Exchange Life
DISCLAIMER : Masashi K. I do not own Naruto
WARNING : AU, OOC (?), Typo(s), GAJE, ABAL, No EYD, etc.
.
.
.
.
.
Just enjoy the story ^.^
If You Don't Like? Don't Read.
.
.
.
.
.
.
.
.
Chapter 1
Seorang wanita berusia lebih dari setengah abad itu tak bisa lagi menahan air matanya, ketika ia tahu bahwa cucu kesayangannya akan pergi jauh darinya. Sebenarnya bukan benar-benar pergi, hanya saja Sang ibu menyuruhnya kembali ke tanah air mereka bukan berniat jahat memisahkan nenek dengan cucunya tetapi ada hal penting yang harus dilakukan terkait putra yang lainnya.
"Ibu, mau sampai kapan terus menangis?"
Nenek berdarah Uchiha itu mentap tajam Sang penanya yang tak lain adalah putrinya sendiri – Uchiha Mikoto. Sejak berusia 10 tahun cucu sulungnya memang tinggal di Amerika bersamanya, karena itulah berat rasanya melepas cucu tersayangnya itu.
"Sampai kau membatalkan niatmu memisahkanku dari cucuku, Mikoto!" sahutnya tajam.
Mikoto mendesah. Sekarang ia tahu darimana sifat keras kepalaya yang terkadang muncul itu berasal. "Aku tidak berniat memisahkan ibu dengan Itachi. Tapi ibu tahu sendiri kan alasanku mengirim Itachi kembali ke Jepang?"
"Kenapa bukan kau saja ibunya yang kembali ke Jepang? Kenapa harus cucuku?" Miroku masih bersikeras.
Mikoto hanya menghela napas pendek, lalu melirik ke kiri ke arah suaminya yang juga memasang wajah penuh bersalah karena sudah membuat ibu mertuanya menangis. Mikoto menyikut pelan rusuk suaminya, memberikan kode agar suaminya juga ikut membantunya membujuk nenek Itachi.
"A..Eh…begini Ibu. Ini hanya sementara waktu saja. Hanya satu tahun saja, sampai Sasuke lulus sekolah dan bahkan ibu bisa bersama dengan dua cucu ibu sekaligus nantinya. Aku tidak bisa mengerjakan segalanya tanpa istriku di sini ibu." Terang Fugaku panjang lebar yang ternyata berefek pada Sang mertua – Miroku. Ia menundukkan wajahnya sesaat sebelum kembali menatap Fugaku.
"Hanya satu tahun tidak lebih. Aku tidak peduli jika Sasuke masih saja bermasalah, yang aku tahu cucuku Itachi harus kembali ke sini satu tahun lagi." Tukasnya.
Perlahan tapi pasti wajah sepasang suami istri Uchiha itu terlihat lega. Akhirnya setelah menghabiskan beberapa jam berdebat masalah kepindahan Itachi ke Jepang menemui titik terangnya. Meski keduanya tahu raut ketidakrelaan masih terlihat jelas di kedua mata Miroku. Tapi apa boleh buat? Jika bukan karena putra bungsu mereka, Mikoto dan Fugaku tidak akan mengirim Itachi ke Jepang.
Kejadian ini bermula ketika 3 hari yang lalu saat Mikoto menerima e-mail dari kepala sekolah Sasuke, yang menyatakan bahwa Sasuke resmi mendapat Surat Peringatan (SP) 4. Itu artinya, jika Sasuke kembali membuat onar di tahun terakhirnya di Konoha High School (KHS), kepala sekolah tersebut tidak akan segan-segan mendepaknya meski Sasuke cucu salah satu donator di sekolah, belum lagi nama Sasuke akan sulit diterima di sekolah negeri manapun di Jepang jika sudah mendapat 'kartu merah' itu.
Itulah alasan terkuat Mikoto bersikeras mengirim Itachi – kakak Sasuke untuk kembali ke Jepang mengawasinya di tahun terakhir sekolahnya. Meski berasal dari orang tua yang sama, kepribadian Itachi dan Sasuke berbeda jauh. Itachi terkenal jenius, rajin, penurut, sopan dan ramah. Meski ia terkesan irit bicara, tapi ia tidak cuek dengan lingkungannya. Karena itulah neneknya tidak rela jika Mikoto mengirim Itachi ke Jepang.
