Blood

Rate: M karena adegan darah atau yang lainnya

Naruto dkk Milik Masashi Kishimoto

Warning : OOC, alur maju mundur (?)

Suasana hening , dengan sejuta ketegangan menghiasi wajah mahasiswa business management . Belum genap tiga puluh menit sejak kertas ujian di bagikan, seorang mahasiswi yang duduk di kursi paling belakang terlihat memangku dagunya saat yang lain sibuk dengan kertasnya.

"Sudah selesai?" Ujar seorang pengawas dan dengan segera mengambil kertas gadis yang ada di sebelahnya.

Bisik-bisik beberapa mahasiswi mulai terdengar , gadis yang merupakan objek pembicaraan itu menundukkan kepala karena hal itu sudah biasa terjadi. Sedangkan pengawas tadi menatap tajam kumpulan gadis di pojok,

Krek

Yamato sang pengawas itu segera berjalan dengan langkah besar dan menaruh kertas itu di atas mejanya, setelah itu dia menghampiri CEO yang notabene pengganti professor di pangkal pintu . Belum sempat menanyakan perihal kematian ayah dari CEO itu , CEO itu melewati dan mengabaikan Yamato dan duduk di kursi pengawas.

"Ekhem" Mahasiswa segera melepas tatapannya saat sang empu tampan bersuara sembari memandangi selembar kertas di meja.

"Hinata"Ujarnya datar.

"Iya sensei?" Balas Hinata sembari mengangkat tangan kanannya.

"Ikut aku sekarang"Sela Sasuke.

Hinata berdiri dengan wajah bingung, mengekori setiap langkah sang CEO yang terkenal dingin, melewati sepanjang koridor tanpa ada sepatah kata pun menjelaskan perihal apa laki-laki yang terlihat beberapa tahun lebih dewasa dari Hinata itu membuatnya harus pergi dari ruang kelas. Sesampai di ruangan sang professor(mendiang ayah CEO), Hinata duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan laki-laki yang di panggilnya sensei.

"Lepas kacamatamu" Perintah Sasuke setelah lebih dari satu menit memandangi Hinata.

"Tapi sensei aku tidak bisa meli-"

"Jika sudah memakai softlens kenapa butuh kacamata?"Sela Sasuke, setelah mengatakan itu Sasuke melepas kacamata tebal Hinata yang terlihat sangat buram dan memperhatikan bentuknya seksama.

"Kacamata yang bagus, rambut sebahumu juga"

'Rambut hijau ini?' Batin Hinata.

XXXX

Seperti biasa Hinata duduk sambil membaca beberapa buku di perpustakaan, Hinata juga sesekali menikmati bekal sandwich miliknya. Beberapa gadis sekelasnya menghampiri dan duduk di dekatnya,

"Hai Hinata..a-"Ujar gadis berkacamata.

"Langsung saja, apa yang sensei lakukan dengan gadis sejelek kau?"Sela gadis dengan rok super mini.

"Benar itu, untung saja kau pintar-"Tambah gadis tercantik di kampus.

"Bukan pintar, dia hanya menyombongkan kelebihan satu-satunya itu hahaha"Ujar gadis terpopuler.

Gadis-gadis itu tertawa lepas sedangkan Hinata hanya menundukkan kepalanya, belum lama setelah itu mereka berhenti tertawa serempak dan meninggalkan Hinata sendiri.

"Sampai kapan kau begitu?"Mendengar suara baritone itu Hinata mendongakan perlahan kepalanya, dan terkejut bukan main saat orang yang di temuinya tadi pagi duduk di kursi sebelahnya.

"A-"

"Kau suka menjadi lemah? Suka di perhatikan ya?"Tambahnya.

Hinata terlihat bingung dan melanjutkan 'ritual' belajarnya saat Sasuke sudah berdiri dan pergi meninggalkan dirinya.

XXXX

Sepulang sekolah seperti biasa dirinya akan tiduran di atas tempat tidur sembari beberapa pelayan hilir mudik memijat dan merawat tubuh Hinata, Hinata masih terbayang akan kejadian di kampusnya perihal CEO yang membingungkan itu.

"Sudah selesai?" Tanya Hinata saat tangan-tangan pelayan itu sudah lepas dari tubuhnya.

