"Suamiku sudah mengirim uang mukanya di rekeningmu, kau bisa melihatnya sendiri. Dan sisianya akan aku kirim begitu semuanya berjalan sempurna. Aku tak ingin terjadi kesalahan apapun, sekalipun hanya seujung kuku. Karena aku telah membayarmu dengan sangat mahal. Kau akan tau sendiri apa yang akan terjadi padamu jika kau melakukan kesalah kecil. Kau tau siapa akukan? Aku bisa melakukan apapun dengan hanya menjentikkan jariku. Ingat itu!"

Wanita itu menekan tombol merah pada layar ponsel pintarnya dengan ibu jarinya yang begitu lentik dan indah dihiasi cat kuku merah maroon.

"Apa kau yakin dengan yang satu ini?"

Wanita itu menyeringai dengan begitu seramnya. Mata tajamnya yang berhiaskan eyeliner tak ia alihkan pada sebua foto dengan ukuran besar yang terpajang pada dinding kamarnya.

"Aku telah merencanakan semuanya dengan rapi, bahkan sampai detil terkecilnya. Aku yakin, bahkan melihat wajahnya sajapun, Sehun tak akan sudi."

.

.

.

Oh Zhiyu Lu

Present

.

.

.

Only You Who I Have

.

.

.

For

HunHan Indonesia

Big Event Part II

.

.

.

Author : Oh Zhiyu Lu

Main Cast : Sehun, Luhan

Main Pair : Hunhan

Light : Chaptered

Rated : Mature

Genre : Drama, Hurt & Comfort

Disclaimer : Certa, alur dan karakter tokoh asli milik author. Tokoh milik agensi dan jika terdapat kesamaan, bukanlah faktor kesengajaan.

.

.

.


Chapter 3


.

.

.

Sehun mengancingkan kemeja biru langitnya di depan sebuah kaca yang mampu mematut dirinya dari ujung kaki hingga ujung rambutnya. Ketika kancing terakhir telah terpasang, Luhan langsung memasangkan sebuah dasi hitam bergaris putih pada kerah kemejanya.

Luhan terus terfokus pada rangkaian rumit yang coba ia buat pada dasi milik kekasihnya, tak perduli semenawan apapun senyuman yang tengah Sehun ukir di kedua belah bibir tipisnya hanya untuk sosok Luhan yang begitu ia cintai.

"Bukankah kau sudah terlihat sangat pantas menjadi pendamping hidupku, Lu?"

Senyuman menawan Sehun berubah sendu ketika gerakkan tangan Luhan yang tengah merangkai dasi miliknya terhenti. Namun tak lama ia kembali melanjutkan gerakkan tangannya, "Aku sedang tak ingin membahas itu Sehun-ah. Kau harus segera bergegas atau burung besi itu akan meninggalkanmu. Kita tak pernah berujung baik jika membahas ini. Sehari pun tak akan cukup bagimu membahas ini. Selesai."

Luhan berjalan mengambil sebuah jas hitam yang terletak di pinggir ranjang dan membantu Sehun untuk memakaikannya ke tubuhnya. "Kita tiggal di satu atap bahkan satu kamar. Kita selalu tidur bersama dan terkadang kita akan bercinta."

"Tolong ubah kata terkadang itu menjadi sering, Tuan Oh!"

"O-oke! Kita selalu tidur bersama dan kita sering bercinta." Luhan terkekeh kecil mendengar Sehun yang menekankan kata 'sering' dengan nada jengkel. "Kau menyiapkan segela kebutuhanku, pakaianku, makanku, dan bahkan sampai perjalanan bisnisku, kau mau susah payah untuk menyiapkan semua itu untukku. Siapapun akan mengira kita sudah menikah. Bukankah lebih baik kita menikah saja?"

Luhan menghela napas sekali dan membalasnya, "Sehun-ah, aku sudah berkali – kali mengatakannya padamu. In-"

"Ini sebagai balas budi atas kebaikkanmu padaku. Kau menampungku di rumahmu dan memenuhi segala kebutuhanku." Sehun langsung memotong ucapan Luhan dan menirukan ucapan Luhan yang telah di hapalnya di luar kepala. Bahkan disertai dengan nada, gaya dan intonasi yang sama. "Seriously Lu, aku ini kekasihmu dan itu sudah tugasku! Lagi pula aku juga sudah berjanji pada ibumu untuk menjagamu. Apa kau tak menganggapku apa – apa selain seseorang yang menampung orang lain hanya karena rasa kemanusiaan? Apa kau memang tak pernah menganggapku sebagai kekasihmu Lu?"

