=SEQUEL=

(Sesuai voting terbanyak)

"Kau lelah, hem?"

Wonwoo membuka matanya. Mendapati wajah Mingyu tepat di hadapannya. Suaminya tidur menyamping menghadap ke arahnya.

"Sedikit," jawab Wonwoo. Tangan Wonwoo terangkat ke wajah Mingyu. Membelai rahang tegas itu dengan lembut.

"Bisa hentikan sekarang sayang? Cukup aku saja yang bekerja. Kau cukup di rumah menjaga anak kita." Mingyu meraih tangan Wonwoo yang berada di wajahnya. Mengecup punggung tangannya dan menggenggamnya lembut.

"Untuk saat ini masih belum bisa. Kau tentu tidak lupa janjiku dengan Chan."

Mingyu tidak menyela kalimat Wonwoo. Ia tidak akan pernah melupakan janji Wonwoo untuk Chan. Seorang anak yatim piatu yang sangat Wonwoo sayangi.

"Tuhan sudah memberikan kesembuhan pada Chan dari penyakitnya. Jadi aku harus tetap memenuhi janjiku untuk menyekolahkannya dengan hasil kerja kerasku sendiri. Tidak akan lama lagi Chan menyelesaikan sekolahnya. Setelah itu aku bisa mengurus Minwoo dengan benar."

"Baiklah. Setelah itu serahkan padaku. Aku akan membiayai kuliahnya nanti."

Wonwoo tersenyum dan mendekatkan wajahnya. Mengecup bibir suaminya sekilas. Ia merasa beruntung memiliki suami seperti Mingyu. Dan saat ini ia tidak perlu mencemaskan masa depan Chan. Seorang bocah yang dulu menjadi benang merah antara dirinya dan Mingyu.

Saat ini, meski terkadang merasa bersalah tidak bisa memantau perkembangan Minwoo setiap jam, tapi Wonwoo bisa memastikan Minwoo tidak kekurangan kasih sayang. Selain ia selalu pulang lebih awal, orang tuanya juga sering berkunjung hanya untuk menemani anaknya.

"Minwoo sudah tidur?" tanya Wonwoo saat teringat buah hatinya. Setelah menyelesaikan makan malam, ia tidak menemukan keberadaan bocah tampan itu.

"Minwoo bersama abojie."

"Apa Minwoo tidak mengganggu?"

"Kau pasti tahu abojie rela diganggu kalau penganggunya seperti Minwoo."

Wonwoo tersenyum lebar. Ayah mertuanya terkenal pekerja keras. Selalu serius saat melakukan sesuatu bahkan hingga lupa waktu. Benar-benar seorang workaholic. Tapi hal itu tidak akan berlaku saat melihat kehadiran Minwoo. Ayah mertuanya yang begitu keras dan tegas langsung luluh hanya melihat wajah cucunya.

Keduanya menoleh ke pintu saat mendengar derap langkah kaki. Mereka bisa melihat Minwoo berjalan ke ranjang mereka dengan wajah masam. Wonwoo dan Mingyu tetap pada posisi masing- masing saat Minwoo mencoba naik ke ranjang. Meski kesusahan, Mingyu dan Wonwoo memilih diam agar Minwoo melakukannya sendiri.

"Appa minggil!"

Mingyu cemberut dan menggeser sedikit tubuhnya. Memberi spasi antara tubuhnya dan Wonwoo. Membuat Minwoo kecil menyelinap di antara keduanya.

"Apa tidak cukup Wonwoo saja yang galak di rumah ini?" batinnya.

Minwoo kecil memiringkan tubuhnya. Tidur menghadap Wonwoo dan membelakangi Mingyu. Kaki mungilnya ia naikkan pada pinggul Wonwoo. Semakin menempel dengan tangannya melingkar pada lengan Wonwoo.

"Minwoo tidak menemani harabojie lagi?" tanya Wonwoo yang dibalas gelengan.

