Chapter 13 : Di Perjalanan Pulang.

365 After Marriage

Cast:

Lu Han, Se Hun

Romance, a little bit humor and drama.

This is Genderswitch.

.

.

.

Sejak dulu sampai sekarang, Sehun selalu senang jika jarum panjang telah menunjukkan angka dua belas sementara jarum pendeknya mengarah tepat di atas angka lima. Itu tandanya jam kerjanya berakhir dan ia bisa segera pulang ke rumah, bertemu Luhan, bermanja-manja dengan si cantik dan tentu saja menyapa jagoan kecil mereka –ya walau hanya lewat tendangan sih. Itu sebabnya Sehun selalu bersemangat pada saat-saat seperti ini, membayangkan bagaimana harinya akan berakhir menyenangkan dan penuh suka cita membuat Sehun terkadang tidak sadar kalau ia sudah tersenyum sendiri sejak keluar dari ruangan sampai menuju parkiran.

Tiba-tiba saja senyum Sehun luntur begitu ia melewati halte yang tak jauh dari kantornya. Matanya menangkap seorang pria yang hanya terpaut satu tahun di bawahnya sedang menunggu bus untuk mengantarkan pria itu kembali ke tempat tinggalnya. Sebenarnya sifat cemburu Sehun sudah mulai berkurang –atau lebih tepatnya sudah mampu ia kendalikan semenjak kehamilan Luhan memasuki bulan ke empat. Luhan yang menjadi tambah manja dan suka memujinya tiba-tiba membuat Sehun yakin tidak ada pria yang lebih tampan darinya mampu menggoda istrinya tersebut. Luhan juga sudah mulai vakum dari dunia keartisannya sejak dinyatakan hamil jadi saingannya berkurang. Tapi sekarang semenjak mereka memutuskan untuk pindah ke rumah kecil bukan lagi tinggal di apartemen seperti dulu, saingan Sehun berubah jadi seorang gadis. Sehun jadi jarang mendapati Luhan menyambutnya manja di depan pintu. Sudah beberapa waktu belakangan Sehun sering menemukan istrinya yang cantik dan mungil dengan perut menggemaskan itu sedang asik bercengkrama dengan tetangga mereka di halaman rumah tetangganya tersebut. Terkadang Sehun juga mendapati Luhan sedang tertawa riang di dapur bersama atau malah duduk-duduk santai di taman yang tak jauh dari tempat tinggal mereka.

Nah pria yang sedang menunggu bus itu adalah pasangan dari gadis yang sekarang senang sekali menghabiskan waktunya bersama Luhan. Mereka berdua sebenarnya adalah pasangan suami istri yang menikah sangat muda, bahkan lebih muda dari ia dan Luhan –lihat saja kalau Sehun tidak salah ingat si suami yang Sehun akui cukup tampan itu hanya beda satu tahun dengannya sementara sang istri berbeda dua tahun di bawahnya tapi mereka sudah menikah satu tahun lebih awal dari ia dan Luhan. Waktu awal-awal Sehun dan Luhan berkenalan dengan Taeyong dan Ten –pasangan tetangga tersebut, ia dan Luhan sebenarnya biasa saja, ia bahkan mengira akan menjadi saingan dengan Taeyong karena berpikir pria itu akan menggoda Luhan tapi setelah mendengar penuturan Taeyong yang mengatakan jika ia dan Ten adalah pasangan suami istri, Sehun jadi lega sendiri.

Setelah itu Luhan jadi senang sekali mengajak Ten bermain, entah itu hanya sekedar duduk-duduk cantik di depan rumah sambil mengawasi vivi dan rubi –anjing milik Taeyong bermain di halaman sambil mengejar Loui si kucing, menemani Ten berkebun atau duduk di taman dekat rumah. Pokoknya tidak ada hari tanpa bermain ke rumah tetangga. Sehun sih awalnya biasa saja, tapi setelah mendapati setiap pulang dari bermain bersama Ten, istrinya tersebut akan menjadi wanita yang mellow, Sehun jadi sangsi sendiri. Pernah suatu ketika saat ia baru kembali dari kantor, Sehun mendapati Luhan sedang menangis di kamar mereka sambil memeluk perutnya. Sehun yang panik hampir menelpon ayahnya langsung duduk lemas bersimpuh di depan Luhan saat istrinya bilang kalau ia sedih melihat Ten yang belum bisa hamil padahal rajin di gempur Taeyong. Sehun tadinya mau acuh tapi melihat bagaimana Luhan menangis sampai tersedu-sedu ia jadi mengurungkan niatnya dan berbalik memeluk Luhan sambil menenangkan istrinya tersebut.

