"Lagi-lagi"
Gintama is only belong to Hideaki Sorachi-sensei. I don't own anything.
Story belong to me.
WARNING: TYPO(S), OOC.
A/N: Lagi-lagi aku naruh author's note di depan. Huahahaha, rasanya udah lama banget gak nulis fic dalam bentuk fictogemino. Jadi pas aku ngetik rasanya mumet sendiri, hiks, ini suliiiiiiiiiit, tapi untunglah aku berhasil nyelesein fic ini meski hasilnya menlenceng jauh dari apa yang aku bayangkan. Bahasa kerennya itu harapan tak sesuai dengan ekspektasi. /banyakbacotlu/
Ya, aku berharap semoga fic ini dapat sedikit bikin baper, karena genrenya angst, meski isinya gagal angst sih : kritik dan sarannya di tunggu ya...
Selamat membaca ~
Salam,
-Halichi Miyamoto-
Lagi-lagi
Ia tak pernah menyangka,
Sougo tak pernah menyangka, menerima kenyataan lebih sukar dari hanya sekedar menebas jutaan teroris yang berkeliaran di Edo.
Sougo menyandarkan tubuhnya pada dinding beton dingin yang tertempel di seluruh penjuru Rumah Sakit itu, seolah bahunya sedang ditimpa batu dengan massa satu ton, kakinya tampak bergetar. Kepalanya menunduk lesu dan giginya ia gertakkan karena menahan luapan amarah yang berusaha ia redam.
"Kau harus merelakaannya Okita-san." Pria tua yang terbalut jas putih yang menyebut dirinya seorang dokter itu menepuk pundak Sougo dan menggeleng lemah.
Sougo mengepalkan tangannya keras, hingga terlihat urat yang mencuat di tangannya.
"Apa maksudmu?" tanya pria dengan surai sewarna pasir itu. Pandangannya intens tertuju pada sebuah pintu kaca berlapis yang hanya para dokter yang boleh memasukinya—ruang operasi. Meski ia tahu seperti apa kenyataan yang ia hadapi, ia tetap berusaha meyakinkan diri bahwa semuanya baik-baik saja.
"Mustahil untuk menyelamatkannya, sekalipun dia seorang Yato, dia tetaplah seorang manusia yang tak dapat menyimpan beban itu selamanya. Matahari telah menggerogoti tubuhnya dari dalam." Dokter itu berucap mantap seolah ucapannya itu sebuah racikan obat penyembuh yang paling absolut dari semua obat yang ada di dunia, meski yang terjadi adalah yang sebaliknya.
Jantung Sougo berdetak lebih cepat berkali-kali lipat dari biasanya, "T-tapi," dengan nafas yang seolah tercekat di tenggorokannya, Sougo—ia tetap tak mau menerima kenyataan yang akan dihadapinya kelak. Membayangkannya pun ia tak pernah.
Mengapa hal ini harus terjadi, padahal tinggal selangkah lagi mereka akan bersanding di depan altar, padahal tinggal selangkah lagi, semua angan yang dulu hanya berupa sebuah khayal akan menjadi kenyataan, mengapa—
"Kami benar-benar menyesal Okita-san."
Lagi-lagi, tempat itu telah merenggut sesuatu yang berharga darinya.
Sekarang, coba baca dari paragraf bawah ke atas ~