Naruto © Masashi Kishimoto
.
.
.
Master's Haruno
Chapter 5
.
.
Don't Like YA Don't Read
.
Enjoy for Reading…
.
.
Sasuke menghela napas masih menatap pamannya ini. "Aku sudah melihat hal yang membuatku sulit untuk percaya dengannya." Kakashi menatap Sasuke yang sepertinya sedang menyembunyikan sesuatu, sambil menatap kembali Itachi Sasuke kembali berbicara. "Periksa lebih lanjut." Kemudian dia melenggang pergi lagi dengan tangan senantiasa diletakkan di belakangnya.
Itachi menatap ke Kakashi. "Periksa lebih lanjut." Dia mengulang ucapan Sasuke.
Dan Kakashi masih memikirkan Sasuke yang menyembunyikan suatu hal, dilain sisi Sasuke sudah tahu perihal istri pemilik toko ini meninggal, karena kemarin dia melihat sendiri mayatnya dan dia berucap bahwa sulit untuk membuatnya percaya lagi dengan pemilik toko ini. Memang apa yang diketahui Sasuke?
.
.
.
Jam istirahat datang dan ini adalah waktunya untuk para pegawai menikmati waktu santai mereka sebelum kembali bekerja lagi. Dan petugas keamanan Mall Uchiha kini berada di kafetari yang tidak jauh jarak tempuhnya dari Mall. Seperti biasa., petugas yang menjadi sorotan masih Suigetsu dan partnernya satu lagi.
Mereka berdua sudah memesan makanan dan minuman dan mulai mengobrol atau bisa dibilang bergossip, tentu saja ini masih mencakup Mall Uchiha.
Sambil menunggu pesanan datang, Suigetsu mulai bercerita dengan temannya. "Istri pemilik toko itu… kau mendengar kalau dia sudah meninggal kemarin?"
Karin yang bekerja di kafetaria itu sedang mengantarkan pesanan dan mendengar cerita mereka. Dia meletakkan minuman di saat teman Suigetsu berbicara. "Kudengar suaminya sangat peduli dengan istrinya." Wajahnya terlihat sedih saat menatap Suigetsu. "Kasihan sekali."
Mereka sedang membahas Shikamaru dan juga almarhum Temari.
Karin belum beranjak dari meja kedua petugas keamanan ini, dia menatap teman Suigetsu. "Aku juga melihat pasangan ini." Oh… ternyata Karin pernah mendapati pasangan Shikamaru dan juga Temari di kafetaria ini. "Aku melihat pasangan itu di sini sedang berkencan dan kudengar mereka berencana mau mendaki saat akhir pekan nanti." Karin menumpu dagunya dengan kedua tangannya. "Suaminya tampak sangat baik sekali." Ada sorot menganggumi yang ditangkap di balik mata Karin yang tertutupi kacamata.
"Istrinya itu sangat kaya," Suigetsu mulai heboh lagi. "dia bahkan membukakan toko untuk suaminya, jadi tentu saja suaminya harus baik-baik dengannya." Sambil menyeruput minumannya, Suigetsu kembali bercerita. "Kudengar juga, kalau mertuanya itu lebih kaya. Kudengar mertuanya pemilik beberapa bangunan di Suna.
"Kalau begitu, putri semata wayangnya meninggal dan satu-satunya orang yang tersisa tinggal menantunya. Jadi, semua uanganya akan diberikan ke menantunya?" Suigetsu menatap temannya dengan eskpresi terkejutnya. "Dia benar-benar mendapatkan undian besar!"
Sama seperti Suigetsu… baik temannya dan juga Karin sama-sama terkejut mendengar ceritanya. "Luar biasa." Ucap teman Suigetsu.
"Dia sungguh beruntung!" lanjut Suigetsu lagi.
"Lagipula, dia pria baik yang sangat peduli dengan isrtinya." Suigetsu menatap Karin yang masih berbicara mengeluarkan pendapatnya. "Jadi, menurutku dia pantas mendapatkannya." Dia mengangkat bahu dan berbalik untuk kembali bekerja dan betapa terkejutnya bahwa ada seseorang yang berdiri di belakangnya.
Sambil menarik napas dan menghelanya, Karin berucap. "Sakura…"
"Karin nee-chan…" Sakura berbisik sambil menunduk. "…jika hanya aku yang mengatakan dia orang jahat ketika orang lain menganggapnya orang baik…" Sakura berhenti berbicara dan menatap Karin. "…maka tidak ada yang akan mempercayaiku, kan?"
Mendengar hal itu membuat Karin bertanya. "Apa kau melihat sesuatu lagi?" tanyanya khawatir sambil menunjuk ke matanya.
Dan Sakura hanya menggelengkan kepala. "Tidak." Bisik Sakura masam. Di belakang Karin, Suigetsu ternyata memperhatikan mereka berdua.
Karin sendiri kembali menghela napas dan memegang kedua tangan adiknya ini. "Sakura… mari kita di sini untuk waktu yang lama." Sakura menatap kakaknya dalam diam. Karin kembali berbicara dan kali ini menambahkan suntikan semangat dikalimatnya. "Kau harus bekerja dengan baik agar bisa terus pulang dengan pria itu." Karin berkedip menggoda Sakura. "Dan kau juga bisa menerima energinya."
Jeda untuk beberapa saat dari Sakura, gadis ini menatap kakaknya. "Baik." Sakura bergumam sambil memasang senyum, dia melepas genggaman kakaknya dan berajak menjauh. "Maafkan aku, Karin nee-chan. Aku pergi dulu."
Karin melambaikan tangan. "Dah…" Sakura hanya menoleh dan tersenyum masih terus berjalan keluar kafetaria. Karin menghela napas dan tiba-tiba bergidik. "Aku selalu merasa seperti ada sesuatu setiap kali Sakura mampir ke sini." Gadis ini berdecak dan berbalik untuk masuk ke dapur, namun dia dikagetkan dengan benda yang terpajang di meja hias kafe sehingga mengagetkannya.
Karin menatap benda jatuh itu dan beralih menatap meja sambil bergidik takut. "Apa… ada orang disitu?" gumamnya sambil menatap meja. Gadis ini melambaikan tangannya ke depan. "Pergi." Setelah itu dia memeluk nampan dengan saat erat.
Suigetsu yang sedari tadi memperhatikan Karin dan Sakura juga terkejut dengan suara benda jatuh tadi, dia mulai berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Karin yang masih memeluk nampannya sambil bergumam. "Pergi… pergilah!"
"Apa mungkin…"Karin terkejut saat Suigetsu memegang pundaknya. "… wanita itu adikmu?" tanyanya sambil mengedikkan dagu ke arah pintu kafetaria, yang tadi Sakura lewati.
Sambil memegang nampannya dengan erat, Karin menghela napas sambil mengangguk. "Ya, benar. Memangnya kenapa?" tanya Karin balik.
Suigetsu terkekeh. "Aku hanya… ingin berteman dengannya." Dan pria ini tertawa, Suigetsu melihat ke bawah. "Oh, biar kubantu. Kenapa ini bisa terjatuh?" pria ini membungkuk untuk mengambil barang dan mengembalikannya ke tempat semula.
Karin hanya menatap diam Suigetsu yang kembali tertawa.
"Aku tidak membuatmu takut, kan?" tanya Suigetsu lagi sambil meletakkan hiasan kafe ke meja di depannya.
Karin membenarkan letak kacamatanya dan menggeleng. "Tidak, kau tidak membuatku takut," kemudian tatapan mata Karin mengarah ke setelan yang dipakai Suigetsu. Gadis ini seperti pernah melihat setelan ini, sambil menatap Suigetsu dengan seksama Karin bertanya. "Apa kau bekerja sebagai Tim Keamanan Mall Uchiha?"
"Ya. Itulah pekerjaanku," Suigetsu kembali tertawa, Karin sendiri ikut tersenyum. "Memang ada apa kau menanyakan hal itu?"
"Hanya ingin tahu saja," Suigetsu mengerutkan bibir sambil mengangguk. "dan kurasa Sakura akan senang bisa berteman denganmu." Karin membungkuk dan bergumam permisi untuk kembali bekerja.
Suigetsu berbalik menatap punggung Karin. "Ini luar biasa," senyum semangat pria ini terpancar. "aku bisa tahu hubungan apa yang dimiliki Sakura dengan Presdir Sasuke jika berteman dengan gadis itu." Suigetsu kembali tertawa.
Dan teman seprofesinya menggelengkan kepala melihat tingkah Suigetsu.
Di tempat lain….
Ino yang kemarin berada di rumah sakit, kini keluar dari mobilnya bersamaan dengan Manajernya. Mereka berdua memasuki gedung Mall Uchiha bagian belakang untuk menghindari pengunjung yang mungkin akan merepotkan Ino nantinya. Dan saat mereka sampai di tempat poster dipasang, Inaho selaku Manajer Ino menganga melihat poster besar yang sudah terpasang jelas di depannya saat ini.
"Teganya dia menggantung ini ketika kau harus dirawat di rumah sakit." Inaho yang meletakkan kedua tangannya di sisi pinggang menggeram kesal. Ino yang mendekat ke Manajernya dan berdiri di sampingnya masih memasang wajah datar dengan kacamata terbingkai di wajah cantiknya. Inaho menatap Ino. "Ayo kita protes."
Ino yang mendongak menatap posternya sendiri ini masih memasang wajah datar. "Ini?"
"Apa ini?" Inaho kembali meletakkan kedua tangannya di sisi pinggangnya dan berseru kesal menyela ucapan Ino.
Gadis cantik berambut pirang ini membenarkan kacamatanya. "Menurutku ini lumayan." Inaho yang menarik napas kesal terkaget mendengar ucapan Ino, wanita ini menatap Ino dengan mata melotot, dan Ino berjalan mendekat ke posternya. "Daripada dikasihani saat memakai baju rumah sakit…" Ino menepuk-nepuk pelan poster di depannya. "… terlihat berpakaian seperti ini sambil menendang bola tampak lebih cocok bagiku."
Sekali lagi, Inaho dibuat terkejut dengan ucapan gadis ini. Wanita ini mendekat dengan melotot ke arah Ino. "Apa kau sungguh tidak keberatan?" tanyanya dengan suara nyaris terpekik karena masih terkejut dengan sikap Ino ini.
Sekali lagi Ino menatap poster gambarnya. "Aku menyukainya." Dan gadis ini menatap kembali Manajerya yang menyeringai menatap Ino. "Karena kita sudah di sini apa kita perlu mencari wanita yang mengacaukan pernikahanku?" Inaho menelan air liur dan berdeham mendengar ucapan Ino, gadis ini menunjuk udara. "Kita pikirkan sambil makan siang."
"Baiklah." Inaho mengangguk dan Ino berbalik melanjutkan perjalannya, saat Inaho menyusul dan berdiri di samping Ino, gadis ini tiba-tiba berhenti sambil menatap depan dalam diam. Inaho menatap Ino dengan alis terangkat tinggi.
Di depan sana, ada Sakura yang berjalan dengan setelan pegawai kebersihan Mall Uchiha, gadis ini berjalan sambil mengajak bicara sesuatu, karena gadis ini menoleh ke samping sambil memegang dadanya dan menunjuk depannya kemudian mengangguk. Tapi nyatanya, tidak ada sesuatu atau seseorang yang diajaknya bicara.
Ino yang masih menatap gadis tadi lalu bergumam. "Haruno Sakura?"
Ternyata Manajernya ikut memperhatikan Sakura dan wanita ini langsung menatap Ino dengan wajah tertarik. "Kenapa? Kau kenal dia?" tanyanya antusias.
"Huh?" Ino menoleh ke arah Manajernya. Gadis ini terdiam sesaat terus bergumam kembali. "Itu tidak mungkin dia, tidak mungkin." Kemudian gadis ini berlalu meninggalkan Inaho yang menatap Ino dengan dahi berkerut karena mendapatkan jawaban berupa gumaman tidak jelas.
Mereka berdua akhirnya kembali menyusuri Mall Uchiha.
.
.
.
Dan Sakura sendiri, gadis ini masih bergumam sendiri sampai dia sampai di tempat yang dia maksud, gadis ini mengintip dari balik tembok dan menemukan Izumi, sekertaris Itachi yang sedang meniup-niup belakang tangannya yang terperban akibat insiden terjatuh kemarin.
Gadis cantik ini mengeryit saat dirasa nyeri datang waktu dia meniup-niupkan lukanya.
"Permisi…" Izumi terlonjak kaget saat Sakura sudah berdiri di depan mejanya.
Izumi menatap Sakura setelah menghela napas akibat terkejut disapa tiba-tiba oleh Sakura. Izumi berdiri dari tempat duduknya. "Ya?"
Sakura tersenyum sambil meletakkan kedua tangannya di belakang. "Um… apa kau tidak apa-apa?" tanya Sakura basi-basi.
"Ya. Aku tidak mungkin libur hanya karena luka kecil seperti ini." Ucap Izumi tegas sambil menatap ke lukanya.
Sakura mengangguk saja mendengar jawaban Izumi lalu menunduk, masih meletakkan kedua tangannya di belakang. "Um… kau bilang, kau tersandung sesuatu saat jatuh dari tangga kemarin malam?" Sakura menatap Izumi hati-hati, seolah gadis ini sedang menyelidiki suatu hal saat ini. "Apa mungkin… kau melihat sepatu ini sebelum kau terjatuh malam itu?" Sakura membawa tangannya yang di belakang tadi ke depan Izumi, ternyata gadis ini menyembunyikan sepatu hak berwarna kuning itu di sana.