"hiks..Hiks.. Sehuunn huuhuu." Luhan memeluk Sehun erat sambil menyembunyikan wajahnya di dada Sehun, sementara suaminya sibuk mengelusi rambut panjang dan punggungnya agar tenang.

"Sayang,"

"Kasian tahu! Taeyong jahat, mesum sepertimu!" Kalau sudah begitu Sehun bisa apa kalau tidak memeluk Luhan sambil menciumi pucuk kepalanya dan bergumam 'Aku mencintaimu sayang'.

Itu masih mending daripada Luhan yang tiba-tiba menangis karena iri melihat hidung Ten yang sangat mancung, jarinya yang lentik jadi sangat cantik jika dihias dengan pewarna kuku atau bahkan menangis karena Ten sangat mungil –padahal bagi Sehun, Luhan itu adalah wanita termungil yang pernah ada. Entah apa lagi yang akan terjadi sore ini karena menurut pesan terakhir yang Luhan kirimkan, istri cantiknya itu sedang mengajari Ten memasak. Kembali pada suami tampan Luhan yang masih asik menyetir pelan di dekat halte, terbesit dalam benak Sehun untuk membiarkan Taeyong pulang dengan bus saja, namun entah apa yang masuk ke dalam tubuhnya sampai-sampai ia memilih untuk berhenti di seberang halte, turun dari mobilnya dan berlari kecil untuk menghampiri Taeyong.

Sehun sudah kerasukan jin sepertinya.

Sehun tidak banyak bicara bukan karena sombong, tapi ia takut salah ucap. Sehun kan pemalu dengan orang baru, apalagi kalau tampan tidak karuan. Terkadang dalam pikiran randomnya, Sehun suka berpikir kalau tetangganya bukan manusia nyata. Berdiri di depan Taeyong yang lantas membuat pria itu tersenyum lebar menyapanya.

"Hyung! Sedang apa di sini?" tanya Taeyong sambil mengamati Sehun yang sedang gugup di hadapannya. Pria itu, pria yang menjadi pasangan hidup idolanya dan Ten sedang berdiri di depannya dengan jari-jarinya yang saling meremas satu sama lain. Ia paham, walau rupa Sehun terlihat seperti pria sombong atau angkuh, ia sebenarnya hanya laki-laki polos yang pemalu dan lemah lembut. Ia begitu perasa juga penyayang. Semua dapat terlihat dari bagaimana Sehun memperlakukan Luhan dan vivi dengan sangat lembut. Jadi, tidak ada salahnya jika ia duluan yang membuka suara sebelum Sehun.

"Ayo pulang bersama." Taeyong hanya tersenyum lebar sambil mengangguk memenuhi permintaan Sehun. Ia bahkan menawarkan diri untuk menyetir yang hanya di jawab dengan anggukan oleh Sehun.

Bagi Sehun ini adalah hari tercanggung yang pernah ia lalui sepanjang hidupnya. Atmosfir mobil yang biasanya ramai dengan suara Luhan, sekarang lebih mirip taman makam pahlawan, sunyi senyap. Penyiar radio saja seperti tidak berguna, sama sekali tidak mengubah suasana menjadi lebih berwarna, atau setidaknya membangkitkan hasrat salah satu darinya dan Taeyong untuk membuka bahan obrolan.

Beda Sehun, beda Taeyong.

Pria itu malah senyum-senyum sendiri saat bisa duduk satu mobil dengan Sehun. Diam-diam Taeyong menyimpan rasa kagum atas Sehun, kadang sering terbesit di dalam benaknya mengapa bisa ada manusia seperti Sehun. Sudah tampan, kaya, cerdas, beruntung lagi bisa menikahi Luhan. Begini, bukannya Taeyong tidak bersyukur dengan hidupnya, tapi melihat perjalanan cinta Sehun-Luhan seperti membaca dongeng saja. Hubungan keduanya begitu manis dan penuh kejutan, setelah menjadi kekasih dan menikah, sekarang mereka berdua tengah dalam euforia kebahagiaan karena akan segera menjadi sepasang orang tua.

Anak.

Topik yang sangat sensitif baginya, juga Ten. Tapi mungkin ini menjadi satu-satunya topik yang bisa mencairkan suasana kaku antara ia dan Sehun.