"Saat itu aku ingin mengajakmu menikah, kau mengatakan aku belum tamat kuliah. Lalu setelah aku tamat kuliah, kau bilang aku belum memiliki finansial yang menjanjikan. Setelah aku menjadi CEO di perusahaan ayahku, kau bilang aku belum cukup dewasa untuk menjadi kepala rumah tangga. Lalu sekarang apa lagi?"

Luhan tertunduk sangat dalam berusaha menyembunyikan pelupuk matanya yang mulai digenangi air mata. "Bukan kau Sehun-ah, tapi aku. Aku belum siap untuk komitmen tinggi seperti pernikahan. Maafkan aku. Aku,,, belum benar – benar siap."

Katakanlah Luhan seorang penipu ulung, karena ia sendiri pun mengakuinya. Jika diandaikan pinokio, mungkin hidungnya sudah sepanjang diameter permukaan bumi. Sudah tak terhitung lagi seberapa banyak ia mengucapkan dusta dari kedua belah bibirnya.

Jika boleh jujur, ia ingin sekali segera menikah bersama Sehun. Mengucapkan janji suci di depan pendeta dan di saksikan oleh seluruh dunia. Saling berkomitmen untuk hidup setia sampai mati. Bahkan ia sering sekali mengandai – andaikan detil resepsi pernikahan yang akan ia buat bersama Sehun jika kelak mereka menikah nanti. Membayangkan Sehun yang memasangkan cincin pernikahan di jari manisnya dan ia akan melakukan hal yang sama. Setelahnya mereka akan pergi berbulan madu di tempat – tempat romantis berdua, tanpa siapapun yang mengganggu.

Tapi, siapa yang bisa menjamin semuanya akan seindah ekspektasinya?

Masih ada ibu Sehun yang terus menghujamnya dengan ucapan – ucapan sarkas, ada ayahnya yang terus menatapnya dengan tatapan yang seolah ingin melenyapkan eksistensinya dalam hidup putranya, ada kakaknya yang selalu memerintahnya bagaikan babu dan juga ada adiknya yang terus menyindir tentang betapa ia tak diharapkan di rumah mewah ini.

Inilah realita yang selalu menarik Luhan dari angan – angannya tentang sebuah kehidupan rumah tangga yang begitu indah bersama Sehun.

Luhan adalah manusia dengan prinsip yang selalu menjujung tinggi komitmen dalam hidupnya. Dan ia hanya ingin mengucapkan janji suci pernikahan sekali seumur hidupnya. Ia tak ingin jika suatu saat nanti ia menikah bersama Sehun dan kemudian mereka bercerai karena ketidak sukaan seluruh keluarnganya terhadap dirinya. Ia ingin masalah ia dan keluarga Sehun selesai terlebih dahulu, dan kemudian ia menyetujui usulan Sehun untuk menikah. Bukankah itu terdengar lebih baik?

Dan itulah yang berusaha Luhan pertahankan dengan dalih – dalih palsu sebagai penutup alasan yang sebenarnya.

"Lalu sampai kapan aku harus menunggumu hingga kau siap? Sampai aku menjadi perjaka tua? Atau bahkan sampai ayah dan ibu memiliki cucu dari Yeri?"

"Seh-"

"Lu, dengarkan aku!" Sehun mencengkram kedua sisi bahu Luhan serta suaranya yang ia lembutkan, berusaha membuat Luhan memahami pemikirannya. "Kau tak akan pernah siap jika kau terus memikirkan kemungkinan – kemungkinan terburuk yang akan terjadi dalam rumah tangga kita nanti. Kau hanya perlu mempercayakan semuanya padaku." Luhan menundukkan kepalanya dengan dalam mendengar setiap detil ucapan Sehun. Apa yang Sehun ucapkan memang benar, ia merasa tak siap hanya karena terus memikirkan kemungkinan – kemungkinan buruk yang akan terjadi dalam pernikahan mereka. Tapi, bisakah ia mempercayaianya. Bukankah setiap manusia bisa saja berubah?

"Aku yang akan menjadi suamimu dan aku pula yang akan menjadi kepala rumah tangga. Cukup bersandar padaku dan kita akan melalui semua masa sulit dalam perinkahan kita. Sepelik apapun itu, aku tak akan pernah meninggalkanmu. Kau hanya perlu mengingatkan aku tentang janjiku yang tak akan pernah meninggalkanmu dan juga janjiku pada ibumu jika aku mulai berubah, bisakah?"