"Eomma, beyikan Minu topeng montel," ucap Minwoo sambil memandangi wajah Wonwoo. Mingyu yang tidur di belakangnya memilih diam. Menjadi pendengar celotehan anak mereka.

"Topeng monster?" ulang Wonwoo memastikan.

"Eng… topeng montel."

"Tapi untuk apa Minwoo-ya? Monster itu kan seram."

Minwoo tidak langsung menjawab. Bibirnya maju dengan wajah cemberut. Persis seperti Mingyu saat tengah merajuk. Tangan mungilnya bermain di kancing piyama milik Wonwoo.

"Minu kecal di-poppo teyuc Eomma. Di cini!" Minwoo menunjuk pipinya. Membuat senyum Wonwoo langsung terkembang.

"Noona di cana poppo Minu."

"Banyak yang mencium pipi Minwoo?" Wonwoo bertanya tanpa bisa menahan senyumnya. Celotehan anaknya dan ekspresi yang ditunjukkan terasa lucu untuknya.

"Eng… pipi Minu kena ciptik Eomma."

"Lipstik?" ulang Wonwoo yang lagi-lagi dibalas anggukan.

"Iya, ciptik meyah."

"Jadi Minwoo ingin memakai topeng seram supaya tidak di poppo lagi? Supaya mereka takut?"

Anggukan Minwoo tidak hanya membuat Wonwoo tersenyum lebar. Mingyu yang sedari tadi menjadi pendengar setiapun ikut tersenyum.

Ia yakin Minwoo memasang wajah kesal karena berulang kali dicium. Tapi wajah kesal itu yang membuat orang semakin gemas melihatnya. Minwoo tidak pernah mengucapkan kata kasar saat tidak menyukai sesuatu. Tapi mimik wajah lucunya yang membuat setiap orang ingin menciumnya.

"Kalena ciptik Noona, pipi Minu cepelti badut," ungkap Minwoo dengan wajah semakin tertekuk kesal.

"Itu karena mereka menyayangi Minwoo," ucap Wonwoo lembut sambil menata poni di dahi anaknya. Minwoo terdiam beberapa saat, namun beberapa detik kemudian ia tersenyum.

"Minu juga cayang Eomma," ucapnya sambil mendekatkan wajahnya. Menempelkan bibirnya pada bibir Wonwoo sekilas, seperti yang setiap hari ia lakukan pada kedua orang tuanya.

"Appa tidak disayang, eoh? Appa juga mau di poppo Minwoo."

Suara Mingyu dibuat-buat sesedih mungkin. Bukannya berbalik dan menciumnya, Minwoo justru menyembunyikan wajahnya di dada Wonwoo. Membuat pemuda manis itu terkekeh. Sedangkan Mingyu memasang wajah nelangsa. Anak dan istrinya sama saja.

"Minwoo tidak sayang appa? Appa jadi sedih."

"Appa cedih?" tanya Minwoo setelah mengangkat wajahnya. Menatap wajah Wonwoo yang tengah mengangguk.

Minwoo menolehkan kepalanya ke belakang. Mendapati wajah Mingyu yang tampak sedih. Bocah berusia tiga tahun itu langsung tersenyum. Membalikkan tubuhnya hingga menghadap Mingyu.

"Appa tidak boyeh cedih. Minu juga cayang Appa cepelti Minu cayang eomma."

Minwoo mendekatkan wajahnya. Mencium bibir Mingyu singkat dan beralih ke pipinya. Setelahnya ia memeluk Mingyu yang membuat manager tampan itu tersenyum senang. Balik menciumi pucuk kepalanya anaknya berulang kali.

"Jadi, Minwoo anak appa kan?"

"Bukan. Minu anak eomma," jawab Minwoo mantap yang membuat Mingyu memasang wajah masam. Sedangkan Wonwoo sudah tertawa puas. Minwoo selalu seperti itu. Setiap ada yang bertanya anak siapa, ia selalu menjawab anak Wonwoo.