Izumi yang melihat sepatu itu tersentak sambil membelalakan matanya. "Itu sepatu yang sama yang kuambil di koridor malam itu."
Sakura dengan senang tertarik mendengar ucapan Izumi, gadis ini mendekat ke meja Izumi dan berucap lagi. "Darimana kau mengambilnya?"
Izumi menggigit bibirnya sambil mengingat-ingat dimana gadis ini menemukan sepatu hak itu.
Sambil menunggu Izumi menjawab pertanyaan Sakura, di sebuah tempat di pusat kota Konoha, terdapat tempat dimana barang-barang orang meninggal di simpan di suatu kotak yang sudah dipesan untuk mengenang orang yang sudah meninggal.
Karura, yang memegang tisu sambil menutup mulutnya karena masih terisak menangis menatap kotak yang akan menyimpan barang kesayangan anaknya, Temari. Karura terisak sambil memegang dada bidang seorang pria di samping. Menantunya—Shikamaru.
Pria ini terisak di samping mertuanya.
Upacara pemakaman Temari baru selesai beberapa menit yang lalu, dan mereka berdua masih setia berdiri di tempat ini, tempat yang akan sering dikunjungi jika mereka merindukan sosok Temari.
Sambil menarik napas panjang, Karura bergumam. "Temari…" dan dia hampir goyah dan hampir jatuh dan hal ini dicegah Shikamaru dengan menahan kedua bahu mertuanya ini.
Di dalam kotak itu terdapat foto Temari yang menggerai rambut pirang indahnya sambil tersenyum lebar menatap kamera, kotak cincin yang terdapat cincin pernikahannya dengan Shikamaru dan berbagai barang lainnya.
"Temari-ku… anakku!" Karura berseru dan semakin terisak dipelukan Shikamaru, berat rasanya disaat yang tua ditinggalkan yang muda dulu. Shikamaru hanya diam dan menatap kotak istrinya dan mencoba menenangkan ibu mertuanya.
Semoga arwah Temari tenang….
.
.
.
Izumi yang masih terdiam akhirnya menatap Sakura yang masih menunggu jawabannya dengan sabar. "Aku menemukan sepatu itu di lorong menuju basement parkir."
"Benarkah?" Izumi mengangguk saat Sakura kembali bertanya. Sakura menatap sepatu ditangannya dan membungkuk ke arah Izumi. "Terima kasih dan maaf mengganggu waktumu."
Dan sebelum Izumi menjawab ucapan Sakura, gadis bersulai merah muda ini sudah berbalik meninggalkan ruangan Izumi dan menuju koridor yang membawanya ke arah basement parkir Mall Uchiha.
Tidak butuh waktu lama untuk sampai di koridor yang dimaksud Izumi, Sakura berdiri ditengah-tengah koridor yang di sisi kanan dan kirinya terhalang jendela kaca bening tebal dan terlihat gedung-gedung yang bersebelahan dengan Uchiha Mall dan terdapat pula bangunan yang sudah hampir jadi bangunan itu. Sepertinya itu Mall yang sering dibicarakan Sasuke. Ternyata sudah hampir Sembilan puluh delapan persen bangunan siap untuk dipakai.
Kembali ke Sakura, gadis ini ternyata sudah tidak berdiri di tengah koridor, melainkan berjongkok di pinggir koridor sambil meletakkan sepatu hak yang di bawanya tadi ke lantai. Sakura menumpu dagu masih menatap sepatu. Sepatu hak tinggi itu di arahkan ke arah Mall Uchiha.
"Jadi… dimana kau seharusnya pergi?" tanya Sakura sambil menatap sepatu hak tinggi itu. Seolah ada yang mengajaknya berbicara, Sakura mengangguk sambil melepas tumpuan dagunya dan mengarahkan sepatunya berlawanan dari arah masuk Mall. "Apa kau… kau datang dari sana?" Sakura kembali bertanya masih menatap sepatu sambil menunjuk depannya.
Gadis ini benar-benar berada di dunianya sendiri, sampai-sampai mengabaikan pegawai yang lalu lalang melewatinya dan menatapnya dengan alis terangkat tinggi karena bingung menatap Sakura berjongkok sambil berbicara dengan sepatu di depannya.
Sakura menggigit jarinya. "Bukan dari arah sana?" gadis ini menggelengkan kepala, dia melirik ke pintu masuk Mall. "Apa dari sana?" Sakura menunjuk pintu Mall dengan tangan kiri sambil menoleh ke sampingnya, tidak ada apa-apa di sana, tapi sepertinya memang ada sesuatu di samping Sakura.
"Jadi, kau terjatuh seperti ini saat sepatunya lepas?" Sakura mengambil sepatu hak itu dan Sakura tidak lagi berjongkok, melainkan duduk sambil setengah tertidur. Apa yang dilakukan gadis ini sebenarnya?
Meniru orang yang mengesot.
Dan Sakura mengandahkan kepala saat dirasa ada sepasang sepatu mahal yang berjalan dan berhenti di depannya. Sakura sudah terperangah kaget dan kembali berjongkok sambil mengandahkan kepala menatap kedua orang yang menatapnya dalam diam.
Tapi… hanya satu orang yang menatap Sakura dengan ekspresi sedatar papan.
Dia adalah Sasuke, dengan lengan di belakangnya, pria ini baru saja selesai melakukan kunjungan ke pemilik-pemilik toko yang menguntungkan baginya dan pria ini menemukan sesosok merah jambu terduduk dan hampir tiduran di lorong Mall-nya, inilah yang menyebabkannya menghampiri Sakura dan menatap gadis di depannya yang sedang membenarkan rambut dan mulai berbicara ke arahnya.
"Dia bilang, kalau sepatu itu ditemukan tepat di sini." Sakura menunjuk ke lantai depannya dan memaksa senyumnya muncul sambil menatap Sasuke yang masih diam menatap datar Sakura, gadis ini masih belum selesai dengan ucapannya. "Ini sangat dekat dengan toko suaminya."
Kakashi… pria lain yang berdiri di samping Sasuke terngaga mendengar penjelasan Sakura.
"Jadi, disitu sepatunya terlepas?" Sasuke sepertinya tidak melupakan insiden kemarin malam dan balik bertanya sambil menatap sepatu di tangan Sakura. dan gadis ini tersenyum sambil mengangguk menjawab pertanyaan Sasuke. "Kalau begitu, itu hanya sampah dan kau adalah petugas kebersihan." Mendengar ucapan Sasuke membuat senyum senang Sakura hilang, pria ini masih menatap datar Sakura. "Membuang sampah ke tempat sampah itu adalah tugasmu." Kejam seperti biasanya…
Sakura mengerutkan bibirnya sambil menatap Sasuke. "Kau tahu ini bukan sampah." Terdengar kalau Sakura kecewa, karena semalam Sasuke bahkan melihat sendiri sepatu ini ada pemiliknya dan Sasuke juga melihat hal yang tidak diduga olehnya. Sakura menatap sepatu ditangannya. "Kau tahu persis apa yang sedang kulakukan di sini."
Diam untuk beberapa detik.
Kemudian Sasuke tiba-tiba berjongkok tepat di depan Sakura, menatap mata teduh Sakura yang kurang tidur dengan mata hitam tajamnya seolah-olah ingin membuat gadis ini untuk tidak memberikan kata-kata tidak masuk akal kepadanya lagi. "Tidak, aku tidak tahu." Nada suaranya pelan sambil menggelengkan kepala. Tangan Sasuke bersandar di masing-masing lututnya sambil masih menatap Sakura intens. "Dimataku… kau adalah seorang karyawan yang beresiko dipecat karena perilaku anehmu." Sakura mengerutkan bibirnya mendengar ucapan pedas dari Sasuke. "Dan kau terlihat seperti orang malas karena duduk di lantai seperti ini." Sasuke membawa telunjuknya ke pelipis Sakura dan mendorongnya sampai gadis ini terduduk.
Dan dalam posisi Sasuke berjongkok dengan siku bersandar di lututnya dan Sakura yang terduduk, tiba-tiba ada seorang gadis melewati mereka. Sakura merasa tertarik dengan gadis yang baru saja melewatinya. Bukan masalah dress hitam yang dikenakannya, bukan paras cantik dari gadis ini, melainkan sepatu yang dikenakan gadis itu.
Sakura bahkan terperangah kaget melihat itu. "Sepatu itu." Sakura kembali berjongkok dan menunjuk gadis yang melewatinya. Sasuke bahkan memiringkan kepala untuk melihat yang ditunjuk Sakura karena terhalang oleh gadis ini. "Bukankah menurutmu itu sepatu yang sama dengan ini?" Sakura memajukan sepatu hak ditangannya di depan Sasuke.
Memang gadis yang melewati Sakura dan Sasuke ini mengenakan sepatu hak tinggi berwarna kuning. Sama persis seperti yang dibawa Sakura saat ini.
Sasuke yang masih menatap sepatu yang dikenakan gadis itu mulai berubah ekspersinya saat ini, meski tidak sepenuhnya berubah karena ekspresi datarnya begitu mendominasi.
"Benar, kan? Sepatunya sama, kan?" Sakura mengoceh di depan Sasuke sambil mempelihatkan sepatu di tangannya dengan ekspresi terkejut.
"Lalu?" Sasuke beralih menatap Sakura dan bertanya. Tampak tidak berminat dengan ocehan Sakura.
"Meskipun aku terus menyangkalnya dan mengatakan aku tidak mau tahu…" Sakura yang masih memandang kepergian gadis tadi beralih menatap Sasuke dengan ekspresi sedih. "… aku tidak bisa mengabaikannya begitu sudah melihatnya." Sakura menunduk sambil menghela napas panjang. "Begitulah aku, Presdir."
Setelah menatap sejenak Sasuke, Sakura berdiri dan mengikuti kemana arah gadis yang mengenakan sepatu yang sama seperti yang dibawa Sakura saat ini.
Sasuke sendiri masih berjongkok dan memandang Sakura, pria ini menghela napas, kemudian menatap lantai. "Lagi…lagi…lagi!" geramnya kesal dan menatap punggung Sakura yang menjauh. "Aku melihat hal yang seharusnya tidak kulihat."
Mungkin kau sudah terikat, Sasuke…
Mari biarkan Sasuke tenang dahulu.
Beralih ke gadis yang diikuti Sakura, gadis ini berjalan dengan anggun dengan sepatu hak berwarna kuningnya menuju ke toko yang dekat dengan akses basement parkir Mall. Gadis ini berbelok dan memasuki toko yang memang dekat dengan persimpangan dan sebelumnya ada pria berjas di depan toko untuk menyambutnya dengan membungkuk ke arahnya dan membiarkannya memasuki toko, kemudian pria berjas ini melenggang pergi dari toko.
Sakura yang sedari tadi mengikuti gadis ini terbengong dan bersembunyi di belokan yang merupakan sisi samping dari toko. Sakura masih memperhatikan gadis itu membuka penutup toko dan menutupnya kembali dan berlalu masuk ke dalam toko, didetik berikutnya, ada pria berjas yang Sakura tahu adalah pemilik dari toko ini. Dia adalah Shikamaru, pria ini menoleh ke arah lain selain toko miliknya dan kemudian memasuki tokonya, tidak menyadari Sakura yang melihat gerak-gerik kedua orang ini.
Sakura kemudian berbalik, berjalan ke samping toko yang desainnya terlihat dari luar jika ingin melihat ke dalam toko, Sakura mencari celah dari tas-tas yang terpasang di kaca toko. Sakura membungkuk atau berdiri untuk mencari celah yang cukup luas untuk melihat hal di dalam toko.
Sakura melihat kaki di dalam toko saling berdekatan saat dia membungkukkan badan, kemudian Sakura berdiri tegak dan terhalang tas yang terpanjang di depannya. Dan Sakura hanya bisa melihat pucuk kepala Shikamaru, Sakura menghela napas, kemudian gadis ini melihat ke arah sepatu yang digenggamnya, diukurnya berapa tinggi hak dari sepatu ini dengan menjengkalkan jari telunjuknya dan ibu jari untuk mengukurnya.
Kemudian Sakura menatap di depannya lagi—menatap kaca toko, mencoba cara ini jika berhasil, dengan berjinjit sesuai tinggi dari sepatu Sakura akhirnya bisa melihat dari celah tas yang menghalangi sebelumnya. Dan pemandangan yang dilihat Sakura adalah… Shikamaru yang memeluk mesra gadis tadi dengan tertawa satu sama lain.
Sakura menyipitkan mata melihat hal itu, dan sampai saat Shikmaru memegang lengan mungil gadis di depannya yang memegang dada bidangnya, mata Shikamaru beralih menatap Sakura, gadis ini terbelalak dan merosot turun untuk bersembunyi dari aksinya yang mengitipnya.
Dengan dada narik turun karena terkejut, Sakura terdiam untuk waktu yang lama.
Gadis ini seperti merasakan sesuatu saat ini, dengan napas yang kembali normal, Sakura mencoba melihat lagi ke dalam toko.
Dan saat Sakura mengintip kembali, gadis ini dibawa masuk ke memori hantu wanita itu. Ke memori hantu Temari.
(Catatan: Sakura ini seperti diajak melihat bagaimana kejadian awal Temari melihat Shikmaru di tempat Sakura saat ini, melihat kejadian dimana dia melihat Shikmaru di samping toko)
Temari yang baru saja pulang dari kantornya bermaksud mampir ke toko suaminya—Shikamaru di Uchiha Mall. Dia baru saja dari arah basement parkir, dan disaat wanita ini melihat sileut di dalam toko, dia menghentikan langkahnya dan melihat melalui sela tas yang terpajang di samping toko, karena dia memakai hak tinggi memudahkannya untuk melihat.
