Hold Me
Chpt 9
Jimin x Yoongi. Slight! Taehyung x Jungkook
Kim Yubin x Jung San as Yoongi's parent
Kwon Jiyong x Choi Seunghyun as Jimin's parent
Pair belongs to God, I just make story of them. So, this story is mine.
.
.
Sebelumnya, aku ga tau kalau kalian ada yang sadar tentang ini atau enggak, tapi aku membuat satu kesalahan di chapter yang lalu. Aku tidak bisa mengeditnya, jadi.. maaf.
Oh ya, tolong jangan membuat harapan yang tinggi tentang chapter ini ya. Ehe.
Selamat membaca~^^
..
..
..
Yoongi terbangun dari tidurnya, ia mengerjap pelan dan meraba tempat tidur mencari Jimin. Tapi nihil, tidak ada suaminya di sampingnya. Kemana Jimin? Ia ingat betul semalam ia memancing Jimin dan meninggalkannya begitu saja. Yoongi sadar betapa jahilnya ia, dan ia sedikit merasa menyesal. Sungguh. Ia juga tidak berniat membiarkan Jimin begitu saja setelah berhasil membuat suaminya itu berada dalam keadaan hard.
Jadi, apakah suaminya itu akhirnya bermain solo atau tidur dengan keadaan hard? Sekarang dimana Jimin berada? Yoongi segera turun dari ranjang hangatnya untuk mencari Jimin.
"Jimin, Jimin kau dimana?" Yoongi sudah mengitari seluruh penjuru rumah hingga naik ke lantai dua, ia tidak menemukan Jimin dimanapun.
"Jimin, hiks.." Yoongi mulai terisak, apakah Jimin marah padanya?
"Jimin dimana? hiks.."
"Loh? Tuan Min? Kenapa menangis?"
Yoongi memandang bibi yang bertugas membersihkan rumah mereka dengan mata yang sedikit basah, "bibi, Jimin hilang.. hue.."
"A-aduh, Tuan Min, jangan menangis dulu."
"Ta-tapi Jimin, Jimin tidak ada.."
Mata Yoongi sudah siap untuk menumpahkan air mata lagi, tetapi suara yang sangat ia kenal terdengar.
"Ada apa ini? Yoongi? Kenapa menangis, Sayang?" Jimin datang dengan rambut basah oleh keringat, dan handuk kecil di tangannya.
"Tuan Min mencari anda, Tuan Park." Bibi itu memberitau Jimin dengan cepat sebelum undur diri untuk membersihkan ruang lain.
"Ah begitu," Jimin segera mendekat dan berjongkok di depan Yoongi, "aku hanya pergi untuk jogging berkeliling komplek."
"Jimin, aku pikir kau pergi karena marah.." Yoongi buru-buru memeluk leher Jimin dengan erat, ia menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Jimin.
"Jimin.. Jimin.. Jangan marah, jangan pergi, jangan tinggalkan Yoongi."
Jimin tersenyum, ia mengelus pelan surai hitam Yoongi, "kenapa harus marah?"
"Karena semalam," Yoongi menghirup aroma maskulin dari tubuh Jimin, ia tidak merasa risih meski tubuh suaminya itu basah dengan keringat.
"Aku mengerti kok, pasti mood Yoongi berubah-ubah terus selama hamil."
"Maaf, Yoongi juga tidak mau begini, tapi Yoongi tidak bisa–
"Sudah, sudah ya. Tidak apa-apa kok, aku mengerti."
Jimin mengecup pelan kening Yoongi, ia membantu istrinya itu untuk berdiri dan menuju kamar mandi, "mandi yuk? Aku akan memandikanmu hingga bersih," ucapnya sedikit berbisik yang dibalas anggukan malu-malu dan wajah yang sedikit memerah oleh Yoongi.
.
.
.
.
a few months later
Jungkook menggerutu, ia merasa menyesal karena datang ke rumah ini. Sekarang ia disuguhi pemandangan dua orang sejoli yang tengah berbagi kehangatan ruangan ini dengan saling berbicara dan menebar afeksi, membuat Jungkook makin merasa diabaikan. Lihat itu, Yoongi dengan perut besarnya tengah berbaring beralaskan paha Jimin. Jimin sendiri terlihat senang sekali, ia sesekali mengecup kening Yoongi dan mengelus rambut hitam milik Yoongi.
"Hyung, kenapa menyuruhku datang kesini kalau kau hanya ingin pamer kemesraan di depanku?"
Yoongi yang tengah berbaring dengan beralaskan paha Jimin segera menengok ke arah Jungkook, "eh? Memangnya aku menyuruhmu kesini?"
TWITCH!
Urat-urat di kepala Jungkook seakan berlomba untuk menampakkan diri, "Hyung!"
"heheh, okay.. okay.." Yoongi kali ini merubah posisi menjadi duduk dan menatap Jungkook dengan tatapan menghakimi.
