Disclaimer: seventeen's belongs to their family, God Pledis, but the storyline's belong to me. warning! homosexual theme.

© 2016 Oxydien Storyline


Dulu Seungkwan pernah bilang kalau hal yang pertama kali akan Ia lakukan jika bertemu si keparat Choi Seungcheol itu adalah menonjoknya tepat di hidung, tapi yang terjadi malah Boo Seungkwan yang seolah bertekuk lutut di hadapan pemuda bersurai kelabu itu.

Jadi setelah sampai di home sweet home keluarga Boo, maka Seungkwan langsung melempar diri ke kasur. Sayup-sayup teriakan frustasi sampai terdengar di luar kamar anak bungsu keluarga Boo itu, menyebabkan seluruh penghuni rumah mempertanyakan apa yang terjadi dengan Seungkwan.

Seperti contohnya kakak pertama Seungkwan. Gadis bersurai hitam sebahu itu tampak mengintip dari celah kamar Seungkwan. Ia menggeleng heran karena hal yang Ia temukan hanyalah kasur berwarna blue sky yang berantakan. Oh, memang dari awal 'kan kamar si bungsu itu tidak pernah rapi. Ck, laki-laki ya tetap saja laki-laki.

Sang kakak tertua lalu masuk ke kamar Seungkwan tanpa izin dari si pemilik kamar.

"Maaf noona."

Gadis itu terlonjak kaget karena sosok adiknya tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarnya. "Aish jinjja! Apa-apaan sih kau, Kwan?" teriaknya kesal.

Ternyata sedari tadi Seungkwan berteriak frustasi sambil menempel pada tembok tepat di samping pintu kamarnya. Satu hal yang Ia lupakan tentang seorang Boo Seungkwan; dia freak. Tapi dia hanya berlaku seperti itu pada saat-saat tertentu. Contohnya seperti sekarang ini, Seungkwan terlihat mengenaskan dengan wajah suramnya dan rambut acak-acakannya. Oke, itu bukan mengenaskan, tapi menyeramkan.

"Noona, maafkan aku.."

Seungkwan menggenggam kedua tangan kakaknya, Ia menunjukkan wajah sedih. Kakak Seungkwan sedikit terhenyak, kemudian Ia pun mengelus sayang kepala adik bungsunya, entah kenapa dia merasa tidak bisa berlama-lama merasa kesal pada si Boo cerewet itu, "Apa yang terjadi, Kwannie?" tanya gadis itu dengan nada lembut.

"Aku…" Pemuda bersurai cokelat madu itu memberi jeda sebentar, kemudian melanjutkannya beberapa saat kemudian setelah sebuah helaan napas meluncur dari bibir tipisnya, "aku berpacaran dengan laki-laki.." mencicit.

"Hah? Kau bilang apa? Aku tidak dengar."

"AKU BERPACARAN DENGAN LAKI-LAKI!"

"MWOYA?!"


재채기 (Sneeze) [3]

Hansol Vernon Chwe x Boo Seungkwan / VerKwan

Slight!SoonHoon!;JiCheol!;Meanie!;JunHao!

Boys-love;Shonen-ai!, AU!Magic, drama, friendship, college-life, romance, fluff, OOC!

WARNING! Cerita panjang dan bertele-tele seperti drama /cries a river/


Jeonghan menatap nyalang sosok laki-laki bersurai hitam keabu-abuan di depannya. Sebelum menyikut Jihoon yang berdiri di sampingnya, Jeonghan mendecih. Ia tidak suka berurusan dengan senior di kampusnya, apalagi dengan laki-laki itu. Tapi hal itu terpaksa dia lakukan karena pemuda bermarga Boo yang notabene adalah sahabat Jeonghan, mendadak terkurung di rumah sampai tidak diperbolehkan masuk kuliah oleh sang kakak, dan Jeonghan yakin, penyebabnya adalah orang bertampang sok bersalah di depannya itu.

"Ji, aku tidak sungguh-sungguh menembaknya. Kau harus percaya padaku."

