Ansatsu Kyoushitsu ©Yuusei Matsui
LIFE©Amaya Kuruta
Mengandung ke-OOCan akut, drama sekali, perlu banyak bumbu dan yang pasti banyak ranjau Typonya !
Jangan lupa berdoa sebelum menikmati (?)
Itadakimasu!
Chapter 6
Nagisa menyeka peluh didahinya. Hari ini sejak pagi ia sudah berlatih dengan lovro sensei. Setelah kemarin ia sangat sibuk menahan diri dari mualnya karena pelajaran khusus dari Bitch sensei, Nagisa harus menerima pelajaran extra hari ini. Tersisa empat hari lagi dari yang dijanjikan. Ia bahkan tak dibolehkan ikut pelajaran di kelas. Jadilah ia memfokuskan dirinya dengan pelajaran-pelajaran fisik ini sementara malamnya, Karma yang akan mengajarinya. Bagaimanapun jika Ia masih hidup, dia harus melanjutkan sekolahnya bukan?
"Sekali lagi, Nagisa." Lovro sensei memajukan tangannya. Menantang Nagisa untuk melakukan berbagai macam gerakan yang ia ajarkan tadi. Nagisa menghela nafas dan segera melakukan apa yang sudah ia pelajari sedari pagi.
.
.
Sementara itu disekolah, Karma duduk malas sambil memperhatikan Bitch sensei yang mengoceh didepan sana. Pelajaran masih dilanjutkan sedikit karena mereka akan mengambil ujian tes masuk. Karma tak terlalu peduli. Dia hanya sedang sibuk memikirkan pesan yang didapatnya pagi tadi.
"Akabane Karma, Jadwalmu bertemu dengan Nagisa Shiota akan diadakan malam ini. Ibunya bilang dia akan mendandani Nagisa secantik mungkin. Setidaknya ajak dia ketempat yang cocok dengan penampilannya. Sampaikan salamku untuk calon menantuku, ne?"
Karma menghela nafas. Dia sudah bertemu Nagisa sejak tadi malam. Jadi kenapa dia harus punya jadwal khusus. Kemudian ia mengingat apa yang terjadi semalam. Nagisa, sahabatnya untuk pertama kalinya terlihat menangis sesenggukan macam itu. Alis Karma bertaut tak suka. Nagisa tak seharusnya menangis separah itu kan?
"Karma!" Karma mengerjapkan matanya dan menoleh. Terasaka melihat kearahnya.
"Apa?" Tanya Karma malas.
"Apa yang Koro sensei katakana padamu dan anak ini? Dia menolak memberitahuku!" Terasaka menunjuk Itona. Itona hanya mengeluarkan lidahnya.
"Lagipula tak ada untungnya juga kuberitahu padamu. Dan tenang saja, kau tak akan terpilih." JAwab Itona datar.
"KARENA ITU AKU TANYA APA YANG TERJADI?" Teriak Terasaka Frustasi. Karma tersenyum sinis.
"Hee~ kau benar-benar ingin tau, Terasaka~? Kau akan sakit hati karena tak menjadi anak-anak terpilih loh~." Jawab Karma. Terasaka mendengus kesal. Kemudian sambil mengomel ia meninggalkan kelas. Karma hanya menatap kepergiannya sejenak lalu kembali menopang dagunya.
"Jadi.. kemana aku harus membawanya?" Gumam Karma.
"Huh? Kau yang akan menjadi pasangannya, Karma?" Karma kembali menoleh. Kali ini Isogai Yuuma. Lelaki Ikemen itu menyodorkan sebuah buku. Karma menatap buku itu heran.
"Milik Nagisa. Kemarin aku meminjamnya. Karena dia tidak ada dan.. yah, kufikir aku bisa menitipkan buku ini padamu." Jawab Isogai. Karma menatap Buku itu sejenak lalu mengambilnya.
"Terimakasih, Karma. Dan.. bagaimana? Kau yang terpilih?" Isogai mengecilkan suaranya pada pertanyaannya. Karma tersenyum santai.
"Entahlah~ ." Jawab Karma. Isogai hanya bisa menghela nafas. Kemudian ia memutuskan untuk berbalik.
