Semilir angin menyisir kulit sawo matang lelaki berdiri seorang diri menunggu bus di halte depan stasiun. Manik blue shappirnya yang tajam, menatap sayu gumpalan putih-lembut jatuh dari langit.

Hari ini ialah hari kedelapan di bulan Desember. Yang berarti minggu pertama― di mana salju kembali menuruni seisi kota. Tak selayak sabtu biasa, walau malam minggu― jalanan terlihat begitu sepi dan lengang. Tak banyak manusia berlalu lalang, bahkan kendaraan umum pun jarang melintas.

Naruto menggesekkan kedua tangan. Dingin yang begitu menusuk, membuat kepulan hangat membubung samar melalui hembusan napas.

"Pukul 11 ya?" ucap Naruto melirik jam di pergelangan tangannya.

Ia lantas mengambil ponsel dari dalam saku, dan tidak lama pemuda tampan bersurai pirang tersebut mengulas senyum.

1 pesan masuk;

Terimakasih, Naruto-kun. Malam ini, aku benar-benar senang.

Blue shappire lalu membalasnya,

~Sudah tugasku membahagiakanmu, Hime.

Tugas?

Membahagiakan?

Ya,

Membahagiakan seorang hime adalah tugas bagi Naruto. Bukan berarti ia mencintai seseorang dengan panggilan itu, bukan!
Melainkan, ini tentang sebuah pekerjaan. Pekerjaan spesial dari situs penjualan jasa bernama 'Ikemen Paradise'.


.

.

"Hai, Ikemen Paradise!"

[Prolog]

By

Kimono'z

Naruto_Masashi Kishimoto

Warning : Typo, bad story, OOC.

.

.


3 bulan sebelumnya,

Musim gugur,

.

Bruak!

"Keluar dari apartemenku, sialan! Kau membuatku bangkrut." Sarkasme― wanita paruh baya berbadan tambun mendorong tubuh Naruto keluar dari kamar.

"O..oi, ini melanggar HAM oba-chan. Jika kau mengusirku, lantas aku tinggal di mana?"

Uzumaki Naruto, mahasiswa 21 tahun, bekerja part time sebagai seorang pelayan di sebuah restoran cepat saji. Tukang ngutang, dan selalu telat bayar kos-kosan.

"Jangan membicarakan HAM. Kau sendiri melanggarnya dengan tak membayar sewa kamarmu selama 3 bulan. Kaupikir aku tidak butuh makan, huh?!"

"Ayolah oba-chan, masih ada paman yang berdagang. Kedua putramu juga sudah bekerjakan? jadi kau tidak mungkin mati kelaparan!"

"A..apa katamu?!"

"Lagi pula bibi, di Tokyo aku tinggal sendiri. Seluruh kerabatku berada di desa. Apa kau tega membiarkan pemuda tampan sepertiku hidup menggelandang? kalau aku diperkosa orang bagaima―"

Duag!

Sebuah sepatu futsal mendarat mulus di kening Naruto.

"Bibiii...kau tega sekali!"

"Aku tidak mau tahu, sekarang juga kemasi barang-barangmu! Sore ini ada penghuni baru yang masuk. Jadi kuharap kau segera enyah dari tempat ini, berengsek!"

Hal berikutnya terjadi,

Ibu pemilik kos mengeluarkan paksa barang-barang Naruto dari dalam.

.

~oOo~

.

5 jam kemudian,

Krrrr~

Senyaring panggilan alam. Kala Naruto menggulirkan pandang melirik isi dompet― rasa kecewa harus ia telan mentah-mentah, ketika sisa uang dalam dompetnya terakumulasi tidak lebih 900 yen. Jumlah yang hanya cukup untuk membeli sepotong roti di Tokyo.

Sebelum membiarkan ia pergi, ibu pemilik kos bersurai ungu pendek tadi terlebih dulu menggeledah barang-barang milik Naruto. Menyita beberapa benda yang wanita itu rasa berharga, dan menyisakan sekumpul barang minim berguna seperti celana dalam, pakaian bekas, tas lungset, juga sepatu bau.

Naruto sendiri― ia pindah ke Tokyo sekitar 6 tahun lalu, tepat usai menempuh pendidikan 3 tahun di smp. Sebelumnya, lelaki beriris biru laut itu hanyalah pemuda polos dengan gaya bahasa sedikit medok. Tinggal di sebuah desa kecil pinggir pegunungan, roman gaul tentu sangat jauh dari angan.