Mata Temari terbelalak melihat sesuatu di dalam toko yang membuat napasnya tercekat, Shikamaru, suaminya ini sedang menciuman dengan seseorang yang ditindihnya di sofa di dalam toko. Temari belum mengetahui siapa orang ini karena terhalangi punggung tegap Shikamaru sampai pria ini melepas ciumannya dan bersandar di punggung sofa.
Kembali Temari terbelalak karena gadis yang memeluk suaminya adalah pegawai toko suaminya sendiri. Tayuya. Gadis berambut merah muda pucat bersandar nyaman di dada Shikmaru yang memeluk bahu wanita ini dengan senyum bahagianya.
Tayuya mendongak menatap Shikamaru. "Sayang, apa kau harus pergi mendaki bersama istrimu lagi saat libur?" tanyanya manja dan ada nada tidak suka yang dilayangkan Tayuya saat ini.
"Aku harus terus bersamanya sehingga tidak ada yang akan mencurigaiku saat dia mengalami kecelakaan." Temari tentu mendengar ucapan itu, karena Mall saat ini sudah sepi dan tentu saja skat toko tidak terlalu meredam suaranya. Dan jari Temari gemetaran mendengar ucapan yang keluar dari mulut suaminya, bahkan dia mengepalkan tangannya dengan mata masih menatap ke dalam toko.
"Apa istrimu suka mendaki?" Tayuya bertanya dengan manja ke Shikamaru, wanita ini memeluk Shikamaru dengan kencang, seolah tidak rela jika pria ini meninggalkannya.
Senyum Shikamaru lebar sampai menyentuh matanya. "Ya, dia menyukainya." Pria ini mengangguk sambil membelai bahu Tayuya yang mengenakan dres tanpa lengan ini. "Karena dia tidak tahu kalau dia mencari tempat kematiannya sendiri." Mendengar ucapan Shikamaru membuat Tayuya menarik diri dan menatap Shikamaru dan mereka tertawa, tawa mereka terlihat jahat sekali.
Temari yang sedari tadi melihat itu membeku tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Tangannya gemetaran hebat masih menatap suami dan juga pegawai suaminya yang ternyata memiliki hubungan khusus dan mencoba mecelakainya.
Shikmaru masih tertawa, dan saat matanya melihat ke arah depannya. Tawanya berhenti dan matanya melebar melihat dari celah tas yang terpajang di tokonya. Sama dengan halnya Shikamaru, Temari melebarkan matanya saat matanya bertemu dengan mata suaminya. Shikamaru sendiri sudah melepas pelukan Tayuya dan berdiri, melihat Shikamaru yang berdiri membuat Temari panik dan dia menjauh dari toko suaminya dan berlari, bukan ke arah basement parkir, melainkan ke lorong Mall yang sudah sepi.
Shikamaru menoleh ke Tayuya dengan wajah kaku. "Kau pulanglah, aku akan melakukan sesuatu pada Temari." Tayuya hanya mengangguk dan membereskan barangnya, Shikamaru berlari dari toko dan mendapati Temari sudah berlari menjauh. "Sayang!" teriaknya sambil mengejar Temari yang masih berlari menghindari Shikamaru. "Temari!"
Temari masih berlari dengan kepayahan karena sepatu hak tinggi yang dipakainya, dia membelok di persimpangan dan bersembunyi di salah satu toko di Mall Uchiha, toko-toko di Mall Uchiha tidak ada yang ditutup dengan pintu, malainkan dengan kain. Jadi Temari bersembunyi di antara gantungan baju yang terpajang di toko itu.
Napas Temari terengah-engah dan dia mencoba menetralkan, bersamaan dengan Shikamaru berhenti di depan toko yang dibuat Temari untuk sembunyi. Napas lelaki ini pun juga tersenggal akibat mengejar istrinya.
Tangan Shikamaru berada di setiap sisi tubuhnya, matanya memindai area sekitarnya. "Temari..." nada suara Shikamaru terdengar tegas. Mendengar itu membuat Temari mengeratkan kedua genggaman tangannya. "Dengarkan aku…" Shikamaru menatap ke dalam toko dengan napas terengah-engah, pria ini berjalan dan Temari mengintip dari sela-sela pakaian yang menghalanginya. "Sayang…" Shikamaru memanggil dengan panggilan menggoda ke Temari, namun itu seperti menggoda jahat karena seringai kecil muncul di sudut-sudut bibir Shikamaru.
Melihat dengan mata tajam, Shikamaru kembali memindai toko itu.
Dan karena Temari tidak bergerak dan tetap diam di tempat persembunyiaanya, Shikamaru tidak menyadari keberadaanya dan pria ini berlari ke lorong untuk mencari istrinya. Karena jalan satu-satunya untuk bisa keluar dari Mall adalah melalui basement parkir yang harus melewati dulu toko milik Shikamaru itu.
Melihat Shikamaru menjauh dari tempatnya sekarang, membuat Temari membungkukkan badan sambil melangkah pelan keluar dari persembunyiannya, wanita ini mengendap-endap dan keluar dari toko. Berlari kembali ke arah toko Shikamaru.
Karena suara sepatu hak Temari, membuat Shikamaru berhenti berjalan dan menoleh ke belakang mendapati bayangan Temari yang sudah berlari menjauh dari Shikamaru, pria ini langsung berlari mengejar.
Temari yang sampai di lorong menuju basement parkir berlari sambil terus menoleh ke belakang, berjaga kalau Shikamaru tidak mencapainya. Disaat paniknya karena lari dengan terburu-buru membuat kakinya tertekuk dan membuat sepatunya lepas di pinggiran lorong.
Panik yang menguasi Temari membuatnya mangabaikan sepatu kesayangannya itu dan berlari menjauh dengan kaki sebelah kanan tanpa sepatu saat ini.
Wanita ini turun melalui tangga darurat, sedangkan Shikamaru berlari dan tidak sadar jika sepatu Temari tertinggal di lorong.
Saat sampai di basement parkir, Shikamaru melihat Temari sudah memasuki mobilnya dan menginjak gas melewati Shikamaru yang kembali berteriak. "Temari!" Namun karena tidak mempedulikan Shikamaru, wanita ini tetap melanjutkan perjalanannya.
Pria ini berdecak sambil mengacak rambutnya, Shikamaru berlari ke mobilnya dan mengejar Temari.
Temari sudah keluar dari komplek Mall, wanita ini mengemudikan mobilnya sambil menangis deras. Siapa yang tidak menangis? Dikhianati suami yang sangat dia cintai, berselingkuh dengan pegawai tokonya sendiri dan yang lebih menyakitkan lagi… suamimu itu ingin melenyapkanmu dari dunia ini.
Temari menangis dengan keras, dan bunyi klakson dari belakang membuat dadanya berdebar tidak menentu. Shikamaru berhasil mengejarnya dan sekarang mengikutinya dari belakang, Temari yang menangis sambil mengemudi berusaha untuk menghindar dari Shikamaru.
Dia membelokkan mobilnya ke kanan dan ke kiri, mencegah Shikamaru yang mungkin akan mensejajarkan mobilnya di samping mobil Temari.
Bahkan saat Temari fokus melihat mobil Shikamaru yang terus meng-klakson dari kaca di atasnya, wanita ini tidak menyadari bahwa dia salah jalur. Sehingga menyebabkan pengguna jalan dari arah lain membunyikan klakson dan juga menyala hidupkan lampu mobilnya.
Melihat hal itu tak hayal membuat Temari yang panik memutar roda kemudinya kembali ke jalur yang benar, wanita ini juga terenga-engah karena sempat berteriak kaget dengan kejadian barusan. Aksi kejar-kejaran Temari dan Shikamaru masih berlanjut.
Shikamaru masih berusaha mengejar dan mesejajarkan mobilnya di samping Temari, namun selalu dihalang Temari yang mengemudi mobil dengan belok ke kanan dan ke kiri. Beruntung jalur jalan raya yang mereka lalui tidak ramai dan sepi. Karena mungkin faktor waktu yang menandakan sudah larut.
Temari masih mengemudi dengan panik dan sesekali terisak. Shikamaru masih membunyikan klakson mobilnya. Sepertinya tidak ada harapan, wanita itu tetap tidak mau berhenti. Temari tersentak kaget saat melihat ponselnya berbunyi tanda telepon masuk. Ini dari Shikamaru, pria ini mencoba menghubunginya melalui telepon.
Karena kepanikan menyerang Temari, wanita ini hampir lengah karena mobil Shikamaru sudah hampir bersejajar dengannya.
Temari menoleh ke sampingnya. Terlihat Shikamaru berteriak di dalam mobilnya, seperti melafalkan namanya. "Temari!" namun wanita ini tetap tidak mau tahu dan melajukan mobilnya. "Temari!"
Dan semakin moncong mobil Shikamaru semakin dekat dengan mobil Temari, wanita ini menginjak pedal gas sampai ke dasar, terlihat kaki kanannya telanjang tidak memakai sepatu haknya. Setelah aksinya mengebut dan meninggalkan Shikamaru yang masih meng-klakson mobilnya, pria ini tertinggal jauh di belakang Temari.
Temari kembali terisak, dadanya nyeri bukan main, bahkan napasnya tidak teratur karena debaran di jantungnya membuat paru-parunya sulit untuk memompa udara. Wanita ini melihat kembali ke kaca di atasnya, memeriksa mobil Shikamaru yang tertinggal jauh di belakangnya, bahkan dia sampai menoleh ke belakang untuk membuatnya yakin kalau suaminya ini sudah jauh darinya.
Situasinya yang membuat Temari tidak fokus di depannya saat mengemudi, kejadian selanjutnya benar-benar mengejutkan. Akibat pedal gas yang masih diijak sampai dasar, Temari yang kembali menatap ke depan langsung membelalak saat melihat truck pengangkut besi berada di depannya dan Temari tidak sempat menghindar atau menginjak pedal rem, dengan berteriak keras mobilnya tertabrak belakang truck dan besi yang diangkut menembus melalui mobilnya dan mengenainya.
Temari meninggal di tempat dengan luka di kepala, darah menguncur dari badannya.
Dan darah keluar pula melalui matanya. Seolah mewakili wanita ini yang masih menangis dan mengeluarkan air mata darah.
.
Sakura yang mendapatkan kilas balik dari kejadian yang menimpa Temari terduduk merenung dengan tatapan kosong. Genggaman sepatu di tangannya mengerat.
Ternyata kilas balik ini menusuk hati Sakura.
Sakura menoleh ke dalam toko, di sana, pria yang merupakan suami Temari sedang berbicara dengan gadis yang sama di dalam kilas balik yang ditunjukan Temari kepadanya. Tayuya.
Di dalam toko sendiri Shikamaru tersenyum menatap Tayuya. "Jadi, kau memakai sepatu itu di tempat terbuka sekarang?" tatapan Shikamaru mengarah ke sepasang sepatu yang terpasang di kaki indah Tayuya, sepatu yang sama dengan milik Temari. Sepatu hak tinggi berwarna kuning.
"Istrimu sudah meninggal," ucapnya santai sambil melipat tangannya dengan sedikit merajuk, Tayuya kembali berucap. "Aku tidak sempat memakainya karena aku takut ketahuan memakai sepatu yang sama dengannya." Kemudian gadis ini menatap Shikamaru dengan mata berbinar dan senyum lebar. "Tapi, sekarang sudah tidak apa."
"Hati-hati… ibu mertuaku masih hidup." Tayuya cemberut, tahu bahwa Shikamaru saat ini menggodanya. Dan pria ini menyeringai sampai membuat matanya ikut berkerut. "Tapi, begitu wanita tua itu mati… menurutmu siapa yang akan mendapatkan semua ini?"
"Dia tampak masih sangat sehat. Siapa yang tahu kapan dia akan mati?" sepertinya… arah pembicaraan mereka mengenai kekuasaan harta kekayaan.
Dan mendengar ucapan Tayuya membuat Shikamaru menyeringai sambil menatap ke dalam tokonya. "Kesehatannya memburuk sejak kematian putrinya." Pria ini menatap Tayuya dengan seringai semakin melebar. "Takkan lama lagi. keberuntungan ada dipihak kita." Tangan Shikamaru terulur untuk mengusap rambut Tayuya.
Keduanya tersenyum lebar, tidak tahu bahwa mereka diawasi oleh sesosok yang tidak bisa mereka lihat. Sosok itu adalah Temari. Dengan wajah hancur dan mata yang sebelah kiri menghitam karena akibat kecelakaan yang menimpanya, Temari berdiri di belakang Tayuya dengan sepatu yang sama dengan Tayuya, yang hanya sebelahnya saja. Temari manatap Shikamaru dengan ekspresi sedih, marah, murka, pedih dan sesak bercampur menjadi satu.
Apalagi melihat senyum menyeringai penuh kemenangan pria ini sambil terus membelai rambut atau pipi Tayuya.
Airmata darah keluar dari mata kanan Temari.
Sedangkan Sasuke…
Pria tampan ini, setelah berurusan dengan Sakura di lorong Mallnya langsung memutuskan kembali ke kantornya lagi dan tidak mempedulikan hal yang dia lihat tadi. Dan setalah sampai di kantornya, pria ini menyibukkan diri dengan teropong kesayangannya, melihat saingan Mall Uchiha yang sudah berdiri dengan gagah di depan Mall miliknya.
Kakashi yang setia mengikuti kemana saja Sasuke pergi, kini berdiri di belakang Sasuke sambil mendengar ucapan pria di depannya.