"Yah, bocah! Katakan padaku kalau kau belum melakukan itu dengan Taehyung!"
"Hah?" Jungkook tiba-tiba merasa bodoh, "itu? apa?"
"Maksud Yoongi apakah kau sudah bercin–
–Aw!" Jimin mengelus keningnya yang terkena lemparan remot dari Yoongi.
"Tidak perlu dijelaskan sekali, Park!"
'mampus' bisik Jungkook pelan, tertawa senang dalam hati melihat Jimin yang dianiaya oleh Yoongi.
"a-apa sih hyung?"
Yoongi memicingkan matanya curiga, "3 bulan lalu di hotel itu kan?"
"A, A–
"Oh jadi benar dugaanku.. Jeon Jungkook, kau ingin ku laporkan pada bibi ya?"
"A– Ja–jangan hyung.. Please.."
"Taehyung itu, kurang ajar sekali meniduri adikku ini. Biar ku buat botak kepalanya!"
"Eh-eh, mau kemana sayang?" Tangan Jimin dengan cepat menarik Yoongi untuk duduk diam di tempatnya.
"Memberi pelajaran pada si tengil itu!"
"Hyung! Tidak, bu-bukan Taetae hyung yang memintanya. A-aku memaksanya.." Jungkook menunduk, takut menatap Yoongi yang seakan murka.
"Astaga! Ini pasti karena kau sering bertemu Jimin sampai mesumnya tertular padamu."
"Loh, kok lagi-lagi aku?"
"Diam kau, Park!" Yoongi berdecak, "tidak bisa ya kau menunggu sampai kau lulus?"
"Hyung.. Aku kan.."
"Yah! Kalau kau kenapa-kenapa bagaimana?"
"Tapi hyung juga dulu sering melakukan bersama si bantet!"
"Haish! Anak ini.."
"Aku akan melaporkannya pada bibi!"
Jungkook berubah panik, "Hyung! Aku mohon jangan, lagipula itu kejadian 3 bulan lalu. Hyung jangan ya, Taetae hyung bisa dicincang umma."
"Kalau tau kekasihmu bisa dicincang kenapa masih kau paksa?"
"Namanya juga hor–
Yoongi melotot, Jimin menutup mulutnya kembali.
"Hyung, please jangan katakan pada umma.." Jungkook memohon dengan muka memelas, "aku akan melakukan apapun asal hyung tidak mengatakannya."
Yoongi berubah berbinar, "apapun, Jeon?"
"Iya, apapun. Laki-laki tidak melanggar ucapannya."
"Oke, apapun.." Yoongi menyeringai, Jungkook was-was dan merutuki mulutnya. Dengan keadaan hamil begini, bukan tidak mungkin kalau Yoongi akan memintanya melakukan hal aneh.
.
.
.
See?
Inilah yang terjadi pada Jungkook saat ini, terjebak di dalam kamar dengan benda-benda menggelikan yang menempel di tubuhnya
"Ugh, darimana Yoongi hyung mendapatkan benda seperti ini.."
"Jungkook, aku memberimu waktu 10 menit loh, bukan 10 jam. Cepat ganti ya.."
Jungkook mengusap wajahnya dengan kasar, ia melirik dirinya di cermin. Ia menghembuskan napas kasar sebelum membuka pintu dan disambut senyum ceria dari Yoongi dan senyum mengejek dari Park Jimin.
"Wah! Wah! Coba lihat itu, lihat. Apa yang ada di dadamu.." Jimin bersiul menggoda, dan mendapat pukulan keras dari Yoongi.
Jungkook menggeram kesal, "sial!"
Yoongi menatap Jungkook dari bawah hingga ke atas, ia menyunggingkan senyum tanda puas. Siapa sangka kalau hoodie unisex kebesaran berwarna putih yang hanya mampu menutupi setengah paha Jungkook itu terlihat sangat pas di tubuh sepupunya itu. Tangan Jungkook yang tenggelam dalam lengan hoodie yang terlalu panjang, kaki mulus yang tidak terbalut apa-apa, tonjolak- uhuk- di dada sepupunya juga membuat Jungkook terlihat makin menggiurkan.
Perihal benda yang ada di dada Jungkook... Katakan Yoongi gila, tapi apa yang ada di dada Jungkook juga merupakan keisengannya dulu. Jangan bilang ini ke Jungkook, tapi buntalan dada itu dulu sengaja ia beli untuk bermain roleplayer bersama Jimin. Meskipun tidak jadi ia pakai juga sih. Oh, wig panjang lurus yang dipakai Jungkook juga hasil keisengannya.
"Wow.." Yoongi menatap kagum pada Jungkook, "ah tunggu, aku lupa sesuatu.."
Yoongi berlari-lari kecil menuju kamarnya, tentunya disertai teriakan khawatir Jimin agar dirinya berhati-hati dan tidak perlu berlari.
