Casts:

Park Jimin (16) as Hina Mishima

Jeon Jungkook (16) as Shoui Isshiki – ketua OSIS BigHit School

Kim Taehyung a.k.a V (16) as Tetsuta Koshiba

Min Yoongi a.k.a Suga (16) as Kaito Nishizaki

Kim Seokjin a.k.a Jin (29) as Kyo – Jimin's ...

Kim Namjoon (31) as Toshiro Hirayama – Jimin's teacher

Park Jinyoung (16) as Kosuke Takigami – wakil OSIS BigHit School

All in Korean age

Other casts menyusul


Pairing? Secret. Find out by yourself.

AU!School. Bullying. OOC. BxB. BL. Yaoi.


©BTS and GOT7 member belong to their parents and agency

©The story is 75% based on Japanese comic with same title by Ayumi Shiina, the last 25% is based on my imagination

A remake fanfiction. It is a serial comic, so I narrate the story with my style.


Rated: T-M (for bad words and violence actions)


.

.

PENGUIN BROTHERS

"Kami adalah burung-burung yang tak dapat terbang, sampai kami bertemu denganmu.."

Chapter 1: Birds Without Wings

.

.


[Dua hari sebelum pindah sekolah]

"Jin!", teriak seorang namja bertubuh mungil kepada namja lainnya yang masih setia memeluk erat gulingnya. "Kim Seokjin!", teriaknya lagi.

Kim Seokjin, yang masih sangat mengantuk, hanya menjawab panggilan namja itu dengan erangan malas.

"Dasar cowok payah!", teriak namja itu lagi karena Jin tidak kunjung beranjak dari kasurnya. "Pasti pulang pagi lagi, deh."

"Nguantuk, Min..", erang Jin. Mungkin maksudnya ingin mengatakan 'Aku masih ngantuk, Jimin.', tapi dia masih terlalu mengantuk dan malas untuk menggunakan bahasa Korea yang baik dan benar.

Park Jimin, kelas 1 SMA, tokoh utama fanfiction ini pun menyindir, "Lama nggak tinggal di kota, sih.. Jadi begini, deh. Sudah siang, tahu! Ayo bangun!", lanjut Jimin sambil menyingkap selimut yang dipegang kencang oleh Jin. "Dewasa dikit, dong! Sudah umur tiga puluh, kan?"

Yang diledek 'tua' akhirnya bangkit dari tidurnya lalu menggaruk-garuk kepalanya, "Aku masih dua-puluh-sembilan."

Seakan tidak peduli pada pembelaan Jin, Jimin berjalan menuju pintu lalu berkata, "Aku mau sekolah dulu. Jaga rumah, ya."

Jin berpikir sejenak. Seingatnya, ini hari Sabtu. "Masuknya kan Senin?"

"Hari ini aku diminta datang oleh pihak sekolah untuk melihat-lihat sekolah terlebih dahulu.", jawab Jimin sebelum benar-benar keluar dari kamar Jin.

"Jimin!", panggil Jin. Jimin pun menyembulkan kepalanya ke dalam karena ia sudah berada di luar kamar namja itu.

"Kali ini jangan buat 'masalah', ya.", goda Jin.

Jimin menampilkan ekspresi datarnya. "Memangnya keinginanku untuk membuat masalah?!", teriak Jimin sambil membanting pintu kamar Jin.


Jimin sudah delapan kali pindah sekolah. Jadi, bukan hal sulit baginya untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Akan tetapi, sepertinya Jimin akan mengalami situasi yang berbeda kali ini...

"Wah.. Besar banget!", pekik Jimin saat ia tiba di BigHit School atau nama bekennya "BHS", sekolah terbesar di prefektur ini. Sekolah barunya.

Jimin berjalan memasuki sekolah barunya dengan semangat. Saking semangatnya, ia tidak menyadari tatapan aneh murid-murid BHS kepadanya.

"Park Jimin!"

Jimin berhenti melangkah karena merasa namanya dipanggil oleh seseorang. Ia berbalik dan mendapatkan seorang namja sedang berjalan ke arahnya. Namja yang tadi memanggilnya itu bertubuh tinggi tegap—sangat atletis, kulitnya agak kecoklatan, dan cukup tampan walaupun memiliki guratan-guratan lelah di wajahnya.

Dia pasti wali kelasku, benak Jimin.

"Annyeonghaseyo.", sapa Jimin sambil sedikit membungkuk.

