yang biasanya irit bicara tetiba berkoar tentang penyakit aneh yang diidapnya. Sasuke punya reputasi yang harus dijaga. Haha.
Tapi tetap ada yang mengusik pikiran Ino. Kenapa lelaki paling dingin sejagat sekolah yang biasanya selalu mengabaikannya itu tiba-tiba menempatkan minat kepadanya? Tentu saja Ino yakin tindakan Sasuke tersebut tidak ada hubungannya dengan perasaan.
Mungkin kemarin ia hanya sedang iseng karena sudah muak dengan sikap Ino yang selalu melibatkan nama dan imagenya sebagai tameng. Atau barangkali Sasuke mulai merasa jangar dengan perhatian lebay Ino dan berniat untuk balas dendam. Ino bergeleng ngeri. Gadis berparas cantik itu harus mulai memposisikan diri dalam situasi waspada dari sekarang.
Hari itu, Ino menjadi lebih sering mengabaikan kontak yang dilakukan para fanboynya dan memilih untuk membatasi dirinya untuk tampil di depan umum.
Ino juga sudah tidak bernapsu lagi untuk terlibat dalam pertarungan ghaib tiga kubu besar yang menjadikannya sebagai pusat permasalahan, sehingga ia lebih sering memilih untuk menghindar sebelum terjadinya perseteruan. Tentu saja alasan utamanya adalah, Ino sudah tidak ingin berurusan ataupun bertemu dengan Uchiha Sasuke. Ia lelah berakting sebagai salah satu pemuja pemuda Uchiha itu. Sudah cukup satu bulan ini Ino bersikap seperti sedang kegilaan padanya. Si gadis sudah tidak sanggup berpura-pura, terlebih setelah kejadian tak terduga yang dilakukan oleh lelaki tampan nan dingin itu kemarin.
Jika mengingat-ngingat adegan ajakan sepihak Sasuke untuk memacari si gadis, tubuh Ino langsung berkeringat dingin dan merinding.
Ino bergidik ngeri. Ia sudah tidak dapat membedakan lagi apakah dirinya sedang pusing-pusing karena terlalu memikirkan masalah ini atau mual-mual akibat kebanyakan membayangkan sosok Sasuke. Yang jelas, tubuh Ino menjadi terasa sempoyongan, mungkin akibat kurang makan.
Bel masuk jam siang sudah berdentang nyaring daritadi.
Ino memang berniat untuk telat masuk kelas, sengaja berlama-lama di ruang kesehatan untuk menunggu sampai jalanan di koridor sepi. Sakura yang selalu bersamanya untuk makan siang kini sedang ada rapat komite kelas sejak jam istirahat, membuat Ino tidak punya pilihan selain bersembunyi. Disamping itu, Ino memang sedang merasa tidak enak badan, mungkin akibat belakangan ini ia sering muntah.
Sudah satu bulan Ino bermain kucing-kucingan dengan penggemar-penggemarnya, semenjak mereka mulai berani mendatangi si gadis setelah kapten tim basket putra, Gaara, menembak Ino di depan umum. Sejak saat itu pula Ino tidak mau ditinggal sendiri untuk menghadapi para fanboynya. Keadaan diperburuk oleh sang ketua Osis sekolah, Sai, yang tidak mau kalah.
x x x
Uchiha Sasuke tidak biasanya termenung di bangkunya, sambil memandang datar koridor kosong di luar jendela kelas. Ia sedang merasa bodoh. Pemuda itu masih belum percaya dirinya setuju mengikuti hasutan Naruto untuk mengajak Yamanaka Ino, gadis tercantik di sekolahnya, untuk berkencan.
Yang lebih tidak bisa dipercaya lagi, gadis yang dimaksud telah menolak ajakan kencannya dengan cara yang konyol, hampir mengenaskan. Bisa dibilang, Sasuke sedang mengalami syok mental sekarang. Ia tidak pernah sedikit pun menduga mengenai respon mengejutkan yang diberikan gadis itu. Tidak pernah membayangkan gadis yang sebulan ini telah mengaku-ngaku memujanya akan menolaknya mentah-mentah. Phobia katanya, huh?
Sasuke mendecak. Mana bisa ia percaya dengan alasan semacam itu. Apa gadis itu belum puas mengusik hidupnya? Si gadis sendiri yang telah mendeklarasikan diri sebagai pemujanya, lalu sekarang gadis itu pula yang berkata benci padanya.
'Aku memujamu bukan berarti suka padamu.'
Kalimat elakan gadis itu serasa terus mendengung di telinga Sasuke. Terlebih bayangan saat gadis itu menahan muntah ketika didekati olehnya atau saat si gadis meninggalkannya sendiri tanpa penjelasan yang pasti, telah sukses membuat Sasuke kepikiran.