"Semuanya, siap-siap. Setelah ini kita berangkat!" Ajak Isogai. Para murid segera meninggalkan kelas untuk mempersiapkan diri. Karma melihat sekelilingnya dan baru menyadari bahwa pelajaran Bitch sensei sudah berakhir sejak tadi!
.
.
Pelajaran tambahan berjalan lancar. Para murid dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan pulau asing ini. Setidaknya itu yang Nagisa pikirkan sambil memperhatikan teman-temannya. Ia bisa melihat perkembangan yang cukup pesat. Yah, tidak mengherankan jika melihat medannya. Pulau ini lebih parah dibandingkan gedung sekolah. Tapi terimakasih kepada Karasuma sensei, mereka bisa melalui masa sulit dengan baik.
"Ne, Nagisa!" Nagisa melihat Karma berjalan kearahnya. Dibelakang Karma, Isogai, Maehara dan Sugino berjalan membuntuti.
"Hei.. bagaimana keadaanmu? Kau baik-baik saja?" Isogai bertanya khawatir. Nagisa tersenyum.
"Aku baik-baik saja. Terimakasih sudah mengkhawatirkanku." Jawab Nagisa. Maehara terkekeh.
"Aku tidak percaya kau masih hidup setelah kejadian kemarin." Jawabnya.
"Maehara!" Tegur Isogai. Nagisa tertawa kecil. Ya, Nagisa juga tidak percaya.
"Setidaknya, selama Karma ada bersamamu, tidak akan ada masalah kan?" Sugino berusaha menghibur. Nagisa hanya mengangguk kecil. Kemudian kelimanya duduk disana dalam diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Ah, bagaimana dengan.. perjodohanmu? Apa ibumu sudah memilih?" Tanya Sugino. Isogai dan Maehara segera menempatkan tatapannya pada Nagisa. Nagisa tersenyum.
"Entahlah." Jawab Nagisa. Perjodohan ya? Dia sempat melupakan hal itu. Dia bahkan terlalu focus dengan latihannya dan semua pembiasaan barunya.
"Hee.. tapi waktu kita tidak lama lagi kan?" Gumam Maehara.
"Sebenarnya hal iu sekarang tidak terlalu membantu. Maksudku, pada akhirnya semua orang disekitar Nagisa jadi harus waspada. Karena kita belum menemukan titik permainan ini." Ujar Karma.
"Yah, kau benar. Bagaimanapun ini masih membingungkan." Gumam Sugino.
"Tapi.. yang jelas kalian masih aman jika aku masih hidup. Setidaknya, selama kalian bisa menyembunyikan kegelisahan dan pura-pura tak tau apa yang terjadi. Kesepakatanku dengan shinigami." Imbuh Nagisa.
"Hhhh.. hal seperti ini benar-benar mengganggu! Maksudku bukan kau, Nagisa. Tapi bayangkan. Teman kita dalam bahaya dan kita harus pura-pura tak tau apa-apa!" Gerutu Maehara. Nagisa tertawa kecil.
"Yah.. yang penting kita semua memiliki tekad yang sama. Kita tak akan lulus dari kelas E jika personil kita tidak lengkap, kan?" Isogai berusaha menyemangati.
"Tentu saja!" Jawab Sugino.
"Hei, kumpul sebentar!" Teriak Kataoka dari sisi lain lapangan. Mereka segera berjalan menuju tempat berkumpul. Nagisa menghentikan langkahnya saat pergelangan tangannya ditahan. Ia menoleh dan melihat Karma.
"Ada apa, Karma-kun?" Tanya Nagisa.
"Nanti malam, kau pulang kerumahmu?" Tanya Karma. Nagisa mengangguk.
"Kalau begitu, sampai bertemu nanti malam~." Jawab Karma sambil berjalan mendahului Nagisa. Nagisa hanya bisa menatap Karma heran. Apa maksudnya itu?
.
.
