SNEAKERS

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Pair : SasuFemNaru

Rated : T

Genre : Romance

By : Lukas "Luke"

Warn : AU, OOC, Gender Blend. , Gaje, Garing,

Typo nempel di mana- mana..

..

Selamat membaca

.

.

Naruto mengedarkan pandangan. Manic biru cerah menawannya bergulir dari kiri ke kanan dan sebaliknya. Sesekali berkedip untuk menghalau masuknya debu yang terbawa semilir angin di area kantin dekat kampus.

Hari ini panas, dan Naruto cukup merasa tidak nyaman dengan keringat yang membanjiri tubuhnya, bahkan kemeja flannel- nya kini terasa basah dan lengket di punggung.

" Arrrgh!" pekikan pelan terdengar dari sisi kirinya. itu, suara Utakata, dengan luapan kekesalannya.

Naruto tidak ambil pusing. Hanya melirik barang sebentar seorang pria bertubuh tinggi tegap tengah menelungkupkan wajah frustasinya di atas meja kantin dengan laptop menyala di hadapannya. Tugas kuliah, Naruto tahu, dan tidak mau peduli. Bukan urusannya.

" Aku mau keluar saja dan kerja di bengkel," suara berat kembali terdengar namun tak cukup membuat Naruto mengalihkan aksi mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kantin. Ia tengah sibuk mencari sesuatu, lebih tepatnya seseorang.

" Keluar saja. Dan kau akan mati dipenggal kak Kyuu," balas Naruto kejam seraya mendengus. Jemari kurusnya meraih kaleng cola dan meminumnya cepat. Sedikit mengernyit saat merasakan letupan soda di lidah dan tenggorokannya.

" Teganya. Kau ini saudaraku bukan, sih?" Utakata mengangkat wajah dan melirik Naruto kesal.

Gadis berambut pirang berkuncir itu hanya mengendikkan bahu sebagai balasan. Dan Utakata melengos.

" Aku mau cari burger," ucapnya seraya berdiri setelah meraih dompet dari dalam ransel.

" Belikan aku satu," ujar Naruto.

Utakata memutar bola mata bosan.

" Ya ya ya, Tuan Putri Namikaze," balas pemuda berambut cokelat gelap itu dengan bibir mencebil lucu kemudian berlalu.

Naruto mendesah, meraih ponsel pintarnya dari saku celana. Ia butuh menjernihkan pikiran dengan beberapa game online. Atau ia bisa cepat beruban karena terlalu banyak memikirkan tugas kuliah biadab dari Kakashi- sensei. Pamannya sendiri.

..

Lima belas menit berlalu dan Utakata tak kunjung datang. Naruto sudah memaki dalam hati karena yakin laki- laki yang sudah tinggal bersamanya sejak bayi itu pasti tersangkut di antara gerombolan cewek- cewek penggemarnya. Mungkin hanya Naruto yang menganggap wajah menawan si laki- laki berambut cokelat itu seperti wajah mesum om- om cabul.

' Dia masih tebar pesona. Padahal sudah punya Hotaru,' batinnya.

Bosan menunggu dan bosan dengan ponselnya, Naruto kembali mengedarkan pandangan. Panas terasa semakin menyengat meski ia sudah di bawah naungan payung besar berwarna warni yang di pasang pada tiap meja kantin.

" Oh, dia datang," gumamnya dengan cengiran kecil.

Mata menawannya menatap seseorang bertubuh jangkung yang dilapisi kemeja merah maroon dan jeamper hitam di luarnya. Celana jeans hitam juga melekat sempurna di kaki panjang milik seorang pemuda berambut kelam yang kini duduk tak jauh di hadapan Naruto.

Mau tak mau gadis itu mengernyit saat melihat si pemuda meletakkan ransel dan sekaleng kopi tanpa melepas jeamper tebalnya, kemudian duduk dengan sebelah tangan sibuk meraih buku setebal kamus bahasa inggris paling lengkap dari dalam tas. Seolah tak peduli dengan panas menyengat yang bahkan nyaris membuat kepala Naruto pening bukan main.

" Takut kulitnya terbakar atau bagaimana?" sindir Naruto pelan. Menggumam.

" Uchiha Sasuke," bisikan kecil seperti dengungan lebah di telinganya. Bungsu Namikaze itu mendengus mendapati si Uchiha berlabel 'ganteng' itu selalu menjadi pusat perhatian di manapun berada. Bahkan tak jarang ia mendapati beberapa gadis mencuri beberapa jepretan yang mengarah ke adik laki- laki Itachi Uchiha itu. Brengsek.

