Set setelah Winter Cup dan ulang tahun Kuroko. Abaikan bagaimana oreshi dan bokushi memanggil nama, anggap saja Akashi selalu memanggil dengan menggunakan nama kecil.

Inspired by salah satu ig post nya Colleen Hoover


Aomine Daiki, lima tahun, tahun ini masuk TK, memandang tas ranselnya yang terbuka. Memandang bungkusan kecil berwarna putih yang sudah ada di dalam ranselnya saat ia membuka tas. Seingatnya kaa-sannya pun tak memasukkan bungkusan putih itu tadi pagi saat memasukkan bekalnya ke dalam tas. Lagipula, untuk apa benda sekecil itu? Sebenarnya itu benda apa, sih? Permen? Sepertinya bukan. Racunkah? Matanya terbelalak. Kaget. Sepertinya bungkusan itu memang racun.

Aomine Daiki, lima tahun, tahun ini masuk TK, melemparkan pandangan ke seisi kelasnya. Memandang satu per satu teman-teman sekelasnya. Siapakah yang dengan sengaja memasukkan racun ke dalam tasnya? Satsuki-kah? Tidak mungkin. Atau bocah berambut hitam yang duduk di depan kelas? Atau bocah pirang di sebelahnya? Tapi, kan, hari ini hari pertama masuk sekolah. Masa, iya, sudah ada yang berniat meracuninya?

Aomine Daiki, lima tahun, tahun ini masuk TK, memantapkan diri mulai hari ini akan mecari tahu siapakah yang berniat meracuninya.

(Walaupun pada akhirnya tidak ingat)


Aomine Daiki, salah satu anggota Kiseki no Sedai, Power Forward, ace tim basket Akademi Touo, memandang boks sepatu basketnya yang terbuka. (Yang ia tak tahu siapa pemberinya. Semua ini ide Akashi, yang dengan santainya mengatakan ingin melakukan secret santa. Pada bulan Februari. Bukan saat hari Natal) Memandang bungkusan kecil putih yang ada di dalam boks sepatunya. Ingatannya kembali pada hari pertama masuk TK. Bungkusan itu mirip dengan bungkusan yang ditemukannya di dalam tasnya. Bungkusan racun. Tapi, siapa?

Satsuki? Tidak. Tetsu? Tidak mungkin. Mantan bayangannya itu terlalu baik walau punya hobi menakuti Kagami dengan Nigou. Murasakibara? Bocah titan itu hanya peduli dengan makanan, jadi tidak mungkin. Midorima? Pfft, tidak.

Akashi, Kise, dan Kagami. Sepertinya cuma mereka bertiga yang punya motif kali ini.

Kise, anak ayam berisik, model jejadian. Motifnya sudah pasti karena sering kalah darinya dari jaman SMP, terakhir di Interhigh kemarin.

Kagami, cahaya baru mantan bayangannya. Motifnya tidak mau kalah lagi waktu main one-on-one dan tidak mau kalah waktu lomba makan.

Akashi, kapten Kisedai, kaisar gunting merah. Motifnya? Tetsu. Akhir-akhir ini, Tetsu lebih sering main dengannya daripada dengan Kagami, apalagi dengan Akashi yang berada di Kyoto. Lalu apa lagi, ya? Terlalu banyak hal yang Akashi tidak suka darinya.

Tegakah Akashi meracuninya? Akashi, kan, sudah kembali jadi Akashi yang lama setelah kalah dari Tetsu.

"Aomine-kun?"

"Kau kenapa, Aomine? Tampangmu seperti orang yang sedang sembelit."

"Diam kau, Midorima! Aku sedang berpikir."

"Mine-chin berpikir?"

"Hahahahaha, memangnya otaknya Aominecchi bisa digunakan untuk berpikir-ssu?"

"Anak ayam diam saja!"

"Dai-chan tidak sedang memikirkan majalah ero yang kemarin oba-san buang, kan?"

Matanya terbelalak. Horor.

"Tidaaaaakkkkkk! Mai-chan berhargaku! Mengapa kau tega pada anakmu satu-satunya ini kaa-san! Satsuki! Katakan padaku, ke mana kaa-san membuang Mai-chan kesayanganku!"

"Errr, etto, diberikan kepada Yamaguchi baa-chan untuk membakar ubi manis."

Horor, benar-benar horor.

"Tiiiddddaaaakkkkk!"

"Oi, aho! Jika bukan majalah nista itu yang kau pikirkan, lalu apa?"

"Berani memanggilku aho sekali lagi, kulemparkan Nigou padamu, baka!"

"Aomine-kun mau ku ignite pass?"

"Sudah, sudah. Sebenarnya apa yang kau pikirkan, Daiki?"

"Sepatu basket."

"Sepatu basket?"

"Iya, sepatu basket. Maksudku siapa yang memberiku sepatu basket ini."

"Memangnya ada apa dengan sepatu basketnya Aomine-kun? Akashi-kun dan aku tidak membeli sepatu dengan ukuran yang salah, kan?"

"K-kau yang membelikanku sepatu ini, Tetsu?"

"Akashi-kun dan aku. Memangnya ada apa?"

"…"

"Aomine-kun?"

"J-jadi, yang menaruh racun di boks sepatuku itu kau, Tetsu? Kalau Akashi, sih, aku masih bisa percaya, tapi, kau? Apa salahku padamu, Tetsu? Apa salahku? Kalau masalah basket waktu SMP, kan, aku sudah minta maaf. Kau belum bisa memaafkanku? Apa lagi yang harus aku lakukan untuk membuatmu memaafkanku, Tetsu? Apa lagi yang… ."

"RACUN?!"

"Iya, racun."

"Maksudmu, aku dan Akashi-kun sengaja menaruh racun di boks sepatumu dan meracunimu, begitu?"

"Err…"

"Daiki, jawab."

"I-iya… ."

"Lalu, di mana 'racun'nya, Daiki?"

Aomine Daiki, salah satu anggota Kiseki no Sedai, Power Forward, ace tim basket Akademi Touo, mengangkat bungkusan kecil putih yang berada di dalam boks sepatu basketnya. Bungkusan kecil putih yang mirip dengan yang dulu pernah ditemukannya di dalam tas ranselnya sewaktu TK.

"Hahahaha… . Aominecchi aho ssu. Hahahaha… ."

"Mine-chin benar-benar bodoh."

"Aku tak bisa mengerti, bagaimana kau bisa bertahan hidup dengan otakmu itu, Aomine."

"Dai-chan bodoh."

"Hahahaha… . Ahomine! Hahahaha… ."

"Kupikir Aomine-kun setidaknya tidak lebih bodoh daripada Kagami-kun. Tapi, ternyata kalian berdua sama bodohnya."

"Oii!"

"Siapa yang memberitahumu kalau itu racun, Daiki?"

"Jadi, bungkusan ini bukan racun?"

"Bungkusan itu bukan racun, Daiki. Itu silica gel. Kau tahu, kan, apa itu silica gel."

"Silica gel? Apa itu?"

"Bungkusan kecil yang ada di dalam tas, boks sepatu, atau di dalam dompet. Fungsinya untuk mencegah kelembaban yang berlebihan, agar barang-barang tersebut tidak cepat rusak. Mengerti, Daiki?"

"Y-ya, Akashi."

"…"

"Sayang sekali."

"Kenapa, Kagamin?"

"Jika saja, memang benar ada yang berniat meracuni Aomine, aku akan sangat berterima kasih. Setidaknya jika Aomine mati, dunia ini akan sedikit lebih damai tanpa manusia ero dan aho macam dia."

"Oii! Bakagami! Diam kau!"