"Hai. Aku banyak mendengar soal 'keberanian'mu.", kata namja itu. "Kau 'bandel' juga, ya."

Jimin hanya tersenyum kikuk karena bingung harus menjawab apa.

"Aku Kim Namjoon, guru olahraga di sini dan merangkap sebagai wali kelasmu nanti di kelas 1-C."

"Ah, bangapsimnida, seonsaengnim.", kata Jimin. "Mohon bantuannya."

"Tidak perlu terlalu formal, Jim. Panggil namaku saja. Nah, sekarang ceritakan alasan kau pindah sekolah delapan kali. Pasti kau membuat masalah lalu dikeluarkan, iya, kan?", tanya Namjoon.

Duh, wali kelasku ini sotoy banget, sih..

"Bukan begitu.. Aku sering pindah sekolah karena pamanku sering pindah tempat. Jadi aku harus selalu ikut ke manapun dia pergi.", bela Jimin.

Namjoon memegang dahinya seakan mencoba untuk mengingat sesuatu. "Ah, iya. Pelukis muda terkenal itu."

Jimin mengangguk mantap, mengiyakan.

"Kepala sekolah fan beratnya, loh. Sebenarnya kami tidak menerima siswa pindahan. Tapi, kau diterima atas rekomendasi khusus.", kata Namjoon lagi.

Walaupun sudah menduganya, Jimin tetap bertanya, "Jadi benar aku masuk ke sini karena itu?"

Namjoon terkekeh, "Tak apa. Toh, kau lulus ujian."

Jimin pun mencari topik obrolan lain—selain kenyataan bahwa pamannya 'menyogok' untuk memasukan dirinya ke sekolah elit ini. "Sekolah ini hebat, ya, Namjoon ssaem. Besar dan modern."

Namjoon menjawab pernyataan Jimin dengan anggukan dan deheman singkat. "Satu hari orientasi akan kurang. Berjalan-jalan lah sendiri setelah ini agar kau sudah terbiasa Senin nanti."

Senin nanti.. Sekolah... Ah, iya!

Jimin teringat akan sesuatu yang dilihatnya saat memasuki gedung BHS. "Ssaem, aku tidak menyiapkan seragam karena kukira sekolah ini pakai baju bebas. Tapi, betul pakai baju bebas, kan?"

"Tidak juga." Jawab Namjoon ragu-ragu. "Sekolah ini berseragam, kok."

"Eh? Tapi.."

"Soal itu, kujelaskan nanti." Potong Namjoon. "Kita keliling dulu."


Jimin bermonolog dalam hati.

Kalau kuperhatikan, ada dua jenis seragam di sini, blazer putih dan gakuran hitam. Dan.. mereka semua menatapku dengan tatapan aneh. Mereka baru saja menatapku apa sudah sedari tadi namun hanya aku yang tidak menyadarinya?

Dan.. kenapa semua murid menatapku dengan tatapan aneh?

Mereka baru saja menatapku, atau sudah sedari tadi namun hanya aku yang nggak menyadarinya..?

Karena terlalu sibuk dengan pikirannya, Jimin menabrak seseorang yang sedang membawa tumpukan kertas yang menggunung.

SRAK!

Kertas-kertas itu berserakan di lantai. Begitu pula dengan sosok yang tadinya membawa kertas-kertas itu, ikut tersungkur ke lantai.

"Wuaa! Maaf! Tadi aku melamun..", kata Jimin panik. Ia pun berjongkok untuk membantu membereskan hasil karyanya.

"Biar saja. Jangan sentuh.", kata namja yang ditabrak Jimin dingin.

Namun Jimin yang tidak mendengar ucapan namja itu malah terus memunguti keras-kertas di lantai. Namja itu pun mendongak untuk melihat orang menyebalkan yang telah menabrak dirinya dan mengabaikan ucapannya. Dan ia langsung terkejut.

Ji-jimin? Tanyanya dalam hati.

Setelah terkumpul semua, Jimin menyerahkan kertas-kertas itu kepada namja yang ditabraknya tadi. "Nih, sudah.", kata Jimin sambil tersenyum.

Namun, namja itu malah menatap Jimin dengan tatapan terkejut, bukannya mengambil tumpukan kertas yang sudah rapi dari tangannya. Jimin jadi ikut-ikutan menatap namja itu, keheranan.

"Jimin..", lirih namja itu sambil terus menatap intens pada Jimin.

Jimin terkejut. "Eh, kok tahu namaku?"