Miroku terus memandang ke arah kamar Itachi yang pintunya tidak tertutup sempurna, memperlihatkan Itachi tengah mengemasi barangnya. Dan air matanya kembali turun, ia merasakan sesak di dadanya. Ia masih tidak rela. Ia sangat menyayangi cucu sulungnya itu.
Mendengar suara isak tangis pelan, mau tak mau membuat Itachi menoleh ke arah pintu. "Nenek?" bukannya berhenti menangis Miroku malah mengeraskan tangisannya. Itachi yang terperangah langsung lari dan memeluk erat neneknya itu. "Nek, aku berjanji akan kembali setelah semuanya selesai." Kata Itachi tanpa menghentikan elusan pada punggung rapuh itu.
"Ini semua salah Sasuke! Dasar anak merepotkan!" keluh Miroku dengan suara teredam dipelukan Itachi.
Itachi masih bisa mendengar celetukan itu dan hanya menghela napas panjang. Sudah ia duga, Sang nenek pasti kembali menyalahkan Sasuke atas segala tindakannya. Menurut Itachi hal itu tak sepenuhnya benar, karena ia tahu Sasuke melakukan ini karena merindukan keluarganya. Ayah, ibu dan kakaknya tinggal jauh darinya, dan itu membuatnya kesepian. Meski Sasuke sebenarnya tidak benar-benar tinggal sendiri di sana. Ia tinggal bersama Sang kakek dari pihak ayah – Uchiha Madara.
Madara tahu soal Sasuke yang sering membuat onar, tapi menurutnya itu hal biasa terjadi pada remaja laki-laki. Hal inilah yang tidak Itachi sukai dari kakeknya itu, terlalu menyepelekan suatu masalah. Ia terlalu memanjakan Sasuke sehingga berakibat buruk pada kelakuan saat ini.
"Nenek, jangan mulai lagi… Sasuke juga cucu nenek kan? Bagaimana bisa nenek membencinya?" tegur Itachi mengusap pelan bekas air mata di pipi Miroku.
Miroku membisu, onyx-nya tak berani menatap langsung Itachi.
"Kau harus sering-sering menghubungi nenek ya? Jangan lupakan nenek."
Itachi mengulas senyum. "Hn, tentu saja Nek."
.
.
.
.
Suara ketukan pintu yang cukup keras mengganggu tidur seorang remaja tampan yang tengah bergelung nyaman dengan selimut hangatnya. Belum lagi cahaya maentari yang memaksa masuk melalui celah gorden, menerpa wajah nyaris sempurnanya. Lengkaplah sudah pengganggu tidurnya.
Ia mengubah posisi tidurnya menjadi tengkurap, dan membenamkan kepalanya di bawah bantal. Tapi masih saja suara ketukan itu terdengar sampai ke telinganya.
"Bibi Chiyo, beri aku waktu sebentar lagi! Aku masih mengantuk!" teriak Sasuke jengkel.
Bukannya berhenti suara ketukan menjengkelkan itu semakin menjadi. Sasuke mengernyit heran, biasanya Bibi Chiyo – maid keluarga Uchiha – pasti akan menyahut sopan dan berhenti mengganggunya. Lalu ini siapa?
Sasuke menggeram kesal seraya menyingkap selimutnya lalu melemparnya ke sembarang arah. Dan berjalan ke arah pintu dengan wajah penuh amarah.
"BUKANKAH SUDAH KUBILANG...I-ta-chi?" kemarahan Sasuke terhenti ketika melihat orang yang ada di balik pintu tadi memasang senyum ramah yang menjadi khasnya. Melambaikan tangan menyapanya.
"Hai, Baka Ototou! Lama tak jumpa…" sapa Itachi ramah.
Tenggorokan Sasuke serasa tercekat, tetapi beberapa detik kemudian setelah menyadari sosok yang di depannya memang nyata, bukan ilusi belaka, Sasuke menutup pintu kamar sekeras mungkin tapi Itachi menahannya. Itachi sudah menduga hal ini pasti terjadi. Adik tersayangnya menolak kehadirannya.
"PERGI KAU DARI SINI! DI SINI BUKAN TEMPATMU!" Sasuke masih saja mendorong pintu.
Itachi masih mempertahankan senyumnya. "Aku juga merindukanmu ototou."