Pandangannya berubah nanar. Kedua tangan Sehun berusaha ia tepis dari bahunya dengan pelan. Saat ia mendongakkan kepalanya untuk menatap Sehun, ia hanya terus memupuk rasa bersalah dalam hatinya begitu ia melihat tatapan penuh harap sang kekasih.

"Bisakah kita bicarakan ini saat kau pulang nanti? Ini sudah semakin siang dan kau harus pergi. Bukankah kau juga harus memerikasa ulang bahan presentasimu di kantor?"

"Luhan, kau tau pasti bagaimana aku jika sudah membahas masalah ini. Dan aku-"

Sehun tak mampu menguasai keterkejutannya ketika Luhan berjinjit dan menempelkan bibirnya pada bibir tipis Sehun, membungkam sederet kata yang akan kekasihnya ini ucapkan.

"Aku tau." Melepaskan kecuppannya lalu memeluk tubuh tegap itu dengan begitu eratnya. Membuat sang empunya tubuh menjadi luluh dan membalas pelukkan Luhan "Maka dari itu, lebih baik kita membahasnya saat kau pulang nanti. Akan kita pikirkan semuanya matang – matang. Jika kita membahasnya sekarang, kau pasti akan membatalkan keberangkatanmu. Bagaimana?" Sehun manganggukkan kepalanya yang ia sandarkan pada bahu sempit Luhan.

Yahh,,, benar. Selama emat hari itu ia akan memikirkan alasan apa yang akan ia gunakan kali ini untuk menghentikan keinginan Sehun.

Luhan melepaskan pelukkannya dan memberikan sebuah senyuman yang begitu menawan pada sang kekasih. Dan begitu pun Sehun yang membalasnya dengan melakukan hal yang sama.

"Ayo kita turun! Paman Lee sudah memanaskan mobil dibawah." Sehun menganggukkan kepalanya dan melingkarkan tangannya di pinggang Luhan untuk berjalan bersama menuju lantai satu.

"Bibi, mengapa sepi sekali? Dimana eomma dan appa?"

Bibi Kim yang sedang membersihkan beberapa pajangan antik, dibuat terkejut akan kedatangan Sehun dan Luhan yang baginya terasa tiba – tiba. Ia segera menghampiri keduanya dan menjawab pertanyaan tuan mudanya, "Tuan dan Nyonya tiba – tiba saja mendapat undangan pertemuan dari teman lama tuan yang baru pulang dari Amerika. Jika terlalu larut, mereka akan menginap di sana."

Sehun menganggukkan kepalanya mengerti, "Oh,,, terima kasih Bibi Kim." Ia tersenyum dan kembali berjalan menuju pintu utama diikuti Luhan di sampingnya. Dengan mencuri curi kesempatan, Bibi Kim tersenyum pada Luhan yang masih menatapnya, seolah mengatakan bahwa untuk satu hari ini, hidup Luhan akan merdeka.

"Aku hanya akan pergi empat hari, dan aku ingin kau berjanji satu hal padaku." Pinta Sehun ketika keduanya telah berdiri di dekat mobil milik Sehun yang telah terparkir di depan mension Oh, berserta paman Lee yang telah menunggu di depan pintu mobil.

"Apa?"

"Saat aku pulang, setidaknya timbanganmu harus naik satu kilo. Akan lebih baik lagi jika dua kilo."

Luhan terkekeh mendengar permintaan Sehun. Ia telah berpikir hal – hal yang sangat jauh. Seperti menyiapkan makan malam spesial, menjemputnya di bandara atau yang sangat Oh Sehun sekali, bercinta satu malam penuh saat ia pulang nanti.

"Baiklah." Luhan mengangguk, "Hanya itu?"

"Tidak. Kau tak boleh sakit selama aku pergi. Makanlah yang banyak, banyak minum air hangat lalu minum juga vitaminmu. Oh! Jangan lupa banyak istirahat kau mengerti?"

"Ayay kapten!" Sehun benar – benar tak tahan untuk tak mencubiti kedua pipi Luhan dengan gemas ketika melihat Luhan yang meyetujui perintahnya bagaikan awak kapal. Bukankah itu begitu kekanak – kanakkan? Dan wajah manis Luhan akan selalu sinkron dengan sesuatu yang berbau kekanak – kanakkan, manis dan juga menggemaskan.

"Lagi pula, seharusnya aku yang mengatakan itu padamu. Bukan kau Sehun. Tapi aku pasti akan melakukannya. Kau benar – benar kekasih idaman." Luhan mengacungkan kedua ibu jarinya di hadapan wajah Sehun.