"Mall Rinnegan sedang mengincar seluruh pendapatan tertinggi toko terlaris kita untuk kepentingan mereka sendiri." Dengan mata masih ke arah teropongnya, Sasuke serius melihat jalan kejayaan Mall-nya akan terampas dengan kompetitornya. "Kita harus melindungi toko kita." Ucapan Sasuke terdengar jelas dan tegas.
Membuat Kakashi mengangguk dan meletakkan kedua tangannya di belakang sambil menatap Sasuke. "Kau sudah berkeliling dan bertemu semua orang hari ini."
Sasuke menjauhkan mata kanannya dari lubang teropong dan wajahnya mengernyit kaku. "Mulutku rasanya seperti akan robek karena terus tersenyum." Ucapannya datar, namun Sasuke menggerakkan bibirnya membentuk seringai, seolah mempraktekkan bagaimana dia harus berakting tersenyum untuk membuat pemilik toko tetap di Mall-nya dan meningkatkan kinerja mereka untuk meningkatkan pendapatan Sasuke.
"Tapi, penting bagimu untuk menemui mereka karena mereka menghasilkan pendapatan kita."
Sasuke yang kembali meneropong menanggapi ucapan Kakashi. "Aku tidak tahu apa mulutku ini rasanya seperti akan robek karena seluruh hal tidak berguna yang kulihat." Aaa… apa pria ini tanpa sengaja menyinggung masalah Sakura beberapa waktu yang lalu?
Dan sepertinya Kakashi teringat sesuatu, pria ini menganga. "Benar juga, wanita yang diikuti Nona Haruno Sakura adalah karyawan Nara Shop." Mendengar hal itu membuat Sasuke kembali menjauhkan mata kanannya dari lubang teropong. "Kudengar pemilik toko itu baru saja kehilangan istrinya dan sangat berduka." Kini wajah Kakashi Nampak khawatir, bahkan tangan yang semula di belakangnya kini saling bertautan di depannya. "Aku khawatir Nona Haruno akan melakukan kesalahan."
Dan entah kenapa… Sasuke sudah melepas genggamannya dari teropong dan menatap Kakashi dengan dahi berkerut.
Matanya menatap ke bawah dengan wajah masih datar dan bibir mengatup rapat. Sepertinya Presdir Sasuke sedang memikirkan sesuatu… dan sepertinya sulit sekali menyelam masuk ke dalam pikirannya.
.
.
.
.
Toko-toko di Mall Uchiha sudah buka semua, disalah satu toko fashion tas dan sepatu ini sedang kedatangan wanita paru baya dengan membawa sesuatu di tangan kanannya. Meski sudah terlihat berumur, namun wajahnya masih terlihat muda dan stylish dengan pakaiannya yang dia kenakan saat ini.
Wanita paru baya ini adalah Karura, dia mengunjungi toko milik menantunya—Shikamaru.
Dan saat para pegawai melihat Karura, mereka membungkuk hormat. Shikamaru yang sedang mengajak bicara Tayuya langsung menoleh ke arah Karura. "Ibu mertua," ucapnya sedikit terkejut karena kedatangan tiba-tiba Karura tanpa memberi kabar kepadanya. "Apa yang kau lakukan di sini? Harusnya kau istirahat di rumah." kemudian ekspresi khawatir tersaji di wajah Shikamaru.
Karura memaksa senyumnya keluar dan menyondorkan bingkisan yang dia bawa ke arah Shikamaru. "Kini Temari sudah tidak ada untuk mengurusmu." Shikamaru yang menerima bingkisan itu menatap Karura yang kembali memasang wajah tegarnya. Wanita ini menghela napas. "Jadi, aku membawakan makanan."
Wajah Shikamaru melembut saat Karura melihat sekeliling toko, pria ini menarik napas dan menghelanya perlahan. "Ibu…" nada suara pria ini melembut memanggil Karura sampai membuat wanita ini menoleh menatap Shikamaru. "Hanya tinggal kita berdua sekarang. Kita harus saling menjaga." Tayuya yang berdiri di depan meja kasir melirik ke arah Karura, Shikamaru kembali berbicara. "Apa ibu mau pergi mendaki ke gunung seperti yang kulakukan bersama Temari?"
Karura kembali tersenyum. "Apa diperbolehkan?" Karura balik bertanya.
"Tentu saja boleh ibu… kita akan mendaki besok." Senyum tulus keluar dari sudut-sudut bibir Karura, memberi secuil cahaya di wajahnya yang meredup.
Shikamaru bahkan ikut tersenyum, sampai pandangannya teralih ke seseorang yang memasuki tokonya. Orang itu adalah Sakura, gadis ini dengan santai berjalan memasuki toko dan berhenti di depan Shikamaru sambil menyondorkan sepatu hak milik Temari ke arahnya.
Melihat hal itu membuat Shikamaru membelalakkan mata sambil menatap Sakura. "Ini…"
"Dia ingin aku memberikan sepatu ini untukmu." Sakura menyela ucapan gugup Shikamaru, para pegawai toko bahkan menghentikan aktivitas mereka dan melihat Sakura. "Ini milik mendiang istrimu." Ucap Sakuranya tegas sambil menatap ke arah sepatu yang masih mengacung ke arah Shikamaru.
Mendengar ucapan Sakura barusan, membuat Tayuya membelalak dan reaksi Karura beda sendiri, wanita ini terlihat terkejut. "Ini milik… Temari?" suaranya tercekat, Karura menatap sepatu di genggaman Sakura dan Shikamaru bergantian. Pria ini masih diam sambil menatap Sakura.
"Dia datang ke sini sebelum dia mengalami kecelakaan," Karura semakin terkejut menatap Sakura yang menatap datar Shikamaru. "dia datang ke sini untuk menemui suaminya dan melihat hal mengerikan yang dilakukan suaminya." Shikamaru terlihat panik di balik wajah datarnya, Sakura masih berbicara tenang menatap Shikamaru. "Dia sangat terkejut dan kebingungan saat kehilangan sepatunya di jalan."
"Shikamaru…" Karura bersandar mendekat ke pria di sampingnya. "Apa maksud ucapannya?" Karura mulai bingung dengan yang diucapkan Sakura.
Shikamaru sendiri mencoba tersenyum. "Kau bilang istriku datang ke sini?" tanyanya tenang sambil menatap sepatu di depannya, berbeda dengan Tayuya yang sudah menahan debaran sambil menatap Shikamaru dan Sakura bergantian. "Tapi, dia tidak ke sini. Dan sepatu itu bukan milik istriku."
Sakura memasang ekspresi datar. "Jangan berbohong."
Shikamaru menatap Karura yang menatap Sakura dengan air mata mulai terkumpul dimata indahnya. Pria ini kembali tersenyum. "Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan." Shikamaru menatap Karura yang juga menatapnya. "Ibu mertua… aku sudah menemukan sepatu Temari."
"Apa?" Karura mengernyit melihat Shikamaru yang berbalik ke meja kasir dan membungkuk untuk mengambil sesuatu, sebelum membungkuk, pria ini menatap ke Tayuya yang masih memasang wajah panik namun dibalut dengan eskpresi tenangnya.
Pria ini berbalik dan membawa sepatu yang sama persis dengan yang dibawa Sakura. pria ini menyondorkan sepatu itu di hadapan Sakura. "Polisi memberikannya padaku dan bilang kalau mereka menemukannya di TKP. Ini sepatu istriku." Mendengar penjelasan Shikamaru membuat Karura menunduk sambil menutup mulutnya, wanita ini menahan isak tangisnya keluar.
"Tidak!" Sakura sedikit berseru, tidak percaya dengan ucapan Shikamaru. "Sepatu itu milik wanita lain." Tayuya langsung menatap Sakura dengan wajah panik. "Dan wanita itu ada di sini sekarang." Sakura kembali berseru dan mulai berjalan mendekat ke meja kasir, namun usahanya dihadang Shikamaru.
Pria ini menghentikan langkahnya di depannya, Tayuya sendiri sudah menahan napasnya akibat kenekatan Sakura tadi. Dengan pelan Shikamaru mendorong Sakura menjauh. "Siapa kau?" nada suara pria ini rendah dan diseret seolah tersiksa dengan perlakuan Sakura. "Apa yang kau harapkan dari kami? Kenapa kau melakukan ini pada kami?"
Dengan tatapan mengejek Sakura menatap Shikamaru. "Dia bilang, dia akan mengawasimu." Shikamaru dan Tayuya sama-sama membelalakkan mata, kini Sakura beralih menatap Karura dengan lembut. "Dia bilang, dia harus menjagamu." Ucap Sakura lembut, membuat Karura menatap Sakura dengan ekspresi masih bingung, dan gadis bersulai merah jambu ini menunjuk Shikamaru sambil berseru. "Dia itu pria jahat."
Karura manatap Shikamaru, dan pria ini ternyata sudah memerah matanya. "Dengar…" Suara Shikamaru serak, menahan isak. "Kenapa kau melakukan ini kepada kami?" dia mengulangi ucapannya. "Bahkan belum seminggu sejak kematian istriku." Karura menunduk lagi menahan tangis. "Kuharap aku bisa ikut mati bersamanya." Mendengar ucapan Shikamaru membuat Sakura mendengus, bahkan sekarang Shikamaru sudah terisak. "Aku bahkan tidak bisa ikut mati bersamanya karena aku harus melanjutkan hidup. Jadi, kenapa kau melakukan ini?"
Sakura kembali mendengus, dia menatap Shikamaru marah. "Apa mungkin kau masih bisa mengatakan hal yang sama kalau istrimu melihatmu di sini sekarang?"
Sambil mengernyit Shikamaru berucap. "Jika istriku melihatnya, maka dia tahu." Tayuya menahan napas di balik meja kasirnya sambil menatap Sakura, Karura sendiri sudah menangis. "Betapa aku mencintainya… dan betapa menderitanya aku tanpa dia sekarang." Dengan terisak Shikamaru mengangguk. "Dia tahu semua itu."
Sakura kembali mendengus, dia menatap Shikamaru yang menangis dan ditatapnya Temari yang berdiri di samping meja kasir, menangis darah menatap Shikamaru. Melihat hal itu membuat Sakura mengeratkan genggaman tangannya di sepatu hak tinggi milik Temari.
Dengan menatap Shikamaru marah, Sakura kembali berucap. "Bohong." Napas Sakura berubah cepat, gadis ini maju dan menarik jas Shikamaru. "Air matamu itu palsu!" serunya.
Salah satu pegawai pria di toko Nara mendekat ke Sakura dan melepas genggaman tangan Sakura dari jas atasannya. "Nona, apa yang kau lakukan?!" serunya.
"Apa kau sudah gila?!" pegawai wanita di toko Nara juga ikut membantu memisahkan Sakura dari atasannya.
Seolah tidak peduli dengan kedua pegawai di sampingnya, Sakura kembali berseru menatap Shikamaru tajam. "Aku melihat semuanya!" Shikamaru masih terisak dan tetap diam tidak menanggapi ucapan Sakura. "Aku melihat kau tertawa di rumah sakit!" Sakura kembali berseru. Teriakan Sakura ini membuatnya diseret oleh kedua pegawai toko Nara, gadis ini masih berteriak. "Dan aku bisa melihat kalau kau berbohong!"
"Lebih baik kau keluar sekarang!" pegawai pria di toko ini berseru sekaligus kesal dengan perlakuan tidak sopan Sakura, pria ini menarik kasar Sakura.
Di luar toko bahkan sudah banyak orang-orang yang ingin melihat kejadian apa yang membuat seorang gadis berteriak sekeras itu sampai ada kejadian tarik menarik. Karura sendiri sedikit takut dengan sikap Sakura, wanita ini bersandar di meja kasir di belakangnya, melihat Sakura yang masih diseret oleh pegawai di toko menantunya.
"Apa kau tidak menyesal?!" Sakura kembali berteriak.
"Tolong pergi dari sini!" pegawai pria ini kewalahan menghadapi Sakura.
Sambil menunjuk ke Shikamaru, Sakura kembali berteriak. "Nyonya! Pria itu orang jahat!" Karura Manahan napas mendengar ucapan Sakura. "Putrimu ingin melindungimu darinya!"
"Keluar dari sini!" sekali lagi pegawai pria ini menyeret Sakura keluar dari toko.
Sudah terdapat orang berkumpul di depan toko Nara, dan petugas keamanan yang berada di layar monitor melihat kejadian itu. Petugas ini seorang gadis, dia bangkit dari tempat duduknya dan menoleh ke belakang yang merupakan Ketua Tim Keamanan, Shimura Sai.
"Ketua Tim." Sai yang sedang melihat laporan menatap anak buahnya ini. "Ada keributan di toko Nara, dia seorang wanita dan yang membuat keributan di toko Nara adalah salah satu anggota di tim kebersihan… namanya Haruno Sakura."
Alis Sai terangkat mendengar ucap bawahannya ini. "Haruno Sakura?" ulangnya seolah tidak percaya dengan laporan yang diberikan bawahannya ini.
Kembali ke Sakura, gadis ini masih memberontak dikungkungan kedua pegawai toko Nara ini. "Pria itu pembohong! Dia orang jahat!" Sakura masih berteriak sambil menunjuk ke dalam toko.
"Apa yang kau lakukan?" pegawai pria itu menyeret Sakura dengan kasar dan berseru. "Keluar dari sini!"
Sakura menoleh menatap Karura. "Nyonya!" Sakura sudah dibawa keluar toko dan masih berseru sambil menatap ke belakang. "Nyonya! Orang itu jahat!"