Sial.
Itu adalah pertama kalinya si Uchiha muda mengajak seorang gadis berkencan, yang berarti pertama kalinya juga dirinya ditolak. Apalagi alasan penolakkannya sangat tidak masuk akal. Sasuke tidak bisa menerimanya sehingga ia memutuskan untuk tidak bilang-bilang pada siapapun, bahkan Naruto, tentang kejadian ini.
Di tengah lamunannya, tiba-tiba kedua Onyx milik Sasuke membulat lebar saat maniknya itu menangkap sosok gadis pirang yang sedari tadi dipermasalahkan benaknya. Ino tampak sedang berjalan sendirian menyusuri koridor dan hendak menuruni tangga menuju lantai bawah.
BRAK.
Tanpa sadar Sasuke bangkit mendadak dari kursinya, membuat seisi kelas terkejut dan menoleh ke arahnya.
"Ah," Sasuke mulai sadar dengan aksinya, "Aku ada perlu sebentar."
Tanpa banyak gaya lagi, pemuda itu segera pergi meninggalkan ruangan dengan tergesa. Sungguh pemandangan yang tidak biasa bagi pemuda stoik yang biasanya kalem itu.
Entah mengapa, sesuatu dalam dirinya mendorong Sasuke untuk ingin cepat-cepat menemui gadis itu.
. . .
Ino berjengit di tempat, tepat setelah safir birunya menangkap sosok pemuda jangkung berambut hitam yang tiba-tiba muncul di perempatan koridor.
"Sa-Sakuke-kun?" pekik Ino gelagapan, matanya melebar. Sedang apa lelaki yang paling tidak ingin ditemuinya itu berada disini?
Si pemuda mengernyit, tidak terbiasa dengan mimik kaget yang diciptakan si gadis. Ekspresi yang sama seperti sebelumnya, pikir Sasuke yang tiba-tiba ingat kejadian kemarin. Tanpa basa-basi, ia melangkah mendekat.
Segera saja Ino berjalan mundur dengan gerakan cepat. 'Mau apa lagi dia?' Ino semakin waspada.
Gadis itu merentangkan kedua tangannya ke depan, berharap untuk menghadang si pemuda, tapi Sasuke mengabaikannya. Pemuda itu malah melangkah lebih cepat. "Tu-tunggu dulu!" Ino mulai dilanda panik.
Dibalik topeng stoiknya, Sasuke memperhatikan gelagat Ino lamat-lamat, ingin memastikan. Gadis itu benar-benar terlihat tidak senang di dekati olehnya. Kejadian langka. Selama ini gadis-gadis selalu mengerubunginya, berusaha menempel, seperti lalat. Ganggu!
Tanpa ada penjelasan, Sasuke yang tetap bungkam malah semakin menutup Jarak.
Ino mulai menangkupkan satu tangan di mulutnya untuk berjaga-jaga. Tangannya yang lain masih dibiarkan terentang, gemetaran. "Berhenti!"
Wajah Ino membiru, "Kumo- HUWEEK!"
Dan benar saja, rasa mual sudah mulai meluap.
Baru saat itu Sasuke berhasil dibuat berhenti. Untuk kedua kalinya pemuda itu kembali tercengang melihat pemandangan ini. Ia agak menarik badannya ke belakang, "Jadi kau serius tentang itu?" Pertama kalinya Sasuke bicara.
Huh?
Ino mengerjap dua kali.
Gadis itu sedang berusaha keras menahan untuk tidak muntah tepat ke arah wajah tampan si pemuda saat itu juga–meski ia memang ingin sekali melakukan itu. Jadi dia sedang mengetesku, ya? batin Ino.
Gadis itu cepat-cepat melangkah mundur. Setelah meyakinkan dirinya sudah berada cukup jauh dari tempat Sasuke, Ino mendongak dan melempar tatapan tajam pada pemuda itu. "Kau pikir aku bercanda? Sudah kubilang kan, aku benci padamu."
Gadis itu segera mengalihkan pandang ketika dirinya kembali merasa mual-mual, tidak sanggup memandang wajah tampan Sasuke lama-lama, rupanya.
Sasuke kembali termangu. "Kau lebih terlihat seperti sedang jijik daripada benci padaku." Timpal si pemuda.
"Oh, memangnya beda?" ucap Ino polos.
Sasuke memicingkan netra gelapnya dan kembali berjalan menghampiri Ino.
"Tidak, tidak! Jangan mendekat!" Ino melambai-lambaikan tangannya, memelas.
Sasuke mengangkat dagu, memelankan langkah. Gerak-gerik dingin nan angkuhnya yang biasa.