Melihat si pemuda sibuk dengan buku tebalnya, Naruto melirik sekitar. Mencari sesuatu untuk membunuh rasa bosan yang semakin terasa menyebalkan.

Jemari lentiknya meraih buku milik Utakata dan bolpoint basah di sisi laptop.

Menggumamkan beberapa kata seraya merangkai tulisan di atas sesobek kertas. Naruto memutuskan untuk meremas lembaran berwarna putih itu membentuk bola kecil. Bersiap membidik. Dan melemparnya dengan akurat. Cukup keras.

" Astaga!" pekik beberapa pengunjung kantin di sekitarnya saat melihat sang idola terkena lemparan gulungan kertas, tepat di kening.

Naruto tahu, ia tengah menjadi pusat perhatian sejak sedetik lalu. Peduli setan, ia lebih suka menunggu reaksi si pemuda sombong yang kini menatapnya tajam.

Naruto nyengir lebar.

" Namikaze melakukannya lagi,"

" Tadi di kelas dia sudah melempari Uchiha dengan tutup bolpoint dan penghapus,"

" Biasanya mereka hanya saling mengabaikan,"

" Kau benar. Gosipnya sih, mereka musuh bebuyutan dari sejak SMA,"

" Jangan keras- keras bicaramu, Ino,"

' Bodoh! Aku mendengar suara kalian,' batin Naruto kesal.

Si pemuda berambut kelam memilih untuk diam dan mengambil gulungan kertas dari atas permukaan buku tebalnya. Jemari kokoh itu dengan sabar membuka bola kertas laknat yang sudah lancang menghantam kening mulusnya. Dan sebuah tulisan tertera di sana.

TEME BRENGSEK! – itu nama tengahmu!

Naruto menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.

Pria muda dengan nama Uchiha 'Brengsek-Ganteng' Sasuke itu hanya meliriknya sekilas dan kembali sibuk dengan bukunya. Tidak peduli. Dan tidak ambil pusing.

" Kuso!" umpatnya.

' Dia bahkan tidak memberikan tanggapan apapun,' pikirnya kesal.

Naruto berdecak. Menendang kaki meja dengan jengkel kemudian meraih tas selempangnya dan beranjak pergi. Utakata tampak datang dengan dua burger di ke dua tangan kokohnya. Persetan! Ia sudah tidak lapar lagi.

" Oi, Idiot! Mau kemana?"

" Ke laut!" balas Naruto tanpa repot- repot menoleh. Gadis tomboy itu terus melangkahkan kaki panjangnya, meninggalkan Utakata yang semakin memasang wajah kusut.

" Si kunyuk itu!" makinya. Dongkol bukan main.

.

.

Beberapa mahasiswa berjalan bergerombol di sepanjang koridor utama kampus yang mulai sepi. Sebagian besar sudah pulang sejak sore tadi. Namun masih ada beberapa kelas yang mengadakan kelas malam untuk bimbingan khusus bagi mahasiswa yang mengambil jurusan tertentu.

Naruto membenahi tali tas yang menggantung di salah satu bahunya. Tubuhnya lelah, pegal sekaligus. Inginnya cepat- cepat pulang dan menyulam bulu mata di atas ranjang setelah membersihkan diri.

" Utakata sialan itu bahkan meninggalkanku," gerutunya dengan wajah masam.

Mata Naruto menangkap sesuatu. Langkahnya terhenti beberapa saat. Memandang punggung lebar milik laki- laki bersuari kelam yang berjalan beberapa langkah di depannya.

Seringai kecil bermain di bibir tipis gadis manis itu.

Mempercepat langkah menuju sasaran.

Naruto menabrakkan bahu kanannya cukup keras pada pundak kokoh milik Uchiha Sasuke hingga berhasil membuat pria itu menjatuhkan ransel hitam yang tadinya menggantung di bahu kirinya.

Gadis berambut pirang itu terus melangkah. Membalikkan badan sebentar hanya untuk mengirimkan seringai menyebalkan pada pria berlabel Uchiha yang kini menatapnya dengan wajah datar.

Kemudian melengos dan berlalu. Begitu saja.

" A-ahh, Sasuke- kun, ini ranselmu," ujar seorang gadis berambut merah jambu dengan ransel hitam di tangannya.