"Tunggu, wanita itu…" Suigetsu yang baru saja mendapat laporan kalau ada keributan di toko Nara langsung menuju lokasi bersama teman yang tadi menemaninya minum kopi di kafe. Dan dia terkejut melihat hal di depannya. Mereka saling berhadapan karena memang mereka baru saja bertemu dengan Sakura di kafe juga.
Sakura masih memberontak dan berteriak. "Dia pria jahat, Nyonya!"
"Hentikanlah!" Seru pegawai pria itu lagi.
Ino yang memang sedang mengelilingi Mall harus berhenti karena melihat keributan di depannya. Dan dia semakin terkejut dengan apa yang dilihatnya sekarang. "Dia benar-benar Haruno Sakura." gumamnya sambil menatap Sakura yang meronta-ronta minta dilepaskan dari kungkungan kedua pegawai ini.
Inaho yang berdiri di samping Ino juga tampak terkejut, dia bersandar mendekat ke Ino. "'Musim Semi' yang katanya lebih cantik dan pandai darimu?" tanyanya ke Ino dengan raut penasaran dengan mulut menganga karena kaget melihat Sakura yang meraung-raung sambil menoleh ke belakang dan berteriak keras.
"Kudengar dia berubah jadi aneh, dan kurasa rumor itu memang benar." Ino berucap datar sambil menatap Sakura, kemudian seringai terbentuk di bibir ranumnya, gadis ini menaikkan sebelah alisnya. "Dia benar-benar sudah hancur."
"Nyonya itu dalam bahaya!" Wajah Sakura sudah memerah padam karena terus meronta-ronta dan berteriak.
Dengan kasar dan kesal, pegawai pria itu mendorong Sakura. "Wanita ini benar-benar gila!" serunya dan Sakura terjatuh ke lantai dengan kerasnya, bahkan Suigetsu yang hendak menolong Sakura terlambat melakukan hal itu. Dengan napas naik turun, kedua pegawai toko Nara menatap Sakura kesal, pegawai pria ini kemudian menoleh dan menemukan Suigetsu. "Permisi. Kau bagian keamanan, bukan?" dia menunjuk Sakura dengan kesal. "Keluarkan wanita ini dari sini. Sekarang!" serunya kemudian.
Suigetsu menghela napas, temannya pun ikut menatap Suigetsu, menunggu reaksi temannya ini. Kembali Suigetsu menghela napasnya dan mendekat ke Sakura untuk membantunya.
Sakura sendiri sudah menatap sekelilingnya yang menatapnya sambil membisikkan sesuatu yang sudah amat sering dia dengar. "Apa dia sudah gila?" ucap salah satu wanita di samping Sakura.
"Kau lihat apa yang sudah dia lakukan tadi?" tanya wanita lain dengan wajah keheranan dengan kelakuan Sakura.
Melihat hal itu… tak hayal membuat Sakura meringis, dirasakan dadanya berdenyut karena mendengar ucapan orang-orang yang mengelilinginya saat ini. Mereka menatap Sakura dan membicarakannya, mengatainya, menghujatnya dan menghinanya. Sakura mengernyitkan dahinya, bibirnya gemetaran karena sakit yang dirasakan didadanya.
Selalu berakhir begini jika dia ingin membantu.
Suigetsu yang mendekat ke Sakura mencoba membangunkan Sakura, namun gadis ini tetap bergeming. Sakura menatap keselilingnya lagi dan menemukan Shikamaru yang menatapnya datar, sedangkan Karura, wanita ini menatap Sakura dengan ekspresi heran dan kasihan, tidak menunjukkan kalau wanita itu penasaran kenapa dia membawa-bawa masalah Temari dan memberitahu jika Shikamaru orang jahat atau setidaknya membantu Sakura keluar dari tatapan mata di sekelilingnya.
Karena memang topeng yang digunakan Shikamaru selama ini adalah topeng kebaikan, jadi sulit untuk membuat orang lain percaya dengan ucapan Sakura.
Mendapatkan tatapan seperti itu dari orang yang ingin ditolong Sakura tak hayal membuatnya kembali merasakan sesak di dadanya. Sakura menunduk, bahunya gemetaran menahan isak.
Shikamaru yang melihat Sakura seperti itu menahan senyumnya, dia menatap Karura. "Ayo ibu mertua… kita pergi." Shikamaru sudah berbalik, sedangkan Karura, wanita ini kembali menatap Sakura dan ikut berbalik mengikuti Shikamaru.
Sakura masih bergeming, ekspresinya tampak putus asa. Dia bahkan menolak untuk berdiri disaat Suigetsu menyuruhnya berdiri, Sakura tidak menginginkan hal ini. Tentu saja.
Siapa yang mengingkan ditatap dengan tatapan seperti ini setiap detik, menit, jam, hari, di setiap saat kau menjalani hidupmu. Sakura menunduk kembali. Rasanya benar-benar tidak mengenakkan sama sekali. Begitu menyedihkan, karena tidak ada yang mampu menolongnya keluar dari lingkaran ini.
Tidak ada…
"Haruno Sakura…" suara berat dan tegas terdengar di telinga Sakura, membuat gadis ini mendongak menatap orang yang memanggilnya. Semua orang yang melihat orang ini langsung membungkuk hormat, bahkan Suigetsu melepas genggaman dia bahu Sakura dan memberi salam hormat. Sasuke-lah orang itu, dengan wajah datar dia menunduk menatap Sakura yang sedang mengandahkan kepala menatapnya juga. "Kenapa kau duduk di sini seperti orang gila? Berdirilah."
Dan ternyata ada orang yang mampu membantunya…
Namun, Sakura tetap bergeming, bahkan bibirnya cemberut dan ekspresinya ketakutan, Kakashi yang berdiri sedikit menjauh kini mendekat untuk melihat keadaan Sakura yang tidak mau berdiri. Dengan tenang Sasuke kembali berucap. "Kubilang, berdiri." Dengan ucapan tegas Sasuke, sebuah uluran tangan ikut serta dalam hal ini, Sasuke mengulurkan tangan kanannya.
Sakura menatap tangan Sasuke, ragu untuk menerima uluran tangan Sasuke. Gadis ini beralih menatap ke Sasuke, pria ini memasang senyum kecilnya dan mengangguk—isyarat untuk membuat Sakura menerima uluran tangannya, dengan ragu Sakura mengulurkan tangannya juga dan menyambutnya.
Tangan Sakura dan Sasuke berpegangan, mengirim percikan yang selalu terasa jika mereka bersentuhan.
Sasuke menggenggam tangan Sakura dan gadis ini berajak berdiri di sampingnya, pria ini menatap datar Sakura yang masih terlihat ketakutan dengan kebisingan di sekelilingnya.
Mata Sasuke beralih ke sepatu yang digenggam Sakura. "Kau sudah menemukan pemilik sepatu itu?" tanyanya dengan tenang.
Sakura yang sedang menunduk menjawab Sasuke. "Ya.." kemudian gadis ini melirik ke depannya, Shikamaru yang tadi ingin meninggalkan tempat itu berhenti saat melihat Pemilik Mall menghampiri keributan yang seharusnya ditangani keamanan. Tangan Sakura terulur menunjuk ke Shikamaru. "Di sana. Aku menemukannya." Karura sekali lagi menatap Shikamaru dalam diam. "Tapi, dia berbohong dan bilang kalau sepatu itu bukan milik istrinya."
"Itu bukan kebohongan." Suara Shikamaru tegas saat menghadap sepenuhnya menatap Sasuke dan Sakura. dengan mengangkat sepatu di tangannya dia kembali berucap. "Ini sepatu mendiang istriku." Sasuke menatap sepatu itu dengan tatapan penuh arti dan perhitungan. "Wanita itu mengatakan omong kosong yang tidak masuk akal dan gila!" seruan Shikamaru menandakan bahwa pria ini mulai kesal.
Dan entah kenapa… Sasuke menyeringai setelah mendengar ucapan penuh seruan dari Shikamaru. Sasuke melirik Sakura. "Kalau begitu, kita akan tahu apakah wanita ini yang gila atau kaulah yang berbohong." Shikamaru mengernyit menatap Sasuke yang menyuruh Kakashi mendekat ke sampingnya, Kakashi membawa kotak berisikan sepatu yang sama persis seperti yang dibawa Sakura dan Shikamaru.
Sepatu hak tinggi berwarna kuning.
Sasuke merentangkan tangan kanannya, Kakashi kemudian mengambil sepatu di dalam kotak dan menyerahkannya ke Sasuke. Pria ini mengangkat sepatu itu tinggi-tinggi di depannya. "Sepatu ini yang dipakai istrimu saat dia meninggal." Suara Sasuke yang tenang dan tegas saat memberitahukan hal itu membuat semua orang menatap sepatu itu, Shikamaru sendiri masih mengernyitkan wajahnya.
Perlahan Sasuke berjalan mendekat ke Shikamaru sambil berucap. "Aku menemukannya dari tempat sampah setelah kau membuangnya di rumah sakit." Shikamaru terpaku menatap sepatu di tangan Sasuke, sampai tidak menyadari bahwa Sasuke sudah berdiri di depannya dan merampas sepatu digenggaman Shikamaru.
Sasuke menatap tajam Shikamaru, kemudian pria ini mensejajarkan kedua sepatu itu dan terlihat sekali perbedaannya.
"Astaga! Ukurannya tidak sama." Ucap salah satu pengunjung yang melihat perbedaan diantara kedua sepatu itu.
"Ya, Tuhan. Kau benar. Ukurannya jelas-jelas tidak sama." Sahut pengunjung lain.
Semua yang melihat hal itu tentu terperangah kaget, bahkan pegawai Nara ikut tersentak kaget melihat bedanya kedua sepatu itu. Ino menaikkan sebelah alisnya juga ikut terkejut.
Kakashi menyipitkan mata menatap Shikamaru, sedangkan Suigetsu, dia menatap Sasuke yang masih mensejajarkan kedua sepatu itu sambil menatap Shikamaru tajam. Suigetsu ikut terperangah, seolah takjub dengan apa yang dilihatnya saat ini.
Dengan senyum mengejek, Sasuke berucap. "Sepatu yang kau bawa ini… tidak cocok." Shikamaru semakin kaku wajahnya, Sasuke menoleh ke belakang dan menatap Sakura yang masih menunduk, dilihatnya Sasuke yang menatapnya, pria ini kemudian mengedikkan kepala menyuruh Sakura untuk mendekatinya.
Dengan ragu Sakura berjalan mendekat ke Sasuke, dan setelah melihat Sakura berjalan ke arahnya membuat Sasuke membuang sepatu yang dia ambil dari Shikamaru dan meminta sepatu yang dibawa Sakura dengan merentangkan tangan kirinya, segera setelah Sakura sudah berdiri di depan Sasuke, pria ini mengambil sepatu di tangan Sakura.
Melihat sejenak sepatu itu.
Kemudian pria ini mensejajarkan kembali sepatu itu, dan mengangkatnya ke udara, membuat semua orang di sekilingnya menganga tidak percaya melihat kalau sepatu itu cocok dan ukurannya sama.
"Astaga, sepatunya cocok!" seru seorang pengunjung. Karura menatap sepatu di tangan Sasuke dalam diam. Semua orang masih menganga, pegawai toko Nara bahkan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.
Sasuke sendiri masih membiarkan sepasang sepatu itu mengudara, membuat sepatu itu sebagai ajang tontonan orang banyak, Shikamaru dengan kaku berdiri di depan Sasuke yang kini menatap Shikamaru dengan tatapan datar. "Lihatlah, sepatunya… cocok." Suara Sasuke terdengar tegas dan tenang.
Karura, wanita ini mulai menunjukkan ekspresi kesedihannya, dengan gemetar menahan isak, wanita ini menatap sepasang sepatu di depannya. "Jadi maksudmu, ini sepatu milik Temari?" tanyanya, seolah isakannya tidak bisa ditahan, membuat suaranya seperti terseret karena tercekat. Kemudian Karura mengambil sepatu itu dari tangan Sasuke, menatap Shikamaru dengan tatapan campur aduk antara; sedih, terluka, kecewa dan lainnya.
"Kalau begitu…" dengan suara tenang Karura menatap Shikamaru dengan tatapan kesedihan luar biasa. Shikamaru bahkan tidak berani menatap Karura secara langsung sekarang. "… sepatu siapa yang kau bawa itu?" pertanyaan Karura seolah mengingatkan tentang Shikamaru yang bersikeras kalau sepatu yang dibawanya adalah asli dan milik Temari.
Shikamaru terdiam sambil melihat lantai, bermaksud tidak ingin menjawab pertanyaan Karura, karena bagaimana pun juga posisinya benar-benar terdesak sekarang. Melihat sikap Shikamaru yang mulai tersudut, tidak luput dari tatapan tajam Sasuke, pria ini menoleh ke dalam toko dan menemukan Tayuya yang bersembunyi di balik tembok toko Nara dan terlihat dari kaca luar.
Gadis ini pun terlihat sangat panik.
Sasuke menoleh ke sampingnya dan melihat Suigetsu yang berdiri di samping Sakura. Sasuke menunjuk Suigetsu. "Kau, bawa wanita itu keluar." Suara tenang Sasuke bagaikan suara halilintar di telinga Shikamaru yang menatap lantai. Tatapan Sasuke bahkan menuju ke gadis yang masih bersembunyi itu.
"Baik." Suigetsu langsung mengangguk setelah melihat siapa yang dimaksud atasannya ini.
Suigetsu berjalan melalui Shikamaru dan Karura dibantu dengan temannya tadi. Shikamaru masih menatap Sasuke dengan ekspresi yang sulit diartikan. Sepertinya pria ini benar-benar sudah tersudut.