.

.

"Eomma …."

"Eomma … hiks …."

"Eh … Minwoo kenapa?" tanya pengasuhnya terkejut mendengar isakan Minwoo. Padahal anak itu sedari tadi tenang bermain dengan mainannya.

"Minu mau eomma … hiks … Minu mau eomma, Jumma." Minwoo mengangkat wajahnya yang sedari tadi terus menunduk. Memandang pengasuhnya dengan mata berair. Bibir mungilnya bergetar lucu.

"Tapi eomma sedang bekerja. Minu juga melihat eomma baru saja berangkat," ucap pengasuhnya lembut.

Minwoo kembali menunduk dengan memutar bola kecil berwarna merah di tangannya. Bibirnya masih terus bergetar, seolah-olah ia tengah begitu bersedih.

"Minu mau belmain dengan eomma. Minu mau eomma. Minu boyeh ke tempat keja eomma kan Jumma?" tanya Minwoo dengan menatap penuh harap pada pengasuhnya. Menampilkan wajah memelasnya yang begitu menggemaskan.

"Ya Tuhan anak siapa ini?" batinnya gemas. Ia sampai lupa kalau Minwoo adalah anak Mingyu dan Wonwoo.

Tidak tega menolak permintaan Minwoo, akhirnya pengasuhnya mengangguk. Tidak biasanya Minwoo merengek seperti ini. Ia yakin Minwoo benar-benar ingin bersama Wonwoo pagi ini.

.

.

Minwoo berlarian di lobi kantor dengan begitu semangat. Pengasuhnya sampai kewalahan menyamai gerak aktif bocah berwajah tampan itu. Beberapa pegawai yang melihat Minwoo langsung memekik gemas.

Baru kali ini melihat anak laki-laki begitu tampan, dan rambut hitam lurus yang terus bergoyang saat Minwoo berlari. Mengenakan pakaian berwarna putih dengan gambar kucing di depannya. Celana jeans selutut berwarna hitam yang sangat kontras dengan kulit putihnya. Dan sepatu warna senada yang membuatnya semakin tampan.

"Anak siapa itu? Ya Tuhan … tampan sekali."

"Kau lihat anak itu. Dia benar-benar lucu."

"Aku ingin mecubit pipi gembilnya."

Seorang security yang sedari tadi juga mengikuti Minwoo, langsung menggendong si bocah mungil. Sering melihat Minwoo di parkiran bersama Mingyu membuatnya tahu siapa anak laki-laki itu. Dengan menggendong Minwoo, ia membawa bocah berkulit putih itu menemui ayahnya.

"Appa," seru Minwoo girang setelah turun dari gendongan security. Membuat manager muda itu terkejut melihat kehadiran anaknya yang tiba-tiba.

Minwoo berlari sambil tersenyum senang. Mingyu sedikit merendahkan tubuhnya dan menangkap tubuh anaknya.

"Kenapa jagoan Appa bisa ada di sini?" tanyanya. Ia mengabaikan karyawan yang memekik terkejut. Bahkan ada yang langsung membekap mulutnya dengan mata membulat.

"Maafkan saya tuan. Minwoo menangis dan minta datang ke sini. Saya tidak bisa menolaknya. Maafkan saya tuan."

Mingyu tersenyum dan mengangguk paham. Ia tidak bisa menyalahkan pengasuh anaknya. Minwoo jarang menangis dan memaksa meminta sesuatu. Tapi saat ia mulai menangis, tidak ada yang tega untuk tidak menuruti keinginannya. Apalagi saat Minwoo sudah mengucapkan kalimat sedih saat keinginannya tidak dituruti.

"Bisa jaga Minwoo sebentar? Aku ada meeting sekitar lima belas menit."