Tidak ada balasan, yang dirinya rasakan hanya tangan seseorang mengangkat timun di atas kelopak matanya,

"Hah"Ujar Hinata tersentak kecil saat membuka kelopak matanya.

"Kenapa? Kau tidak suka tunanganmu datang?"

Hinata segera bersandar di kepala tempat tidurnya sembari melepas perlahan maskernya, sedangkan Toneri memandangi sembari mengelus helai indigo Hinata. Hinata membenarkan baju handuknya dan tersenyum simpul melihat pria bermata sebiru es itu berjas hitam rapi seperti biasa,

"Aku ingin mengunjungi Kaa-san"

"Biar aku antar" Balas Toneri sembari melempar senyum dan memberikan Hinata pakaian.

Setelah berpakaian lengkap Hinata menghampiri Toneri yang sudah menunggunya di ruang tamu sembari berkutat dengan tabletnya, Toneri segera menggandeng mesra tangan Hinata yang berbalut sarung tangan putih. Selama perjalanan mereka berbagi sedikit cerita, karena memang jarang sekali mereka bercengkrama walau sekedar minum teh atau apalah itu.

Beberapa menit kemudian

"Mari hime,"Ujar Toneri saat membukakan pintu mobilnya. Belum sampai satu menit di pemakaman , Toneri berpamitan pada Hinata karena dirinya harus segera pergi mengurus perusahaan yang kurang stabil. Hinata yang sudah diminta Toneri untuk pulang bersamanya tetap bertahan di pemakaman, perlahan gelapnya malam membuat Hinata tidak lagi melihat punggung Toneri. Hinata berlutut sembari menatap nisan ibunya, sengaja tetap di tempatnya, meski langit gelap itu sudah mulai menjatuhkan rintik air.

Tes tes tes

Hujan semakin deras tapi Hinata tidak merasakan air membasahi tubuhnya, saat mendongakan kepalanya dirinya melihat seorang laki-laki dengan payung dark blue di atasnya.

"Eh..sensei?"Ujar Hinata sembari berdiri dan membungkukan tubuhnya.

"Ikut aku"

Entah kenapa Hinata mengikuti perintah Sasuke seolah terhipnotis oleh Onyx-nya, saat di dalam mobil suasana canggung mulai menyapa mereka.

Hening

"Apa yang sensei lakukan di pemakaman?"Ujar Hinata canggung, sedangkan Sasuke hanya memandang wajah Hinata sekilas.

Hinata mengulang kalimat yang sama beberapa menit kemudian, karena dirinya merasa sangat tidak nyaman berduaan dengan seorang laki-laki.

Ciit

Sasuke menghentikan Ferrari miliknya secara mendadak di jalan yang nampak sepi,

"Ayahku"Ujar Sasuke sedatar mungkin.

"..."

"Oh., maafkan aku.."Balas Hinata.

"Aku tidak bermaksud"

"A-ku benar-benar minta maaf"

"Sungguh, aku-"

"Memang berat kehilangan satu-satunya keluarga"

"Ki-ta sama"

"Bu- kan itu maksud-"Ujar Hinata semakin tidak enak.

"Kau juga sendiri?"Potong Sasuke.

Hinata segera memandang wajah Sasuke, beberapa saat kemudian Hinata menundukan kepalanya dalam dengan air di sudut matanya.

Flashback On

"Kaa-san..hiksss"

"Kaa-san tidak apa..."

Gadis indigo itu memeluk erat tubuh ringkih ibunya sembari tersedu, sedangkan sang ibu terus meyakinkan sang putri bahwa dirinya tidak apa.

"Kau harus ingat, Uhuk..kau tidak boleh memberi tahu identitas mu pada sembarang orang"

Setelah mengatakan hal itu Hikari menghembuskan nafas terakhirnya, sedangkan Hinata mengguncang tubuh Hikari dengan tangan kecilnya.

"Hikss...Kaa-san.."

"Jangan.."

"Kumohon.. jangan.."

Flashback Off

"Eh, i-ya sensei"Balas Hinata sembari memejamkan matanya, menelan kembali air yang hampir membasahi wajahnya.

"Margamu?"