Dan yang terjadi selanjutnya, Sehun meraih kedua tangan itu dan menggenggamnya dengan erat. Tubuhnya ia dekatkan pada Luhan hingga bibir tipisnya hanya berjarak kurang lebih dua sentimeter di depan telinga Luhan. "Bukan tanpa alasan aku melakukan ini. Aku ingin kau lebih sehat dan kuat. Sehingga, saat aku pulang nanti kita bisa bercinta satu malam penuh, bahkan jika bisa kita akan melanjutkannya sampai besok."

Luhan hanya mampu mengedipkan matanya mencerna setiap kata yang Sehun bisikkan dengan nada yang begitu nakal. Seharusnya ia tau jika kata mesum akan selalu menjadi nama tengah seorang Oh Sehun.

Luhan bahkan belum menyadari apapun saat Sehun menyatukan bibir keduanya dan langsung melumat bibir ranum itu dengan penuh kelembutan.

Hanya Sehun yang memejamkan matanya menikmati lumatannya pada bibir manis Luhan. Sang korban yang masih terkejut belum menutup matanya. Dan dari balik tubuh Sehun, ia bisa melihat paman Lee yang tengah bergerak canggung di sisi pintu mobil. Uh,,, melihat bagaimana Paman Lee yang tengah menggrauk tengkuknya sambil membalikkan tubuhnya, membuat Luhan malu pada pria paruh baya itu.

"Aouhhh!" Sehun benar – benar kaget saat Luhan mencubit pinggangnya hingga pagutannya pada bibir Luhan terlepas. "Wae?"

"Kau tak malu pada Paman Lee? Pergilah! Dasar mesum!"

Sehun hanya terkekeh melihat Luhan yang mengusirnya dengan kedua pipinya yang merona padam. Uh,,, jika ucapan Luhan tak menunjukkannya, maka tubunya yang akan dengan senang hati menunjukkan bahwa sang empunya sangat mencintainya.

"Baiklah. Ingat semua pesanku dan kita akan membicarakannya saat aku pulang nanti, mengerti?" Luhan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Sehun.

Sehun memberikan sebuah kecupan lembut pada dahi Luhan untuk beberapa detik dan senyuman Luhan yang begitu lembut dan menenangkan hatinya adalah sebagai balasannya. "Aku pergi."

Luhan menganggukkan kepalanya kecil dan mulai melambaikan tangannya pada Sehun yang berjalan masuk ke dalam mobil. Paman Lee menutup pintu mobil dan membungkukkan tubuhnya pada Luhan sebelum masuk ke dalam mobil.

Luhan menghela napasnya ketika melihat mobil yang berisikan Sehun telah menghilang dalam jangkauan penglihatannya.

Senyuman sendu yang biasanya terpasang pada wajah manisnya ketika Sehun pergi kini tergantan dengan senyuman yang begitu lembut. Nyonya dan Tuan Oh tak ada di rumah hari ini, mungkin jika ia beruntung mereka tak akan pulang sampai besok. Yeri, adik Sehun tak ada di rumah. Terlebih lagi ini hari sabtu, dan biasanya anak berumur enam belas tahun itu akan pergi bersama teman – temannya ke mall hingga malam. Dan Soyu, kakak Sehun, biasanya wanita itu akan berada di butik miliknya hingga malam di hari sabtu. Pesanan gaun pengantin harus dipastikan telah selesai dengan sempurna dan segera diantarakan pada pemiliknya di malam hari.

Luhan berjalan masuk dan dibuat terkejut oleh bibi Kim yang muncul secara tiba – tiba di balik pintu utama dengan senyuaman yang begitu cerah.

"Ada apa denganmu bibi Kim? Kau membuatku terkejut." Bibi Kim hanya membalas ucapan Luhan dengan senyuman yang lebih lebar. Tanpa menjawab pertanyaan kekasih sang tuan muda, wanita paruh baya itu menarik Luhan menuju ruang makan dan menarik sebuah kursi untuk diduduki olehnya.

"Bibi, kau membuatku bingung. Ada apa sebenarnya?"

Bibi Kim tak menunjukkan reaksi atau ucapan apapun yang dapat diartikan sebagai jawaban atas pertanyaan Luhan. Wanita paruh baya itu masih fokus pada pekerjaannya di depan kulkas yang terbuka.

"Bibi Kim~~" Luhan yang merasa terabaikan malah merengek sambil memanggil Bibi Kim dengan nada yang begitu menggemaskan. Membuat sang empunya nama terkekeh kecil sambil menutup pintu kulkas dengan siku kanannya sedang kedua tangannya penuh dengan bahan – bahan makanan mentah.