Jeonghan mendengus, sinis. "Heh, buaya cap kadal. Dengarkan aku ya, aku dan Jihoon itu tidak bodoh. Jadi jangan—"

"Ya, aku percaya padamu, Seungcheol hyung." Suara lembut Jihoon menyebabkan Jeonghan tersentak di tempatnya, Ia menatap Jihoon sangsi, namun yang ditatap terlihat tetap tenang.

Sementara itu, Seungcheol dapat bernafas lega. Sungguh, Ia sangat menyukai Jihoon—sebagai tempat curhat. Sebenarnya Seungcheol adalah laki-laki normal. Keseksian Nana AfterSchool* bahkan masih bisa membuat adik kecilnya berdiri. Seungcheol berpura-pura menyukai laki-laki agar para sasaeng fans-nya berhenti mengganggunya. Well, Choi Seungcheol si anak departement Hukum yang begitu terkenal karena kewibawaan dan keramahannya itu memiliki begitu banyak penggemar yang tidak hanya berasal dari kampusnya saja—anak sekolah menengah atas dari distrik lain bahkan sampai rela mendaftar di kampusnya hanya demi bertemu Seungcheol. Jadi wajar-wajar saja kalau dia mempunyai sasaeng fans. Dan Seungcheol benci akan hal itu.

Jihoon paham, terlebih lagi Seungcheol adalah tempat sharing terbaik dalam hidupnya sebab baik Seungkwan maupun Jeonghan tak pernah sepemikiran dengannya. Oleh karena itulah mereka menganggap bahwa hubungan mereka itu adalah simbiosis mutualisme, saling menguntungkan.

Seraya tersenyum Jihoon mulai berbicara lagi, "Lalu apa alasan kau menembaknya, hyung?"

"Aku hanya iseng." Balas Seungcheol sambil nyengir.

Hampir saja Jeonghan menghadiahi wajah tampan Seungcheol dengan bogem, tapi kata-kata yang meluncur dari bibir tipis Jihoon menghentikannya, "Pasti ada alasan lain. Apa yang kau mau?"

Jihoon tenang, kelewat tenang malah. Dan Seungcheol tidak dapat melawannya.

Si rambut abu-abu menggaruk tengkuk sambil menjawab, "Kurasa Vernon menyukainya."

"Hah?! Maksudmu si bule gila itu? KAU SERIUS?"

"Yoon Jeonghan, kecilkan suaramu. Ini taman kampus, bukan hutan."

Jeonghan cemberut. Ia kemudian memutuskan untuk mencabuti dedaunan pohon kecil yang sudah kering di sebelahnya. Daripada sakit hati karena kata-kata Jihoon lebih baik sekalian saja Jeonghan tidak mendengarkan obrolan mereka.

"Aku khawatir dengan Vernon. Kau tahu? Dia tidak bersemangat kuliah semenjak adiknya Sophia kembali ke New York, dan melanjutkan sekolahnya disana. Ja-jadi, kupikir kalau Vernon benar-benar menyukai Seungkwan, dia akan bersemangat lagi. Katanya.. cinta bisa membuat segalanya lebih baik. Err.. walaupun itu terdengar agak menjijikkan tapi itu memang benar ampuh 'kan, Ji?" kebiasaan buruk si pemuda Choi, gugup disaat berkata jujur pada orang lain.

Terkekeh pelan, Jihoon lalu maju selangkah, dan menepuk pelan kepala Seungcheol seraya berjinjit—Jihoon lebih pendek. Seungcheol kontan melebarkan matanya.

"Sekarang, bisakah kau jelaskan pada keluarga Seungkwan bahwa kau hanya sedang bercanda? Bocah itu sedang dalam masalah gara-gara tindakan isengmu itu, hyung."

Choi Seungcheol untuk kesekian kalinya dibuat kagum dengan kepribadian seorang Lee Jihoon.

(Sementara Jeonghan terlihat hampir membotaki pohon kecil di sebelahnya.)

(Seungcheol, Jihoon, dan Jeonghan pergi ke rumah Seungkwan, dan Seungcheol harus merelakan wajahnya lebam karena emosi kakak Seungkwan.)


Seokmin merapikan rambut yang sudah dipoles pomade sambil berkaca di kaca mobil Soonyoung. Ia tersenyum pada bayangannya di kaca, seolah mengagumi ketampanan dirinya sendiri.