Berdehem untuk mendapatkan perhatian Sehun, Taeyong memulai aksinya.

"Hyung, selamat ya akan jadi ayah." Sehun sih kaget tapi mendengar kata –ayah ia malah tersenyum lebar sekali.

"Oh, terima kasih." Kemudian diam lagi. Kalau Taeyong sedang sibuk memikirkan bagaimana melanjutkan topiknya, kalau Sehun sedang mencoba mengingat-ingat seluruh cerita yang Luhan pernah ceritakan mengenai Ten. Pokoknya ada hal yang membuat Sehun penasaran tapi apa ya, mengapa hal itu tiba-tiba hilang dari otaknya.

Saat sedang asik-asiknya mengingat, Sehun mendengar Taeyong bertanya lagi padanya, "Hyung, bagaimana rasanya saat tahu Luhan noona hamil?"

Hamil?

AH! Ingat! Sehun ingat sekarang apa yang menjadi topik curhatan Luhan setiap selesai pulang bermain. Ten dan kehamilan bukanlah sesuatu yang bisa disatukan. Ini dia yang mau Sehun tanyakan.

"Rasanya, menyenangkan. Menggembirakan, membahagiakan. Seluruh rasa bahagia." Sehun bisa melihat Taeyong memang tersenyum tapi tidak dengan hatinya. Wajah itu tidak menampilkan senyum bahagia namun sebaliknya. Berterimakasihlah pada tingkat kepekaannya yang lebih tinggi dari orang sekitar.

Mencoba menyuarakan pemikirannya, Sehun memulai obrolannya.

"Coba saja dengan Ten." Lagi, Sehun bisa mendengar Taeyong yang tertawa tapi terasa hambar.

"Sudah, tapi sepertinya memang tidak bisa." Kan, kan. Kalau sudah begini rasanya Sehun mau memukul bibirnya yang lancang bicara tapi sebelum ia sempat memukul bibirnya, tiba-tiba saja Taeyong bersuara lagi malah ingin membuatnya membenturkan kepala ke dashbor mobil.

"Ten tidak bisa hamil, ada sesuatu di rahimnya yang membuat kami belum diberikan anak." Sehun diam-diam salut dengan pemuda di sampingnya ini. Ia masih bisa tersenyum, berceloteh mengomentari lampu merah yang lama, bercerita akan menjodohkan anjingnya dengan vivi –dimana tidak akan mungkin karena vivi dan ruby sama-sama jantan. Kalau Sehun berada di posisi Taeyong, ia pasti akan memeluk Luhan seharian, menangis mengapa Luhan diberikan cobaan seperti itu, merasa gagal menjaga Luhan dan beragam drama lainnya.

Sehun kan cinta sehidup semati seakhirat dengan Luhan.

Mobil mereka berbelok dan kemudian berjalan lurus lagi. Keadaan di mobil masih sunyi hanya Taeyong yang sibuk berbicara sementara Sehun masih sibuk dengan pikirannya sendiri sampai suara pemuda itu mengembalikannya, "Hyung, jangan sedih. Aku dan Ten tidak apa-apa kok, bahkan Ten ikutan tak sabar menantikan kelahiran bayi kalian."

"Maaf ya." Sehun dapat melihat bagaimana Taeyong tertawa sambil memukul lengannya ringan. Anak ini penuh energi positif.

"Tidak masalah. Aku yang terima kasih karena keluarga mu mau menerima kami." Sehun mengerutkan dahinya tak mengerti. Memangnya ada kalangan manusia yang menolak pasangan penuh keceriaan seperti tetangganya ini? Bercanda saja hidup mereka.

"Dulu di tempat pertama kali berdua tinggal, ada saja ibu-ibu kompleks yang menanyakan kapan kami punya anak. Lalu setelahnya menyarakan beragam minuman dan itu membuat istriku stress hyung." Sehun menoleh sesekali ke arah Taeyong yang asik bercerita bagaimana mulut tetangga lebih kejam dari jalapeno.

"..Belum lagi sebelumnya ada sekelompok orang yang mengira kalau kami ini pasangan belum menikah dan mereka mau mengusir kita." Entah ada-ada saja omongan orang-orang terhadap orang lain. Sehun mengambil botol air minumnya karena mendadak haus mendengar cerita Taeyong. Mulutnya sudah tak sabar ingin protes tapi melihat pemuda itu masih semangat bercerita membuatnya menahan diri.