"Itu … sebenarnya … saya berniat kembali ke rumah lagi tuan. Saya lupa membawa susu Minwoo. Maafkan kelalaian saya. Saya tadi sedikit panik karena Minwoo menangis."

Mingyu menghembuskan nafasnya. Minwoo tidak meminum susunya beberapa saat lagi sama saja akan menghasilkan tangisan kedua.

"Kau boleh pergi," ucapnya setelah menimbang apa yang akan ia lakukan.

Setelah pengasuh anaknya pergi, Mingyu menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Mencari seseorang yang tepat untuk menjaga anaknya.

"Appa, Minu mau beltemu eomma."

Mingyu sedikit bingung menanggapi permintaan Minwoo. Mereka sudah sepakat merahasiakan pernikahan mereka di hadapan teman dan pegawai kantor lainnya.

"Sebentar lagi ya sayang. Selesai Appa meeting, kita menemui eomma bersama-sama."

Mingyu mendesah lega saat Minwoo mengangguk. Untuk saat ini ia akan menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu. Mungkin nanti ia bisa mengajak Minwoo pulang dan meminta Wonwoo menyudahi pekerjaannya.

"Seungkwan-ssi, bisa jagakan anakku untuk beberapa menit? Aku ada meeting penting. Tidak akan lama. Tolong jaga Minwoo untukku."

Seungkwan yang tengah memegang beberapa tumpukan kertas membulatkan matanya. Ia mematung mendengar permintaan Mingyu. Manager muda yang selama ini sangat jarang berbicara.

"Minwoo bermain bersama Seungkwan samchon sebentar ya. Appa janji tidak akan lama." Minwoo mengangguk mantap yang membuat Mingyu tersenyum.

"Turuti saja keinginannya selagi tidak berbahaya untuknya. Aku percayakan dia padamu."

"Baik Kwajangnim. Saya mengerti."

Mingyu langsung pergi setelah mengecup pipi anaknya. Dan setelah kepergian ayahnya, Minwoo mendongakkan kepalanya. Menatap Seungkwan yang terus memandanginya seperti orang bodoh.

"Ommo… aku tidak mimpi kan? Kwajangnim baru saja menitipkan anaknya padaku? Ya Tuhan … ini anaknya?" ucap Seungkwan heboh.

"Hansol bawa ini!" Hansol yang baru saja muncul terkejut diberi tumpukan kertas. Ia mengurungkan protesannya melihat anak kecil yang berdiri tidak jauh dari kekasihnya.

"Kyaaaa … aku bisa menjaga anaknya. Ya Tuhan … kau tampan sekali. Aku jadi ingin punya anak. Mimpi apa aku bisa mendapat pekerjaan seperti ini hari ini. Aigoo … kau makan apa bisa setampan ini?" tanya Seungkwan heboh yang membuat Minwoo semakin bingung.

"Camchon kenapa?" tanya Minwoo bingung.

"Khu … khu … khu… aku dipanggil samchon," batinnya girang sambil tersenyum cerah.

"Tidak apa-apa. Ayo samchon temani Minwoo bermain!" ajak Seungkwan semangat. Bahkan terlewat bersemangat.

Minwoo tidak langsung menanggapi. Ia mengedarkan pandangannya. Mencari keberadaan seseorang yang sangat ingin ia temui. Tapi hanya beberapa karyawan yang tidak ia kenal yang berlalu lalang sambil terus memperhatikannya.

"Eomma di mana?" batinnya sedih.

"Minwoo ingin beli sesuatu? Atau ingin bermain apa?" Seungkwan masih belum kehilangan semangatnya. Selama bekerja, baru kali ini ia begitu semangat. Namun ia mengerutkan dahinya saat Minwoo menunduk dengan wajah sedih.

"Minwoo kenapa?" tanya Seungkwan sambil berjongkok. Menyamakan tingginya dengan bocah tampan berkulit putih itu.