"Hei, kuda. Dimana Vernon dan Mingyu?"

"Bersama si pangeran kukang." Jawab Seokmin masih fokus berkaca.

Soonyoung menghela nafas. Ia menyenderkan tubuhnya di mobil, kemudian memejamkan mata. Otaknya lelah, badannya apalagi. Pemuda Kwon itu tidak dapat tidur dengan nyenyak karena vertigonya kambuh, dan itu membuatnya menderita. Seokmin pun hanya diam saja, tidak mau membuat Kwon Soonyoung mengamuk. Kalau sahabatnya itu mengamuk, bisa-bisa selama seminggu, Soonyoung tidak mau berbicara dengannya. Bagian terparahnya, Seokmin tidak akan ditraktir selama seminggu penuh itu. Mengerikan.

Setelah cukup lama dilanda keheningan, Seokmin yang memang pada dasarnya hiperaktif pun mulai melakukan gerakan menari tidak jelas. Tarian yang pertama dari Lee Seokmin adalah sebuah tarian dari girlgroup 'Sistar' yang berjudul Touch My Body. Yang kedua 'Orange Caramel dengan lagu hit-nya 'Catallena'. Dan di lagu yang ketiga tiba-tiba sebuah lemparan tas Ia dapatkan dari sosok bermata sipit yang akhirnya merasa terganggu oleh Seokmin. Sang korban lemparan tas kemudian nyengir kuda—memang tujuannya melakukan itu agar Soonyoung menghiraukannya.

"Aku lapar, Soon-ah." ucap Seokmin sambil melakukan aegyo.

Soonyoung memijat pelipisnya kesal akan tingkah temannya, "Ponselku mati. Kau hubungi Wonwoo dengan ponselmu sana."

"Iya, Soon."

"Sekalian suruh Wonwoo belikan kita makanan."

"Iya."

"Suruh dia cepat kembali dari kegiatan shopping-nya itu."

"..."

"Dan juga bilang agar—"

"Iya-iya! Astaga kau itu cerewet sekali sih!"

Vernon datang disaat yang tepat. Ia menatap datar pergumulan Soonyoung dan Seokmin yang kini tampak sedang berguling-guling diatas rumput dekat area parkir mall. Sementara itu, Mingyu terlihat kepayahan melerai SoonSeok, sedang di sisi lain Wonwoo sibuk memasukkan kantung belanjaannya ke dalam mobil. Vernon menghela nafas. Bisa-bisanya dia berteman dengan manusia-manusia seperti mereka.

Selang beberapa menit kemudian—dengan keadaan rambut SoonSeok acak-acakan dan rambut Mingyu yang bercampur rerumputan kecil—akhirnya kelima pemuda bertampang diatas rata-rata itu pun pulang. Di dalam mobil yang dikendarai oleh Mingyu, suasana terasa sedikit mencekam dengan kesunyian yang ada; tak ada yang mau membuka obrolan sejak 20 menit yang lalu. Wonwoo baru saja akan terbang ke alam mimpi, namun kedamaiannya terusik karena suara menyebalkan milik Kwon Soonyoung.

"Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Mahasiswa baru itu, Vernon?"

Vernon memutar bola matanya malas, lalu membalas, "Diam, hyung."

Tertarik, Mingyu di kursi kemudinya pun ikut berbicara, "Mahasiswa baru? Wah, Vernon sudah berani mendekati wanita ya?"

Kontan Soonyoung terbahak, begitu juga dengan Seokmin yang tadinya telah mati-matian menahan mulutnya untuk mengeluarkan suara.

Vernon mendesah malas. Kalau membahas soal Seungkwan entah kenapa rasanya Vernon ingin menonjok wajahnya sendiri saja. Kalau ditanya apa dia normal atau sudah belok,maka anak tertua keluarga Chwe itu akan menjawab 'tidak tahu'. Sungguh, Vernon bingung. Setiap kali melihat Seungkwan, Vernon selalu merasa linglung. Ada sesuatu dalam diri Seungkwan yang telah membuatnya tertarik. Hati kecilnya berbisik untuk mendekati Seungkwan, sedang tubuhnya menolak untuk bereaksi dan jujur saja Vernon benci hal itu. Lagi-lagi Vernon menghela napas. Semakin dipikirkan semakin rumit saja, seperti tugas-tugas kalkulus-nya yang sudah berteriak di rumah, minta diselesaikan.