Yah, sekarang hal demikian tidak lagi berlaku. Kemodernan ibu kota, turut pula memetamorfosa tampilan Naruto jadi lebih catchy dan modis.

"Baba kampret! Dia menguras seluruh hartaku." Kesekian kali, Naruto mengumpat.

Menghempaskan bokong pada kursi dekat trotoar, "Aku harus kemana? masa iya menggelandang? kisah tragis macam apa ini?!"

Tokyo bukan ibu kota ramah untuk seorang pecundang. Tanpa usaha keras dan jeri payah, mustahil dapat sejahtera tinggal di kota yang konon memiliki biaya hidup termahal di dunia ini. Pun Naruto sebenarnya menyadari. Jauh dari saudara, juga memiliki rekan-rekan yang cukup perhitungan, hanya duduk-berdiam takkan merubah apapun atau memberi keajaiban.

"Aggrrrr, sial!"

Naruto bangkit dari duduknya,

Tiba-tiba―

Huosss~

Angin bertiup kencang,

Dedaunan terhembus udara saling bergesekan. Bergoyang― surai pirang Naruto pula seolah tak mau ketinggalan. Rambutnya yang senantiasa berdiri menjulang, kini melambai bak iklan-iklan shampo di televisi diperankan model terkenal.

Pletak!

Entah dari mana datangnya, sebuah kertas yang terbang― jatuh, menempel tepat pada wajah Naruto.

"O..oi?!"

Merasa risih, pun terganggu, ia segera menyingkirkan lembaran berwarna abu itu dengan cara meremasnya. Merasa kertas tersebut tak dibutuhkan, Naruto lantas membuang begitu saja.

Tapi,

Hal aneh justru terjadi,

Bukannya terbang dan pergi, kertas berukuran A4 tersebut malah kembali, yang lebih parahnya mengenai mata kiri Naruto.

Jeduak!

"K..kampreetttt!"

Saat ia hendak kembali membuangnya, mendadak ada hal lain di bawah lapisan kulit arinya yang menggelitik untuk membaca kertas bertoreh tinta tersebut.

Kamu,

Pria bujang memiliki paras rupawan?

Berpenampilan menarik dengan fisik proporsional?

Mampu berkomunikasi dengan baik, dan bla..bla..bla...

Entah apa yang terjadi, Naruto mendadak histeris― berteriak dengan kedua manik yang terbelalak.

"40.000 YEN UNTUK SATU KALI KENCAN?! HWAAA... nyaris serupa dengan gajiku di restoran selama sebulan!"

Oke-oke, tenang.

Keep calm,

Jaga sikap.

Jangan sampai orang yang lewat berstigma aneh-aneh.

Naruto lantas menghadap convex mirror yang kebetulan menancap tak jauh dari tempat ia duduk. Bentuk cerminnya yang cembung (dapat dilihat dari segala arah), mempermudah Naruto untuk mengobsever lekuk dirinya baik-baik.

Usai puas, tak lama pemuda berumur 21 tahun tersebut mengulas senyum khas.

"Hwehehe, rambut oke. Baju oke. Postur oke, wajah... emmm― lumayanlah."

Dengan tekat membulat dan bara api semangat,

"YOSH, sepertinya ini hari keberuntunganku!"

.

~oOo~

.

Musim dingin,

24 Desember,

.

"Bwaahh, kalian tau siapa gadis yang memanggilku kemarin?"

Lelaki berhelai merah, seorang arctophile yang duduk dekat jendela nampak mengabaikan ucapan si kuning sebahu dengan bagian atas terikat itu.

Tak hanya dia, seorang lagi pria tampan bersurai raven pula memilih menyibukkan diri dengan membaca buku ketimbang harus menanggapi ocehan lelaki yang terkenal cerewet tersebut.

Seperti biasa, bila tak ada pekerjaan, semua butler yang menganggur akan berkumpul di markas. Entah sekadar duduk-duduk, atau hanya menunggu tugas dari atasan, yang jelas mereka tidak pernah cek-cok apalagi berebut pelanggan.

