Semak yang kelewat tebal disibak dengan kekuatan berlebih. "Kalau bukan karena kesalahan bodohmu, kita tidak akan terjebak di tempat begini."

Rambut hitam dikibaskan dengan sengaja di depan wajah rekannya–walaupun lebih tepat disebut rekan di waktu kepepet–dan malah balas menyalahkan. "Kalau aku tidak harus jadi satu kelompok denganmu, setidaknya aku akan tersesat dengan bahagia."

Mana ada tersesat tapi bahagia. Komaeda mencak-mencak, tapi hanya dalam hati. Fokusnya dikembalikan ke tujuan utama: bebas dari Hazama Kirara.

Komaeda bukan orang yang percaya horoskop, tentu saja. Dia percaya dengan segala sesuatu yang logis dan masuk di akal. Walaupun begitu, ada satu hal yang ia yakini–Dewi Fortuna saat ini sedang malas berada di pihaknya. Sedang mencoba menggoda kesabarannya.

Mungkin saat ini dia sedang bersandar malas di singgasana, dengan gelas anggur di tangan kanan. Mungkin dia sedang menertawakan kombinasi yang sengaja ia ciptakan–entahlah.

"Bawa kompas?" datar dan lelah, suaranya memecah sunyi. Dua pasang kaki menginjak tanah secara berirama, menyibak rumput tinggi yang tersebar di mana-mana.

Pertanyaannya dihadiahi dengus yang sama sekali tidak elegan dari si partner. "Apa-apaan itu, memangnya kau orang jaman peradaban?"–ditanya baik-baik malah dicibir–"pakai yang lebih modern dong, bukannya ada GPS?"

Manik hijau gading melirik, separuh meremehkan. "Coba saja."

Ponsel cerdas dikeluarkan dari sela saku, diaktifkan. Komaeda melirik dari sudut mata ketika Hazama menyibukkan diri mencari akses untuk mengaktifkan fitur GPS-nya.


Access denied. We're unable to find connection.


Komaeda berusaha untuk tidak tertawa. Tetap diam seperti biasa, walaupun sorot matanya kentara menyiratkan 'tuh, apa kubilang'.

Seolah tidak peduli, ponsel kembali dimatikan, diselipkan lagi ke saku. Hazama balik menatapnya sambil bersilang tangan.

"Oke, pintar. Sekarang kita coba keluar dari sini dengan caramu."

Begitukah caramu bicara dengan senior? Komaeda menjerit nelangsa dalam hati.

.

L.O.S.T

Assassination Classrom x Danganronpa crossover

[KomaZama]

University!AU

Mengandung humor segaring nasi kering dan sepahit obat gerus. Arus yang serancu angka matematika dan karakter yang kemungkinan besar OOC. :")

Dedicated to Esile the Raven untuk permintaannya yang agak nggak biasa.

.

Kenalkan, Komaeda Nagito, 21 tahun, tingkat 3 jurusan sastra Jepang. Tinggal satu tahun tersisa sebelum harus dijejali dengan pergelutan skripsi. Ganteng, tapi feromonnya belum cukup kuat untuk bisa menarik puluhan cewek melirik. Tidak terlalu suka bergaul, tapi bukan antisosial.

Walaupun begitu, dia paling membenci segala sesuatu yang dilakukan tanpa rencana dini.

Seperti saat itu.

Ketika dia seharusnya mempersiapkan diri untuk menyusun tesis, bencana itu dimulai.

Komaeda sendiri tidak tahu harus mengutuk siapa. Apakah dia harus menyalahkan musim panas yang seolah sengaja memancing orang-orang kurang kerjaan? Ataukah dia harus merutuki ketua persatuan pelajar yang dengan agresifnya menyeret Komaeda untuk ikut hiking?

Atau dia harus memaki diri karena rela menyerahkan diri menjadi korban ekspedisi (yang kedengarannya tidak jauh berbeda dari korban eksekusi), dan bersedia dipasangkan dengan wanita separuh mistis–Hazama Kirara, juga karena terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri sampai berujung tersesat?