Latihan hari itu benar-benar melelahkan! Nagisa berjalan lunglai menaiki anak tangga menuju apartemennya. Lift yang biasa digunakan sedang mengalami perbaikan. Bagus sekali! Nagisa menghela nafas lega saat ia melihat pintu partementnya. Setidaknya, ia bisa langsung mandi, makan malam dan tidur. Bahkan jika perlu, Nagisa akan melewatkan makan malam. Nagisa benar-benar tidak bernafsu.
"Aku pulang." Seru Nagisa. Kemudian ia bisa mendengar suara derap langkah dari dalam rumahnya.
"Ah, selamat datang, Nagisa-chan!" Ibunya menyambut Nagisa. Nagisa mengangkat alisnya. Ia disambut? Biasanya ibunya hanya akan menyambutnya tanpa menghampirinya macam ini. Menyahut dari manapun dia berada.
"Nah, setelah ini kau mandi dan bersiap!" Ujar ibunya gembira.
"Bersiap?"
"Sudah, cepat mandi! Kaa-san akan menunggumu dikamarmu." Hiromi mendorong punggung Nagisa.
Nagisa hanya bisa menghela nafas. Sirna sudah impiannya untuk segera tidur malam itu.
.
.
Hiromi Shiota menatap dengan binary kebahagiaan yang terpancar jelas dimatanya. Didepannya, sosok putri semata wayangnya yang tentu amat sangat cantik menurutnya, berdiri anggun dengan dress sederhana berwarna merah jambu. Sangat pas melekat ditubuhnya. Nagisa menatap bayangan dirinya dicermin. Kenapa ia terlihat bagus dengan dress tersebut. Terkutuklah wajahnya yang memang feminine itu!
"Ah, untung saja kaa-san masih menyimpan dress sedrhana macam ini. Dan untung juga Kaa-san sudah bertanya lebih dulu kemana kalian akan pergi. Kau sempurna, Nagisa-chan!" Seru ibunya. Nagisa terdiam. Ia sebenarnya lebih penasaran apa ibunya benar-benar sebahagia ini diatas penderitaannya? Nagisa ingin bertanya.
"Kaa-san.. apa.. Kaa-san meletakkan sesuatu pada kotak bekal makan siangku kemarin?" Tanya Nagisa pelan. Nagisa menutup mulutnya. Tidak.. ia berharap Hiromi tidak mendengarnya.
"Eh? Ah! Kau benar! Kaa-san belum memeriksanya! Apa berhasil? Obat iu berhasil? Iya kan? Nagisa… Ibu sangat senang jika kau memberitahu ibu bahwa usaha ibu tidak si-"
"TING TONG." Suara bel rumah memutus ucapan Hiromi. Hiromi segera bangkit dari duduknya dan menarik Nagisa.
"Itu pasti dia! Dia datang, Nagisa! Bersikaplah yang baik didepannya. Kau mengerti?" Tegas ibunya. Nagisa mengangguk. Ibunya bahagia. Jelas sudah ibunya pelakunya. Tadinya Nagisa berharap bahwa ibunya tak tau tentang hal ini. Jadi Nagisa masih bisa menarik kesimpulan lain. Missal yang menaburkan racun itu adalah hasil penelitian shiro yang memiliki kekuatan seperti senseinya. Jadi ibunya juga korban penipuan. Itu yang ingin Nagisa dengar. Tapi.. nyatanya..
"Ah, Aku senang kau mau repot-repot menjemput putriku." Hiromi berkata manis. Nagisa sibuk memikirkan apa yang ia pikirkan.
"Oh, tak masalah, Shiota san~. Sekarang, apa aku boleh membawa tuan putriku bersamaku?" Nagisa mengerjapkan matanya. Kemudian ia mengangkat wajahnya dan menepis semua pikirannya tadi. Matanya melebar.
"Karma?"
.
.
Taman dimalam hari? Nagisa tidak menyangka bahwa ia akan berada disana dengan Akabane Karma, temannya. Ia juga tidak menyangka bahwa Karma adalah orang yang ibunya pilih.
"Jadi, kapan kau tau hal ini?" Tanya Nagisa. Karma menoleh.
"Hm?"
"Tentang kau, menjadi teman kencanku." Jelas Nagisa. Karma berhumming ria dan tersenyum.