"Berapa berat badanmu saat ini?"

Luhan merubah raut kesal –menggemaskan-nya dengan raut bingung. "Lima puluh?"

Luhan malah tertawa canggung melihat bibi Kim yang meringis sedih sambil menggelengkan kepalanya prihatin. "Apa menurutmu dengan berat badan seperti itu akan normal untuk tubuhmu?"

"Ani." Luhan hanya menggelengkan kepalanya sambil menundukkan kepalanya sedih.

"Baiklah!" Bibi Kim meraih salah satu celemek yang tergantung di sisi lemari dan memasangkannya pada tubuhnya, "Bagaimanapun kedudukkanmu di rumah ini bagi Nyonya dan Tuan Oh, kau tetaplah kekasih majikkanku. Kekasihmu adalah tiga bersudara Oh yang paling aku sayangi, bahkan ia telah aku anggap anakku sendiri. Dan tentunya seorang ibu ingin melihat anaknya bahagia."

Bibi Kim berjalan ke arah Luhan dan mendudukkan tubuhnya di sebuah kursi yang bersebelahan dengan Luhan. Kedua tangannya ia gunakan untuk menangkup wajah Luhan yang terlihat cekung. "Dan salah satu caranya itu melalui dirimu. Anakku pasti sedih melihat kekasihnya menjadi sangat kurus seperti ini. Kau harus tetap sehat dan memiliki umur panjang agar kau bisa hidup lebih lama untuk menemaninya di masa tuanya. Kau mengerti?"

Luhan benar – benar terharu pada tindakkan Bibi Kim padanya. Ia bahkan tak mampu mengucapkan apapun selain anggukkan kepalanya sebagai balasannya.

"Dengar Luhan! Aku ataupun kau tentu tau hidupmu tak akan mudah di rumah ini. Aku yakin mereka akan melakukan berbagai mancam cara untuk membuatmu tak nyaman berada di sini. Bahkan aku merasa mereka tak segan – segan melakukan hal – hal keji untuk mendepakmu dari rumah ini. Tapi aku minta satu hal padamu." Bibi Kim menghentikan ucapannya sejenak guna menatap kedua mata rusa Luhan yang telah digenangi air mata.

"Tetaplah bertahan! Sehun sangat mencintaimu, aku bisa melihatnya di matanya. Dia tak akan bisa hidup tanpamu. Bisakah?"

Luhan menghapus lelehan air matanya yang mengotori kedua belah pipinya yang tirus, membuat sepasang tangan keriput itu terpelas dari kedua belah pipinya. Pandangannya bergerak tak tentu arah, terlihat resah akan janji yang diminta wanita di hadapannya.

"Bibi, aku tak akan pernah meninggalkan Sehun. Dia adalah duniaku, dia napasku. Apakah mungkin seseorang hidup tanpa dunianya? Apakah mungkin seseorang hidup tanpa bernapas? Aku tak akan mampu hidup tanpa melihat Sehun seharipun. Tapi aku takut mereka melakukan sesuatu yang bisa membuat Sehun membenciku. Hati seseorang pasti akan berubah suatu saat nanti. Dan itulah yang aku takutkan setiap harinya. Aku lebih baik pergi dari hidup Sehun dengan seluruh kebencian keluarganya dari pada hidup dengan seluruh kebencian Sehun padaku. Aku terbiasa melihat tatapan penuh cinta darinya untukku. Aku tak akan bisa melihat tatapan benci dari matanya untukku, bi."

Bibi Kim menarik Luhan masuk ke dalam pelukannya sambil mengelus rambutnya dangan lembut. Membiarkan bajunya basah oleh tangisan Luhan yang semakin menjadi – jadi.

"Menangislah Lu. Aku tau kau tak bisa mengadukan segala kesedihanmu pada siapapun. Bukankah kau pernah bilang jika kau menganggapku sebagai ibumu? Setiap ibu pasti akan selalu siap menjadi sandaran bagi anaknya jika mereka telah benar – benar lelah."

Yang terjadi selanjutnya, isakkan Luhan malah semakin menjadi - jadi. Bahunya bergetar hebat berusaha mengeluarkan seluruh keluh kesahnya melalui tangisannya yang terdengar begitu memilukan.

"Sehun sangat mencintaimu Lu. Aku tau benar bagimana sifatnya, karena aku telah merawatnya bahkan ketika ia baru pulang dari rumah sakit. Sebenci apapun dia padamu nanti, aku yakin cintanya masih akan tetap di sana. Dia tak akan pernah benar – benar membencimu. Kau hanya perlu bertahan dan terus mencintainya. Kau percaya pada ibumu kan?"