.." Tapi itu belum seberapa sih daripada omongan ntah dari mana yang mengatakan jika Ten adalah wanita transgender."

Uhuk!

Sehun tersedak air minum saat mendengar ucapan terakhir Taeyong barusan. Mata orang itu sudah rusak atau bagaiaman sampai mengatakan istri tetangganya adalah wanita Transgender? Kalaupun iya, bukan urusan mereka.

"Hyung! Hati-hati. Aku tidak mau anak kalian menjadi yatim bahkan sebelum dia melihat dunia. Aku tidak siap melihat Luhan noona-ku menjadi janda kembang." Sehun melemparkan tatapan sebalnya kearah Taeyong yang tertawa setelah mengucapkan kata 'janda kembang'.

Mobil Sehun memasuki kawasan perumahan tempat keduanya tinggal. Melewati taman tempat biasa ia melihat Luhan dan Ten duduk mengobrol sembari menjaga Vivi dan Ruby yang berlarian. Tak lama mobilnya berhenti di depan rumahnya dan ia mendapati Luhan juga Ten sedang duduk di ayunan yang bulan lalu ia dan Taeyong buat.

"Terima kasih tumpangannya hyung!" Taeyong terlihat sedang merapikan barang bawaannya dan hendak turun sebelum perkataan Sehun menahannya, "Kau bisa menjadi ayah baptis anak kami dan Ten menjadi ibunya." Taeyong hanya diam di tempatnya tanpa melihat ke arah Sehun sedikitpun. Melihat tetangga yang diam, Sehun melanjutkan lagi ucapannya, "Kalian hebat. Anakku pasti bangga punya ayah dan ibu kedua seperti kalian. Di masa depan kalian pasti akan menjadi orang tua yang baik. Jangan bersedih lagi." Sehun menepuk bahu Taeyong dan merematnya sejenak. Ia dapat merasakan pundak itu bergerak diiringi suara isakan dari mulut Taeyong.

Sehun paham, anak ini butuh dukungan. Mungkin Taeyong selama ini menyimpan semunya sendirian, tapi Sehun adalah pria yang peka. Ia sering mendapati pemuda ini duduk di ayunan mereka sambil menggendong ruby selayaknya anak sambil bergumam 'semoga mama-mu bisa sembuh dan kita bisa dapat jagoan' atau 'papa-mu ini orang jahat Ruby. Buktinya mamamu sakit' dan masih banyak lainnya yang tak sengaja ia dengar saat sedang mengurusi tanaman bersama vivi.

"Hyung, hiks.."

"Hyungku bilang, laki-laki boleh menangis dan kau boleh menangis." Sehun membiarkan Taeyong menangis untuk melepaskan bebannya. Ia memberikan tisu setelah melihat Taeyong lebih tenang dari sebelumnya.

"Terima kasih hyung."

"Aku memang tampan tapi tidak sempurna. Bicaraku tidak lancar. Tapi aku adalah pendengar yang baik, jadi keluhan saja keluhanmu padaku. Jangan dipendam sendiri, badanmu kurus sekali." Setelah mengatakan itu baik Sehun dan Taeyong hanya tertawa singkat lalu memutuskan untuk turun dari mobil dan menghampiri istri mereka yang sudah keheranan.

"Say-"

"Sehun! Mengapa lama sekali di dalam mobil? Kau tidak menakali Taeyong kan?" Tanya Luhan sambil memegangi pinggangnya berjalan ke arah Sehun. Ia sudah dalam pelukan sang suami hendak berjalan ke arah rumah sampai mendapati Ten bersuara,

"Ya tuhan Taeyong! Kenapa menangis?! Kau nakal ya pada Sehun oppa?!"

"Hiks, Teeeeen."

Sehun hanya menunduk melihat Luhan dan mencium dahi istrinya lembut, "Aku tidak nakal. Dia hanya rindu istrinya."

"Benarkah?" tanya Luhan sambil mengeratkan pelukannya pada Sehun.

"Iya, seperti aku merindukanmu." Jangan tanyakan bagaimana wajah Luhan sekarang kalau tidak berwarna merah merona.

.

.

.

365 (After Marriage) chapter 13 officialy END

HALOOO!

Udah bertahun-tahun lamanya tidak bertemu kalian, melanjutkan cerita Sehun dan Luhan di sini hihi. Kali ini aku munculkan sepasang tetangga yang akan menemani rumah tangga Sehun Luhan di 365 (after marriage) ini yaaa.