"A-ku tidak punya"

Setelah Hinata mengakhiri kalimatnya, suasana kembali hening ,setelah itu Sasuke menanyakan rumah Hinata dan berniat mengantarkannya. Tanpa di sadari Hinata, Sasuke menyeringai puas akan suatu hal-

Sasuke menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang cukup besar, setelah membungkuk dan mengucapkan terima kasih Hinata segera masuk ke tempat tinggalnya.

'Rencana selanjutnya'Sasuke membatin.

Sasuke meninggalkan kediaman Hinata secepat kilat, setelah beberapa menit dirinya sampai di Mansion dan berada di kamar tidurnya. Sasuke mengambil gelas berisi cairan merah di atas nakas,

"Anda sangat mirip dengan ayah anda"

"Ayah anda juga sangat mirip dengan ayahnya"

"Benar itu, aku melihat fotonya bersebelahan dengan foto kakekku"

Sasuke menyeringai sembari menatap langit gelap tanpa bulan dari balkon kamarnya, hidupnya bagaikan roda yang akan terus sama, berulang. Beberapa orang yang tidak mengenal baik dirinya akan terkagum setengah mati, sedang yang tahu tentang kebenarannya berusaha menghancurkannya meski tidak akan bisa.

"Apa Fugaku-san memintaku untuk menjadi istri?"Tanya seorang gadis.

"Terserah"

"Em, tapi aku tidak punya keluarga dan orang yang tidak punya apa-apa" Tambah gadis itu.

.

XXXX

Hinata berangkat pagi dengan berjalan sembari membaca buku dan tetap memperhatikan keselamatannya. Hinata terkejut bukan main saat sebuah mobil menyalip dan berhenti di sebelah kanannya,

"Masuk"

"..."

"Jangan membuatku mengulangnya"

Hinata membungkuk sebelum memberanikan dirinya masuk ke dalam mobil, sebenarnya jarak rumah dan kampusnya cukup dekat. Berhubung sang pemilik kendaraan mengemudi dengan perlahan,

"Kujemput nanti"

Hinata mengangguk bingung mengiyakan, setelah itu dia turun dari mobil dan berjalan meninggalkan taman kampus. Sesampainya di ruang kelas Hinata masih bingung sembari membolak-balik bukunya,

'Aku tidak mengerti'

"Hei jelek, kulihat kau di antar sensei tadi?"

"Bukankah sensei tidak pernah mengantar siapapun?" Tambah gadis lain.

"Benar, dia seorang CEO yang sibuk, apalagi setelah ayahnya tiada"

"Hei kalian bergosip tentang Sasuke-sensei anak mendiang Fugaku-sensei? Aku mendengar rumor jika ayah,kakek,buyut bahkan leluhur laki-laki Sasuke-"

"Oh.. , mereka mencari gadis biasa untuk pendamping hidup!" Sela dua gadis lainnya.

Sebelum melanjutkan pembicaraan mereka, pengawas mereka sudah masuk ke ruang kelas dan siap membagikan kertas ujian terakhir.

'Apa maksudnya..?'

.

XXXX

Hinata melangkah secepat yang dia bisa sembari melirik kiri dan kanan, Hinata menghela nafas lega saat Sasuke tidak terlihat di sekitar kampus.

"Apa yang kau cari?"

Hinata tersentak kecil saat suara baritone terdengar dari sisi kanannya, saat Hinata memalingkan wajahnya Hinata melihat sosok Sasuke yang tengah duduk sembari melipat koran dan membuangnya.

"Ayo"

Mau tak mau Hinata mengekori Sasuke yang menarik pergelangan tangannya, setelah hari sudah cukup larut mereka baru sampai di sebuah cafe dekat Kyoto Tower . Hinata bingung dengan sedikit rasa takut,

"Turun"

"E,i-ya"

Sasuke berjalan cepat yang membuat Hinata tertinggal di belakang, Sasuke mendengus kesal sebelum berbalik dan menarik pergelangan tangan Hinata.

"A-ku ingin pulang"

Sasuke tidak menghiraukan pernyataan Hinata, yang dilakukannya justru mempercepat langkah dengan tangan Hinata dalam genggamannya. Sesampainya di sebuah meja yang penuh hidangan,

"Sensei.."

"Aku tidak biasa makan dengan korban-"Hinata yang awalnya tertunduk segera mengangkat sedikit wajahnya,

"Koran"Ulang Sasuke sembari membuang sembarang koran yang berada di atas meja makan.