Belum namja itu menjawab, tiba-tiba saja ada suara yang mengiterupsi mereka. "Jungkook, ada apa?"

Namja itu, Jungkook, masih terus menatap Jimin dan tidak mengubris pertanyaan orang yang tadi menginterupsi obrolannya dengan Jimin.

Atensi Jimin beralih ke arah namja yang baru datang itu.

"Kau..!", kata namja itu. "Grey baru, ya? Siapa namamu? Kelas berapa?", tanyanya beruntun.

"Ha? Glee?", tanya Jimin. "Aku suka Lea Michele.", katanya polos.

Namja itu pun mengkerutkan dahinya. Jimin salah mendengar 'Grey' menjadi Glee, serial drama komedi musikal yang ditayangkan channel Fox di Amerika Serikat. "Maksudku bukan Glee…."—Dasar telmi.

Jimin memperkenalkan dirinya karena tadi namja itu menyebut kata 'baru'. Ia jadi teringat kalau ia murid baru di BHS. "Namaku Park Jimin, kelas 1-C, murid baru."

Namja itu pun berkata, "Oh, begitu.. Kalau begitu perkenalkan, kami pengurus OSIS di sekolah ini. Aku wakil ketua, namaku Park Jinyoung. Dan ini ketuanya, Jeon Jungkook.", lanjutnya sambil menunjuk dirinya sendiri lalu menunjuk Jungkook.

Jungkook sendiri hanya diam saja dengan raut wajah yang sulit diartikan.

Jinyoung melanjutkan, "Pasti kau hebat, sampai bisa diterima jadi murid baru di sini. Karena BHS tidak pernah menerima murid pindahan sebelumnya."

Jimin terkejut dengan pernyataan Jinyoung. Andai Jinyoung tahu kalau Jimin diterima karena kepala sekolah BHS fan berat pamannya.. Jimin pun mengibas-ibaskan tangan kanannya sambil tersenyum kikuk, "Ah, enggak juga."

"Sebenarnya kami sudah mendengar gosip tentang kedatanganmu. Dan kami ingin anak sepertimu bergabung dengan 'geng' kami." Kata Jinyoung. "Iya, kan, Jungkook?", tanya Jinyeong meminta persetujuan.

"Jungkook?", tanya Jinyoung lagi karena Jungkook hanya menatap blank ke arah Jimin.

"Jimin!", panggil Namjoon. "Sedari tadi aku mengoceh sendirian, aku tidak menyadari kau sudah tidak mengikutiku dari belakang. Dan ternyata kau ada di sini."

"Ah, mian, ssaem. Tadi aku tidak sengaja menubruk Jungkook. Yasudah, Jungkook, Jinyoung, sampai jumpa lagi, ya. Aku keliling sekolah dulu.", kata Jimin sambil berlalu meninggalkan dua namja itu.

Selepas kepergian Jimin dan Namjoon, Jinyoung yang heran dengan ekspresi Jungkook pun bertanya, "Kau kenapa?"

Jungkook tidak menjawab dan malah meninggalkan Jinyoung seorang diri di koridor itu.


"Ini ruang audio-visual." / "Wow!"

"Ini gedung olahraga." / "Wow!"

"Nah, kantinnya di sini." / "Wow!"

"Ini ruang komputer."

Kali ini Jimin tidak menyahut ucapan Namjoon dengan 'Wow!', ia memekik terkejut. "Ada pelajaran komputer?!"

Belum sempat Namjoon menjawab pertanyaan retorik Jimin, terdengar suara dua orang sedang bertengkar dari dalam ruangan itu.

"Ah, ada anak 'Black'. Polusi, nih!", kata seorang yeoja berseragam putih.

Yeoja berseragam hitam yang baru masuk ke ruangan itu pun membalas, "Kalau tidak tahan, ya keluar saja!"

Si pemakai seragam putih pun meledek lagi, "Memangnya anak berotak kosong sepertimu mengerti komputer?"

"Mancing, ya?!"

"Uh, serem. Bisanya cuma main kasar."

Namjoon pun geram mendengarnya. "Hei! Hentikan!"

Dua yeoja itu terkejut dan langsung pergi ke arah yang berbeda.

Namjoon pun tidak melanjutkan turnya ke dalam ruang komputer dan tidak juga menjelaskan apapun pada Jimin, sehingga Jimin hanya dapat berspekulasi dalam hatinya.

Sebenarnya, apa yang terjadi di sekolah ini..?