Selagi menunggu Yoongi yang tak kunjung kembali dari kamar, Jimin sibuk dengan ponselnya. Ia menyeringai, "heh, lihat Jeon.. kira-kira kalau Taehyung melihat ini–"
Jungkook mendelik, "JANGAN COBA-COBA MEMPERLIHATKAN INI PADA TAE HYUNG!"
"Ups, maaf.. sudah terkirim." Jimin menunjukkan ponselnya yang memperlihatkan chatroom nya dengan Taehyung.
'aku segera kesana!' - 6 minutes ago
SHIT! SHIT! Jungkook mengumpat, habis sudah ia.
"Tadda!" Yoongi tiba-tiba sudah muncul lagi dengan membawa sebuah beanie hitam polos serta sebuah choker, dan menyerahkannya pada Jungkook. Jungkook menerimanya dengan muka masam dan langsung memasangnya dengan rapi.
Yoongi tersenyum senang, ia mengarahkan ponselnya dan mengabadikan figur Jungkook yang sangat rupawan.
"Jangan perlihatkan pada siapapun! Ini hanya akan jadi koleksi pribadimu, hyung."
"Ah- maaf, tapi aku sudah mengirimkannya di grup keluarga kita.." Yoongi berujar tanpa dosa, "hehe.."
"AHHH HYUUNGGGGG!" Jungkook rasanya ingin menangis saja.
Jimin tertawa keras, jarang-jarang adik sepupu Yoongi terlihat sefrustasi ini.
"Yah Jungkook-ah, daripada kau menangis, lebih baik kau berpikir caranya menyelamatkan diri dari raja singa."
"Ra-raja singa?"
"JEON JUNGKOOK!"
Taehyung datang dengan raut wajah tak terbaca.
Jungkook meringis, matilah ia.
.
.
.
Setelah seminggu lalu ia mengerjai adik sepupunya, dan berakhir dengan Jungkook yang digeret paksa oleh Taehyung entah menuju kemana. Saat ini Yoongi dengan perut besarnya yang sudah memasuki kehamilan bulan ke tujuh tengah duduk di atas sofa sementara Jimin duduk di bawah sambil mengelus-elus perut besar Yoongi. Akhir-akhir ini Jimin jarang sekali pergi ke agensi, begitupun dengan dirinya.
Sejak insiden di kantor empat bulan lalu, Yoongi belum pernah lagi pergi ke agensi dan sebisa mungkin menyelesaikan pekerjaannya di rumah. Jimin sih tidak lagi melarang dirinya untuk ke agensi, namun suaminya itu bersikeras untuk menemaninya selama ia di agensi. Yoongi tentu saja menolak, dirinya kan sudah bukan anak kecil yang butuh pengawasan, namun Jimin tetap bersikeras sehingga ia lebih memilih mengerjakan tugasnya di rumah. Beruntung atasan mereka tidak keberatan dengan keputusan Yoongi, jadi Yoongi tidak perlu pindah ke agensi lain.
"Jim, kau ada keturunan kembar tidak?" Jimin yang sedang mengelus perut Yoongi mendadak berhenti dan mendongak untuk menatap wajah Yoongi yang seperti memikirkan sesuatu. Akhir-akhir ini ada saja yang Yoongi minta, beruntung Jimin merupakan suami siap siaga yang rela bangun tengah malam atau pagi-pagi buta demi istri. Lebih beruntung lagi, Yoongi tidak meminta yang macam-macam, aneh, dan memberatkannya.
"Euhm... Ku rasa ada. Memangnya kenapa humm?" Yoongi menarik Jimin untuk duduk di atas sofa, ia melingkarkan tangannya di lengan Jimin dengan erat. Ugh, Yoongi yang manja begini terlihat sangat posesif dan lucu.
"Aku mau punya baby kembar.."
"Eoh? Memangnya tidak repot? Nanti Yoongi harus mengurus dua bayi sekaligus loh.."
"Siapa yang bilang aku mau dua?"
"Tadi katanya ingin bayi kembar.."
"Aku mau tiga."
"Hah?!" Jimin melongo dengan tampang bodoh, yang benar saja. memangnya spermanya sebagus apa sampai langsung menghasilkan tiga bayi.
"Kenapa?"
"Ya tapikan–"
"Aku mau tiga!" Bibir Yoongi mengerucut, menatap Jimin dengan pandangan menuntut.
Jimin mengacak rambutnya kesal, yang begini kan mana bisa ia kabulkan. Lagi pula saat mereka melakukan pemeriksaan USG bulan lalu, Jin dengan jelas mengatakan bahwa bayi yang dikandung Yoongi masih lah seorang bayi dengan bobot besar, bukan dua bayi apalagi tiga bayi kembar. Lalu bagaimana ceritanya Yoongi meminta tiga bayi kembar? Kalau yang Yoongi minta bukan kembar sih, Jimin amat sangat bersedia untuk mengabulkannya.