Luhan menganggukkan kepalanya dan semakin mengeratkan pelukkannya pada wanita paruh baya yang telah ia anggap sebagai ibunya ini.

..

..

..

"Bibi, aku kenyang." Ucap Luhan setelah menelan kunyahan nasi terakhirnya.

Namun bibi Kim malah menyodorkan sebuah piring berisikan beberapa jenis buah – buahan yang telah dikupas dan dipotong kecil – kecil. "Aku masih bisa mentoleransi jika kau hanya memakan sedikit nasi. Dan aku tak bisa membiarkanmu pergi tanpa memakan buahmu."

"Tapi aku kenyang bibi."

Bibi Kim menggelengkan kepalanya dan menyuapi Luhan sepotong pisang. Mau tak mau Luhan membuka mulutnya menerima suapan Bibi Kim.

"Bibi~~" Luhan merengek ketika Bibi Kim kembali menyuapinya sepotong buah apel.

"Aigoo,,, putraku ini tampan sekali. Seharusnya kau juga bisa memiliki tubuh seperti pria – pria manly. Tapi mana ada pria manly yang bertubuh kurus kering. Pria manly harus makan banyak agar memiliki kotak - kotak di perutnya. Apakah kau tak mau mengalahkan kekasihmu? Walaupun kau dibawah, memiliki kotak kotak yang lebih bagus daripada Sehun itu tak ada salahnya. Kau mau di anggap wanitanya Oh Sehun?"

Dan Bibi Kim hanya tersenyum geli melihat Luhan yang menyambar garpu di tangannya dan memakan buahnya sendiri hingga kandas.

"Jangan lupa susumu."

Luhan hanya membalasnya dengan anggukkan kecil, membiarkan Bibi Kim beranjak dari kursinya untuk membersihkan beberapa piring kotor.

..

..

..

"Apa yang kau lakukan, huh?" Bibi Kim merebut selang air dari tangan Luhan. Menyerahkannya pada pegawai lain yang bertugas sebagai pengelola taman di mansion Oh.

"Bibi, aku hanya menyiram bunga. Itu tak akan menghabiskan tenagaku, bi."

Bibi Kim menggelengkan kepalanya acuh. "Ini sudah tegah hari dan matahari sedang panas terik. Sehun pasti akan perotes jika kekasihnya menjadi hitam seperti temannya. Ayo masuk dan pergi tidur di kamarmu!"

"Bibi, aku baru saja menghabiskan makanan yang kau buat. Dan itu sangat banyak. Kalau aku langsung tidur, aku bisa gemuk. Jika seperti itu, nanti aku akan mengalami diabetes, kolesterol atau darah tinggi saat tua nanti. Bibi mau?"

"Itu akan terjadi jika kau melakukannya setiap hari dan ditambah kau memang sudah gemuk Luhan. Tapi sekarang kau masih sangat kurus. Dan lagi pula ini sudah dua jam sejak kau selesai makan. Kau butuh banyak tidur. Pergilah!"

"Bibi~~" Tapi rengekkan Luhan tak diperdulikan wanita paruh baya itu. Ia terus mendorong tubuh Luhan menuju pintu.

"Kau turuti semua ucapanku atau aku menceritakan semua yang mereka lakukan padamu pada Sehun?"

"Aishh,,, wanita tua ini benar – benar." Bibi Kim tak tersinggung sedikitpun akan ucapan Luhan. "Aku sudah meletakkan segelas air dan vitamin di kamarmu. Aku akan menebas kepalamu jika kau tak meminumnya." Wanita itu malah mengingatkan Luhan yang tengah berjalan masuk ke dalam mansion tentang vitaminnya.

"Arraseo."

..

..

..

"Yaa! Kenapa kalian tidur! Kalian mau aku adukan pada tuan dan nyonya, huh?" Ketiga pria yang bertugas untuk membuka pintu gerbang utama hanya dapat menundukkan kepalanya, merasa bersalah atas kelalaian mereka pada amanat yang telah disematkan pada ketiganya.

Bibi Kim yang baru saja pulang dari sebuah pusat perbelanjaan dibuat berang ketika para pelayan yang bertugas menjaga pagar utama telat membuka pagar untuknya karena tertidur di ruangan mereka.

"Seharusnya aku tak memasang kipas angin di ruangan kalian saat itu. Benda itu hanya membuat kalian bermalas – malasan."