" Kurasa Namikaze Naruto jadi semakin keterlaluan seharian ini," lanjut gadis itu.

Sasuke melirik. Belum berniat mengambil ranselnya. Ia tahu gadis ini. Tapi tidak pernah menyapanya, apalagi mengobrol sok dekat seperti ini.

" Ini pasti menyebalkan sekali untukmu," gadis dengan nama Sakura itu tersenyum prihatin pada pria di hadapannya.

" Yang sabar, ya,"

" Hn," balas Sasuke pendek seraya meraih ranselnya dari tangan si gadis.

Tanpa ucapan terima kasih, pria muda itu berlalu. Matanya menatap tajam punggung berlapis kemeja flannel yang semakin menjauh di depan sana.

.

.

" . . . kemana kuncinya?" gumam Naruto. Keningnya berkerut dalam.

Nyaris malam dan dia masih di area parkir kampus. Demi tuhan, dia sudah sangat lelah dan ingin pulang. Membayangkan bergelung di atas ranjang empuk membuatnya dengan tidak sabar membuka tasnya lebih lebar untuk mencari kunci sepeda motor berbandul kodok orange kesayangannya.

Bibirnya mendecih kala melihat sebuah kunci terjepit di antara buku- buku tebal yang sukses membuatnya pusing hari ini.

Naruto lekas bangkit lalu beranjak untuk menghampiri motor besarnya di pojok parkiran.

Dan tubuh tegap berbalut jeamper hitam menghadang langkahnya.

Uchiha Sasuke.

Dengan wajah tampan keparatnya.

Menyeringai kecil.

" Sialan!" desis Naruto.

.

.

Naruto dengan mata berbinar menggeser penglihatannya. Maniknya bergulir dari atas ke bawah kemudian bergeser melihat ke rak di bagian samping.

" Aku mau yang paling bagus," gumamnya. Pada seorang pemuda yang berdiri tepat di sebelahnya.

Sasuke Uchiha.

" Serius?," tanyanya.

" Kau tidak mau kalung berlian atau semacamnya? Makan malam romantis mungkin?" lanjut bungsu Uchiha masih dengan wajah sedatar jalan tol miliknya.

" Tidak mau," balas Naruto cepat. Jari- jarinya menggaruk leher yang tiba- tiba terasa gatal.

Sasuke mendengus.

" Teme, aku mau yang ini," gadis manis itu menunjuk sepasang sneakers berwarna orange menyala dengan garis hitam di beberapa bagian.

" Lagi? Kau baru beli yang warna orange dua bulan lalu saat liburan dengan Utakata, bukan?"

" Sudah rusak," Naruto nyengir. Lebar.

" Tidak akan rusak kalau jalanmu tidak seperti preman pasar, Sayang," Sasuke menghela nafas. Jemari kokohnya meraih sepatu yang diinginkan Naruto untuk membawanya ke kasir.

" Oh, menyedihkan sekali rasanya diledek sama pacar sendiri," cibir Naruto seraya mengikuti langkah Sasuke. Sesekali menggoda beberapa gadis yang dilewatinya sambil berujar,

" Cewek~, jangan goda pacarku, ya. dia lagi PMS," lalu terkekeh geli usai kalimatnya.

Adik laki- laki Itachi itu hanya memutar bola mata bosan. Sudah terbiasa dengan tingkah 'kurang kerjaan' Naruto.

Sasuke meletakkan sepasang sepatu model terbaru di atas sebuah meja kasir. Tepat di hadapan pemuda dengan warna rambut sekelam miliknya.

" Sasuke?" Sai mendongak.

" Hn,"

" Hai, Sai, diskon 50% untukku, ya," sapa Naruto riang.

Sai mendengus geli.

" Astaga, Naruto. Hari ini kau ulang tahun dan hanya meminta sneakers dari kekasihmu?"

" Uchiha Sasuke itu konglomerat, Ya Tuhan," lanjut Sai dengan tawa geli. Sesekali melirik wajah bosan Sasuke.

Naruto mendecih.

" Dia melupakan ulang tahunku hari ini," balas Naruto diiringi tatapan sinis pada pria berhidung mancung di sebelahnya.

" Aku tidak lupa, Dobe," kilah Sasuke. Dengan wajah masam. Kenyataannya, dia memang melupakan ulang tahun Naruto hari ini karena tugas kuliah yang menggunung. Pantas saja, gadis itu terang- terangan mengusiknya seharian ini.