[Di ruang serbaguna]

"Hoi, kalian! Sana duduk ke lebih pojok!", teriak namja berseragam hitam kepada dua orang namja berseragam putih.


[Di perpustakaan]

"Ini daerah 'White'!", kata seorang yeoja berseragam putih kepada yeoja lainnya yang berseragam hitam.


Jimin yang sudah tidak tahan pun akhirnya berkata, "Namjoon ssaem, sekolah ini aneh.", sambil menampilkan ekspresi datarnya.

"Haha, kau jeli juga, ya.", kata Namjoon. Keringat mengalir dari dahinya.

"Tapi siapapun juga pasti langsung sadar, sih..", kata Jimin.

Namjoon yang sudah sweatdrop pun terselamatkan oleh saapan rekan kerjanya. "Maaf mengganggu, Kim ssaem. Tapi, rapat guru akan segera dimulai.", tanya seorang guru perempuan kepada Namjoon.

"Ah, baiklah Im ssaem. Jimin, kau keliling sendirian dan lihat-lihat kegiatan klub saja, ya? Aku pergi dulu. Sampai jumpa hari Senin."

"Ne, gamsahamnida, Namjoon ssaem.", jawab Jimin.


Setibanya di taman depan BHS, Jimin bukannya disambut oleh pemandangan tim sepak bola yang sedang latihan, melainkan oleh teriakan:"Berterimakasihlah kalian diizinkan memungut bola!"

"Berterimakasihlah kalian diizinkan memungut bola!"

Tadi itu teriakan dari arah tim sepak bola berseragam hitam kepada tim yang berseragam putih.

Ada apa, sih?

Di mana-mana mereka bertengkar seperti anak SD.

Benar, kan, aku mendaftar di SMA?

Apa aku salah didaftarkan ke SD?

Huh. Mentang-mentang badanku kecil...

Lamunan Jimin buyar saat merasakan ada sesuatu yang menyentuh pinggang rampingnya disusul oleh suara berat seseorang dari arah belakangnya. "Jangan bergerak!"

Si pemilik suara berat itu masih melanjutkan ucapannya. "Ini senjata asli. Angkat tanganmu perlahan!", perintahnya.

Apa-apaan ini? Perampokan?! Di dalam sekolah?

Perampokan?! Di dalam sekolah?

Di dalam sekolah?!

Si pemilik suara berat itu menggeledah bagpack Jimin. "Jangan bergerak! Loh, nggak bawa apa-apa, ya?"

Jimin pun berjongkok lalu berbalik dan menendang orang yang hendak merampoknya telak di perut.

"Ugh!", sahut orang yang ditendangnya. "Uhuk! Ke.. Kena telak… Uhuk!"

"Mau lagi?!", tanya Jimin.

Bukannya marah atau kabur, si pemilik suara berat itu malah menyengir lebar lalu berujar, "Kereeennn! Bisa bela diri, ya?", sambil memegangi perutnya yang tadi kena tendang.

Jimin yang masih memasang kuda-kudanya memberikan ekspresi datarnya kepada orang itu.

Rambut panjang dicat blonde dan memakai anting. Berandalan sekolah?

Berandalan sekolah?

"Chimin. Shimin. Apa nih bacanya?"

Pertanyaan namja berambut pirang itu menyadarkan lamunan Jimin. Ternyata namja tadi berhasil mengambil kartu siswa yang tadi baru Jimin dapatkan dari Namjoon.

"Jimin!", kata Jimin kesal. "Dan kembalikan!", lanjutnya sambil merampas kartu siswanya.

"Ow, Jimin! Kalau begitu aku akan memanggilmu 'Minnie'!", kata namja itu sambil meninju udara.

"Jangan seenaknya! Memangnya aku tikus?!", sahut Jimin kesal karena dengan seenak jidat, namja itu menyamakan Jimin dengan Minnie Mouse. "Kau murid sekolah ini?"—Siapa, sih, anak sinting ini?

"Apa?! Kau nggak tahu siapa aku? Aku Mr. Nice Guy number one di sekolah ini!"

Mr. Nice Guy? Perampok begini?

"Aku murid baru. Dan aku perhatikan cuma kau yang pakai baju bebas."

"Oh, murid baru. Pantas saja kau tidak mengenal si tampan Taehyung ini.", kata namja yang ternyata bernama Taehyung sambil menunjuk dirinya sendiri dengan bangga.