"Maafkan kami Kepala Pelayan Kim. Saya akan pastikan ini tak akan terjadi lagi." Bersamaan dengan berakhirnya ucapan dari salah satu ketiganya, sebuah mobil mewah masuk ke dalam perkarangan mension Oh. Dan Bibi Kim dibuat bingung ketika melihat sang Tuan muda keluar dari mobil tersebut dengan raut kesal bersama Yeri di belakangnya yang tengah merengek sambil mengayunkan salah satu tangan Sehun dengan tingkah kekanakkannya.

"Sudahlah!" Bibi Kim kembali menaruh perhatiannya pada ketiga pria yang berdiri di hadapannya ketika Sehun telah menghilang dibalik pintu utama bersama sang adik, Yeri. "Aku tak mau hal ini terulang lagi. Jika aku mendapati kalian tertidur saat jam bertugas kalian, aku akan mencari pelayan lain. Kalian mengerti?"

"Mengerti!" Ketiganya menjawab dengan bersamaan dan segera kembali ketika wanita itu meyuruh mereka segera pergi.

Namun tak cukup sampai di sana. Sebuah mobil kembali masuk ke perkarangan mension Oh dan keluarlah Tuan dan Nyonya Oh dari dalam mobil tersebut. Bahkan sang putri tertua juga keluar dari sana. Firasatnya saja, atau mereka memang terlihat aneh?

Tanpa ia sadari rautnya berubah panik.

Apakah mereka tengah merencanakan sesuatu?

..

..

..

Sehun menghempaskan tubuhnya pada salah satu sofa empuk di ruang tengah mension Oh. Berusaha mengacuhkan sang adik yang tengah merengek padanya dengan melepaskan dasi hitam yang terasa mencekik lehernya.

"Oppa~~ Kau pasti tak akan menyesal. Irene eonni sangat cantik. Dia juga baik dan sangat pintar. Eonni berasal dari keluarga kaya dan dia begitu anggun. Kau maukan?"

"Dengarkan oppamu ini adikku tersayang! Kau pasti bahagiakan melihat oppamu bahagia? Dan aku akan bahagia dengan hanya bersama Luhan. Aku tak butuh wanita lainnya Yeri! Jangan pernah mencoba untuk menjodohkanku dengan wanita manapun!"

Yeri mengerutkan bibirnya kurang setuju dengan ucapan Sehun. "Siapa bilang aku ingin menjodohkan oppa dengan Irene eonni? Aku hanya ingin mengenalkanmu padanya. Karena ia sangat mengagumimu oppa."

Sehun hanya memutar bola matanya jengah, "Kau memang tak mengatakannya. Tapi dari cara bicaramu itu seolah mengatakan hal tersebut."

"Oppa! Kau menuduhku?"

Sehun menghela napas dengan cukup keras. Dan ucapannya harus terhenti ketika Nyonya Oh memotong perkataannya, "Ada apa Yeri?"

"Eomma,,, oppa menuduhku yang tidak – tidak. Padahalkan aku sangat menyayangi Luhan oppa."

"Yeri ingin aku berkenalan dengan salah satu senior wanita disekolahnya." Sambar Sehun.

"Mengenalkan saja apa salahnya? Aku tak terkejut jika seniornya itu mengagumimu Sehun." Soyu mendudukkan tubuhnya di samping Yeri dan diikuti Tuan dan Nyonya Oh yang menduduki sofa yang lain.

"Aku tak masalah jika itu hanya satu atau dua orang. Tapi seingatku, ini hampir setengah dari seniornya noona."

Nyonya Oh hanya tersenyum maklum melihat Soyu yang menghela napas jengkel. "Oh Sehun, tak hanya kau yang terganggu. Mungkin Yeri juga terganggu dengan seniornya yang begitu ingin mendekatimu. Kau pikir bagaimana aku saat masa sekolahku? Semua wanita itu tak bisa mendekatimu karena kau terlalu dingin. Sebagai gantinya mereka mendekatiku. Membelikanku berbagai macam barang mahal agar aku mau mendekatkan mereka padamu. Dan mungkin itulah yang terjadi pada Yeri."

Yeri menganggukkan kepalanya dengan wajah yang begitu ingin dikasihani. "Ayolah oppa!"

"Mungkin kau harus menjelekkan wajahmu itu." Ucap Soyu sambil memainkan ponselnya.

"Sudahlah Yeri!" Nyonya Oh menengahi ketiga anaknya yang masih terus berdebat. "Bilang pada mereka bahwa oppamu sudah memiliki kekasih. Dan mereka tak pantas mencari perhatian dengan pria yang akan menikah."

"Menikah? Apakah kalian akan segera menikah?"