Para pengunjung melihat Suigetsu dan temannya menarik paksa Tayuya yang tertangkap bersembunyi dan membawanya keluar dari toko dan betapa terkejutnya semua orang saat melihat gadis ini hanya mengenakan sepatu hak hanya di kaki kanannya.
Dan lebih mengejutkan lagi, sepatu yang dikenakannya sama persis seperti yang dibawa Shikamaru tadi.
"Astaga, lihat sepatunya!" seru pengunjung yang ternganga melihat Tayuya yang menunduk malu, bahkan pegawai wanita di toko Nara sampai menutup mulutnya karena terkejut melihat hal itu. Bahkan Ino yang melihat keributan dari kejauhan sampai terkejut melihat itu.
Karura menatap kaki Tayuya dan saat tatapannya beralih menatap Shikamaru, wanita setengah baya ini terlihat menarik napas panjang karena tiba-tiba merasakan sesak melihat perlakuan menantu yang tidak bisa dia sangka-sangkanya ini.
Senyum menyeringai Sasuke muncul saat melihat kaki Tayuya dan tatapannya menajam saat beralih ke Shikamaru. "Sepatu palsumu yang digunakan untuk menutupi kebenaran…" kembali Sasuke menatap kaki Tayuya yang kepayahan menahan satu kakinya yang tidak memakai sepatu. "…ada di sini."
Shikamaru mulai mengernyit gelisah.
Karura yang merasakan sesak di dadanya menatap Shikamaru dengan mata sudah berkaca-kaca, belum lama putrinya meninggal dan kini wanita ini menghadapi hal yang benar-benar membuatnya sesak di dadanya. "Kau…" bahkan suaranya susah sekali keluar dari tenggorokannya. "…telah menipu…" sambil menghela napas, Karura menguatkan untuk melanjutkan ucapannya. "…aku dan juga Temari?"
Shikamaru sekali lagi hanya diam tidak menjawab.
Dan hal ini membuat dada Karura semakin sesak sampai membuatnya oleng dan beruntung pegawai pria di toko Nara berdiri di sampingnya, sehingga bisa mencegah Karura jatuh, pegawai wanita toko Nara yang semula berdiri jauh dari Karura mulai menghampirinya.
"Anda tidak apa-apa, Nyonya?" setidaknya… pegawai toko Nara setia dengan pemilik asli toko ini. Karena toko Nara memang dibukakan Temari untuk Shikamaru.
Suasana hening untuk beberapa saat.
Shikamaru yang masih sibuk dengan kebisuannya dihampiri oleh Sakura yang melewati Sasuke sambil menatap Shikamaru dengan ekspresi datar. "Dia bilang, dia akan terus mengawasimu dan menemuimu lagi saat kematianmu." Itulah ucapan yang dikatakan Sakura ke Shikamaru, membuat pria ini membelalakan mata menatap Sakura. gadis ini menghela napas. "Sama seperti yang kau lakukan padanya." Tambahnya dengan nada suara yang benar-benar datar dan tenang.
Mata Shikamaru masih membelalak, eratan telapak tangannya mengendur dan itu terlihat bahwa pria ini benar-benar sudah tamat.
Sasuke yang masih berdiri di samping Sakura menoleh menatap Sakura dan gadis ini ikut menoleh ke Sasuke. Seolah mereka telah selesai dengan misi yang dijalani.
Karena tatapan mata mereka berjalan beberapa lama, membuat Sakura memutuskan adu tatapan mereka, disusul Sasuke yang menatap petugas kemanan Mall membawa baik Shikamaru dan Tayuya keluar dari kerumunan untuk dimintai pertanggung jawaban.
Ino yang masih menatap kejadian itu seolah merasakan hal yang membuat dia tidak suka. Karena mata indahnya tertutup kacamata hitam, sulit mengetahui keseluruhan reaksi apa yang diberikan Ino karena melihat Sasuke dan Sakura seperti bekerja sama untuk mengungkap masalah ini.
Sakura yang melihat sepatu yang dibawa Karura terjatuh langsung mengambilnya. Dan hal ini tidak luput dari tatapan Karura, sampai Sakura berhadapan dengan wanita di depannya. "Bolehkan saya berbicara dengan anda, Nyonya?"
Karura berusaha berdiri tegak, airmatanya masih mengalir menuruni pipinnya yang sudah keriput. "Ya, tentu boleh."
"Kalau begitu, mari kita berbicara di tempat yang mungkin membuat anda nyaman." Sakura melihat ke arah kedua pegawai toko Nara yang dengan hati-hati memegang sisi tangan Karura.
"Baiklah, ayo." Karura menatap ke pagawai tokonya. "Aku akan baik-baik saja, kemudian kembali lagi dan kalian bisa melanjutkan kerja kalian."
Kedua pegawainya melepas dan membungkuk. Karura berjalan melewati kerumanan orang-orang yang mulai membubarkan diri mereka. Sakura yang hendak melangkah mengikuti Karura terhenti saat melihat Sasuke. Gadis ini harus berterima kasih atas bantuan yang tidak terkira dari pria tampan ini.
Tapi untuk itu Sasuke bisa menunggu, Sakura harus menyelesaikan hal yang hanya dia yang bisa.
Sakura membungkuk dalam-dalam dan berdiri tegak sambil menatap ke mata Sasuke. "Saya permisi sebentar, Presdir." Dan Sasuke hanya diam melihat Sakura yang menyusul Karura yang sudah menunggu gadis ini di tangga menuju balkon Mall.
Sasuke berbalik menatap ke Kakashi dan melangkah pergi meninggalkan tempat itu, Kakashi sendiri tersenyum sambil mengikuti Sasuke kembali ke kantornya, dilihat dari arahnya saat ini.
.
.
.
Sakura dan Karura, mereka berdua sudah sampai di balkon Mall yang sepertinya untuk tempat santai para pengunjung yang ingin menikmati pemandangan dari sini. Dan beruntung tempat ini masih sepi.
"Saya dapat melihat putri anda, Nyonya." Perkataan Sakura membuat Karura tersentak. Sakura mengangguk. "Benar, saya bisa melihat arwah dan putri anda—Temari yang menyuruh saya untuk mengungkap semua ini." Sakura menghela napas seolah merasakan kesedihan merayap di hatinya karena melihat raut Karura yang mulai redup. "Dia meminta bantuanku."
Sakura yang masih membawa sepasang sepatu milik Temari kini menyondorkannya ke arah Karura, wanita ini menatap sepatu itu dan menerimanya. Air mata kembali turun dari pelupuk matanya, Karura menatap sepatu ditangannya seolah menatap Temari di depannya.
"Apa menurutmu Temari… sedang melihat kita sekarang?" pertanyaan Karura seakan menyulitkan udara di paru-parunya terpompa akibat dadanya kembali sesak, tatapan matanya ke sepatu di depannya menandakan kalau dia ingin melihat putri semata wayangnya ini.
Sakura melihat ke depannya, di belakang Karura tepatnya dan sosok Temari dengan wajah tidak hancur dan berubah bercahaya sedang berdiri di belakang Karura, Sakura mencoba tersenyum dan mengangguk ke arah Karura yang sudah terisak. "Ya, dia sedang melihat kita, Nyonya."
Mendengar jawaban Sakura justru menambah isakan tangis Karura semakin terdengar menyesakkan dada Sakura, Karura memeluk sepatu Temari di dadanya, berharap wanita ini dapat memeluk putrinya saat ini.
Putrinya yang meninggal dengan membawa luka pengkhianatan dari suaminya. Dan mencoba melindunginya meski sudah berbeda dunia saat ini, tangisan Karura semakin keras terdengar.
Dan Temari, wanita ini melangkah mendekat ke arah Karura dan wanita ini memeluk Karura dari belakang, memeluk sambil menyandarkan dagunya di bahu ibunya. Karura sendiri merasa seluruh tubuhnya merasa dingin dan merasakan sesuatu memeluknya dari belakang, membuat isak tangis sedikit tenang.
Melihat pemandangan ini tak hayal membuat Sakura menunduk karena ikut merasa sesak.
Karura kembali terisak. "Temari…" bisiknya sambil memanggil Temari, dan Sakura mendapati Temari sudah meneteskan airmatanya.
Sakura menggigit bibirnya dan ikut terisak.
Sampai Karura merasa sentuhan dingin di balik tubuh dan di tangannya perlahan hilang, membuatnya berhenti terisak. Sakura menatap ke langit, tanda bahwa Temari sudah menyelesaikan urusannya dan bisa pergi dari dunia yang bukan lagi tempatnya.
Melihat Sakura mendongak menatap langit, membuat Karura ikut menatap langit, memang Sakura melihat siluet putih naik ke atas langit dan hilang kemudian.
Sakura telah membantu Temari dan wanita itu bisa damai sekarang.
Ino dan Inaho sudah pergi dari tempat tadi, mereka berdua saat ini menuruni Mall menggunakan eskalator, ditambah Ino harus mendengar ocehan Manajernya.
"Presdir tempat ini cukup baik." Inaho bersandar ke Ino sambil mengumbar senyum kagumnya. "Dia keluar demi membela karyawannya sampai seperti itu."
Mendengar itu membuat Ino menoleh sedikit ke Inaho, gadis ini kemudian mendengus. "Sifat Presdir Uchiha Sasuke biasanya tidak seperti itu." Dan saat sampai di lantai dasar, dibalik kacamata hitamnya Ino menangkap pria berjas melewatinya.
Gadis ini menganga dan menurunkan kacamata hitamnya untuk memastikan penglihatannya salah atau benar, Inaho menatap Ino dengan heran saat gadis ini kembali memasang kacamatanya dan mengejar pria berjas yang tadi melewati mereka.
Ino memegang tangan kanan pria itu dan dengan sigap pria ini memutar tangan Ino dan meletakkannya di belakang punggung sambil tangan kirinya menahan bahu kiri Ino, gadis ini mengerang sambil berteriak. "Aku Yamanaka Ino! Lepaskan aku." Setelah tahu siapa yang mengagetkannya membuat pria ini melepas paksa serangannya tadi.
Inaho berlari dan berdiri di depan Ino yang meringis menahan sakit sambil memegang pergelangan tangannya, untung tidak terkilir atau patah tangannya itu. Karena yang dihadapannya saat ini adalah Shimura Sai, si Ketua Tim Keamanan.
Sai membenarkan jas hitamnnya dan Ino melepas kacamatanya dengan kasar, tatapannya menajam ke Sai. "Aku Yamanaka Ino!" seolah mencari pembelaan dari nama artisnya, karena pria ini berlaku seolah diserang seseorang saja.
Justru Sai menanggapi ucapan Ino dengan santai. "Aku berusaha membela diri karena kau tiba-tiba memegangku."
"Kau melakukan hal yang sama waktu itu." Nada suara Ino berubah sinis sambil memicingkan mata manatap Sai. Inaho yang kaget kini menatap Sai, seolah mereka berdua sudah kenal lama. "Kurasa kau selalu waspada." Ino kembali berucap sambil menatap Sai dari bawah ke atas. "Kau bekerja di sini?" seolah tidak peduli dengan Ino, Sai lebih memperhatikan pandangannya ke arah lain.
Ino kemudian menatap dada kiri Sai yang bertengger manis nametag-nya. "Shimura Sai?" gumamnya sambil menatap Sai yang sudah menatap Ino karena mendengar namanya dipanggil. "Namamu Shimura Sai?" Ino mencoba bertanya memastikan hal ini.
"Ya, benar." Sai bahkan menjawab pertanyaan Ino dengan sangat datar dan singkat.
Ino yang semula berdiri memiringkan tubuh kini menghadap ke Sai. "Aku senang bertemu denganmu. Yang terjadi kemarin…"
"Aku sedang bekerja, aku permisi." Dan sebelum Ino menyelesaikan ucapannya, Sai menyela dan membungkuk kemudian berbalik meninggalkan Ino yang kembali membeku di tempatnya berdiri dengan mulut menganga.
"Kau mengenalnya?" Inaho sudah penasaran ternyata.
Namun ekspresi Ino kesal saat ini ketika melihat punggung tegap Sai menjauh darinya. "Apa dia baru saja mengabaikanku?" bahkan Ino tidak bisa percaya hal ini terulang kembali pada dirinya. Gadis ini mendengus dan memakai kacamatanya lagi. "Ayo, kita pergi."
Dan Inaho tidak dapat jawaban apa-apa.
.
.
.
Suigetsu yang berbincang dengan pegawai toko Nara mulai melaporkan bahwa atasan dan teman pegawainya sudah diserahkan ke pihak yang berwajib. Setelah itu Suigetsu berbalik dan menemukan Sai sudah sampai di depan toko.
"Apa yang terjadi?" Tanya Sai langsung, pria ini sudah mendapatkan laporan adanya keributan di toko Nara dan membuatnya kemari, tapi dilihat tidak ada hal aneh di sini.
"Presdir Sasuke datang dan mengurus semuanya." Suigetsu melaporkan.
"Presdir Sasuke?" dengan dahi berkerut dan nada suara Sai terlihat tidak percaya dengan berita ini.
Suigetsu mengangguk. "Ya." Setelah dirasa tidak ada yang perlu disampaikan lagi, Suigetsu dan temannya membungkuk singkat ke Sai dan melanjutkan patroli keliling Mall.
Namun saat Sai ingin melaju kembali ke ruangan kemanan, Sai mendengar ucapan Suigetsu yang tidak bisa pelan jika sedang bergossip. "Aku yakin Nona Haruno pacar rahasia pimpinan." Sai tentu tahu yang dimaksud 'Pimpinan' di sini, pria ini menoleh sedikit dan kembali mendengar ucapan Suigetsu. "Aku yakin karena melihatnya."