Apapun alasannya, saat ini Komaeda bisa mengalami realisasi mimpi buruk untuk yang pertama kalinya.

.

.

Rambut putihnya harus menjadi korban karena diacak-acak untuk yang kesekian kalinya di menit yang sama. Ditantang oleh sorang junior bukan hal yang menyenangkan.

"Ck, kenapa harus pakai tersesat segala sih," Hazama menginjak ranting dengan sengaja, membuat obyek malang itu patah jadi dua. "Hei, senior-rambut-putih, aku menunggu jawabanmu."

Julukan itu otomatis membuat Komaeda menoleh dengan alis bertaut. "Apa?"

"Senior-rambut-putih." Hazama mengedikkan bahu, jarinya diarahkan ke rambut Komaeda. "Aku tidak tahu namamu, jadinya kupanggil begitu saja."

"Bukannya ketua kelompok sudah menyebut namaku saat perkenalan?" ia mendecih samar. "Namaku Komaeda Nagito."

Hazama menaikkan satu alis, namun tidak tampak peduli. Memilih untuk terus berjalan ketimbang diam di tempat dan membuang waktu meminta maaf. "Oh, mungkin aku sedang tidak mendengarkan saat itu."

Komaeda merasa perlu mencatat di otaknya–Hazama Kirara: junior, tapi seenaknya. Perlu disikapi kalau mau benar-benar didengarkan.

Oh, dia mengenal Hazama, tentu saja–memangnya siapa yang tidak mengenal sosok yang terkenal mistis di universitas? Katanya sih jebolan SMA terkenal, tapi tampangnya seperti produk terobosan penjara.

Sang junior melirik malas ke arahnya, menyiratkan 'aku masih menunggu dengan sabar–tapi tidak terlalu sabar'.

"Oh, benar," tas ransel diputar menggantung di depan perut, dibuka dan diaduk-aduk. "Seharusnya aku punya kompas. Kalau tidak salah kumasukkan ke dalam tas…"

"Seharusnya," Hazama memutar bola mata. "Memangnya kau bisa baca kompas?"

Dikiranya Komaeda cuma anak culun yang kerjaannya baca buku.

Masih menggali-gali isi tas, Komaeda menyahut, "Tentu saja bisa–" suaranya teredam tas. "–tapi seharusnya aku bawa kompas. Di mana…"

Komaeda bisa mendengar Hazama menguap di sebelahnya. Oh sial–di mana sih kompasnya? Jangan-jangan

Ia mengerang samar.

Sial.

Entah polos atau apa, kompas yang seharusnya bisa menjadi piranti penyelamat mereka saat ini dipinjamkan begitu saja ke anggota yang lain–tanpa mengantisipasi kemungkinan terburuknya. Komaeda benar-benar lupa kalau kemampuan navigasinya sama baiknya dengan kelelawar bisu.

"Jadi?" Hazama mengentakkan ujung sepatunya dengan tidak sabar. "Apakah kita bisa keluar dari sini, Komaeda-sama?"

Apa-apaan sufiks itu. Komaeda menggumam. "Panggil 'Komaeda-san' saja."

Hazama merunduk menghindari ranting yang tingginya hanya seleher, diikuti dengan Komaeda. "Aku kurang suka panggilan basa-basi begitu." Ia menyeringai samar. "Apalagi karena kita berdua harus terjebak di sini berduaan."

Komaeda mau tidak mau terpaksa menyetujui. Kalau mau mencari jalan keluar, satu-satunya cara adalah bekerjasama. Percuma kalau sepanjang jalan cuma berdebat.

"Baiklah… Hazama."

.

TBC

.

Catatan:
Komaeda di sini saya masukkan ke jurusan sastra. Nanti akan ada pengembangan kenapa saya mengorbankan si Kokom ke sana~

a/n

ini cicilan pertama untuk request dari Esile. :3 maafkan saya karena chapter pertama ini sangat, sangat pendek, dan feel-nya mungkin belum ketemu. Maafkan saya yang masih sangat mentah di pair ini. :")

Anyway, saya tunggu review dan masukan dari pembaca. Semoga chapter berikutnya lebih memuaskan.

Xoxo,
Ayame