Ikemen Paradise merupakan situs web, di mana ia menawarkan jasa untuk menemani kencan, jalan-jalan, atau sekadar teman curhat. Hampir sama seperti host sebenarnya, tugas mereka memberi kebahagian dan menghapus mendung di hati pelanggan pada hari itu juga.

Ikemen Paradise sendiri bukanlah situs prostitusi terselubung yang mempekerjakan lelaki tampan sebagai butlernya. Tugas mereka hanya sebatas memperbaiki hati― tak lebih, apalagi sampai pada urusan ranjang, itu tidak akan!

Intinya,

Ikemen Paradise adalah surga bagi wanita pendamba kebahagiaan.

"Oi, kalian mendengarkanku tidak?!"

Hari ini yang berada di tempat hanya 4 orang dari 10 butler. Mereka adalah Sasori, Shisui, Yahiko dan si cerewet 'Deidara'.

"Hmp.. hmpp.." Sishui nampak mengangguk mengiyakan. Namun iris oniksnya justru tampak kontra dengan tetap fokus pada buku yang ia pegang.

"Oi!"

Berbeda dari Shisui dan Sasori, Yahiko justru terlihat bersemangat menanggapi lontaran Deidara. Entah pura-pura atau memang sungguhan, yang jelas raut pemuda bersurai kemuning senja itu berubah sumringah.

"Katakan padaku, siapa? siapa? apa dia orang terkenal? seorang idol? aktris? apa dia cantik dan sexy? apa dia terpikat padamu?"

"Hohoho, ada yang tertarik juga rupanya," Deidara membatin mengelus ujung dagunya.

"Bagaimana? cepat katakan,"

Pura-pura menjeda agar si Yahiko makin penasaran, "Itu―"

Yahiko mendekatkan telinga, "Ya ?"

"Dia..."

"Ya? ya?"

"Dia itu―"

Kali ini pancingan Deidara berhasil menarik Sasori dan Shisui turut melirik ke arahnya.

Huh, dasar accismus.

Dalam hati, pemuda beriris biru azure itu terkikik.

"Kalian tau― DIA SANGAT GEMUK! Sialan Kakashi. Menyuruhku menemani wanita dengan berat nyaris 2 kwintal. Bisa mati aku bila dia ngamuk lalu menindih tubuhku dengan paha betonnya."

Puffft...

"Bwahahaha..."

Tak satupun di antara mereka yang tidak tertawa, (tentu, kecuali Deidara).

"Bwah, kau apes sekali!"

Mau bagaimana, jika Kakashi selaku owner telah memberi pekerjaan, artinya dengan ikhlas mereka harus melakukan tanpa berkomentar. (Satu hal pasti dalam Ikemen Paradise, para butler tidak boleh pilih-pilih kala menentukan pelanggan).

Yahiko memegangi perutnya yang nyaris kaku menahan tawa, "Bw..bwahahaha, aku tak dapat membayangkan bagaimana ekspresimu ketika pertama kali kau melihat gadis itu. Seketika kau pasti syok dan bingung harus berbuat ap―"

Clek,

Kata-kata Yahiko terputus, seseorang baru saja memutar gagang pintu dari luar.

Tanpa dikomando― Sasori, Deidara dan Sishui lantas bersamaan menatap sumber suara.

"Siapa?"

Seorang laki-laki dengan surai putihnya yang khas, serta netra kiri ditutupi pirate eye patc― mendekat.

"Ka..Kakashi-san?"

"Bos?"

Pria tampan berkemeja putih dengan pita kupu-kupu merah tersebut langsung menyerahkan selembar kertas pada Yahiko.

"Tugas baru,"

"Eh?"

"Kau senggang kan?"

Dan bersamaan,

"Selamat siang―"

Naruto datang. Sedikit terkejut, ia mendapati beberapa butler berkumpul, terlebih sang bos (Kakashi Hatake) ikut berada di sana.

"A..ada apa?"

Kakashi berbalik― kemudian menyerahkan data pelanggan yang ia berikan pada Yahiko tadi kepada Naruto.

"Tugas baru,"

"EEEEH?"

"Kau senggang kan?"

Naruto lantas membaca kertas yang ternyata berisi biodata tersebut,

"Hyuga Hinata, 20 tahun. Status; mahasiswa. Tinggal di Kanto apartemen, masalah; korban netorare―".

.

.

.

TBC