"Camchon, Minu mau betemu boji." Seungkwan terdiam beberapa saat. Ia tidak begitu mengerti apa yang Minwoo ucapkan.

"Kwajangnim tadi dipanggil appa. Berarti boji itu haraboji ya," batinnya.

"Minwoo mau bertemu haraboji?" tanya Seungkwan yang langsung diangguki. Minwoo masih memasang wajah sedihnya yang membuat Seungkwan gemas. Sekuat tenaga ia menahan untuk tidak menggigit anak manager mereka.

"Ayo samchon antar Minwoo menemui haraboji."

Seketika Minwoo tersenyum sangat manis. Matanya menyipit membuat wajahnya berkali-kali lebih lucu.

"Oh… ya ampun. Bagaimana caranya aku membuat anak selucu ini? Aku jadi ingin bertemu eomma-nya. Dia ngidam apa sampai keluar yang seperti ini," gumamnya sambil menggendong Minwoo. Berjalan ke lift untuk menuju lantai teratas.

"Seungkwan-ah, itu anak siapa? Tampan sekali."

"Berikan padaku Seungkwan-ah. Aku juga mau menggendongnya."

"Kecil saja sudah setampan ini, bagaimana besarnya nanti."

"Kalian jangan menyentuhnya. Ini anak mahal. Kalian juga tidak akan bisa membuat yang seperti ini. Hanya Kwajangnim yang tahu rahasianya," ucap Seungkwan dengan menunjukkan wajah angkuhnya. Merasa bangga bisa menggendong Minwoo.

"Mwo? Kwajangnim? Jadi Kwajangnim sudah menikah?" tanya temannya heboh.

"Sudah. Ini hasilnya," jawab Seungkwan sambil menggoyangkan tubuh Minwoo.

Saat pintu lift terbuka, Seungkwan langsung masuk ke dalamnya. Mengabaikan beberapa temannya yang masih heboh di luar sana. Dan selama di dalam lift hingga ke tempat tujuan, Seungkwan tidak henti-hentinya tersenyum. Sedangkan Minwoo hanya diam dama gendongannya.

"Jungah-ssi, anak ini ingin bertemu dengan sajangnim."

Wanita cantik yang menjadi sekretaris langsung menolehkan kepalanya. Memandang Seungkwan dan anak kecil dalam gendongan bergantian.

"Tidak bisa Seungkwan-ssi. Sajangnim sedang tidak ingin diganggu," ucap Jungah penuh sesal.

"Tapi dia ingin menemui sajangnim," ulang Seungkwan sekali lagi.

"Noona, apa Minu tidak boyeh macuk? Minu tidak boyeh betemu boji? Kenapa? Apa Minu nakal?" tanya Minwoo dengan bibir melengkung ke bawah. Menampilkan wajah memelas yang membuat siapapun tidak akan tega menolak permintaanya.

"A-Ah… iya boleh," jawab Jungah kikuk.

Ia langsung menuju ke pintu. Membuka pintunya perlahan, membuat laki-laki paruh baya langsung menatapnya.

"Sajangnim, maafkan karena…."

"Boji," teriak Minwoo girang sambil berlari memasuki ruangan sang kakek. Seketika, pemimpin perusahaan yang sangat disegani itu langsung tersenyum. Berdiri dari duduknya, dan menghampiri cucu satu-satunya.

"Kau boleh pergi. Dia cucuku. Justru kalau kau melarangnya masuk aku akan marah," jawab sang CEO yang membuat Jungah langsung memilih undur diri.

"Boji cibuk keja?" tanya Minwoo sambil memiringkan kepalanya. Ke dua tangan mungilnya ia kalungkan pada leher sang kakek.

"Haraboji sedang tidak sibuk hari ini. Tapi haraboji justru ingin menemani Minwoo bermain," jawabnya sambil duduk di sofa dan memangku cucunya.

"Boji, apa kalau Minu cudah becal bica keja cepeti Boji? Minu juga bica jadi cajangnim?"

