based on Yuusei Matsui's Assclass
Snapchat
ditulis oleh rayi cendana
Mustahil.
Tidak, ini tidak mungkin terjadi. Barangkali semua ini hanya halusinasi belaka. Ya, mungkin ke-27 murid kelas pembunuhan itu menghalusinasikan sesuatu yang sama secara bersamaan karena tidak mungkin seorang Manami Okuda, gadis mungil polos yang tidak pandai berkata-kata, pergi berdua dengan seorang Gakushuu Asano, anak seorang ditaktor yang dianggap dewa.
Semua berawal dari semalam sebelumnya, mungkin agak sore, saat Yuuma Isogai tiba-tiba muncul di group chat anak laki-laki kelas 3-E, hanya untuk melontarkan pertanyaan pendek yang langsung mengundang kegaduhan di ruang konversasi itu.
'Okuda-san sama Asano-kun jalan berdua?'
Tidak rasional, tentu saja. Tapi sang ketua kelas tidak angkat bicara tanpa bukti. Sebuah screenshot mengiringi pertanyaannya. Di gambar itu terlihat seorang gadis berkepang dua sedang melihat ke arah seseorang di belakang kamera, seperti tengah mengatakan sesuatu sambil tersenyum. Si anak kepala sekolah tidak terlihat di gambar itu. Tetapi, dengan lingkaran detik di ujung kanan atas, jelas sekali gambar itu diambil dari aplikasi snapchat.
'gakushuasano0101'
Dengan teknologi canggih Ritsu, video snapchat tersebut berhasil ditemukan. Detik-detik awal video itu mempertunjukan lampu-lampu natal yang belum lama ini menghiasi stasiun tengah kota, sebelum akhirnya beralih ke arah seorang gadis berkacamata dengan rambut dikepang dua.
"Kalau malam jadi terlihat seperti bintang."
Itu suaranya. Manami Okuda. Ya, itu adalah dirinya.
Berita hangat itupun langsung tersebar ke seluruh anggota kelas, terkecuali Manami sendiri tentunya. Reaksi yang diperoleh bermacam-macam. Ada yang langsung positif, tapi kebanyakan masih bertanya-tanya, ingin mencari tahu lebih dalam sebelum menarik kesimpulan. Terutama seseorang dengan rambut merah apel yang agaknya sedang mengasah pisau dapur diujung sana.
Dari pagi mood Karma Akabane sudah tidak beres. Kerutan yang menghiasi dahinya kian bertambah seraya jam demi jam berlalu. Cara bicaranya ketus dan tatapannya mengintimidasi. Bahkan ketiga guru kelas itu juga merasakan tekanan batin yang sama saat berhadapan dengan sang bintang kelas.
Sebenarnya, Karma itu misterius, tapi juga kentara. Terutama hal-hal yang menyangkut Manami Okuda. Tentu saja dia kesal saat tahu perempuan yang dia sukai pergi jalan dengan laki-laki lain. Terlebih lagi dengan rivalnya dalam bidang akademik.
Si surai merah terus menatap Manami yang duduk di serong kiri depannya sepanjang hari dan anak-anak satu kelas langsung bisa menebak apa yang dia inginkan; bertanya soal video snapchat kemarin langsung kepasa pihak yang terkait. Memang sih, ia sudah mencoba bertanya.
"Okuda-san."
"Aah, ada apa Karma-kun?"
"Soal kemarin. . ."
"Kemarin?"
"Ah, tidak, lupakan saja."
Iya! Dia cuma mencoba tanpa benar-benar bertanya. Lima kali mencoba dan semua berakhir nihil. Yah, sefrontal-frontalnya Karma, sepertinya dia masih jaga gengsi.
Bermodalkan status paling friendly di kelas, Kayano Kaede belakangan mengajukan diri untuk maju. Disaat bel istirahat berbunyi dan Korosensei sudah pergi jajan ke Korea, mereka memutuskan itulah saat tepat untuk bertindak. Keheningan menyelimuti ruangan kelas seraya Kayano melangkah mendekati Manami yang sedang sibuk sendiri dengan buku kimia di tempat duduknya.