"Sori, sori. Tadi cuma becanda, kok. Ini pistol mainan.", kata Taehyung lagi sambil menyemprotkan air dari pistol mainannya ke arah Jimin. "Dan pantas saja kau pakai baju bebas. Mana mungkin ada anak berinisiatif menjadi 'Grey' di sekolah ini.", lanjut Taehyung dengan raut wajah yang sulit diartikan.

"Glee? Kalau aku sih suka Lea Michele.", kata Jimin.

Telmi. "Bukan Glee...", kata Taehyung sambil menyentuh dahinya, seakan-akan sakit kepala.

"Tadi juga ada yang bilang begitu padaku. Maksudnya apa, sih?", tanya Jimin.

Ekspresi Taehyung langsung ceria. "Oke, aku jelaskan!"

Taehyung membenarkan penampilannya yang berantakan—sebelumnya juga ia sudah berantakan—karena tendangan Jimin tadi. Setelah agak rapi, ia pun memulai pidatonya, "Di sekolah ini, yang berpakaian bebas sepertiku disebut 'Grey'."

Oh, 'Grey'? Kukira mereka sejak tadi membicarakan Glee. Benak Jimin.

"Kau lihat kan, ada dua jenis seragam di sini?", tanya Taehyung. Jimin mengangguk lucu. "Yang berbaju putih disebut 'White', sementara yang berbaju hitam disebut 'Black'."

Taehyung melanjutkan tanpa jeda, "'White' terdiri dari anak-anak yang merasa pintar, sementara 'Black' adalah kumpulan anak buangan. Dua geng ini berseteru siang-malam, di dalam ataupun di luar sekolah, saling adu kekuatan."

"Karena itu orang-orang yang tidak masuk dua geng itu disebut 'Grey'—abu-abu?", tanya Jimin akhirnya. Taehyung mengangguk.

"Tapi, kenapa begitu? Mereka 'kan satu sekolah! Masa sampai bikin seragam sendiri-sendiri.", tanya Jimin heran.

"Nggak tahu. Dan di sekolah ini nggak ada yang tahu juga. Tahu-tahu sudah menjadi tradisi sekolah saja.", jawab Taehyung sambil mengangkat bahunya.

"Tapi, anak-anak 'Grey' yang lain kok nggak kelihatan?", tanya Jimin.

Taehyung menatap Jimin dengan senyuman misterius di wajahnya. "Nanti juga kau tahu.", jawabnya singkat.

Jimin jadi penasaran, tapi ia gengsi bertanya lebih lanjut pada orang yang tadi berpura-pura hendak merampoknya. Jadi ia telan lagi pertanyaan-pertanyaan yang melintas di otaknya.

Toh Taehyung bilang nanti juga aku tahu sendiri..

"Oh, ya. Aku Kim Taehyung, tapi orang-orang memanggilku V. Kita berteman, ya?" kata Taehyung yang sudah merubah ekspresi wajahnya dari blank menjadi secerah mentari di siang bolong hanya dalam 0,1 detik. Belum sempat Jimin menjawab, Taehyung sudah berkata "Mohon bantuannya.", lalu mengecup bibir Jimin.

Sekali lagi. Taehyung mengecup-bibir-Jimin.

Jimin terkejut bukan main. Ini lebih mengejutkan dari pada tadi saat Taehyung, atau V, berpura-pura hendak merampoknya. "Apa-apaan kau?!", kata Jimin lalu menonjok V sampai K.O.


Curr.. Pyar.. Pyar.. Curr..

Jimin terus-terusan membasuh wajah—bibir—nya dengan air mengalir di pinggir lapangan BHS.

Kurang ajar!

Apa-apan cowok tadi?!

Apa kelakuan semua anak kota seperti itu?!

Sekedar informasi, Jimin adalah anak gunung.. Ia lama tinggal di desa.

Sudahlah, anggap saja kau sedang sial, Park Jimin!

"Loh, sapu tanganku.. Ah, aku pasti lupa bawa."

Tiba-tiba saja, entah datang dari mana, ada tangan yang menjulur ke arah Jimin, menawarkan sapu tangan.

"Ah, gomawoyo.", kata Jimin. Ia pun mengelap wajahnya dengan sapu tangan tersebut.

Wah, tampan sekali.. Gayanya juga keren.

Pasti cowok populer di sini.

Si Piktor (Pikiran Kotor a.k.a V) tadi juga begitu.

Dua cowok itu jenis yang nggak ada di desa.

"Terimakasih.. Akan kukembalikan setelah dicuci.", lalu Jimin melanjutkan, "Ng.. Kamu Jungkook, kan? Kelas berapa?"