"Err.. Permintaannya bisa diganti tidak? Minta yang lain saja ya?" Jimin memelas
"Jimin..." Yoongi tak kalah memelas
"Tidak bisa Sayang..."
"Tapi aku mau yang kembar."
"Aku tidak bisa mengabulkannya, Sayang.."
"Tapi aku mau kembar tiga," mata Yoongi berkaca-kaca. Ugh, jangan mata itu, Jimin tidak sanggup melihatnya.
"Setelah baby lahir kita buat lagi, bagaimana?" Jimin menaik-turunkan alisnya dan biasanya Yoongi akan mengatakan kalau Jimin itu mesum, tapi coba lihat Yoongi sekarang, ia justru mengangguk begitu saja menyetujui usulan Jimin. Ya ampun, Jimin sampai tercengang tak percaya dengan reaksi Yoongi.
.
.
.
.
Yoongi dan Jimin baru saja pulang dari pusat perbelanjaan, mereka membeli banyak aksesoris bayi hingga tangan Jimin terasa pegal membawanya selama mereka berkeliling.
Jimin cukup takjub karena Yoongi dengan perut besarnya itu masih sanggup mengitari pusat perbelanjaan dan membeli ini itu untuk bayi mereka. Sebenarnya mereka sudah pernah berbelanja keperluan bayi bulan lalu, tapi hari ini Yoongi merengek untuk kembali berbelanja. Katanya kali ini dia mau membeli perlengkapan yang berwarna hitam untuk bayi mereka. Tentu saja Jimin menggeleng tidak setuju karena warna itu terlihat kurang bagus untuk seorang bayi, tetapi Yoongi tetap kekeuh dan berakhir dengan Jimin yang mengiyakan.
Jimin melirik tas belanja di tangannya, ia menggeleng pelan. Meskipun Yoongi bilang akan membeli warna hitam, tapi kenyataannya Yoongi tetap mengambil warna cerah untuk bayi mereka.
"Aku menaruh ini dulu ya, kau duduk lah dulu. Aku segera kembali.." Jimin melesat dengan cepat, sementara Yoongi menghembuskan napas lelahnya. Tidak ia sangka ia sanggup berjalan kesana kemari dengan perut besarnya. Ia melirik pakaian yang ia kenakan, sebuah dress. Yoongi memang menggunakan dress rok dengan model baby doll. Dress dengan panjang selutut itu memperlihatkan betisnya yang membengkak.
Ia berusaha menggapai betisnya untuk memijatnya, tetapi tangan milik Jimin lebih cepat mendarat di betisnya yang membengkak.
Jimin memijat betis Yoongi dengan pelan, "lelah ya? Harusnya aku melarangmu.."
Tanpa memandang wajah Yoongi dan hanya fokus memijat, Jimin bersuara pelan. "Maaf ya, karena mengandung anak kita kau harus mengalami kesulitan.."
"Maaf kau jadi sulit untuk melakukan aktivitas, tidak bisa tidur dengan baik, pinggangmu terasa sakit, bahkan kakimu sudah mulai membengkak," tanpa menghentikan pijatannya, Jimin terus bersuara.
"Maaf aku menempatkanmu di posisi seperti ini, tapi aku tidak pernah menyesal membuatmu mengandung anak kita. Karena itu, aku berterimakasih."
Jimin tersenyum, "aku mencintaimu Yoongi-ah."
Yoongi menatap Jimin yang tengah memijat kakinya dengan pelan, ia mendengarkan segala kalimat yang Jimin ucapkan. Tiba-tiba ia memikirkan sesuatu, Yoongi bertanya-tanya kenapa Tuhan sebaik itu mengirimkan Jimin untuknya. Kenapa Jimin menginginkan dirinya? Kenapa Jimin bertahan bersamanya? Kenapa Jimin bersedia menerima segala sifat buruknya? Kenapa Jimin.. kenapa lelaki itu bersedia mencintainya?
Mata Yoongi memanas, terdapat genangan air yang berkumpul di matanya dan siap tumpah. Ah sial! Salahkan kehamilannya yang membuatnya sensitif. Pertanyaan sederhana yang berasal dari dirinya sendiri saja membuatnya kerkaca-kaca. Yoongi menghela napas, ia menghapus air mata yang sudah meluncur dan sedikit membasahi pipinya, dan beruntung Jimin tidak mendongak dan sibuk memijat kakinya sehingga lelaki tampannya itu tidak melihat wajahnya.
"Jimin, sudah.." Jimin mendongak menatap Yoongi tanpa menghentikan pijatan pada kaki kecil milik Yoongi.
"Sudah cukup?" Yoongi mengangguk pelan, tapi bukan Jimin namanya kalau tidak memanjakan sang kesayangan.