"Sejak kau menginap dirumahku. Saat aku meminta izin pada ibumu." Jawab Karma. Nagisa mendengus.
"Jadi kau merahasiakannya dariku?" Tanya Nagisa. Karma tertawa kecil.
"Aku rasa jahat sekali merusak kejutannya. Lagipula, apa kau keberatan? Mungkin aku bisa menghubungi ibumu sekarang dan mengatakan bahwa kau menolakku dan minta dijodohkan dengan Asano Gakushuu atau Maehara Hiroto?" Jawab Karma. Nagisa tertawa kecil.
"Tidak.. tidak usah.. tidak perlu." Jawab Nagisa. Kemudian keduanya terdiam. Jadi?
"Hhh.. aku tidak tau bagaimana tata cara berkencan. Jadi, kau mau kemana?" Tanya Karma. Nagisa menatap Karma tak percaya.
"Kau serius belum pernah berkencan sebelumnya? Orang sepertimu?" Tanya Nagisa heran.
"Orang sepertiku? Apa masalahnya dengan orang sepertiku? Aku lebih suka berkencan dengan rumus matematika tingkat lanjut dan membayangkan wajah merana kelas A." Jawab Karma dengan imbuhan seringai iblis diakhir kalimatnya. Nagisa tertawa sweatdrop. Kemudian ia menghela nafas. Hendak kembali merenungi apa yang ia pikirkan.
"Hei, jawab pertanyaanku, ada apa dengan orang sepertiku?" Tanya Karma. Nagisa mengangkat bahunya.
"Yah.. maksudku.. Kau pintar, berada, dan tampan. Pasti tak sedikit yang menginginkan kekasih sepertimu, Karma." Ucap Nagisa. Karma tertawa kecil.
"Kau lupa kalau banyak yang tak suka dengan salah satu sifatku, Nagisa-chan~." Jawab Karma sambil mengeluarkan dua buah pasta wasabi dan mustard. Nagisa tertawa datar.
"Ugh.. aku lupa." Jawab Nagisa. Karma tertawa dan memasukkannya lagi. kemudian matanya tertuju pada bulan sabit diatas.
"Tapi… aku senang.." Gumam Karma.
"Hm?" Karma menepuk kepala Nagisa.
"Aku senang, kau mau bertahan dengan sifatku yang seperti ini." Ucap Karma dengan senyuman tulus.
"DEG." Nagisa merasa jantungnya berulah. Bukan.. bukan seperti kemarin. Namun karena ada aliran darah yang deras mengisi putihnya pipi Nagisa. Senyuman Karma, dan tepukan ringan dikepalanya.. entah kenapa itu membuat Nagisa.. bahagia. Karma melepas tepukannya dan berjalan didepan Nagisa. Bibirnya tersenyum dengan semburat super tipis di wajahnya.
"Yah.. maksudku.. Kau pintar, berada, dan tampan. Pasti tak sedikit yang menginginkan kekasih sepertimu, Karma."
Ucapan Nagisa kembali terngiang. Karma bukannya tak pernah mendapatkan tanggapan macam itu. Tapi entah kenapa, dia senang mendengarnya dari bibir Nagisa.
.
.
Karena mereka berdua sama-sama belum pernah berkencan dan kebingungan, maka disinilah mereka berakhir. Di bukit kelas 3-E. bersebrangan jauh dari kelas 3- E sendiri. Karma menyebutnya tempat membolos yang menyenangkan. Nagisa menyebutnya tebing tempat Karma hampir mati. Karma mendengus saat mendengar ucapan Nagisa tentang itu. Nagisa sendiri tidak keberatan diajak ketempat itu malam-malam. Pemandangannya luar biasa indah dari atas sana.
"Jadi, kau sengaja berdandan cantik untuk pertemuan ini?" Tanya Karma. Nagisa menggumam tak jelas. Tapi Karma tau itu hanya protes-protes ringan karena lelucon barusan.
"Sebenarnya orang tua kita sudah bertemu loh." Ujar Karma lagi. berusaha menarik minat dari teman birunya. Dan kali ini berhasil.