.

XXXX

Sudah hampir tengah malam Sasuke sedang mencari kamar di sebuah hotel,

"Maaf tuan, semua kamar sudah full dan-"

"Tulis saja" Balas Sasuke sembari memberikan selembar cek.

Setelah membayar mahal, Sasuke dan Hinata di beri kamar receptionist yang kecil. Hinata menyapu habis interior ruangan dengan satu kamar itu, Hinata duduk di sofa cokelat.

"Tidurlah di kamar"

'Eh, aku di sofa saja sensei'Balas Hinata sembari membersihkan remah makanan di atas sofa.

"Aku tidak tidur di kamar wanita"Elak Sasuke.

Hinata masih diam di tempat sebelum Onxy sensei-nya menatap tajam , Hinata bergidik takut dan segera masuk ke dalam kamar yang berada di sisi kanan sofa.

Hinata POV

Aku merasa sedikit ngeri saat sensei menatap tajam ke arahku, entah karena sinar lampu yang sangat terang atau mata beratku. Aku melihat Onxy hitamnya tidak berwarna gelap,

"Huft.."

Aku menghela nafas pendek dan mengambil beberapa peralatan di dalam tas kecilku, perlahan aku sisiri helai demi surai indigo ku sembari memberi kabar pada Toneri. Setelah itu aku berbaring menatap langit kamar, Aku merasa sangat merepotkan Toneri sejak ibuku tiada, memang dialah jodoh dari ibuku..

Dia selalu memberikan apapun, bahkan dia sabar menunggu untuk menikah dengan gadis sepertiku. Jika mau dia bisa bilang bila dia ingin menikahi gadis yang sepadan dengannya,

"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu"

Berulang kali Toneri meyakinkan diriku, tapi.. Entah kenapa hati ini belum juga terpaut dengannya. Aku hanya berusaha untuk tidak menyusahkannya,

"Ayolah Hinata.. rumahku adalah rumahmu, pelayanku adalah pelayanmu , semua milikku juga milikmu, mengerti?"

Krek krek

Saat kudengar suara pintu ,aku segera berjalan ke arah pintu sembari membenahi penampilanku, aku membuka kunci kamar dan melihat ,

"Kenapa di kunci?"

"Di rumah biasa terkunci" Balasku sembari menyipitkan mata dan membenarkan kacamatanya.

"Ini bukan rumahmu, bersiaplah untuk makan malam" Balas Sasuke sembari berbalik dan berlalu dari hadapan Hinata.

Aku mengangguk lalu kembali menutup pintu, setelah sedikit merapikan penampilan aku segera menyusulnya di cafe. Beberapa kali aku menutup mulut karena menguap, aku segera duduk di kursi yang tidak mempunyai penghuni? yang berada tepat di sebelah Sasuke-sensei.

"Kenapa kau duduk di sini?" Ujar Sasuke saat menghampiri dan duduk di kursi yang berada di depan mejaku.

"Disini kosong sensei"

"Aku terlalu muda untuk panggilan itu" Ujarnya penuh penekanan.

"A-, Sasuke-san?"

"Tidak buruk"

Itulah kalimat terakhir yang kudengar darinya malam itu, karena setelah makan malam kami hanya diam bahkan saat masuk ke ruangan tempat kami beristirahat.

.

XXXX

Pagi yang cerah aku mandi dan mengenakan pakaian yang diberi Sasuke semalam, aku merasa sedikit beruntung kamar mandinya di dalam kamar. Aku membuka pintu kamarku dan merasa terkejut saat seseorang berdiri tepat di hadapanku.

"Sa-suke-"

"Sudah siap?"Ujarnya memotong kalimatku.

"I-ya"

Setelah check out kami segera menaiki mobil sport Sasuke, aku merasa bingung memandangi jalan yang kami lalui bukanlah jalan pulang.

"Bukankah kita akan pulang Sasuke-san?"

"Aku tidak pernah bilang" Balas Sasuke tanpa memalingkan pandangannya.

"Tapi-"

"Kau sudah libur setelah ujian" Tambahnya.