Bukannya menjawab pertanyaan Jimin, Jungkook malah berkata, "Aku Jeon Jungkook."

"..Ya?" Namanya juga berkelas sekali. "Kelas berapa?", tanya Jimin lagi karena Jungkook tidak menjawab.

"Aku, Jeon Jungkook.", kata Jungkook dengan penekanan yang berbeda.

"Eh?"

"Aku-Jeon-Jungkook.", Jungkook pun mengulangnya karena Jimin menampakkan wajah bodoh seakan tidak mengerti. "AKU-JEON-JUNGKOOK!", teriaknya.

"I-iya, aku sudah dengar dari tadi…"

"Jangan bercanda, ya!", kata Jungkook sambil melotot.

"Ha?!" Jimin sungguh tidak mengerti kenapa namja keren dihadapannya marah-marah.

Itu seharusnya kalimatku!

"Jangan bilang kau lupa.", kata Jungkook. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Jimin, agak menunduk karena ia lebih tinggi delapan sentimeter dari Jimin. "Aku tidak pernah melupakanmu, sehari pun!"

Demi rokok Jin yang selalu dibuang Jimin diam-diam, Jimin tidak mengerti kenapa Jungkook seperti ini.

Apa salahku?

"Besok, kau harus sudah ingat!", kata Jungkook sambil menunjuk wajah Jimin. "Dasar otak kosong!"

"O-otak kosong…?!" Jimin tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

Jungkook pun pergi meninggalkan Jimin tanpa pamit.

Apa-apaan dia itu?!

Aku kan tidak kenal dengannya!


Jimin mendudukkan dirinya di bangku paling bawah stadion sekolah. Tempat itu kosong karena tidak sedang dipakai kegiatan klub. Ia merasa hari ini sedang sial sekali. Pasalnya, baru juga mau memulai kehidupannya yang baru di BHS, ia sudah dihujani oleh tatapan aneh calon teman-teman sekolahnya, mendapati sekolahnya memiliki dua kubu yang tidak jelas dan selalu bertengkar satu sama lain, ciuman pertamanya direnggut namja asing berkelakuan seperti alien, dan terakhir disebut 'otak kosong' oleh orang yang baru saja ia kenal.

Dewa, anak-anak sekolah ini aneh-aneh!

Si Piktor itu. Dan terutama Jeon Jungkook! Kenapa ia seolah-olah kekasihku yang kutinggal pergi bertahun-tahun?

Kenapa dia marah sekali saat aku tidak mengenali dirinya?

Tapi apa aku memang mengenalnya, ya..?

Ah, tidak. Aku tidak punya kenalan bernama Jeon Jungkook…

"Bicara apa sama Jungkook?", tanya V yang mendadak sudah berada di hadapan Jimin dengan jarak wajah yang sangat dekat, kira-kira sepuluh sentimeter.

Plek.

Jimin menyentuhkan kakinya yang dilapisi docmart marun kesayangannya ke wajah tampan V.

"Minnie! Apaan, sih?!", kata V sambil membersihkan wajahnya.

"Jaga jarak lima meter!"

"Jangan marah begitu, dong.. Ah! Tadi itu ciuman pertamamu, ya?", tanya V polos.

BLUSH!

Wajah Jimin merah padam seketika. "Dasar Piktor!", kata Jimin lalu menendang kepala V dengan back flip-nya lagi.


"Ah, aku baru sadar hal luar biasa tentang nama kita.", kata V yang kepalanya benjol sehabis kena tending Jimin. Ia tetap tidak menyerah untuk mendekati Jimin walaupun sudah dua kali ditendang.

"V + Jimin = Vi ta (tambah) Min. Jadi Vitamin!", kata V sambil menggambar rumus di tanah stadion dengan ranting yang entah dari mana ia dapatkan. "Vitamin Couple resmi terbentuk!", katanya sambil ber-mansae-ria.

"Jangan seenaknya!", gerutu Jimin.

"Insting liarku tergerak. Kurasa kita bakal cocok, Minnie."

"Kenapa?!"

"Baumu sama denganku.", kata V sambil tersenyum penuh arti.

Terjadi keheningan selama beberapa detik. Lalu Jimin melakukan hal ter-telmi yang ia lakukan hari ini. Ia mengendus-endus tubuhnya sendiri.

Telmi abis. Benak V. "Aku punya nasihat untukmu—"

Jimin menutup kedua telinganya. "Nggak mau dengar."