"Kurasa kau benar." Teman Suigetsu mensetujui ucapannya kali ini.
Sai berjalan pelan namun pendengarannya dibuat tajam untuk mendengar percakapan kedua bawahannya ini, mereka berhenti di samping toko Nara. "Tapi, menurutmu aku tidak memegangnya terlalu keras tadi, kan?" Suigetsu mengingat saat dirinya memegang bahu Sakura untuk membuat gadis itu bangun dari terjatuhnya. Sai masih mendengar sambil berjalan pelan. "Aku tidak ingin membuatnya sedih."
Setelah dirasa Suigetsu telah selesai dengan percakapannya, Sai bergegas kembali ke ruangan Keamanan.
.
.
.
Sakura yang baru kembali menyelesaikan tugasnya langsung menemui Sasuke. Gadis ini berjalan menyusuri lantai empat yang merupakan tempat dimana kantor Sasuke berada, saat sampai di depan ruangan Sasuke, Sakura disambut dengan Kakashi yang kantornya memang berada di depan kantor Sasuke.
"Kau ingin bertemu dengan, Presdir?" Kakashi berdiri dan langsung menanyakan hal ini.
Dengan tersenyum kecil Sakura mengangguk. "Ya, aku ingin mengucapkan terima kasih," dengan ragu Sakura menatap ke pintu kantor Sasuke. "apa aku diperbolehkan untuk masuk?" tanyanya dengan ragu.
Kakashi terkekeh, tapi kemudian berdeham dan menatap Sakura. "Kau boleh masuk, jadi masuklah sekarang."
Sakura tersenyum dan mengangguk, gadis ini membungkuk sejenak dan berjalan ke pintu masuk kantor Sasuke. Dengan menarik dan menghembuskan napas Sakura mendorong pintu mahal milik Sasuke.
Dan di dalam ruangan, Sasuke terlihat sedang duduk di kursi kebesarannya dan menaikan kakinya di atas meja sambil menempatkan tangannya yang saling bertautan di pangkuannya. Pria ini seolah sudah menduga siapa yang akan datang untuk menemuinya.
Sakura berjalan mendekat ke meja kerja Sasuke, dengan tangan saling bertautan Sakura mulai berbicara. "Maaf jika aku mengganggumu, Presdir." Sakura melirik sebentar ke Sasuke yang tampak belum tertarik dengan ucapan Sakura. "Aku tahu, kau sudah bilang kalau kau tidak akan mempercayai apapun dan akan mengabaikanku. Tapi, aku sangat berterima kasih karena bantuanmu tadi." setelah itu Sakura membungkuk dalam.
"Tidak perlu berterima kasih padaku. Yang kulakukan hanya untuk membalaskan dendamku." Sasuke yang duduk mengarah ke samping kanannya masih tidak menatap Sakura yang menatapnya dengan alis terangkat tinggi karena tidak mengerti dengan ucapannya. "Bukan hanya istrinya…" Sasuke mangangkat kedua tangannya dengan kerutan di dahinya dengan marah. "…tapi pria itu juga sudah mengkhianati Uchiha-ku. Dia juga melanggar kontrak dan menandatangani kontrak dengan Rinnegan. Brengsek!" Sasuke memukulkan tangannya di telapak tangannya sendiri dengan marah.
Sasuke menghela napas dan menempatkan tangannya di pegangan kursi kebesarannya. "Yang kulakukan hanya untuk membalaskan dendamku karena pengkhianatannya." Mata tajam Sasuke masih menatap di depannya, di kaca besar miliknya yang tertutup gorden.
"Bukankah kau mengawasi dia di rumah sakit… karena kecurigaanmu?" Sakura sepertinya tahu kalau itu bukan alasan satu-satunya Sasuke membantunya.
"Aku hanya melihat sesuatu yang tidak seharusnya aku lihat karena salah jalan." Dengan tenang Sasuke menjawab dan teringat akan malam itu.
.
.
Saat malam itu, malam dimana Sasuke menemani Sakura ke rumah sakit dan setelah selesai dengan urusannya dengan Sakura dan dia pergi untuk kembali pulang, namun karena teringat dengan Sakura yang hanya memakai kotak tisu sebagai alas kakinya membuat pria ini menyusuri sekitar rumah sakit untuk memberikan sepatu yang dia temukan di bagasi mobilnya.
Setelah menyusuri, tenyata Sakura tidak ditemukannya, sampai navigator-nya selalu mengoceh untuk cepat berganti arah karena itu bukan ke arah jalan pulangnya. Setelah Sasuke menyerah karena tidak menemukan Sakura, Sasuke ingin berbelok arah sampai navigatornya menyuruh berbelok ke kanan.
Sempat meragu karena Sasuke tahu bahwa belok kanan artinya kembali ke tempat tadi.
Namun karena itu acuannya, Sasuke mengikuti arahan navigator dan berbelok kanan, dan Sasuke mengernyit saat melihat suasana yang dilewatinya sudah pernah dia lalui tadi.
Sasuke menghentikan mobilnya dan menatap ke gedung di sampingnya, sebuah tisu terbang melalui kursi penumpang di sampingnya. "Apa ini?" tanyanya tidak percaya. "Aku kembali ke rumah sakit." Dengan kesal Sasuke menatap Navigatiornya dan geraman keluar dari pria ini. "Kita pulang saja sekarang, ya?"
Sasuke memindahkan gigi presneling-nya lagi dan belum sempat dia menjalankan mobil, Sasuke melihat dari kaca spion ada orang yang dia kenal. Kemudian Sasuke berbalik dan melihat hal yang tidak seharusnya dia lihat.
Sasuke melihat Shikamaru membuang sepatu hak istrinya di tong sampah di depan rumah sakit sambil menyeringai lebar.
Dengan mata menyipit Sasuke merasa marah melihat kelakuan pria itu.
.
.
.
"Aku melihat tindakannya karena salah jalan." Sasuke selesai menceritakan kronologis bagaimana semua ini bisa terjadi, bagaimana hal yang tidak ingin dia lihat karena salah jalan saat pulang membuatnya melihat hal itu.
Sakura mengangguk dan tersenyum. "Kadang, orang menemukan hal yang paling tidak terduga sepanjang jalan mereka. Ada saat dimana mereka menemukan diri mereka di tempat yang terduga selama perjalanan mereka." Sasuke melirik Sakura, merasa kalau gadis ini sedang ingin menjelaskan sesuatu kepadanya, dengan memiringkan kepala, gadis ini kembali berbicara. "Mereka menganggap itu sebagai keberuntungan yang tidak terduga, atau mungkin tanda dari kesialan. Tapi, semua itu bukan hanya kebetulan." Ucapan terakir Sakura dibuat pelan dan bersandar ke Sasuke.
Sasuke tampak mengerti dengan yang dimaksud Sakura. "Maksudmu bukan sesuatu kebetulan kalau aku salah jalan?" Sasuke bertanya dan melirik Sakura.
Dan Sakura tersenyum sambil bersandar lagi ke arah Sasuke, kemudian membisikkan kata yang membuat Sasuke menoleh ke Sakura. "Belok kanan." Gadis ini berdiri tegak.
Sasuke masih teringat dengan ucapan itu.
.
.
Sasuke memasukkan gigi presneling dan suara navigator kembali berbunyi. "Belok kanan."
"Apa ini?" tanyanya dengan raut bingung. "Belok kanan lagi?" tanyanya lagi, kemudian Sasuke menoleh ke arah luar jendela sambil memikirkan sesuatu. Dan ternyata di samping bangku pengemudi terlihat Temari menatap Sasuke. "Bukankah itu ke tempat yang tadi?"
Sambil mengangkat bahu Sasuke kembali melajukan mobilnya dan mengikuti arahan navigator.
Dan masih terlihat Temari masih di dalam mobil Sasuke.
.
.
Sasuke yang langsung menyadari kalau kemarin ada hal aneh masih menatap Sakura, gadis ini menahan senyumnya keluar. Sasuke menurunkan kakinya dari meja dan membalik kursi kebesarannya untuk menatap Sakura, gadis ini menatap atas dan tiba-tiba tersentak kaget membuat Sasuke langsung melihat ke atasnya.
Namun Sasuke tidak melihat apa-apa di atasnya dan berbalik menatap Sakura yang masih menautkan kedua jarinya seolah masih melihat sesuatu di atasnya saat ini.
"Berhenti. Jangan ceritakan hal yang tidak berguna lagi." Sasuke menggeram marah sambil menatap tajam Sakura.
Dan gadis ini masih menatap ke atasnya dengan takut. "Presdir…" mendengar suara Sakura yang gemetaran membuat Sasuke menatap waspada dengan situasinya saat ini, karena dia tidak bisa melihat apa yang dilihat Sakura. "Aku sudah memikirkannya." Dan senyum menyeringai muncul di sudut-sudut bibir Sakura, gadis ini menatap Sasuke dengan mata berbinar. "Dan kurasa aku menemukan cara untuk membuat diriku spesial bagi dirimu."
Sasuke bersandar dan meletakkan kedua tangannya di atas meja, pria ini menatap tajam Sakura. "Kau bilang, kau akan membuat dirimu spesial bagiku?" Sakura tidak bisa menghilangkan senyum bahagianya. "Kenapa? Apa kau akan memberitahuku nomer lotere yang menang?" Dasar gila uang.
Dengan mata masih berbinar, Sakura berbisik menatap Sasuke. "Fujikaze Yukie." Kemudian Sakura membungkuk bersandar ke Sasuke. "Dia orang yang sangat spesial bagimu, bukan?" mendengar hal itu membuat Sasuke mengarahkan tatapannya ke arah lain, senyum senang Sakura belum luntur. "Aku… bisa melihat Fujikaze Yukie."
Sasuke sepertinya sedang berpikir, karena setelah itu dia mengangguk. "Benar." Kali ini Sasuke sepertinya setuju dengan ucapan Sakura. "Kau bilang Yukie ada disekitarku?" sambil menarik napas Sasuke kembali berucap. "Jadi, jika kau terus ada di sekitarku… maka kurasa kau mungkin bisa melihatnya lagi?" tanya Sasuke sambil menatap kembali gadis di depannya.
Senyum lebar Sakura mengembang . "Ya,benar." Bisiknya sambil mengangguk. "Jika aku bisa melliat Fujikaze Yukie lagi… maka aku akan menjadi spesial bagimu, kan?" Sasuke menipiskan bibirnya, pria ini masih diam memandang Sakura yang terlihat sekali senangnya.
Sakura menaruh tangan kanannya di pinggir bibirnya. "Jika aku melihatnya lagi… aku pasti akan memberitahumu." Bisik Sakura sambil mundur sekali dan membungkuk dalam ke Sasuke. "Terima kasih." Dan Sakura berbalik meninggalkan Sasuke, sebelum sampai ke pintu Sakura menoleh ke Sasuke dengan senyum yang belum bisa hilang. Kemudian Sakura berlari dan keluar dari kantor Sasuke dengan euphoria yang menguasainya saat ini.
Sasuke sendiri masih memasang wajah datar sambil bergumam. "Melihat… Yukie lagi?"
Dan ekspresinya mulai sedikit berubah karena ini akan membawa luka lama keluar dari dirinya lagi.
Di kantor Direktur Uchiha Mall, Itachi kedatangan tamu kehormatan yaitu istrinya yang mengunjunginya sore ini.
Setelah mendengar peristiwa yang harus melibatkan Sasuke sampai turun tangan membuat Kurenai langsung mengunjungi suami tampannya ini. Itachi sendiri sudah menyiapkan minuman spesial untuk istrinya.
"Aku mendengar insiden yang baru saja terjadi barusan," Kurenai menaruh cangkir minumannya di meja. "Apa ada… hal lain yang kau sadari setelah insiden ini?"
Itachi menatap Kurenai dengan alis terangkat tinggi. "Kenapa denganku?" tanyanya bingung.
Kurenai menghela napas sambil menautkan tangannya di atas lututnya. "Meksipun hal pertama yang kau perhatikan dariku adalah uangku… itu tidak masalah bagiku."
"Sayang…" Itachi menatap Kurenai dengan bingung karena membahas hal yang tidak dia sangka.
"Yang perlu kau pastikan adalah kau terus melihatku." Itachi duduk dengan tegap mendengar ucapan Kurenai yang terdengar serius ini. "Meskipun kecantikan akan memudar seiring waktu, dan payudara tidak kencang lagi…" dan entah kenapa Itachi langsung menatap dada Kurenai. "…tapi uangku tidak akan pernah habis. Jadi… tetaplah setia seperti yang kau lakukan padaku dari awal dan jangan melihat orang lain." Dengan tarikan napas panjang dan helaan napas Kurenai melanjutkan lagi. "Itu sudah cukup membuatku puas."
Ternyata Kurenai paranoid dengan insiden yang baru saja terjadi di Mall keponakannya ini akan terjadi padanya. Dan meski Kurenai lebih tua dari Itachi, tapi wanita ini masih cantik dan juga stylish mengingat umurnya tidak muda lagi.
Dan Itachi menatap serius ke Kurenai dengan tatapan mata hitamnya. "Aku tidak akan pernah…" pria tampan ini menggelengkan kepala, raut wajahnya serius sekali. "… berpaling ke lain hati." Kurenai sepertinya senang mendengar ucapan Itachi, namun karena keluarganya memang suka memasang wajah datar, Kurenai pun memasang wajah datar saat ini. "Aku hanya akan mencintaimu."