Aku mengusap sisi wajahku dengan bingung, apa tujuan Sasuke sebenarnya? Aku tidak mengerti. Setelah beberapa menit kami sampai di sebuah bukit hijau, Sasuke turun diikuti oleh diriku yang mengikuti instruksinya sembari menghirup dalam udara segar, Sasuke menarik pergelangan tanganku tiba-tiba ke arah sebuah jembatan kuno ,

"Sasuke-san mau-"

"Ikut saja, jangan banyak bertanya" Balasnya cepat.

Setelah kami sampai di dekat jembatan Sasuke melepas genggaman tangannya dan memandang lekat pemandangan yang tersaji sambil duduk terlebih dahulu. Seorang wanita paruh baya menghampiri kami dan memberi kami dorayaki.

"Berapa bibi?" Tanyaku.

"Tidak perlu nona, kekasih anda sudah membayarnya"

Aku tersentak kecil saat wanita itu melirik ke arah Sasuke , sedangkan Sasuke acuh tak acuh sembari menikmati dorayaki miliknya. Setelah mengucapkan terima kasih wanita itu segera berlalu, Aku memang merasa cukup lapar dan ikut duduk di kursi batu yang berdampingan dengan Sasuke. Aku menikmati dorayaki yang masih hangat itu perlahan ,sembari mengangkat sedikit kera bajuku.

'dingin..' Batinku.

Diluar dugaanku, Sasuke memakaikanku mantel tosca yang semula dikenakannya. Entah kenapa aku merasa debaran saat Onyx-nya bertemu dengan kepunyaanku, aku segera mengedipkan mataku saat dia memalingkan wajahnya.

"Apa Sasuke-san tidak dingin?"

Tidak ada jawaban berarti darinya, mungkin debaran yang tadi karena perlakuan yang sangat berbeda antara Sasuke dan Toneri terhadapku. Jujur aku sedikit khawatir melihat Sasuke pucat di pagi ini,

.

XXXX

Sudah tengah hari kami masih mengelilingi tempat yang sama, aku sudah menaruh mantel Sasuke karena ini musim panas. Kami memandangi keindahan bunga-bunga di taman ini,

"Bagaimana rasanya kehangatan?"

Aku membolakan mataku saat tidak sengaja mendengar kalimat itu dari Sasuke yang tengah memandang bunga-bunga. Haruskah kujelaskan?

"Sasuke-san, mungkin aku bisa bantu" Ujarku yang membuatnya segera memandangku.

"Kehangatan itu seperti berbagi kasih sayang "

Aku melihat Sasuke mengangkat sebelah alisnya, mungkin aku harus menjelaskannya dengan cara lain? Aku mendekatkan diri dengan Sasuke ragu, kupeluk dirinya yang mungkin tidak pernah merasakan kehangatan.

Deg

Deg

Setelah cukup lama aku baru mendengar detak jantung Sasuke, itupun sangat lemah. Aku melepas pelukan itu sembari memandang wajah pucat Sasuke,

"Sasuke-san? Kau baik saja?"

"Hn"

Setelah mengatakan itu dirinya menatap wajahku sekilas, kenapa dia begitu aneh? Mungkin dia punya sakit? Entahlah.., aku tidak yakin dengan dugaanku sendiri.

"Sasuke-san.."

Terkadang aku merasa diriku sedikit berbeda saat bersamanya, karena aku mulai sering berbicara karena sikap dingin Sasuke. Sekarang aku hanya berjalan di belakang Sasuke sampai di dekat mobil sport-nya, Tinggal beberapa menit perjalanan lagi kami sampai di Kyoto, tapi kami masih dilanda kebisuan yang membuatku merasa mengantuk,

"..."

"Hoam.."

Aku membuka perlahan kelopak mataku, kulihat hari sudah gelap dan aku tersentak kecil saat melihat Sasuke yang memandangku lekat.

"Sasuke-san? Sejak kapan?"

"Dua jam" Balasnya sembari bersandar di dekat pintunya.

Aku merasa sangat tidak enak padanya, lalu aku berusaha tersenyum sembari memegang knop pintu mobilnya.

'Terkunci?' Batinku.

"Besok pagi temani aku"Ujarnya dengan stoic.

"Aku tidak tahu Sasuke-san"

"Terserah"

Setelah itu aku mengucapkan terima kasih atas tumpangannya dan hendak membuka knop pintu, yang nyatanya masih terkunci. Oh Kami-sama..

