Namjoon terbangun layaknya orang ke setanan ; rambut sapu injuk, mata merah, bibir menganga, hidung kembang kempis. Membuat acara bangun paginya begitu terasa 'berkesan' dengan tengkuk yang nyeri karena Namjoon baru menyadari ia tertidur di meja makan.

"Sialan!"

Bukan ucapan selamat pagi atau kata-kata manis dengan kadar gula tinggi yang diucapkannya. Namun sebuah umpatan dengan tarap ringan yang menyambut pagi harinya yang begitu kacau. Terlebih si manis kesayangnnya pergi ke rumah orangtuanya membuat penderitaan Namjoon berkali-kali lipat lebih 'berkesan'.

Hasil dari kerja kerasnya yang membuahkan hasil, membuat Namjoon naik jabatan. Hingga dihari sabtu yang sendu ini, Namjoon tidak perlu berangkat kerja dan menyibukkan diri memikirkan jawaban dari semua sikap tidak enak Seokjin kepadanya.

Pilihan pertama yang diambil Namjoon setelah bangun tidur adalah sereal, namun mulutnya begitu tidak enak. Jadi pilihannya jatuh pada kamar mandi. Menyikat gigi adalah cara efektif mengembalikan kesegaran mulut juga dirinya yang sedang kusut. Dengan malas Namjoon menggerak-gerakkan gosok gigi, kanan-kiri, kiri-kanan, atas-bawah, depan-bela-

DUGH!

"Saat sedang di supermarket tadi aku meihat seorang lelaki menggendong bayi. Nam, bagaimana bila kita memiliki satu?" Seokjin dengan manja menggoyangkan tubuhnya, menubruk tubuh tegap Namjoon yang tengah menyiram tanaman di balkon dengan sengaja.

"Hah? Bayi apa? Bayi kelinci? Kucing? Hamster?"

"Bukan! Bukan itu sayang, bayi yang lainnya." Belum nenyerah si manis membuat yang tampan peka, namun masih dengan ogah-ogahan yang tampan menjawab, "Bayi tanaman maksudmu?"

"Bodoh! Itu bibit tanaman!"

"Hehehe. Kau menggemaskan saat kesal sayang."

Namjoon semakin sukses membuat Seokjin merenggut tidak suka, apalagi saat keinginannya dibuat menjadi candaan. Ia tengah serius saat ini, moment santai mereka di balkon benar-benar pas untuk menyatakan keinginan Seokjin yang dipendamnya satu tahun terakhir ini. Terlebih semuanya semakin menguat saat dirinya melihat seorang lelaki menggendong bayi yang entah itu anaknya atau bukan.

"Berhenti bercanda Nam! Aku ingin anak. Bayi, bayi manusia."

SLAP

Mata Namjoon melotot menakutkan di depan kaca. Sekelebat bayangan pembicaraannya bersama Seokjin dua hari yang lalu terulang dengan begitu cepat. Menyadarkan Namjoon akan jawaban yang ia cari.

Seorang anak. Bayi.

Itu akar masalahnya bersama Seokjin. Namun tidak semua salah bayinya. Ini semua sebagian juga salah Namjoon. Tidak berfikir dua kali, Namjoon bergegas menggosok giginya untuk segera mandi dan pergi menyusul Seokjin ke rumah orangtuanya atau orangtua mereka. Ekhem.

.

Matahari sudah di atas kepala dan Seokjin masih setia meringkuk dikasur dengan gorden yang tertutup rapat. Menyembunyikan diri dari sinar mentari yang terasa membakar dikulit. Sudah ribuan panggilan sang mama untuk sarapan atau sekedar turun dari ranjang yang Seokjin abaikan. Masih ingin setia menyembunyikan diri dengan embel-embel lelah sehabis perjalanan, membuat sang mamah tidak berkata banyak, memilih mengalah.

Bukan berarti sang mama tidak tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres dari anaknya. Namun memilih bungkam dan membiarkan Seokjin menyelesaikan masalahnya dengan caranya sendiri. Percaya adalah modal yang selalu ditanamkan mamanya, hingga saat Seokjin mengatakan penyimpangan seksualnya kepada sang mama, bukan sebuah tamparan atau cacian yang diterimanya. Namun pelukan hangat dengan derai air mata juga senyuman tulus yang Seokjin dapatkan dan petuah dari tidak adanya penyesalan dari jalan yang ia pilih.

Karena Seokjin tengah mempertanyakan itu semua sekarang, akan penyesalannya memilih menjalin hubungannya dengan Namjoon. Tentang pertikaian kecil mereka yang Seokjin akui membuat hatinya tidak tenang, gelisah karena ada hal yang ingin ia dapatkan namun dengan entengnya Namjoon anggap candaan.

Seokjin kembali merenggut tidak suka saat memikirkan tentang Namjoon dan segala kebodohannya. Membuat Seokjin yang sudah lapar bertambah lapar, ia memilih bangun dari kasurnya yang nyaman untuk turun sekaligus menemui sang mama. Kemana papa? Papa sudah meninggal sebelum Seokjin menginjakkan kakinya di sekolah menengah pertama. Tidak heran sosok sang mama begitu berarti untuknya.