Pada akhirnya Itachi tetap berhasil masuk setelah Sasuke melangkah mundur, ia membelakangi Itachi yang masih setia menatapnya. Sulung Uchiha itu bisa merasakan kesedihan yang tengah dipikul Sasuke. Hidup tanpa ayah, ibu, dan kakaknya meski sebenarnya mereka masih hidup bukan hal mudah.
"Untuk apa kau di sini?" Sasuke membuka lemari dan mengambil pakaian seragam sekolahnya. "Pergilah setelah mengambil yang kau butuhkan."
Suara Sasuke tak lagi meninggi seperti tadi. Itachi menahan Sasuke yang akan masuk ke kamar mandi. "Bukankah sudah kubilang tadi? Aku merindukan adik kecilku."
Sasuke mendenguskan tawa. "Jangan bercanda, Itachi!" Sasuke menyentak tangan Itachi yang ada di bahunya.
"Maaf, baru sekarang aku kemari. Aku –"
"Kau kemari karena permintaan ibu bukan? Aku tahu kepala sekolah sialan itu mengirimkan SP ke e-mail ibu." Potong Sasuke cepat. Ia menatap nyalang Itachi.
"Tidak." Jawab Itachi tegas. "Aku kemari atas dasar keinginanku sendiri. Aku yang mengusulkan menggantikan ibu kemari. Aku ingin ibu tetap mendampingi pekerjaan ayah di sana."
Sasuke terdiam.
"Aku akan tinggal di sini, mengawasimu sampai kau lulus dengan baik." Tambahnya.
Sasuke mendengus. "Terserah kau saja! Aku tidak peduli apapun yang kau lakukan."
Setelah mengatakan itu Sasuke memaksa Itachi menyingkir dari hadapannya tapi Itachi bergeming.
"Ck, minggir!" bentak Sasuke.
"Tidak, sebelum kita bicarakan masalahmu." Sahut Itachi tak mau kalah.
"Aku tidak ada waktu untuk bicara denganmu Itachi! Aku akan terlambat ke sekolah." Balas Sasuke setengah berteriak. Ia sudah kehilangan kesabarannya.
Itachi melirik ke arah jam dinding, lalu menyingkir dari hadapan Sasuke. Membiarkannya bersiap ke sekolah.
.
.
.
.
Remaja pria berambut pirang jabrik itu menatap heran sahabat berambut chiken butt di sampingnya terlihat berbeda dari biasanya. Ia memang sudah biasa melihat wajah datar minim ekspresi itu, tapi tidak dengan wajah sendu bercampur amarah.
"Teme, kau ada masalah?" Tanya si Pirang – Uzumaki Naruto.
"Hn?" Sasuke mengangkat sebelah alisnya.
"Argh! Kau ini sudah beberapa hari lebih banyak tutup mulut. Benar kan Kiba?" Naruto melirik kiba.
"Yup." Kiba mengangguk. "apa karena sudah seminggu lebih kita tidak 'beraksi'?"
Sasuke menghela napas lelah. Ya, itu memang salah satu alasannya. Tapi ada alasan lain yang lebih menguatkan. Apa lagi kalau bukan keberadaan Itachi? Sudah seminggu ini Itachi mengawasi penuh Sasuke. Bahkan mengantar – jemput Sasuke ke sekolah, atau ke rumah sahabatnya sekali pun. Sasuke benar-benar merasa frustasi di awasi ketat seperti ini. Mengusir Itachi tidak ada gunanya, Madara – kakek kesayangannya – yang biasanya membelanya di depan kepala sekolah malah berbalik menyetujui Itachi agar mengawasinya. Entah mantra apa yang digunakan Itachi pada keluarganya?
"Itachi kembali ke Jepang." Jawab Sasuke setengah hati.
"Eh…maksudmu kak Itachi? Bukannya dia tinggal di Amerika ya? Kenapa kembali ke sini?" cerca Naruto penasaran.
"Apa lagi Naruto? Tentu saja mengawasi Sasuke agar tidak berbuat onar lagi. Apalagi ini di tahun terakhir kita di sekolah ini. Benar kan Sasuke?" Timpal Shikamaru yang tiba-tiba ikut menyahut. Padahal sedari tadi ia tidur menelungkupkan wajahnya diantara lipatan tangan. Dia tidak hanya jenius, tapi ternyata juga memiliki pendengaran tajam.