"Manami-chan!"
Manami mengangkat dagu, mempertemukan matanya dengan sepasang mata hijau milik gadis yang menghampirinya.
"Kemarin malam kau pergi ke stasiun tengah kota ya?" Kayano melanjutkan sambil terus tersenyum. Walaupun aktingnya natural tapi pertanyaannya terlalu spesifik. Ia buru-buru melanjutkan, "Aku melihatmu saat sedang, um, sepulang dari departement store. Sepertinya kau bersama seseorang?"
Checkmate.
Bola mata lavender milik gadis berkacamata itu melebar kaget. Waktu seakan berhenti dan ruangan itu mendadak dingin. Semua menahan nafas. Keringat dingin diam-diam menetes dari pelipis Kayano. Karma tidak berkedip sama sekali.
"Iya," Manami menjawab pelan setidaknya setelah sepuluh detik berlalu. "Aku bersama dengan ayahku."
Andaikata ada nominasi piala oscar untuk pembohong terburuk sedunia, nama Manami Okuda pasti sudah tercatat di Wikipedia.
Jika perempuan pemalu yang lurus hati ini sampai harus mengucap dusta, pasti ada hal yang sangat, sangat tidak beres. Maka sang 'pemilik' tidak akan tinggal diam. Begitu Bitch-sensei mengakhiri mata pelajarannya sekaligus mempersilahkan siswa-siswinya pulang ke rumah, Karma langsung bergegas keluar kelas, meninggalkan barang-barangnya di meja, mengacuhkan panggilan teman-temannya, menuju ke gedung utama.
Dengan bakatnya dalam bidang olahraga dan assassinasi, menuruni gunung bukanlah suatu problematika. Dalam hitungan menit, ia sudah sampai di pintu masuk gedung sekolah yang megah itu.
Jam sudah menunjukan pukul tiga sore dan koridor sudah dibanjiri oleh murid-murid yang baru saja keluar. Tatapan terpana dan bisikan heran mengiringi langkah lelaki tinggi itu menuju ke kelas 3-A.
"Wah, wah," seorang pria dengan tubuh tinggi dan rambut model kariage, Ren Sakakibara menyambut kedatangan sang tamu tak terduga. "Apa yang membawamu kemari, Akabane-kun?"
"Aku mau bicara dengan si pirang."
Mungkin Ren menyadari nada marah dalam intonasi Karma. Ia sempat takjub sejenak sebelum akhirnya berbalik untuk memanggil pemimpinnya.
"Hey, pirang! Akabane memanggilmu!"
Teriakan itu mengundang tilikan dari sekitar. Gakushuu Asano-pun tercengang beberapa detik saat mengetahui siapa yang berdiri di depan pintu. Melihat teror dimata saingannya, dengan penuh pertimbangan ia memerintahkan teman-teman sekelasnya untuk keluar dan memberi mereka berdua privasi.
"Apa yang kau lakukan berdua dengannya?" tanya Karma tanpa basa-basi.
Gakushuu mengangkat alisnya. "Kemarin?"
"Jangan pura-pura. Kau pikir aku tidak lihat video itu?" Karma berusaha mengontrol tekanan suaranya supaya tidak terus naik. "Kau pergi kemana dengan dia?"
Gakushuu menyipitkan matanya bingung. "Kemarin aku pergi dengan Oku-" Rekaman memori seakan menyambar ingatannya. Selintas ia terhenyak sebelum senyuman jahil mekar dibibirnya. "Manami? Ya, aku pergi dengannya kemarin."
"Jangan main-main denganku, Asano."
"Tidak, Akabane. Memangnya kau tidak diberi tahu? Kupikir kalian dekat."
"Hentikan. Jangan sekalipun berani mendekatinya."
"Kenapa? Kau cemburu?" pertanyaan itu memojokan Karma. "Maaf ya, tapi tak bisa. Hari inipun aku ada janji dengannya."
"Tidak mungkin."