Jimin bertanya dengan nada lembut, "aku kompres dengan air hangat ya?"
Yoongi hanya menggeleng, ia menepuk sofa di sebelahnya, mengisyaratkan Jimin untuk duduk disana.
Jimin patuh, ia segera berdiri dan duduk di sebelah Yoongi. ia menggenggam tangan Yoongi, memperhatikan secara seksama tangan berkulit pucat itu. Jimin mengelusnya dengan ibu jari sebelum membawanya mendekat ke bibirnya sendiri, dan mencium punggung tangan Yoongi dengan lembut.
Yoongi terdiam untuk beberapa saat, kemudian ia menarik tangannya dari genggaman Jimin. Dengan berpegangan pada pundak Jimin ia berusaha untuk berdiri, sedikit susah mengingat kehamilannya sekarang sudah menginjak usia 8 bulan.
"Mau ke–"
Pertanyaan Jimin tertelan kembali karena ternyata Yoongi berdiri untuk pindah ke atas pangkuannya. Jimin tersenyum, ia memeluk pinggang Yoongi dan mencium perut besarnya.
"Hai, Jagoan appa. Appa tidak sabar bertemu denganmu, jadilah anak baik di dalam sana. Okay?"
duk!
Jimin tertawa saat tangannya yang berada di atas perut Yoongi merasakan gerakan seperti tendangan, "Jagoan appa juga tidak sabar, hum?"
Tawa Jimin berhenti saat Yoongi merapikan poni rambutnya yang hampir menutupi matanya, jari-jari Yoongi menyingkirkan poni Jimin dengan pelan. Jimin menutup matanya, ia merasakan jemari Yoongi kini menjelajahi wajahnya.
"Jim.."
Panggilan pelan Yoongi mengusik Jimin untuk segera membuka mata dan menatap wajah Yoongi yang tengah tersenyum.
"Kenapa?"
"Apanya yang kenapa?"
"Kenapa? Kenapa kau bertahan bersamaku, Jim? Katakan kenapa kau menerimaku yang kau tau memiliki sifat buruk. Aku egois, tidak peka, tidak romantis, aku tidak–"
"Kenapa ya?" Jimin memotong pertanyaan Yoongi, ia memandang Yoongi dengan raut wajah yang pura-pura berpikir dengan keras.
Yoongi merenggut kesal, ia memukul bahu Jimin tanda merajuk. "Aku serius, Jim!"
Jimin tersenyum, ia mendorong tengkuk Yoongi dan mempertemukan kening mereka. Yoongi berdebar, ia bisa merasakan hembusan napas Jimin dari jarak sedekat ini.
"Yoongi-ah," Jimin mengelus pelan bibir Yoongi, "karena itu kau. Karena kau Min Yoongi, dan bukan orang lain–
Jimin menempelkan bibirnya dengan lembut dan hati-hati seakan takut melukai Yoongi. Hanya sebuah ciuman lembut penuh afeksi. Yoongi menutup matanya, meresapi ciuman yang Jimin berikan. Ciuman yang lembut, ia tau Jimin sedang mencoba menyalurkan seluruh perasaan cintanya. Ciuman yang selalu Yoongi sukai, ciuman yang selalu membuatnya berangsur-angsur merasa damai, tenang, dan dicintai.
Yoongi membuka matanya saat Jimin menyudahi ciumannya, matanya bertubrukan dengan tatapan lembut Jimin. "Karena yang aku tau, aku jatuh cinta denganmu begitu saja. Bahkan tanpa kau sadari, tanpa kau perlu menjadi orang lain."
Jimin tersenyum, "yang aku tau, aku mencintaimu. Aku mencintaimu, Min Yoongi. Kemarin, saat ini, dan seterusnya."
Yoongi tersenyum, tetapi perutnya terasa amat sakit. Ia memaksakan diri untuk tetap tersenyum, dengan sedikit meringis ia membalas perkataan suaminya. "Aku jug–
–AKH!" Yoongi tiba-tiba berteriak sakit, ia tidak bisa lagi menahannya. Perut benar-benar terasa sangat sakit sekali, lebih sakit dari rasa sakit 4 bulan lalu. Jimin berubah panik, ia mengernyit merasakan celananya yang terasa ba–
Sial! itu air ketuban Yoongi. Jimin buru-buru membantu Yoongi untuk berdiri dari atas pangkuannya dan dengan cepat mendudukkan Yoongi kembali.
A-apa yang harus ia lakukan? Sial! ia panik dan tidak tau harus bagaimana.
"Argh, Jim! Sa-sakit!" Yoongi mencengkram lengan Jimin dengan kencang untuk menyalurkan rasa sakitnya.