Sang kakek langsung tertawa. Merasa senang sekaligus bangga dengan pertanyaan cucunya. Meski masih kecil, jiwa pemimpinnya sudah terlihat.

"Tentu saja bisa. Minwoo harus jadi pemimpin perusahaan yang hebat. Bahkan harus lebih besar dari perusahaan haraboji."

"Kalau Minu jadi cajangnim nanti, boji, appa, dan eomma tidak boyeh keja lagi," ucap Minwoo semangat yang membuat laki-laki paruh baya itu tersenyum senang. Merasa bangga dan haru menjadi satu.

"Andai halmonie-mu masih ada, pasti dia sangat senang melihat kau tumbuh secerdas ini," batinnya.

"Minu mau betemu eomma, Boji." Minwoo kembali memasang wajah sedihnya. Melengkungkan bibirnya ke bawah.

"Eomma masih kerja. Minwoo bermain di sini saja bersama haraboji." Minwoo langsung menggeleng tidak setuju. Yang ingin ia temui sedari tadi adalah Wonwoo.

"Boji, teman Minu di cana belmain dengan eomma-nya cetiap hali. Tapi Minu tidak bica belmain dengan eomma. Eomma cibuk keja teyuc. Minu kecepian di yumah. Katakan pada eomma cupaya tidak keja Boji. Boji cajangnim di cini. Kata appa, cajangnim bica culuh-culuh cemua oyang."

Minwoo mengucapkannya dengan ekspresi berubah-ubah. Membuat perasaan sang CEO bercampur aduk. Senang dan gemas karena cucunya begitu cerdas. Namun juga merasa sedih, sadar kalau cucunya kesepian. Ia merasa bersalah membiarkan menantunya tetap bekerja seperti pegawainya lainnya. Sedangkan cucu satu-satunya membutuhkan Wonwoo setiap hari.

"Boji, Minu ingin eomma menemani Minu bemain hali ini. Jangan culuh eomma keja lagi Boji. Boji tidak cedih Minu kecepian?" tanya Minwoo dengan menunjukkan wajah sedihnya. Menatap wajah sang kakek dengan mata sendunya. Membuat sang kakek merasa menjadi kakek paling jahat karena cucu satu-satunya bersedih.

"Minwoo ingin bertemu eomma?" tanya sang kakek yang membuat Minwoo mengangguk. Namun masih belum menghilangkan ekspresi sedihnya.

"Baiklah! Ayo kita cari di mana eomma Minwoo."

Laki-laki paruh baya itu langsung menggendong Minwoo. Membawa cucunya keluar dari ruangan kerjanya. Bahkan ia sampai melupakan satu fakta. Anak dan menantunya merahasiakan pernikahan mereka. Demi cucu tersayangnya, ia langsung menyetujuinya begitu saja. Tanpa ia tahu, Minwoo langsung tersenyum sangat manis.

"Yeay… behacil," ucapnya girang di dalam hati.

.

.

Wonwoo dan Seokmin keluar dari ruangan wakil direktur dengan wajah lesu. Tidak dengan keduanya, hanya Wonwoo yang tampak tidak bersemangat. Berbeda dengan Seokmin yang masih menampilkan wajah cerianya seperti biasa.

"Hanya sedikit saja yang perlu kita edit. Jadi jangan pasang wajah seperti itu," ucap Seokmin yang tengah menghentikan langkahnya. Mengikuti Wonwoo yang mendesah melihat hasil kerja mereka.

"Bagaimana kalau nanti malam kita kencan untuk menghilangkan stress-mu," tawar Seokmin.

"Tidak, terima kasih! Kecuali kalau kau bisa membawa mobil sport keluaran terbaru saat ini juga," jawab Wonwoo enteng tanpa menatap lawan bicaranya.

"Kenapa kau jadi matrealistis seperti ini?"

"Tidak ada larangan kan?"