Setelah berhasil melempar topi yang Ia kenakan kepada Soonyoung, Wonwoo pun buka suara, "Kalian itu mau tahu saja urusan orang. Berisik pula! Polusi udara tahu!"

"Aish! Yang kuledek 'kan, Hansol, bukan kau. Sensitif sekali si Jeon ini." gerutu Soonyoung.

"Lagipula apa yang lucu sih dari pertanyaanku?"

Seokmin menepuk pundak Mingyu nelangsa, "Bro, kau akan menyesal setelah mendengar jawabannya." membuat Mingyu semakin tenggelam dalam keterheranannya.

Brak!

Seluruh penghuni mobil terkesiap. Wonwoo melirik ke arah Vernon, sang pelaku pemukul kaca mobil. Disitu terlihat wajah serius Vernon yang menatap tajam ke arah Seokmin dan Soonyoung, "Bisakah kalian tidak membahas hal itu lagi?" katanya dalam, dan penuh penegasan.

Setelah mendapatkan sebuah peringatan dari Vernon, mereka semua pun akhirnya bungkam. Niat untuk meramaikan suasana malah berakhir menjadi petaka.

Satu hal yang perlu diingat Seokmin dan Soonyoung mulai saat itu juga.

Jangan pernah biarkan Hansol Vernon Chwe marah kalau kalian masih ingin hidup dengan tenang.


Pemuda berpipi tembam itu mengerjap heran. Pasalnya wajah laki-laki bername tag Choi Seungcheol di depannya bahkan lebih mengenaskan daripada wajah berantakannya kemarin; saat Ia menangis meraung-raung sambil memeluk kakaknya. Yang lebih mengherankannya lagi, ada si pemalas Jeonghan dan si realistis Jihoon di belakang tubuh Seungcheol.

"Maaf menunggu lama, aku baru habis mandi." kata yang paling muda sembari mengambil tempat di sebelah Jeonghan. Ngomong-ngomong, sekarang mereka sedang berada di ruang tamu kediaman keluarga Boo, yang notabene adalah keluarga dari yang paling muda disana; Boo Seungkwan.

Jeonghan yang paling cepat merespon, "Apa ada makanan? Aku lapar." Ia mendapatkan injakan kaki gratis oleh si mungil—coret—Jihoon. Jeonghan langsung memberikan pelototan gratis untuk Jihoon.

Sementara Seungcheol mengumpulkan keberanian, Seungkwan tampak duduk tanpa suara namun kakinya digerak-gerakan. Ia gelisah. Berbagai spekulasi tentang alasan kenapa Seungcheol, Jihoon serta Jeonghan datang ke rumahnya berterbangan di otak Seungkwan, akan tetapi tak ada satupun yang masuk akal karena pada dasarnya pikiran orang gelisah selalu berantakan.

"Oke, jadi pertama-tama aku ingin minta maaf. Sungguh, aku tidak bermaksud untuk—uhuk—berpacaran denganmu. Aku hanya.. err.. yaa, iseng, maaf. Eh tapi bukan berarti kau itu jelek! Err.. maksudku.. kau manis, ta-tapi aku masih suka perempuan! Iya, jadi—"

"Dia tidak bermaksud untuk menembakmu waktu itu. Dia memang iseng. Jadi maafkan dia ya, Seungkwan-ah." Jihoon memotong kalimat tak beraturan Seungcheol. Satu hal lagi yang Seungcheol sangat kagumi dari Jihoon, dia selalu muncul disaat yang tepat.

Perlahan tapi pasti senyuman Seungkwan melebar, dan berakhir dengan sebuah tawa yang sudah lama tak terdengar dari bibir tipis itu. Jihoon dan Jeonghan ikut tertawa—well, walau mereka sendiri tidak tahu apa yang lucu dari perkataan Seungcheol dan Jihoon. Di titik-titik tertentu, Seungcheol dapat memahami kalau ketiga junior-nya itu memiliki ikatan persahabatan yang tulus. Dan dari situlah, sisi putih Seungcheol mendominasi. Menegaskan keputusan Seungcheol yang cukup lama Ia pertimbangkan sebelumnya.