Seokjin melangkah gontai menapaki lantai kamar yang terasa dingin, sandal rumah yang biasa dipakainya ia baikan begitu saja. Terlalu malas adalah alasan paling tepat untuk sekarang ini. Dengan ogah-ogahan Seokjin membuka kunci pintu, menggengam kenop pintu yang terasa dingin kemudian menariknya hingga terbuka lebar. Namun bukan ruang santai yang ada di pandangannya setiap membuka pintu, tetapi Namjoon yang tengah berdiri didepannya, begitu kacau ; nafas tak teratur, rambut lepek karena keringat juga wajah serius yang membuat Seokjin berdebar tidak karuan.

Seokjin baru saja akan menutup pintu kamarnya namun tidak sempat karena Namjoon mendorong tubuhnya masuk kembali ke dalam, kemudian mengunci pintu kamarnya selayaknya rumah sendiri.

"M-mau apa? Aku masih marah nam! Meski kau sudah tahu jawabannya!"

Nada tinggi Seokjin tidak membuat Namjoon gentar, dia terus maju sambil melucuti pakaian atasnya yang lepek. Memojokkan Seokjin yang bergerak mundur dengan mata awas melihat Namjoon yang terus mendekat hingga tangan Seokjin yang menekan dada telanjang Namjoon yang menjadi sekat diantara mereka.

"Kau sudah gila apa hah? Aku sedang marah!"

"Tentu aku gila. Gila karenamu hyung." ucap Namjoon. "Setidaknya kita bercinta dulu sebelum mendapatkan anak hyung." Dan perkataan Namjoon membuat bulu kuduk Seokjin meremang, tidak bisa Seokjin pungkiri bahwa tubuhnya terasa panas. Namjoon menyadari apa yang dia inginkan selama ini, namun apa Namjoon juga sependapat dengannya?

"Aku tidak mau melakukannya! Aku masih marah!"

"Oh ya? Mari buktikan."

"N-nam! T-tung…."

.

"Merasa lebih baik?" Namjoon mengeratkan pelukannya ditubuh Seokjin yang lengket sehabis kegiatan panas mereka.

"Merasa lebih buruk. Bagaimana bila mama mendengar kegiatan kita?" Seokjin berkata ketus, ketus yang ia sembunyikan dari moodnya cukup membaik karena kegiatan panas mereka. Bagaimanapun, Seokjin tidak bisa menolak ataupun menyangkal bahwa dia juga menyukainya Setidaknya Namjoon begitu pintar dalam merangkai kata-kata manis saat mereka tengah diatas ranjang.

"Mama tengah pergi ke pasar. Aku tahu saat sampai, mama berpamitan untuk pergi."

Seokjin mengangguk mengiyakan jawaban Namjoon. Keheningan kembali menggelayuti mereka, namun Seokjin gatal. Masih butuh jawaban dari semua keinginan juga jawabannya.

"Jadi? Bagaimana dengan bayi nya?"

"Bukannya kita harus menunggu sembilan bulan dulu untuk mendapatkannya hyung?"

"Yak! Aku laki-laki!" Seokjin mencubit lengan Namjoon yang memeluknya gemas. Masih saja bercanda disaat seperti ini. Seokjin harusnya merasa gondok, namun beruntung sifat sabar mama yang menurun kepadanya benar-benar membantu.

"Bercanda sayangku." Namjoon menggesekkan hidungnya ditengkuk Seokjin, sesekali mengecup perpotongan leher Seokjin. "Bagaimana dengan mengadopsi anak?" Perkataan Namjoon barusan sontak membuat Seokjin memekik senang, membalikkan tubuhnya menghadap Namjoon dengan senyum manis.

"Kau tidak sedang bercanda kan?"

"Apa aku mengatakan sebuah lelucon?"

Seokjin tertawa ringan, semangatnya yang hilang seketika kembali. Namjoon ikut tersenyum melihat mataharinya kembali bersinar. Ia kecupi wajah Seokjin yang tersenyum cerah. Dan sepertinya ini waktu yang tepat bagi Namjoon untuk mengutarakan keinginan yang selama ini ia pendam.

"Aku harap kau masih mengingat tentang janji kita yang menikah sebelum mempunyai anak hyung."

"Aku fikir kita sudah menikah sejak pertama kali kita menjalin hubungan."

Bagian Namjoon yang kini tesenyum, mengecup bibir Seokjin berkali-kali dengan gemas. Mereka benar-benar harus menikah secepat mungkin, bila perlu besok. Atau satu jam setelah ini. Atau sekarang juga, diranjang ini. Yang pasti Namjoon sudah tidak sabar untuk segera menikah dengan Seokjin. Begitupun dengan Seokjin yang tidak sabar untuk segera memilki anak.

.

.

OMAKE

"Joon, bagimana dengan lima?"

"Tidak. Dua saja cukup."

"Tapi aku ingin lima."

"Sayang, tidakkah itu lerlalu banyak?"

"LIMA. TITIK."

.

.

.

END

Haloooo~ Aku sudah baca review readers dan ternyata belum beruntung semuanya XD wkwkwk

Terimakasih FavFollReviewnya benar-benar bikin semangat!

Sarangek! (Emoticon Love)