"Aku tidak akan meminjam namamu lagi." Ino menyilangkan kedua tangannya di depan dada, "Janji."
"Terlambat. Yamanaka Ino. Kau fikir sudah berapa jauh kau melibatkanku akibat tindakan bodohmu itu?"
Ino menggeleng cemas. "Aku . . umm, maaf." Sahutnya setengah hati.
Sasuke menatap datar gadis itu, sebelum akhirnya membuang nafas dan . . . menyeringai?
"Jadi pacarku." Ucap pemuda itu sambil membalik badan.
Ino melongo.
Tat. Tet. Tot. TENG!
"Hah?" gadis itu mengerjapkan aquanya.
"Tak akan kukatakan pada siapapun." Sasuke menoleh. "Rahasiamu."
Si gadis mengernyit. "K-kau! Kau tau aku punya phobia dan kau masih memintaku untuk mengencanimu? Kau sedang mengancam?!"
Pemuda yang kini memunggungi Ino itu mengedikkan bahunya. "Kau sampai serepot itu untuk menyembunyikan phobiamu. Sepertinya penting, huh?"
Ugh. Ino meremas jemarinya yang kini terkepal. Tentu saja penting, semua ini dilakukannya demi menjaga kesuciannya. Wajah ayu gadis itu mulai memucat.
"Apa gunanya buatmu?" si gadis berdesis karena merasa terpojok.
Guna? Sasuke tertawa hambar, membuat Ino semakin gugup. Seperti rencananya sejak awal, aksinya ini bertujuan untuk mencemooh dua pemuda yang telah berani menantangnya, juga untuk membungkam fansnya yang sudah mulai anarkis. Tapi Sasuke tidak merasa wajib menjelaskan.
"Who knows?" respon sasuke dengan enteng, sembari mulai beranjak.
Jengkel, Ino mulai nyeroscos. "Kuberitahu ya, phobiaku hanya akan menyusahkanmu. Aku bahkan tidak akan merasa bersalah jika sampai sengaja muntah tepat di wajahmu."
Sasuke menahan langkah, menimbang sesuatu.
"Tidak peduli. Yang penting kau jadi pacarku." Ujar Sasuke keukeuh. Ia sendiri tidak tahu mengapa dirinya menjadi seniat ini. Awalnya Sasuke memang enggan mengikuti hasutan Naruto untuk memacari Ino, namun setelah mengetahui kenyataan tentang si gadis yang menggelikan ini, sepertinya Sasuke sudah berubah pikiran.
"TIDAK SUDI!"
Jeritan Ino membuat Sasuke tersentak. Ia segera memutar kembali tubuhnya ke arah gadis itu. Dilihatnya Ino sekarang berjarak sekitar lima meter dari tempatnya, sudah bersiap untuk berlari.
"Beberkan saja kalau kau bisa," Tantang Ino, "Memangnya siapa yang akan percaya padamu?"
Ergh.
Ucapan si gadis seakan menohok si pemuda. Benar juga, apa kata dunia jika tiba-tiba seorang Sasuke Uchiha berkoar berita demikian?
Melihat pemuda itu membatu, Ino menaikan satu alis dengan angkuhnya.
"See?" Kali ini Ino yang menyeringai . "Weeeek!" Cemoohnya, sambil menjulurkan lidah sesaat sebelum berlari meninggalkan Sasuke.
Sasuke melongo sempurna setelah ditolak dan ditinggal sendirian dengan mengenaskan oleh gadis yang sama, untuk kedua kalinya.
Punya nyali juga, ternyata.
Pemuda itu mengangkat punggung tangannya sampai ke mulut, barangkali untuk menyembunyikan ekspresinya sekarang. Tapi bukannya kesal atau marah, Sasuke malah terlihat sedang . . mesem-mesem?
Keh.
'Gadis ini . . .' batin Sasuke sambil menahan seringaian.
Sasuke masih betah memandangi Ino yang sedang berlari ceria dengan bunga-bunga berwarna ungu dan merah jambu bermekaran di sekeliling kepala pirangnya, emm, yang sayangnya itu hanya halusinasi Sasuke semata.
Twitch!
Sasuke menangkupkan tangannya yang lain di dada. Ada sensasi geli saat dirinya berhadapan dengan gadis tercantik di sekolah itu. Barangkali karena parasnya? Atau tingkah konyolnya? Oh, entahlah.
Ya ampun, kenapa selama ini Sasuke tidak sadar, betapa menggemaskannya gadis bernama Yamanaka Ino itu.
.
.
.
-TBC-
Catatan : androphobia adalah sejenis ketakutan terhadap laki-laki, tapi dalam kasus Ino menjadi 'phobia terhadap lelaki ganteng'.
Maafkan karena gaje.
Thanks, review? :)