Jimin meringis, raungan sakit Yoongi membuatnya tidak tahan. Ia menarik napas berusaha menenangkan diri untuk berpikir jernih, setelahnya ia dengan cepat menjangkau ponselnya yang berada tidak jauh dari sofa. Tangannya gemetar, ia bergerak cepat mencari kontak Jin, teman sekaligus dokter yang menangani kehamilan Yoongi. Ia menekan dial dengan cepat, sesekali menatap Yoongi yang tengah menggigit bibir untuk menahan sakit. Ia bisa melihat keringat yang mulai bercucuran di wajah Yoongi.
"Hallo, Jim? Kenapa menelpon? Yoongi masih menginginkan se–
"Tidak, hyung! Se-sepertinya Yoongi akan melahirkan!"
"Apa?!–" Jimin bisa mendengar suara Jin yang berteriak kemudian berbicara sesuatu, dan hampir saja ia ikut berteriak kalau saja Jin tidak segera berbicara.
"Okay, kau lebih baik tenang. Aku sudah meminta Namjoon untuk menelpon ambulans untuk menjemput kalian. Kau siapkan perlengkapan Yoongi, dan Aku yang akan mengurus urusan rumah sakit. Ah ya, katakan pada Yoongi untuk mengatur napasnya, kau mengerti?"
"Ya, hyung. Terimakasih." Jimin langsung memutuskan sambungan, ia menatap Yoongi dan membimbingnya untuk bernapas secara teratur.
"Bertahan Yoongi-ya, aku mohon bertahan." Jimin terus merapalkan kalimat itu, ia menggenggam tangan Yoongi dengan erat.
"Ji-jim, per..leng..kapp..anhh.." Ah, Jimin baru ingat. Ia melepas genggaman tangannya dan berlari dengan cepat menuju lantai atas untuk mengambil segala keperluan Yoongi dan bayi mereka nanti.
Ting! Tong!
Jimin buru-buru memasukkan semua perlengkapan ke dalam satu tas besar begitu ia mendengar bel rumahnya berbunyi. Ia berlari ke bawah menuju Yoongi, dan segera menggendongnya menuju pintu depan. Ia terpaksa menurunkan Yoongi untuk membuka pintu dan disambut oleh petugas yang segera mengambil alih Yoongi dan dengan cepat membawanya ke ambulans. Ia juga dengan cepat mengunci pintu dan bergerak menyusul masuk ke dalam ambulans.
.
.
.
"Aku mohon, Yoongi-ya. Aku mohon, kuatlah demi anak kita. Kau harus bertahan, kau harus bertahan, kau harus.." Jimin terus meracau selama perjalanan menuju ruang operasi, sementara Yoongi terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Jimin berhenti di depan ruang operasi, ia menatap Jin yang sudah memberikan senyuman menenangkan.
"Jim, kami akan memulai operasinya saat ini juga. Lebih baik kau hubungi orangtua kalian." Jin menepuk bahu Jimin dengan pelan, ia segera memasuki ruang operasi.
Jimin mendudukan dirinya karena ia tidak yakin dapat berdiri lebih lama lagi. Ia segera mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi orangtua mereka, dan menjelaskan keadaan Yoongi secara singkat. Jimin menghembuskan napas lelah, ia mematikan sambungan ponselnya begitu orangtuanya paham akan situasi dan mengatakan akan segera menyusul.
Jimin berjengit kaget, sesuatu yang dingin mengenai pipinya. Ia mendongak, dan matanya menemukan Namjoon yang menyodorkan sekaleng kopi dingin. "Minumlah dulu."
"Terimakasih, hyung.."
"Sudah, tidak perlu cemas begitu. Yoongi pasti bisa melewati ini," Namjoon menepuk pundak Jimin. "Jin pasti akan berusaha agar tidak terjadi sesuatu pada Yoongi dan bayi kalian."
Jimin tersenyum lemah, ia juga percaya bahwa Jin akan bekerja semaksimal mungkin, begitupun Yoongi. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah berdoa dan menunggu operasi itu selesai.
Satu jam kemudian orangtua mereka datang, kemudian disusul dengan kedatangan Jungkook dan Taehyung di satu jam berikutnya.
"Bagaimana? apakah keponakan kami sudah lahir?"
"Yah! Park Jimin! Kenapa Yoongi hyung sudah melahirkan?" Jungkook takut sesuatu terjadi pada kakak sepupunya itu jadi ia dan Taehyung langsung berusaha datang kemari dengan cepat begitu ibunya menelpon bahwa kakak sepupunya akan melahirnya.
"A-ah itu–"
"Kelahiran di usia 8 bulan memang seringkali terjadi, Jungkook-ah. Tenang saja, mereka pasti berhasil." Namjoon yang berada tidak jauh dari sana, menjawab pertanyaan Yoongi.
Jungkook berdecak, ia tau kalau kelahiran premature memang kerap terjadi tetapi selalu ada alasan kenapa hal itu terjadi. Taehyung sendiri justru terfokus pada hal lain, ia mengernyitkan dahi melihat keberadaan rapper underground yang berada di satu agensi dengannya.