"Kau bercanda." Jawab Nagisa. Karma mengangkat bahunya pelan. Kemudian meraih ponselnya dan memencet beberapa digit nomer. Nagisa memperhatikan Karma yang tengah tersenyum santai dengan ponsel ditelinganya.
"Halo? Hei I-."
"KYAAAA kau menelpon ibuuu!" Karma dengan segera menjauhkan ponselnya. Nagisa tertawa kecil melihat hal itu. Ia tau orang tua Karma. Nagisa pernah bertemu beberapa kali ( yang mana itu hanya kebetulan karena mereka yang suka pulang pergi seenaknya.)
" Ya. Aku menelponmu. Jadi kenapa kalau aku menelponmu?" Tanya Karma malas. Diseberang sana, Ibunya tertawa nista.
"Oh ayolah pangeran tampan.. kau lupa apa kesepakatan kita kemarin?" Tanya ibunya. Karma mengernyit. Kesepakatan? Kesepakatan yang mana?
"Aku tak tau apa yang kau bicarakan. Tapi… Nagisa ingin mendengar bahwa kau sudah bertemu dengan ibunya. Dia tak mempercayaiku." Jawab Karma. Kemudian ia memberikan ponselnya pada Nagisa. Nagisa menerima ponsel itu ragu.
"Halo, Akabane-san.." Sapa Nagisa.
"Nagisaa-chaaan! Ah, sudah lama sekali ya sejak kita bertemu. Bagaimana kabarmu?" Tanya Ibu Karma. Nagisa tertawa kecil. Kemudian keduanya mengobrol. Karma hanya mendengarkan dengan pose malasnya. Sesekali menoleh saat Nagisa tertawa atau nampak serius. Apa saja yang mereka bicarakan?
Selang beberapa menit kemudian, Nagisa menyerahkan ponselnya. Kemudian Karma menempelkannya kembali di telinganya.
"Bagaimana?" Tanyanya.
"Oh, dia percaya sekarang. Dan.. Karma, jangan lupa kau siapkan tabunganmu." Jawab ibunya. Tabungan? Untuk apa?
"Untuk apa? Kurasa kalian tidak semudah itu bangkrut di negeri orang." JAwab Karma.
"Ck… bukan itu! Kita akan makan malam di restoran mewah di prancis. Tentu saja kau ajak Nagisa-chan!" Jawab ibunya riang. Karma semakin tak mengerti.
"Ok, jadi kenapa aku yang harus membayar bahkan ketika kalian yang mengajakku?" Tanya Karma lagi. terdengar suara tawa diujung sana. Kemudian ia bisa mendengar suara ayahnya.
"Kau lupa dengan taruhan kita saat terakhir kali kau menelpon kami?" Tanya Akabane Kazuto. Karma mengangkat alisnya. Kemudian pikirannya melambung ke beberapa hari yang lalu.
"SHIT!" Teriak Karma. Nagisa sampai menoleh kaget dibuatnya. Terdengar suara tawa membahana di ujung sana.
"Baguslah kalau kau ingat! Nah, siapkan dirimu. Kau tau bagaimana Kanade jika sudah berhadapan dengan makanan Prancis kan?" Kemudian Karma hanya bisa mendengar tawa sampai kahirnya berubah menjadi nada telpon terputus. Karma tertawa malas sambil memasukkan ponselnya kedalam saku bajunya.
"Bagaimana? Kau bicara apa saja dengan orang tuaku?" Tanya Karma. Nagisa tersenyum.
"Tidak terlalu penting. Hanya menanyakan kepastian ceritamu, dan mendengarkan… sedikit nasihat dari ibumu, mungkin?" Ucap Nagisa. Karma menghela nafas. Ibunya memang selalu seperti itu.
"Kuharap ibuku tak mengatakan hal aneh padamu." Ucap Karma. Nagisa dengan cepat mengibaskan tangannya.
"Tentu saja tidak. Aku senang ibu Karma-kun begitu.. memperhatikanku. Hehehe.." Jawab Nagisa. Karma terdiam sejenak kemudian tersenyum.