"Tentu saja. Sehun harus secepatnya menikahi Luhan. Aku begitu risih melihat jari Luhan yang tak tersemat cincin apapun."

"Sudahlah eomma!" Entah mengapa topik mengenai pernikahan sedikit membuatnya risih. "Ngomong – ngomong kenapa eomma dan appa sudah pulang?"

"Mendadak teman appa memiiki beberapa hal darurat yang harus ia selesaikan. Dan kau sendiri? Bukankah kau harus pergi ke Jepang selama empat hari?" Tuan Oh yang sedari tadi tutup mulut mulai menunjukkan eksistensinya.

"Tiba - tiba saja mereka menunda pertemuannya hingga besok. Jika bukan karena mereka klient penting, aku sudah memaki – meki mereka. Bahkan aku sampai berkerja lembur mempersiapkan berkas untuk mereka. Ditambah lagi Yeri yang terus merengek padaku."

"Oppa!"

"Sudahlah Yeri! Oppamu sedang lelah. Apakah Luhan dikamarnya?" Tanya Nyonya Oh pada Bibi Kim yang baru saja datang membawa beberapa gelas berisikan teh hangat.

"Iya Nyonya, tuan muda Luhan sedang tidur."

"Pergilah! Obat penghilang setresmu ada di kamar sedang tertidur." Sehun hanya terkekeh kecil menanggapi ucapan ibunya yang begitu tau tentang seluruh sifatnya. Sehun pun beranjak pergi menuju kamarnya bersamaan dengan Bibi Kim yang melihat mereka yang berada di ruang tengah sedang menatap sang tuan muda yang tengah meniti anak tangga dengan binar penuh kemenangan.

"It's show time."

Bisik Soyu dengan seringai yang begitu mengerikan. Dan saat itulah Bibi Kim yakin ada yang tak beres dengan kepulangan mendadak mereka. Pasti ada rencana jahat yang tengah mereka buat untuk mengusir Luhan dari hidup Sehun.

Bibi Kim langsung berlari mengejar tuan mudanya tanpa memperdulikan delikkan tajam mereka. Terserah jika mereka ingin memecatnya, toh juga uangnya sudah bayak dengan ia berkerja sebagai kepala pelayan di mension ini selama bertahun – tahun.

Namun ia tau semuanya sudah sangat terlambat ketika ia melihat Sehun berdiri di depan pintu kamarnya yang terbuka dengan tubuh yang menegang kaku. Bahkan jatungnya bergetar kalut melihat tangan Sehun yang mengepal erat dengan wajah emosinya yang terbingkai rahangnya yang mengeras.

Apakah ini semua telah dimulai?

..

...

..

To Be Continue

..

..

..

Next : Let's Stop It!

Zhi minta maaf kalau chapter ini ada typonya. Mungkin ada kesalahan pada namanya atau apapun itu, Zhi inta maaf karena telah mengurangi kenyamanan kalian membaca fanfic ini.

Q : Alurnya kenapa lama sekali?

A: Hehehee,,, maaf. Zhi lagi nge-hemat alur kakak. Soalnya zhi gak yakin bakalan tahan sampai 25 chapter dengan alur yang sudah Zhi siapkan dari lama. Sekalian juga untuk memperjelas bagaimana hubugan Luhan dengan lingkungan Sehun. Bagaimana perasaan dan orang – orang di lingkungan Sehun tentang Luhan. Jadi Zhi ga perlu menjelaskan lagi ke depannya.

Q : Happy ending?

A : So pasti kakak.

Q : Fast Up date please?

A : Fanfic ini ada target kapan harus endingnya. Jadi kemungkinan untuk late up date atau bahkan yang lebih parahnya discontinue akan sangat kecil sekali.

Q : Kenapa Luhan ngenes sekali di sini?

A : Begitulah alurnya. Zhi paling suka dengan fanfic dimana Sehun yang menyesal telah menyia – nyiakan Luhan. Dan kemudian Sehun harus melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan Luhan yang tak menginginkannya lagi. HAHAHAHAHAAA,,, ups!

Oke, last. Silahkan review, follow atau favorite. Zhi ucapkan terima kasih sebanyak banyaknya atas hal tersebut. Dan jika ingin mengkritik sesuatu yang berkaitan dengan cerita di atas, Zhi mohon gunakan bahasa yang baik dan tak mengandung kalimat sarkas. Maklum Zhi orangnya baper. Jika hanya membaca saja, tak apa. Semoga karya Zhi menghibur kalian.

See You…

2 MINGGU KE DEPAN. HEHEHE,,, Zhi mau hiatus untuk persiapan kuliah.