"Aku tidak memaksamu percaya. Lagipula aku dan Manami hanya pergi sebagai teman," Gakushuu mengangkat bahu sambil berjalan kembali ke mejanya. Ia memindahkan beberapa buku dari laci ke dalam tas dan mengenakannya di bahu, siap untuk pergi. "Tapi jika kau tak suka, coba saja kau lacak kami berdua. Temukan gadis itu dan ambil dia dariku."
Karma memutar sepasang iris tembaganya. "Kau dan permainan konyolmu."
"Aku tak memaksamu bermain. Tapi, kau pasti ingin temukan dia-" Gakushuu tersenyum menyeringai. "-sebelum ada yang terjadi diantara kami hari ini."
Dengan itu, sang ketua osis berlalu.
Suara bantingan pintu mengagetkan siswa-siswi yang masih sibuk di dalam kelas tua itu. Karma memasuki ruangan dengan nafas yang nyaris habis. Pandangannya menjelajah ke sekeliling.
"Apaan sih, Karma?!" Hiroto Maehara berdecak kesal. "Udah tadi main lari aja. Sekarang banting-banting pintu. Tuh, tasmu udah diberesin sama Nagisa."
Mengabaikan komplain si cowok populer, Karma menghampiri geng-nya. "Kalian lihat Okuda-san?"
"Dia sudah pulang. Sepertinya tadi buru-buru," jawab Kayano yang tengah mengisi buku piket. "Kau tadi kemana?"
"Ternyata benar," Karma berdesis pelan.
Nagisa Shiota menepuk pundak si surai merah. Dari matanya tersirat kekhawatiran. "Ritsu memberitahuku. Dia lihat dari CCTV gedung utama," pria mungil itu berbisik. "Kau bicara apa sama Asano-kun?"
Tidak hanya Nagisa. Teman-teman se-gengnya; Kayano, Yukiko Kanzaki, dan Tomohito Sugino juga turut mencemaskan teman mereka yang sedang kacau ini. Tidak seperti biasanya seorang Karma Akabane bertindak sangat spontan tanpa estimasi.
Belajar dari pengalaman, Karma akhirnya memutuskan untuk menceritakan semuanya pada teman-temannya. Yuuma, Hiroto, Ryuunosuke Chiba, Rio Nakamura, Hinata Okano, Ryouma Terasaka dan Itona Hirobe juga ikut mendengarkan.
"Hah, brengsek juga si ketos," komentar Rio.
"Ini seriusan?" Yuuma ternganga tidak percaya.
"Dikira sinetron kali," Ryouma menambahkan.
"Ganteng ganteng serigala gitu ya," Kayano tertawa geli.
"Jadi kau mau gimana?" Nagisa mendekatkan kepalanya ke Karma dengan penuh keingintahuan.
"Teman-teman!"
Teriakan Ritsu mengalihkan perhatian kelompok itu. Mereka semua memusatkan pandangan mereka ke belakang, ke arah gadis digital dengan rambut lilac. Ia terlihat kebingungan, seperti tidak yakin akan sesuatu.
Karma langsung bangkit berdiri. "Ritsu, kau dapat sesuatu?"
Ritsu mengangguk.
Layarnya kemudian memutarkan video. Video pendek, hanya lima detik. Kualitasnya tak begitu bagus, kamera ponsel. Lingkaran detik di kanan atas, Snapchat.
Detik pertama memperlihatkan jalanan ramai. Detik kedua dan ketiga, terlihat bahwa itu adalah zebra cross. Detik keempat kameranya teralih ke arah seorang perempuan berambut hitam membelakangi kamera. Detik kelima kameranya bergerak lagi, terlihat dinding kaca berwarna hitam.
Ada sebuah garis abu-abu dengan tulisan di bagian bawah video tersebut.
GAME START
(snapchat 1/ tbc)
rayi's note
waah nggak disangka bisa nulis juga. apa cerita ini cukup bagus untuk dilanjutkan? tulis review kalian yah! jangan lupa di fav/follow hehe..
dengan ini, rayi undur diri dulu!