"—Jauhi Jeon Jungkook."

"Hm? Kenapa?", tanya Jimin yang sontak melepaskan kedua tangan dari telinganya.

"Geng 'White' dan 'Black' punya ketua masing-masing. Perkataan mereka sangat mutlak bagi para anggotanya. Nah, Jungkook itu ketua geng 'White'.", jawab V.

Ketua geng? Jeon Jungkook itu? Wajah dan penampilannya tidak menunjukkan bahwa dia seorang ketua geng. Dan lagi dia ketua OSIS, kan?

Wajah dan penampilannya tidak menunjukkan bahwa dia seorang ketua geng. Dan lagi dia ketua OSIS, kan?

Dan lagi.. dia ketua OSIS, kan?

Lamunan Jimin buyar saat terdengar suara teriakan seorang namja. "UWAHH!"

Jimin berlari ke arah sumber suara disusul oleh V yang berjalan dengan santai seolah terbiasa mendengar teriakan di sekolah ini. "Ada apa, sih? Pertengkaran lagi, ya?!", tanya Jimin.

Setibanya di sumber suara, Jimin disambut pemandangan tidak menyenangkan. Dihadapannya terdapat seorang namja berseragam hitam sedang menendang tanpa ampun namja yang tergeletak di tanah yang tidak melawan sedikit pun.

"To-tolong..!", kata namja yang sedang diserang.

Jimin pun menoleh ke arah V. "Kok diam saja?! Cepat tolong dia!"

"Kau menyuruhku?"

"Iya! Biar badanmu kecil, kau cowok kan?!"

"Jangan bilang 'kecil' dong! Aku kan jauh lebih tinggi darimu. Aku cuma kurus doang..", V pun melanjutkan, "Lagian kayak gitu sih udah biasa. Dia nggak akan apa-apa kok. Nggak akan mati."

"Apa?!", sahut Jimin tidak percaya. Ia langsung melesat ke arah dua orang yang sedang berkelahi itu. Atau lebih tepatnya ke arah namja yang sedang dipukuli oleh namja lainnya, karena hanya satu orang yang menyerang, bukan keduanya.

Entah sejak kapan namja berseragam hitam itu memegang tongkat kayu yang agak panjang. Saat namja itu hendak memukulkan tongkat ke namja yang tadi ditendangnya, tiba-tiba ada yang memeluk lengannya. "Hentikan!"

Sontak namja itu terkejut dan meghentikan aksinya.

"Kalau kau pukul pakai itu, dia bisa mati!", kata orang yang memeluk lengannya, siapa lagi kalau bukan Jimin.

"Kau.. Siapa?", tanya namja itu sambil memberikan tatapan paling mengerikan yang pernah Jimin lihat seumur hidupnya. "Orang luar jangan ikut campur!", lanjut namja itu sambil membanting tubuh Jimin hingga terhempas ke tanah.

Namja itu mengayunkan tongkatnya lagi namun Jimin sudah bangkit berdiri untuk melindungi namja yang berbaring di tanah itu dengan tubuhnya. Jimin merentangkan tangannya lebar-lebar, tidak peduli jika nanti ia yang kena pukul tongkat itu.

Jin, mungkin aku akan mati hari ini, atau mungkin koma beberapa bulan.

Kuharap kau makan dengan benar. Aku menyayangimu.

Jimin mengucapkan harapan terakhirnya sebelum meninggal karena ia yakin tak akan selamat jika namja dihadapannya jadi memukulnya dengan tongkat itu.

Namun, setelah beberapa detik memejamkan mata, Jimin tak kunjung merasakan sakit di tubuhnya.

Perlahan, Jimin membuka kedua matanya. Ternyata V sudah berdiri di hadapan Jimin dan tongkat tersebut bersemayam di kepala V yang sebelumnya sudah benjol karena tendangan Jimin.

"V?!", sahut Jimin, tidak percaya jika V menolongnya.

"SUAKIIITTTTTT!", kata V lalu memegangi kepalanya.

"Kau nggak apa-apa?!", tanya Jimin pada V dengan panik. "Ah, hei! Hih, sudah ditolong malah kabur.", kata Jimin setelah melihat namja berseragam putih yang tadi ditolongnya malah berlari menjauh.

"V, siapa monyet ini—?" tanya namja yang tadi memukul, tidak merasa bersalah sama sekali.

"Monyet?!"

"—'Grey' baru?"