Seungcheol tersenyum tipis, tangannya terjulur ke atas, tepatnya ke arah kepala Seungkwan. Bibir cukup berisi milik pemuda itu nampak bergerak-gerak tanpa suara, dan setelahnya Ia pun berucap, "Boo Seungkwan. Aku hilangkan kutukanmu mulai sekarang. Selamat!"

Ekspresi ketiga laki-laki di sekitar Seungcheol berubah secara drastis, dan entah kenapa Seungcheol jadi ingin mengutuki dirinya sendiri karena hal itu. Sudah cukup canggung dirinya berada di tengah-tengah junior yang pernah Ia jahili sewaktu masa orientasi, sekarang ditambah lagi mereka menatap Seungcheol dengan ekspresi campur aduk begitu. Seungcheol pasrah saja.

"Kau iseng lagi?"

Pertanyaan Seungkwan sukses menohok hati kecil Seungcheol. Sungguh, dia tak sejahil itu 'kan?

"Hyung. Jangan mulai lagi."

Double attack.

Apa ini? Bahkan Jihoon pun juga tidak mempercayainya sekarang?

"Kau belum pernah kubotaki ya?"

Seungcheol menatap datar Jeonghan. Bocah satu ini apa lebih baik aku kutuk jadi batu?

Sebuah helaan nafas keluar dari bibir Seungcheol, "Aku serius. Sebenarnya aku sudah menghilangkan kutukanmu dari 2 hari yang lalu. Kutebak, terakhir kau bersin pasti saat kau sedang berada di halte bus 'kan?"

Tanpa sadar mata Seungkwan membelo. Ia lalu beringsut maju ke arah Seungcheol, "Jadi, kau benar-benar sudah menghilangkan kutukannya?" Seungcheol hanya mengangguk sebagai responnya. Dan yang terjadi sesudahnya adalah anak bungsu keluarga Boo itu kini berteriak sambil memeluki Jeonghan, dan Jihoon. Ia tampak sangat bahagia. Layaknya seorang ibu-ibu yang sedang mendapatkan diskon 90%. Oke, itu terlalu berlebihan. Lagipula mana ada penjual barang yang mau memberikan diskon 90% pada pelanggannya.

Sementara Seungkwan, Jihoon, dan Jeonghan berbahagia, di sisi lainnya ponsel pintar Seungcheol bergetar. Sosok tegap itu kemudian merogoh tasnya, menemukan sebuah panggilan tidak terjawab sebanyak 10x dari teman sejawatnya, Wen Junhui. Keningnya mengernyit heran, namun jemarinya tetap bergerak hendak menelepon balik temannya itu.

Akan tetapi teleponnya tidak diangkat.

Justru ada sebuah pesan masuk yang tiba-tiba muncul di ponselnya. Dari nomor ponsel yang tidak dikenal. Buru-buru Seungcheol membuka pesan itu lalu membacanya, dan kedua tangannya langsung bergetar setelahnya.

From: +0188xxxyyu

Berhenti mengutuk dan mencabut seenaknya, shalom.

detrente ishi nunerma.

.

TO BE CONTINUED/END?


*Nana AfterSchool : Idol yang satu agensi sama SEVENTEEN.

.

O1. Hai! Sorry banget aku telat update T_T astaga, aku lagi banyak kerjaaan, apalagi aku udah kelas 12. Ini pun aku update karena udah ada di draft dari kapan pula. Jadi, aku mohon maaf buat para readers yang udah mau ngikutin ff-ku yang satu ini.

O2. Karena aku sibuk dan jarang ada waktu buat ngetik ff, aku mau minta pendapat kalian, apa lebih baik ff ini aku lanjutin apa aku udahin aja?

O3. Oh ya, kalau kalian ada ide atau mau request pair ff ke aku (khusus svt aja) pm aja ya! hehe

Last, RnR?