"Kau bicara seakan kau tak memiliki ibu, Nagisa." Gumam Karma. Cukup keras sehingga Nagisa tersenyum.
"Yaa… aku memiliki ibu. Tapi aku tak memiliki nasihat seperti nasihat yang ibu Karma berikan." Jawab Nagisa. Karma tertegun.
"Maafkan aku." Gumamnya.
"Tak apa, bukan hal besar."
"Kau.. tidak marah padanya?"
"Siapa?"
"Ibumu."
"Untuk?" Karma terdiam. Untuk? Dia masih bertanya macam itu? Tentu untuk semua sikap menjijikkannya pada Nagisa!
"Yah.. kau tau Nagisa. Semua hal yang dia lakukan padamu."
"Karma.. banyak hal yang dia lakukan untukku. Kau mau menyuruhku marah pada semua hal yang dia lakukan?" Tanya Nagisa sambil tertawa kecil.
"Kau pasti tau hal yang kumaksud kan? Seperti semua bentakan dan kekerasan itu.."
"Semua orang tua akan menghukum anaknya jika tak memenuhi harapannya kan?" Tanya Nagisa. Bibirnya tersenyum. Namun getir. Karma menggeleng.
"Tidak semua, Nagisa. Tidak semua." Jawabnya. Nagisa terdiam dan menoleh lalu ia tertawa kecil. Nagisa mengangkat tangannya dan menepuk surai merah disampingnya. Karma mengangkat alisnya.
"Yah, setidaknya Ibumu sangat baik. Aku senang saat dia berkata bahwa aku harus memanggilnya juga… Terimakasih Karma-kun. Karena masih mau bersamaku sampai saat ini."
"DEG."
Dan Karma hanya bisa terdiam. Menatap manik biru yang sedikit menggelap namun berkilau ditimpa cahaya bulan yang hanya 30 % tersebut. Saat Nagisa menarik tangannya dan kembali berceloteh sambil menatap hamparan lampu dibawah sana, telinga Karma jadi berdengung. Tuli akan apa yang dikatakan Nagisa. Dan saat itu juga, Karma menggerakkan tangannya menuju dadanya.
"Kenapa… rasa hangat yang barusan ada hilang? Dan kenapa… jantungku jadi tidak senormal biasanya?"
.
.
-TBC
Hai haiiii hihihi saya update loh!*ditendang. Saya bersyukur masih ada yang baca. Stay tune sampae akhir ya ^^/
Nanako Haruka: wkwkwk hebat emang obatnya XD. Ok, terimakasih sudah mampir ^^/
AsakiYuuna: wkwkwk ini obat kok.. obat XD*maksa* sebelumnya salah minum, yang kedua serum, yang ketiga serum, yang keempat entahlah. Eh banyk banget ya XD. Terimakasih sudah mampir ^^/
BlueSkyShin: wkwkwk khilaf… saya dan computer saya sama khilafnya XD. Kubuat gampang sajalah/heh. Terimakasih sudah mampir ^^/
Frwt: yah… mereka glau cuman mereka gam au nunjukin kegalauan XD Terimakasih sudah mampir ^^
Hani A.K: iya.. Cuma keracunan dan syukurnya gak mati XD. Aku tak tega mau kasih tunangan orang lain buat Nagisa :'(. Terimakasih sudah mampir ^^
Aisora: hehehe mirip ya?*iya! Ouh.. terimakasih banyak sarannya ^^/ Terimakasih sudah mampir :D
Shizuka Yomu: Hahaha… saya gitu banget yah bikin Nagisa jadi cewek :'D entahlah. Mungkin ut*aran XD. Ok, Terimakasih sudah mampir ^^/
Raina Awasari: Hahahaha Karma hanya penasaran bu. Biasa anak kecil tingkat penasarannya masih tinggi XD*dilempar. Yah, kayanya Nagisa ikhlas asalkan itu Karma. Daripada digrepe ama om shinigami mending ama Karma XD. Terimakasih sudah mampir ^^
Dan Untuk kalian yang sudah mampir, baca, review, fav, follow, PM, TERIMAKASIH, KUMENCINTAIMU!
Jaa!