"Se-pertinya aku bisa menemanimu besok"

"..."

"Aku janji" Tambahku.

Akhirnya Sasuke membuka kuncinya dan memperingatkanku untuk siap saat di jemputnya besok.

.

XXXX

Pagi ini aku sudah bersiap untuk menunggu Sasuke, seperti biasa Toneri pergi ke luar negeri dalam waktu yang cukup panjang. Aku tidak mau mengganggunya dengan memberi kabarku,

"Ayo"

Aku terbelalak saat sosok Sasuke sudah berdiri di hadapanku yang masih duduk di teras rumah. Tanpa ba-bi-bu dia kembali menarik pergelangan tanganku,

"Sasuke-san , kita mau kemana?" Ujarku saat sembari menatap jalan yang kami lalui dari balik jendela mobil.

Lagi-lagi sikapnya sangat dingin terhadapku, kuakui aku tidak mirip sama sekali dengan beberapa fans girl-nya yang sering membicarakan dan memujanya.

.

XXXX

Sudah dua puluh delapan hari aku menjalani hari-hari bersama Sasuke, perlahan dapat kulihat perubahan sikapnya terhadapku. Aku merasa bingung dengan gejolak di hatiku,

"Tuan.. kami kehabisan menu, yang ada hanya salad"

"Kami pesan du-"

"Aku alergi sayur"Sela Sasuke sebelum aku menyelesaikan kalimatku.

"Tapi Sasuke-san tidak makan dari pagi"Tambahku.

Aku merasa ada yang berbeda dari Sasuke, dia alergi sayur dan buah kecuali tomat, aku pergi ke toilet saat merasakan mataku amat perih karena,

Normal POV

Sasuke mengetuk jarinya di atas meja gelisah, sudah hampir tiga puluh menit Hinata belum juga kembali.

Tap tap tap

Sasuke melangkah besar ke arah toilet wanita yang memang sepi karena restoran sudah hampir tutup.

Krek

Sasuke mengumpat karena pintu toilet yang terkunci, tanpa fikir panjang Sasuke mendobrak pintu toilet itu dengan sebelah tangannya.

"Hinata?"

Sasuke segera menghampiri Hinata yang berada di depan wastafel sembari menutup bagian wajahnya.

"Aku tidak apa Sasuke-"

"Kenapa? Matamu kenapa?"Balas Sasuke khawatir.

Hinata mengerjapkan matanya yang berair berulang kali, beberapa saat kemudian Hinata tersenyum kaku berusaha mencairkan suasana.

"A-ku hanya perlu memberi cairan pada mataku"Ujar Hinata sembari memberi beberapa tetes cairan bening ke dalam matanya.

Sasuke POV

Gadis ini benar-benar aneh, rambut hijau, berkaca mata dan memakai softlens juga, aku melangkah besar meninggalkan toilet wanita yang sudah rusak pintunya itu. Aku berjalan lebih dulu menemui manager restaurant dan menulis beberapa digit angka pada sebuah cek,

"Gomen.., Sasuke-san harus membayar banyak"Ujarnya sembari berjalan di belakangku.

Selama hidupku aku tidak pernah mengkhawatirkan apapun, karena ya.. hidupku biasa saja, tanpa emosi. Beberapa menit yang lalu, aku didera rasa khawatir? Entahlah,

"Sasuke-san marah?"Ujarnya terlihat canggung.

Segera kutarik pergelangan tangannya dan kusudutkan dia di pintu mobil sport-ku, menipiskan jarak di kedua wajah kami

"Jangan pernah berjalan di belakangku"Ujarku beberapa senti di depan wajahnya.

Wajahnya memerah, bingkai kacamatanya turun, kurasakan dia berhenti menghirup dan melepas oksigen, kujauhkan diriku dan berjalan menuju pintu mobil untuk kemudiku. Saat diriku sudah di dalam mobil dirinya masih terpaku, kuturunkan kaca jendela yang ada di sisi kanan

"A, eh.. gomen.." Ujarnya sembari membuka pintu dan segera duduk di kursi yang bersebelahan dengan diriku.

Kring!