Sasuke mengangguk. "Bahkan Madara ikut terhipnotis pada ucapannya. Kuso!" Sasuke selalu membicarakan kakeknya sendiri tanpa mengindahkan kesopanan.
"Dia terus mencekokiku dengan buku pelajaran dan segudang latihan yang membuat kepalaku pecah!" Sasuke mencengkram surai kebanggaannya. Ia benar-benar frustasi.
Naruto dan Kiba tertawa keras sekali mendengarnya, sampai-sampai penghuni kantin menoleh ke arah mereka. Mereka menghentikan tawanya saat mendapat deathglare super mematikan dari Sasuke.
"A..aku tidak tahu jika kau be..begitu takut dengan Kak Itachi, Teme." Kata Naruto masih diselingi tawa. "Padahal usia kalian hanya beda 5 menit."
"Kenapa tidak kau usir saja dia? Minta dia jangan ikut campur dalam masalahmu." Tanya Kiba sebelum kembali menyesap milkshake-nya.
"Tadi kan sudah kubilang, kalau dia berhasil menghipnotis Madara yang biasanya menjadi 'malaikat pelindungku'. Bahkan kakek mafia itu ikut mengancamku akan mengirimku ke asrama." Sahut Sasuke kesal.
"Masalahmu benar-benar merepotkan ya Sasuke?" timpal Shikamaru prihatin. "Lalu apa yang akan kau lakukan setelah ini?"
Sasuke mengedikkan bahu. Suasana hening yang sempat menyelimuti mereka terganggu bel tanda berakhirnya jam istirahat.
.
.
.
.
"Cepat kerjakan Sasuke!"
Sasuke hanya menggeram kesal mendengar perintah saudara kembar beda lima menitnya itu. Baru beberapa minggu tinggal bersamanya, Sasuke sudah merasa seperti di penjara. Entah kapan penderitaannya ini berakhir?
"Kau pikir mudah mengerjakan semua ini?" keluh Sasuke.
Itachi mengangguk mantap. "Tentu. Aku sudah berkali-kali menerangkan materi ini padamu kan? Aku tahu kau itu cerdas Sasuke, hanya saja kau terlalu malas untuk menggunakan otakmu itu."
Sasuke makin merengut. Dan kembali mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan Itachi tanpa memprotes lagi. Melihat itu membuat Itachi menyeringai senang.
"Aku mau mandi dulu. Selesai mandi kau sudah harus menyelesaikan minimal 10 soal." Pinta Itachi mengambil beberapa pakaian dilemari.
Sasuke tak menggubris, dan masih terus terpaku pada pekerjaannya. Sedikit banyak ini memang salahnya karena sering membuat masalah sampai-sampai nyaris dikeluarkan dari sekolah. Bolos, perkelahian, kabur saat ada ujian, dan masih banyak pelanggaran yang ia lakukan.
Ia hanya merasa keluarganya tak adil padanya. Itachi dipenuhi dengan limpahan kasih sayang sedangkan dirinya tidak. Bahkan ayah dan ibunya tega meninggalkannya di sini dengan kakeknya saja. Madara memang selalu menuruti apapun permintaannya, tapi minim memberikan perhatian. Madara hanya berpikir jika yang Sasuke butuhkan hanya sebatas materi bukan eksistensi.
TING TONG
Sasuke mendecak kesal mendengar bunyi bel berkali-kali. Biasanya Bibi Chiyo akan membukakannya tapi Sasuke tahu Bibi Chiyo pada jam segini pasti pergi ke Supermarket untuk berbelanja. Akhirnya ia terpaksa membukakan pintu.
CKLEK
Melihat sosok yang ada di pintu itu membuat Sasuke terpaku. Mata hijau cerah yang meneduhkan, warna rambut yang senada dengan musim semi sebahu tergerai indah, dan yang pasti senyuman manis itu menambah kecantikannya. Di sekolahnya banyak gadis cantik yang mengejarnya tapi tak ada yang seperti gadis di depannya. Lalu siapa gadis ini?
Ini pertama kalinya jantung Sasuke berpacu lebih cepat.
"Ah…syukurlah aku tidak salah rumah. Ternyata benar jika kau tinggal di sini, Itachi…" sapanya lembut.