"Namjoon hyung?"
Namjoon menoleh, retinanya menangkap sosok Taehyung yang terlihat penasaran, Namjoon justru tersenyum tau betul kenapa Taehyung seperti itu.
"Hai, Taehyung. Kebetulan saat Jimin menelepon, aku sedang bersama dengan Jinseok."
Taehyung mengangguk, ia baru saja akan bertanya lagi, tetapi pintu ruang operasi terbuka. Ayah Yoongi menjadi orang pertama yang berdiri, tetapi Jimin lebih dulu memberondong Jin yang baru saja keluar dari ruang operasi.
Jin tersenyum bahagia, "laki-laki, Jim–
Jimin langsung bersorak gembira. "Ah, jagoanku!"
–dan perempuan!"
"A-apa?" Jimin menghentikan sorakannya, ia memandang Jin dengan tatapan bodoh.
"Yoongi ternyata mengandung bayi kembar, Jim. Kami juga kaget, ternyata di USG putri kalian tersamarkan oleh jagoan kalian."
"Ja-jadi..." Jimin segera memeluk Jin dengan erat, tetapi buru-buru melepaskannya. "Ba-bagaimana dengan Yoongi?"
"Yoongi baik-baik saja, ia hanya kelelahan dan akan segera dipindahkan bersama dengan bayi kalian. Tapi Jim..."
Jin menarik Jimin untuk sedikit menjauh dari para kakek dan nenek yang terlihat tidak sabaran. Jin menunjukkan raut sedih, "bayi kalian kecil dan terlihat sangat rapuh. Aku khawatir juga karena mereka lahir lebih cepat, aku akan memberikan penanganan lebih lanjut."
"Hyung, apakah mereka akan baik-baik saja?"
"Aku harap demikian.." Jin menepuk bahu Jimin dan berlalu dari sana.
"Selamat ya Jim, aku akan melihat keadaan Yoongi dan anak kalian nanti." Namjoon turut menepuk pundaknya dan berlalu menyusul Jin. Jimin berjalan pelan menuju keluarganya, ia bisa melihat banyak pasang mata yang menunggu dirinya.
"Jim, bagaimana Yoongi dan cucu kami?"
"Yoongi baik-baik saja," Jimin tiba-tiba menangis, membuat semua orang yang berada disitu menjadi panik.
"Yah! Yah! katakan tidak terjadi sesuatu pada cucu kami.." Jiyoung segera mengguncang bahu Jimin dengan keras.
"Umma," Jimin menangis lebih keras, "sepasang.."
"APA?!"
"Satu laki-laki dan satu perempuan."
"Oh yaampun, yaampun.." Jiyoung dan Yubin merasa gembira. Kembar. Oh yaampun, mereka mendapat sepasang cucu.
"Selamat nak, aboeji bangga. Topcer sekali anumu." Ucap San E yang di hadiahi pukulan penuh cinta dari sang istri.
"Hyung, kok aku rasanya terharu sih?" Jungkook tiba-tiba memeluk Taehyung dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang kekasihnya.
"Yah, cup, cup, cup, lebih baik, ayo kita lihat adik bayi."
Jungkook mengangguk lucu, ia menghapus bulir air matanya dan tersenyum lagi.
.
.
.
Jimin tengah duduk di samping Yoongi yang sedang memejamkan matanya dengan damai. Jin tadi sudah ke kamar ini dan mengatakan bahwa Yoongi sedang tertidur karena pengaruh obat bius, tapi Jimin tidak bisa tidak khawatir terhadap keadaan belahan jiwanya itu. Jin juga sudah menjelaskan keadaan kedua anaknya, mereka hanya butuh beberapa perawatan sebelum bisa dibawa pulang. Sebelum kemari ia juga sudah melihat anak mereka yang berada di inkubator, mereka berukuran kecil, tetapi tetap terlihat seperti bayi pada umumnya. Ia melihat kedua anaknya yang mungkin sedang berjuang juga untuk bertahan hidup, mengingat itu Jimin rasanya ingin menangis lagi.
Pukulan pada belakang kepalanya membuatnya menggeram kesal, siapa sih yang menghancurkan momen terharunya?
"Park, selamat ya~ Aku turut senang karena anak kalian sudah lahir."
"Jeon Jungkook sialan, aku tidak akan membiarkanmu dekat-dekat dengan anakku!"
"Huh, coba saja! Aku tidak akan membiarkan itu terjadi."
"Yah, Kau!"
"Hais, sudahlah Jimin-ah, Kookie, jangan saling berteriak, okay? Kasihani Yoongi hyung dan biarkan ia beristirahat."
Berbicara mengenai Yoongi, tiba-tiba Jimin merasakan pergerakan dari tangan Yoongi.
"Yo-Yoongi-ah, Sayang, kau sadar?" Jimin segera memencet tombol merah yang terletak di dekat ranjang Yoongi.