"Jangan katakan kau masih mengharap mendapatkan Kim Mingyu itu," tuduh laki-laki berhidung mancung itu sambil memicingkan matanya.

"Siapa tahu Mingyu tergoda denganku." Lagi-lagi Wonwoo menjawabnya dengan begitu santai.

"Denganmu? Manusia dingin dan datar seperti ini?" tanya Seokmin sambil menunjuk wajah Wonwoo. Setelahnya ia tertawa lepas membuat Wonwoo semakin memasang wajah dinginnya.

"Mingyu tidak akan mau dengan makhluk datar sepertimu. Lebih baik kau denganku saja. Aku menerima segala kesadisan, kedataran, kedinginan, dan semua yang ada pada dirimu. Makanya aku sudah punya rencana meminjam motor Hong ahjussi untuk mengajakmu kencan," ucap Seokmin sambil tersenyum lebar.

"Motor dengan knalpot yang bisa membangunkan mayat di kuburan?" tanya Wonwoo tidak percaya. Sedangkan Seokmin sudah kembali tergelak.

"Itu sisi romantisnya," lanjut Seokmin.

"Pantas kau tidak laku-laku," ejek Wonwoo. Namun tidak membuat senyum Seokmin menghilang. Sahabatnya satu itu benar-benar terlewat ceria.

"Ayo kita bekerja!" ajak Seokmin sambil merangkul Wonwoo. Namun langsung ditolak. Wonwoo menghempaskan tangannya dan mendorong sahabatnya menjauh.

"Jangan dekat-dekat," ucapnya galak.

"Pantas kau tidak laku-laku." Seokmin meniru kalimat Wonwoo untuk mengejek pemuda berwajah datar itu.

"Ajucci, jangan centuh eomma Minu."

Keduanya terlonjak saat kedatangan seorang makhluk mungil. Merentangkan tangannya di depan tubuh Wonwoo. Seolah melindungi Wonwoo dari Seokmin.

"Ehh… ada anak kecil. Anak siapa ini?" tanya Seokmin sambil terus memperhatikan Minwoo. Sedangkan Wonwoo langsung berdiri kaku. Ia tidak menyangka Minwoo berada di kantor bahkan menemuinya.

"Kau tampan sekali," ucap Seokmin sambil tersenyum lebar.

"Wonwoo-ya, ayo kita buat satu anak setampan ini." Seokmin tersenyum begitu lebar hingga matanya menyipit. Andai tidak di saat genting, Wonwoo akan mengejeknya idiot. Tapi saat ini lidahnya kelu. Bahkan ia kesusahan hanya untuk menelan salivanya.

"Matilah aku. Kenapa Minwoo ada di sini?" batinnya cemas.

Ia menggigit bibir bawahnya. Tadi ia masih bisa bernafas lega saat Seokmin tidak memperhatikan kalimat Minwoo. Padahal anaknya sudah menyebutnya eomma. Tapi sepertinya kerja otak Seokmin memang lebih lambat.

"Jangan-jangan kau anak Kim Mingyu ya?" tanya Seokmin sambil memasang mode berpikir. Minwoo yang berdiri di depan Wonwoo masih memasang wajah kesalnya. Ia tidak suka saat Wonwoo ada yang mendekati apalagi menyentuh seperti Seokmin lakukan. Sifat overprotektif Mingyu menurun padanya.

"Kau tampan dan wajahmu mirip Mingyu. Dan tunggu dulu … sepertinya aku juga pernah melihat wajah yang juga mirip denganmu. Perpaduan wajah Mingyu dengan… dengan…."

Seokmin kembali berpikir keras sambil memperhatikan Minwoo kecil. Membuat wajah Wonwoo memucat dan berdiri kaku.

"Sepertinya aku akan mati diserbu mereka hari ini."

.

.

FIN

Pas ngetik ini aku langsung mikir, aku mau jadi tantenya.