V merentangkan sebelah tangannya ke depan dan sebelahnya lagi menarik Jimin ke belakang punggungnya. "Dia murid baru, Suga. Aku suka padanya. Tolong lepaskan dia, ya."

"He, kasihan sekali masuk sekolah ini.", cibir namja yang disebut Suga tadi. "Sepertinya kau belum tahu peraturan di sini. Nah, biar kuberitahu."

"Pertama—", kata Suga sambil menunjukkan tongkatnya ke arah Jimin. "—Putuskan masuk geng mana. Kedua, patuhi apa kata pemimpinnya. Kemudian, jangan menonjol. Jangan ikut campur. Jangan membangkang. Kalau itu semua kau lakukan, kau bisa sekolah dengan tenang."

Suga menampilkan smirk-nya sambil melanjutkan "Lain kali kalau menggangguku, aku nggak akan memaafkanmu. Jawab kalau paham."

Jimin yang sedari tadi menatap blank tanah di bawah kakinya pun mendongak dan menjawab tanpa ragu, "Konyol sekali."

Ucapan Jimin sukses membuat Suga geram. Terlihat sekali raut wajahnya yang tadi menyiratkan kemenangan sekarang berubah menjadi masam.

Jimin berbicara lagi. "Peraturan siapa itu? Gedung, sih, boleh modern, tapi isinya orang-orang kolot semua. Suka bertengkar kayak anak kecil dan sepertinya nggak ada yang sadar kalau kalian semua itu.. ANEH."

Murid-murid BHS yang sebelumnya telah berkumpul di lapangan itu pun terkejut. Bisa-bisanya ada orang yang berkata seperti itu di sekolah.

Mereka berbisik-bisik. Ada yang menatap Jimin dengan mulut terbuka, saking terkejutnya. Ada juga yang mentap Jimin geram.

"Ah, kau mengatakan apa yang dipikirkan semua orang di sini. Hanya saja tidak berani mereka utarakan."

Mendadak semua orang terdiam. Tadi itu Jungkook yang berbicara.

"Jeon Jungkook, mood-ku sedang jelek. Aku nggak mau melihat tampangmu.", kata Suga.

"Aku juga.", balas Jungkook dingin.

Terdengar suara-suara yang menyerukan:

"Ketua geng 'White' dan 'Black' berkumpul!"

"Jarang banget!"

"Daebak!"

"Ini harus kuabadikan!"

Suga dan Jungkook saling menatap, mungkin kalau ini komik, akan ada percikan-percikan api dari mata mereka berdua.

Jimin pun memecah kesunyian dengan bertanya, "V, apa 'Grey' punya ketua?"

"Nggak. Kami individualis." Jawab V santai.

"Kalau begitu, aku jadi 'Grey' saja! Aku nggak mau berantem dan tunduk sama seseorang.", jawab Jimin sambil tersenyum bangga.

Semua orang di sana terkejut mendengar pernyataan Jimin

"HAHAHAHAHAHA."sedangkan Suga tertawa terbahak-bahak. "Kau akan menyesal nggak mendengarkan nasihatku, anak baru."

"Nggak akan.", jawab Jimin sambil tersenyum.

Terdengar suara-suara lagi dari seluruh penjuru BHS.

"Haha, ada 'Grey' baru."

"Kali ini bisa bertahan berapa lama, ya?"

"Mau taruhan? Kira-kira hari ke berapa dia akan keluar dari sini."

.

.

TBC

.

.


Kembali lagi bersama ORUL2~

Aku nulis ff ini sbg selingan Roughest Desire karena... membutuhkan energi ekstra untuk menulis rated M :(

/kadang aku tidak shanggup/

ff ini dari cerita komik jepang berseri, ada lima komiknya. udah aku tampilin nama tokoh di komik aslinya di sebelah casts yg aku pake. jadi siapa sebagai siapanya uda jelas, gitu..

komik ini ceritanya buli2an gitu di sekolah. terus ada murid baru yang ngerubah tradisi buli2an di sekolah itu. kalau di komik tokohnya sih cewek hahahahahahah tapi di sini jiminnya gak aku GS-in soalnya aku pgn nyobain bikin bxb gitu .. dan ff ini juga rated T menjurus ke M sih kayaknya, soalnya nanti ada violence actions sama kata2 kasar, sekasar ampelas /apa sih/ tapi rated M nya gak menjurus ke sanah kok nggaaaaa

apa reader-nim ada yg pernah baca komiknya juga? atau malah punya? semoga gak kecewa ya sama remake ceritanya :D