"Ji-Jim, ha-haus.."
"Ini minumlah," Jimin membantu Yoongi untuk minum, meski hanya seteguk kecil dan Yoongi menolak minum lagi.
"Dimana anakku?"
"Inkubator, Yoongi." Itu Jin yang datang bersama seorang perawat untuk memeriksa Yoongi.
"In-inkubator?"
"Bayi-bayimu lahir lebih cepat, mereka butuh penanganan khusus."
"bayi-bayi?"
"Kau melahirkan bayi kembar.."
Yoongi terkejut, ia segera menatap Jimin yang berkaca-kaca, "A-aku ingin melihat mereka!"
"Okay, aku akan meminta perawat membawakan kursi roda agar kau bisa melihat bayimu.."
.
.
"Jim, lihat.. mereka begitu kecil.." Yoongi meletakkan tangannya di kaca yang membatasi dirinya dengan bayi mereka.
"Jim.. hikss.."
"Sayang, jangan menangis.. lihat uri aegi tidak akan senang melihatmu menangis."
Yoongi menghapus air matanya dengan cepat, "sudahkah kau memberi mereka nama?"
Jimin mengangguk, "jagoan kita namanya Jihoon, dan putri kita bernama Eunha. Bagaimana?"
"Park Jihoon, Park Eunha.. Kami suka, appa.."
Jimin memandang Yoongi yang tengah tersenyum, senyum yang begitu indah.
"Yoongi, aku tidak akan bosan mengucapkan ini."
Yoongi memandang Jimin dengan lembut, "aku tau, Jim. Aku tau."
Jimin mempertemukan kening mereka, deru napas yang saling berirama, detak jantung yang saling berlomba-lomba. "Terimakasih, Sugar. Aku mencintaimu, Min Yoongi."
"Aku juga mencintaimu, Park Jimin."
dan ciuman lembut yang mereka lakukan menandakan berakhirnya cerita ini.
dah~
END
Iya tau ini sedikit maksa dan tidak sesuai ekspektasi kalian, aku minta maaf ya karena selama ini tidak bisa memenuhi keinginan kalian. Maaf kalau kalian ngerasa kurang puas, aneh, melompat-lompat, atau apapun itu.
Aku benar-benar minta maaf karena ff ini memiliki banyak kesalahan dan kekurangan serta alur dan tema yang pasaran.
Aku bilang akan membalas review di akhir, tapi maaf ya, sepertinya tidak bisa ku lakukan. Tapi bukan berarti aku tidak menghargai review kalian, ini karena review yang datang begitu banyak dan aku khawatir words nya akan melebihi 5000 kalau aku menulis balasan review. Hehehe, sekali lagi aku meminta maaf.
AH IYA, AKU JUGA MAU MINTA MAAF KARENA AKU NGERASA DI CHAP AWAL ITU RADA PWP BANGET, MAAF MENCEMARI OTAK KALIAN.
27tiavy – MinReri Kujyou – Deluxiuz XiuHan – prrncspo – ravoletta – yoongiena – lalapo – anon – sooindri09 – restika. dwii07 – CandytoPuppy – XiayuweLiu – minyoonlovers – mintz824 – vtan368 – HelloItsAYP – SyugarMint – rossadilla17 – silviadlv – Panda Item – michaelchildhood – Nyippa-chan – kim zi ayumi – btsyugar – siscaMinstaLove – gbrlchnerklhn– rayania– Yoongies– Babol Bol– Win500 – TaekookYoonmin – Jimsnoona– Princexod– reny246– so sorry to author luv you thor– Bornsinger– Chiminscake– reallyoungest– Bang Tae– A Y P– rrriiieee– kimdaffa99–JustcallmeBii– anonimganti nama D– MiniMinyoonMini – elxabeth– HanTaekookYoonmin– jmndnd– Rizuku– min sugar– Fujimoto Yumi– geserdikit– reginacitraramadani– – anunyajimin– whalme160700– WSna– park ji ri– MinJisu– VellyPiki27– hanvc– Pardon-MinHolly– peachPetals– Myug93– amandayupi– GlossyA– HamirohLangen– pishuuchan– hirudinea– ORUL2–Lunch27– anone dan para guest. terimakasih. TERIMAKASIH BANYAK
TERIMAKASIH BANYAK ATAS SEGALA SUPPORT SAMPAI CERITA INI MENCAPAI ENDING, UNTUK READER LAMA MAUPUN BARU, UNTUK YANG DATANG DAN PERGI, UNTUK FAV, FOLLOW, TERIMAKASIH.
SHOULD I GIVE YOU SOMETHIN' SUCH A SEQUEL? TAEKOOK? EHE.
Anyway, kalau mau baca ff ku yang lain, silahkan menuju breathinginlove :)
p.s. Maaf aku promosi
ku senang sekali~
THANK YOU.