Biasanya mereka hanya akan saling melemparkan tatapan, -baik tatapan kangen, rindu, kesal, atau cemburu- kemudian berlalu jika di kampus. Tak banyak yang mengetahui hubungan mereka yang sebenarnya sudah terjalin sejak dua tahun lalu. Bukan gaya mereka mengumbar kemesraan di depan umum.

" Gratis untukmu kalau begitu," ucap Sai kemudian.

" Benarkah?"

" Tidak bisa. Itu hadiah dariku. Berapa totalnya?" balas Sasuke seraya meraih dompet tebalnya dari saku celana.

" Ahh, baiklah- baiklah," Sai tersenyum geli.

" Naruto, kau bisa memilihnya lagi. Hadiah dariku. Gratis," lanjutnya. Berbicara pada Naruto. Yang langsung dibalas pekikan girang dari gadis penggila sneakers di depannya. Dengan semangat, Naruto kembali berkeliling, kali ini tanpa kekasihnya.

" Kau!"

" Ahaha, aku tidak berusaha menggodanya, Sasuke," Sai berujar.

" Ajaklah dia makan malam romantis setelah ini," lanjutnya.

" Aku tidak perlu saranmu," ketus Sasuke.

" Kedai ramen kurasa pilihannya nomor satu," ujar Sai tanpa memedulikan protesan Sasuke.

" Hn,"

Dan Sai tersenyum.

.. END ..

Omake ~

Naruto meraih sumpitnya dengan semangat. Semangkuk ramen menguarkan aroma menggoda tersaji di meja. Diliriknya Sasuke yang sudah mulai melahap makan malam mereka.

Gadis bersurai pirang itu menarik sedikit lengan jeamper Sasuke yang kini dikenakannya.

" Itdakimasu~," ucap Naruto dan mulai menyumpit makanan berlemak di hadapannya. Wajahnya tampak sumringah.

Sasuke tersenyum kecil.

" Sasuke, kalau kita menikah nanti, aku mau pakai sneakers saja," celetuk si gadis.

" Mana boleh, Dobe. Aku akan membelikanmu sepatu kaca berhak tinggi,"

" Aku akan memberikannya pada kak Kyuu,"

" Tidak boleh," balas Sasuke di sela kunyahannya.

" Lagi pula. Yakin sekali aku mau menikah denganmu," godanya.

Terlihat Naruto mendengus.

" Kau tidak mau?"

" Ya sudah, aku menikah saja dengan Sai. Dia punya pabrik dan toko sneakers terbaik di kota ini," balasnya.

Sasuke mendelik.

" Aku akan membakar pabriknya kalau begitu,"

Naruto terkekeh. Ditatapnya Sasuke dengan geli.

" Aku tidak yakin kau menolakku. Aku ini produk limited edition, Teme," selorohnya.

Sasuke tersenyum.

' Memang,' batinnya. Menatap sayang gadis pirang yang dicintainya sejak lama.

Mereka kembali menikmati makan malam sederhana untuk merayakan ulang tahun Naruto. Mata Sasuke melirik sebentar jam tangan mentereng dengan merk paling diminati banyak orang. edisi terbatas, ngomong- ngomong. Hadiah ulang tahun dari Naruto bulan Juli lalu.

" Dobe, ulang tahunku tahun depan aku ingin minta sesuatu,"

" Huh?" Naruto mendongak.

" Minta apa, Teme?"

" . . . . memintamu jadi nyonya Uchiha,"

Naruto membeo.

" Kau belum melamarku, Teme brengsek!" ketus Naruto. Diam- diam pipinya merona.

" Aku sedang melamarmu sekarang,"

" Apa? Mana cincinnya?"

" Huh? Kupikir aku akan melamarmu dengan sneakers?" balas Sasuke dengan kening berkerut.

" Boleh,"

Sasuke terkekeh. Geli. Dasar Naruto.

" Tapi harus ada cincin di tali sepatunya, oke?" lanjut Naruto.

" Yang kecil saja. Sederhana. Aku takut tidak bisa mengangkat tanganku kalau pakai cincin dengan berlian besar," tambahnya.

Dan Sasuke tergelak.

End Omake

..

Ngomong- ngomong, saya ingin tahu bagaimana pendapat teman- teman tentang cerita pendek saya ini.. boleh?

Tunggu cerita- cerita selanjutnya ya..

Semoga terhibur..

..

Salam kangen,

Lukas 'Luke'