Kakashi? kudengarkan dia berbicara di seberang sana, kuakui dialah satu-satunya orang maksudku mahluk yang tahu tentang keseluruhan diriku. Dia bahkan telah bersama denganku sejak.. entahlah aku tidak mau tahu berapa lama,

"Kapan kau akan membawanya?"

Aku tidak menjawab pertanyaan bodoh itu, tentu saja dan akan kupastikan, tapi untuk sekarang aku ingin menjalani permainan yang sudah kumulai, dia terlihat berbeda dari yang lain.

Tut

Kuakhiri panggilan sepihak, Onyx-ku kulemparkan pada gadis yang sedari tadi mengamatiku bingung.

"Eh, Sasuke-san.."

"Hn"Segera kupotong kalimatnya, kuinjak pedal mobil dan melaju cepat di jalanan yang nampak sepi.

Ciiit

Setelah beberapa lama, lamborghini-ku terparkir di depan sebuah rumah yang kutahu adalah tempat tinggal Hinata. Seperti biasa dia akan turun setelah secara tidak langsung berjanji akan menemaniku pergi besok, kulihat punggung Hinata semakin menjauh.. entah mengapa sulit sekali, aku belum mau mengatakannya, tapi kapan lagi?

XXX

X

"A-ku..uhuk.. akan selalu mencintaimu"

Ingatan kelam itu kembali menghantui fikiranku, aku tidak boleh terperangkap dengan semua itu,

"Sasuke-san, sudah lama menunggu?"Ujar Hinata berjalan menghampiriku yang duduk di kursi teras rumah.

"Ayo"Balasku tanpa sadar menarik pergelangan tangannya.

Hari ini tempat tujuan kami adalah tempat wisata yang tidak terlalu jauh, Tokyo Disneyland. Suasana tidak terlalu ramai, sebenarnya aku memang tidak suka keramaian. Hinata membenarkan kacamatanya dan segera turun dengan antusias,

'Dia seperti seseorang yang sangat kukenal, tapi siapa?' Batinku saat kuikuti langkah Hinata yang sudah lebih dulu.

"Gomen, aku terlalu bersemangat"Ujarnya saat dirinya berbalik dan berjalan seiring dengan langkahku.

"Hn"

Tempat ini sudah banyak berubah sejak terakhir aku kesini, dulunya tempat ini belum di bangun se-

"Sasuke-san, boleh aku minta sesuatu?"

Aku mengangkat sebelah alisku, apa maksudnya?

"Em.., aku lupa membawa dompetku tapi aku sungguh menginginkan es krim di sana"

Jika saja aku punya ekspresi aku pasti sudah tertawa, melihat Hinata memohon sembari mengarahkan telunjuknya pada sebuah kedai es krim di depan sana. Wajahnya memang tidak 'cantik' tapi dia-

"Kumohon.., aku akan menggantinya nanti"

"A-ku sudah lama tidak pergi kesini.."Tambahnya.

Sejak kapan gadis dengan surai hijau ini banyak bicara? Tapi aku sengaja diam , menginginkan lebih banyak kalimat keluar dari bibir peach miliknya. Tidak berapa lama, Hinata diam dengan langkahnya yang semakin melambat saat kami melewati kedai es krim itu, bahkan dia tidak menyadari jlka dia tetap berjalan dan meninggalkanku.

Normal POV

'Padahal aku tidak pernah banyak bicara, aku sangat menginginkan itu' Batin Hinata.

Hinata menghentikan langkahnya saat tangan besar menahan bahunya, Hinata berbalik dan mendongak memandang laki-laki yang lebih tinggi darinya itu. Hinata membenarkan kacamatanya dan tersenyum saat melihat,

"Untukku?Arigato Sasuke-san"Ujar Hinata sembari menerima pemberian es krim.

"Hn"

Hinata terlihat gembira dan selalu tersenyum pada Sasuke, Sasuke bergumam dalam hati 'Mungkin nanti'

Sasuke menahan pergelangan tangan Hinata yang membuat Hinata segera berbalik bingung, Onyx Sasuke lekat berusaha melihat iris sebenarnya dari balik softlens Hinata. Hinata berkedip yang membuat Sasuke segera berpaling,

'Aku seperti mengenalnya'Batin Sasuke.

TBC

Klik Favorite,Follow dan Review ya

Arigato