Sasuke menyeringai karena gadis cantik di depannya ini mengira dirinya adalah Itachi. Memang tak bisa disangkal lagi, jika dirinya memang saudara kembar Itachi. Mereka kembar siam, yang membedakan hanya model rambut mereka saja. Dan Sasuke baru menyadari jika gadis ini teman sekolah Itachi dilihat dari seragam yang dikenakannya. Mereka berdua memang bersekolah di tempat yang berbeda.
"Hn, kau benar ini rumahku. Silahkan masuk." Sasuke menyilahkan
Ia menggeleng. "Ah…tidak terima kasih. Mungkin lain kali aku mampir. Aku harus segera ke perpustakaan kota. Aku kemari hanya mengembalikan ini. Terima kasih banyak ya… buku itu sangat membantu."
"Hn, sama-sama." Sasuke menerima buku yang diberikan. "Namamu siapa?"
"Eh…kau lupa namaku? Padahal kita sudah saling mengenal." Tanya gadis musim semi itu heran.
Sasuke terperangah. Ia lupa bahwa gadis di depannya mengenalnya sebagai Itachi. "Eh..mak..maksudku aku…hanya bercanda."
Ia tertawa kecil. "Bercandamu benar-benar buruk ya Itachi? Kau memang unggul dalam pelajaran tapi tidak dengan candaan. Tapi tak apa, akan kujawab 'candaan lucumu' itu. Namaku Haruno Sakura."
Sejak pertemuan dengan gadis pujaannya beberapa menit lalu Sasuke mendadak bersemangat mengerjakan soal yang diberikan Itachi bahkan ia berhasil menyelesaikan 20 soal sekaligus.
"Tadi kudengar bel rumah berbunyi. Siapa tamunya?" Tanya Itachi sambil mengeringkan rambutnya yang setengah basah.
Sasuke berjalan mendekat, menyerahkan sebuah buku yang tadi diberikan Sakura.
"Buku ini?" Itachi menatap Sasuke, "Apa Sakura kemari tadi?" Itachi yakin Sakura pasti mengira Sasuke adalah dirinya. Jika Sasuke tidak menceritakan bahwa mereka berdua kembar.
Sasuke mengangguk. "Hn. Apa dia pacarmu?"
Itachi meletakkan handuknya, lalu menjawab "Bukan. Kenapa?" mata Itachi menyipit menangkap seringai lebar Sasuke.
"Kenalkan aku dengannya." Titah Sasuke mutlak.
"Tidak!" jawab Itachi tak kalah tegas membuat Sasuke sweatdropped.
"Kenapa? Kau bilang dia bukan pacarmu? Apa kau menyukainya?" cerca Sasuke tak terima dengan keputusan Itachi.
"Aku ke sini untuk mengawasimu belajar, bukan membiarkanmu pacaran."
"Aku janji akan rajin belajar." Sasuke memperlihatkan soal latihan yang Itachi berikan padanya. "Lihat, aku bahkan mengerjakan 20 soal."
"Kubilang tidak ya tidak." Itachi masih bersikeras.
Sasuke membanting soal latihan itu di depan Itachi. "Baik. Besok kau akan menerima surat drop out dari sekolahku!"
Itachi terperangah mendengarnya. Jika Sasuke kembali membuat masalah itu artinya usahanya selama berminggu-minggu akan sia-sia. Selama ini meski terus menggerutu Sasuke selalu melakukan apa yang disuruh. Sebenarnya Itachi tak tega jika sampai orang tuanya mendengar hal ini, mereka akan benar-benar memasukkan Sasuke ke asrama super ketat.
"Oke!" Sasuke menghentikan langkahnya kembali ke kamarnya, menoleh ke arah Itachi dengan pandangan berharap, "Aku akan membiarkanmu mengenalnya dengan satu syarat. Kau harus – "
"Aku akan menuruti ribuan syaratmu, Kak. Asal kau membiarkanku mendekatinya." Potong Sasuke dengan mata berbinar.
Itachi hanya bisa menggeleng, bahkan dia tadi mau memanggilnya 'kakak'. "Lalu bagaimana caranya kau berkenalan dengannya? Kita kan beda sekolah."
Sasuke kembali menyeringai. "Aku menjadi dirimu. Dan kau menjadi diriku."
"APA?!"
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
A/n:
Disini Itachi kembar sama Sasuke. Wajah Itachi tanpa dua garis di dekat hidungnya.
Ini nggak multichapter. Two Shoot aja soalnya harus nyelesain fic yang lain juga.
Boleh yang mau review….. Trims :D