"Ok…" Mendengar ucapan terakhir Itachi membuat senyum Kurenai keluar, ternyata Itachi bisa meluluhkan istrinya ini. "Jika akhirnya aku melihatmu berpaling dariku…" dan tiba-tiba ekspresinya berubah datar kembali sambil membuat gestur memotong leher menatap intens ke Itachi. "… aku tidak akan mengampunimu. Aku akan menyingkirkanmu."
Itachi masih duduk tegak meski sempat menelan ludah tadi. "Itu tidak akan pernah terjadi." Kurenai mengela napas sambil menurunkan tangannya yang tadi untuk membuat gestur memotong leher. "Tidak akan pernah." Itachi menegaskan sekali lagi.
Ternyata Itachi masih tidak bisa meluluhkan Kurenai dengan mudah.
Semangat, Itachi!
oOo
Sakura baru keluar dari Mall Uchiha, gadis ini bisa pulang awal sore ini dan dia memutuskan untuk mampir ke kafe tempat kakaknya bekerja. Dengan gaun putih selutunya, Sakura berjalan menyusuri jalanan. Penampilan Sakura masih belum ada berubahan maksimal, matanya terlihat lelah karena kurang tidur.
Berkali-kali Sakura menguap diseperjalanannya ke kafe, sampai akhirnya dia mencapai kafe dan menemukan kakaknya sedang membersihkan meja.
"Kak…" sapanya saat melihat Karin sudah membersihkan meja.
"Kau sudah pulang?" Sakura menganggukkan kepala dan Karin mengerutkan kening. "Kenapa kau tidak pulang bersama si kamar enam ratus lima?" raut heran tersaji di wajah Karin.
Sakura menghisap bibirnya dan menggeleng. "Aku ingin pulang bersamamu, bolehkah?"
Karin mengernyit dan mendekat ke Sakura, kemudian Karin merangkul bahu Sakura dan menuntunnya masuk ke kafe. "Kenapa kau bertanya? Tentu saja kau boleh pulang bersamaku, aku akan ganti baju dulu dan sebentar lagi kau kutemui." Sakura tersenyum dan membiarkan kakaknya itu untuk berganti pakaian.
Karin juga pulang awal sore ini, maka dari itu Sakura mengajaknya pulang bersama.
Sakura menunggu di depan meja kasir, menunggu beberapa saat sampai seseorang datang dan menyapanya. "Oh, kau yang tadi?"
Sakura tersenyum dan membungkukkan badan melihat orang itu. "Hallo…"
Seseorang ini adalah Suigetsu, pria ini ternyata mampir juga untuk membeli minuman. "Maafkan soal yang tadi, Nona." Sakura segera mengibas tangannya. "Aku tidak melukaimu, bukan?"
Sekali lagi Sakura mengibas tangannya. "Tidak… aku tahu kau hanya menjalankan tugasmu, jadi tidak apa-apa dan kau tidak melukaiku." Jawabnya sambil memasang senyum.
Suigetsu mengangguk dan tersenyum. "Kalau begitu aku akan pesan minuman dulu."
"Oh, tentu." Sakura menggeser untuk memberi tempat agar Suigetsu bisa memesan.
Sakura terdiam di samping Suigetsu, gadis ini berkali-kali menguap karena kantuk yang menyerangnya. Dan ini tidak luput dari tatapan Suigetsu, pria ini kemudian dilayani kafetaria dan menunggu pesanannya.
Sakura kembali menguap saat seorang waiters membawa gelas-gelas dan piring kotor melewatinya, Sakura membungkuk. "Hallo." Sapanya ramah dan dibalas ramah pula oleh pegawai kafe itu.
Sakura menggelengkan kepala untuk mengusir rasa kantuknya, dan ini bersamaan dengan pesanan Suigetsu. Pria ini berjalan dan berdiri di depan Sakura. "Ini, kenapa kau tidak minum ini?" Suigetsu menyondorkan minuman ke Sakura dan gadis ini bergumam terima kasih setelah menerima minumannya. "Tim keamanan akan makan malam di luar malam ini. Kenapa kau tidak ikut dengan kami?" Suigetsu bertanya sambil memasukkan tangannya yang bebas dari gelas minumannya ke dalam saku.
Pertanyaan Suigetsu bersamaan dengan keluarnya Karin dari dalam, gadis ini sudah berdiri di samping Sakura yang terlihat berbinar mendengar penawaran Suigetsu.
"Makan malam di luar?" Sakura bertanya dengan antusias. "Tempat kau bersulang dan menyanyi di karaoke?" Sakura mendorong minumannya ke minuman Suigetsu dengan riang mengajaknya bersulang.
"Ya, tentu saja." Suigetsu mengangguk dengan tawa lepasnya.
Sakura ikut tertawa sambil menyuruput minumannya, tapi kemudian senyumnya perlahan menghilang. "Aku ingin pergi, tapi aku…"
"Jika itu acara tim keamanan, apa Ketua Tim Shimura Sai juga akan ikut?" Karin menyela ucapan Sakura sambil menatap Suigetsu.
"Ya, tentu saja dia ada." Suigetsu menatap Karin sambil menganggukkan kepala.
Mendengar itu membuat senyum penuh arti Karin keluar, dia menatap Sakura. "Sakura, ayo pergi. Ayo pergi…" sambil menaikkan alis penuh arti dan bersandar ke Sakura, Karin berbisik. "…dan menerima energi."
Karin memang ingin membuat adiknya ini dekat dengan Sai atau memang supaya bisa menerima energi positif dari Sai supaya Sakura tidak lagi mendapat gangguan dari hantu?
Ekspresi Sakura tampak meragu mendengar ucapan kakaknya. "Karin nee-chan, kau tahu aku tidak bisa minum." Ucapnya sedih, Suigetsu menatap kedua kakak beradik ini dalam diam. "Akan repot sekali kalau aku mabuk."
Suigetsu memakan makanannya yang entah kapan dia membelinya? Pria ini tersenyum saat Karin kembali membujuk Sakura untuk ikut. "Kau tidak perlu minum, cukup makan saja." Ucap Karin.
Mendengar itu membuat senyum Sakura kembali. "Tentu saja. Kalau begitu, kau datang, ya?" Suigetsu meyakinkan Sakura kalau hanya makan saja tidak masalah. "Dan aku tidak punya maksud lain, aku hanya ingin kita berteman." Suigetsu kembali tertawa dan ini tertular ke Sakura dan Karin. "Aku serius." Tambah pria ini lagi di sela-sela tawanya. "Ayo, kita pergi."
Dan sepeninggalan Suigetsu membuat Karin menarik tangan Sakura dengan semangat. "Ayo!"
Sakura sekali lagi tidak bisa menahan euphorianya, dia banyak mengalami hal menyenangkan hari ini.
"Bersulang!" semua orang mendentangkan gelas mereka ke atas dengan suka cita.
Semua Tim Kemanan setangahnya hadir karena tidak mungkin ada yang meninggalkan Mall Uchiha begitu saja meski tempat mereka berkumpul cukup dekat dengan Mall, ini hanya untuk mereka yang bisa berkumpul saja. Dan kali ini bertambah dua orang yaitu Sakura dan Karin.
"Suasana tampaknya lebih hidup karena adanya kalian di sini." Suigetsu berucap ke arah Sakura yang duduk di samping Karin dan Sakura tidak henti-hentinya tersenyum bahagia, Karin duduk diantara Suigetsu dan Sakura. Sai sendiri duduk di tempat paling ujung.
Semua orang sibuk mencampurkan minuman mereka, ada yang cola di campur sedikit sake, jus jeruk dengan sake. Ada pula yang sibuk memakan makanan mereka, menikmati kebersamaan bersama teman kerja.
Suigetsu sendiri kembali mengajak Sakura berbicara. "menurutmu aku bagaimana, Sakura? bagaimana gayaku?" tampaknya pria ini ingin merayu Sakura.
Dan teman-teman seprofesi Suigetsu terkekeh melihat kelakuan Suigetsu yang selalu konyol setiap berkumpul bersama.
"Apa kau sedang menggodanya?" ucap teman Suigetsu yang biasanya menemaninya berpatroli, pria ini memberikan dengusan karena Suigetsu selalu bertingkah.
Dan Sakura tidak ada niatan menjawab pertanyaan Suigetsu tadi dan memilih tertawa karena melihat berdebatan Suigetsu berserta temannya.
Sai yang menerima minuman dari temannya tersenyum dan semakin memasang senyumnya saat diajak bersulang juga. Saat meminum minumannya, tentu saja Sai tidak luput memperhatikan Sakura, pria ini mendengar ucapan Suigetsu.
"Pertemuan seperti ini sangat tergantung pada kecocokan antara pria dan wanita di sini." Sakura terkekeh bersama Karin, Suigetsu kembali berucap sambil menepuk tangannya. "Bagaimana jika aku mengambil kesempatan ini untuk membuatkan selebaran untukmu? Jika kau datang tiga kali, kau mendapatkan makanan gratis." Sai diam memperhatikan Sakura dalam diam, tatapan mata dan ekspresi pria ini sulit sekali ditebak. "Jika kau datang lima kali, kau dapat minuman gratis bersama kami. Dan jika kau datang sepuluh kali… kencan buta?" Suigetsu tertawa sambil mengangguk. "Bagaimana dengan kencan buta?"
Semua orang heboh mendengar penawaran Suigetsu itu, baik Sakura dan Karin tertawa juga mendengar ucapan Suigetsu. Dan sekali lagi, Sai masih diam memperhatikan Sakura.
Suasana masih tetap ramai dengan Suigetsu yang selalu mengoceh untuk meramaikan suasana perkumpulan malam ini.
Acara minum kembali dilakukan, kali ini gelas besar dijejerkan beberapa sampai memanjang, kemudian di atas gelas besar ditaruh gelas kecil berisikan sake yang selanjutnya digeserkan sehingga gelas sake terjatuh ke dalam gelas besar.
Suigetsu-lah yang memerankan peran untuk menjatuhkan gelas sake ke dalam gelas besar, membuat temannya berseru karena gelas kecil tidak ada yang tidak jatuh ke dalam gelas besar.
Kemudian semua orang mengambil jatah minumannya, Suigetsu mengambi gelas yang berbeda sendiri warnanya. "Karena Nona Haruno Sakura tidak bisa minum, sebagai gantinya bagaimana kalau minum cola?" baru saja Suigetsu ingin menyerahkan gelas minuman ke Sakura, tapi kemudian pria ini mengambil sendok dan mengambil gelas sake yang terjatuh di dalam gelas berisi cola ini, setelah itu Suigetsu menyerahkan gelas ke arah Sakura. "Ini, kenapa kau tidak minum cola? Tidak berakohol." Hm.. pria ini berbohong rupanya.
"Ayo ambil gelasnya masing-masing dan bersulang!" Suigetsu mengarahkan tangannya ke udara.
"Bersulang!" semua orang memajukan gelasnya dan bunyi dentingan gelas terdengar keras di meja itu.
Sakura kemudian meminum minumannya hingga habis tak tersisa dan ini tidak luput dari lirikan mata Suigetsu. Pria ini jelas tahu kalau minuman Sakura sudah terkontaminasi dengan alkohol. Entah apa yang akan terjadi dengan Sakura?
Acara masih berlanjut dan makanan di meja mereka sudah habis dan minuman masih tersisa beberapa botol, yang masih kuat minum akan melanjutkan sampai titik darah penghabisan dan yang sudah mabuk akan memilih untuk melakukan candaan yang menjadi hiburan di kalangan mereka.
Karin yang melihat Sakura menundukkan kepala sambil memijatnya itu langsung melirik ke Sai yang terlihat merenung di pojokkan, dengan senyum penuh arti Karin meletakkan kembali minumannya dan memegang bahu Sakura yang baru saja mengandahkan kepala sambil menutup matanya itu.
"Hei, Sakura. Kau tampak kelelahan. Kenapa kau tidak istirahat di sana?" Karin menunjuk di samping tempat Sai duduk, Karin membangunkan Sakura yang meringis karena mungkin efek dari minuman tadi yang mulai bekerja saat ini. "Ayo bangun." Karin dengan sabar menuntut Sakura yang sudah setengah mabuk. "Apa kau bisa geser sedikit?" Karin meminta orang yang di samping Sai bergeser supaya Sakura bisa duduk di kursi sofa yang terlihat cukup untuk dua orang itu.
Sakura duduk sambil mengerang. "Bersandar dan istirahalah." Ucap Karin sambil menepuk halus bahu adiknya ini, Sakura sendiri sudah bersandar di sandaran sofa, mukanya memerah karena efek alkohol dan Sai memperhatikan Sakura.
Kemudian Karin kembali ke tempat duduknya sambil menahan senyumnya keluar.
Masih posisi bersandar Sakura bergumam. "Apa memang karena aku kelelahan. Kenapa kepalaku pusing sekali?" tentu Sakura tidak sadar kalau dirinya meminum minuman beralkohol. Sakura kembali memijat kepalanya yang mulai terasa pening.
"Kau baik-baik saja?" mendengar suara baritone di belakang Sakura membuat gadis ini duduk tegak kembali. Semula Sakura bersandar di sandaran sofa dan membelakangi Sai.
Gadis ini tersenyum dan sepertinya lupa kalau ada Sai di sini juga. "Ya." Jawabnya sambil membenarkan rambutnya. "Aku senang sekali." Sesekali Sakura memijat pelipisnya untuk mentralisir pusing yang dirasanya. "Sudah lama aku tidak keluar bersama orang lain seperti ini."
"Kau tidak enak badan?" mendengar pertanyaan Sai ini bisa disimpulkan kalau pria ini memperhatikan Sakura yang sejak tadi memijat kepalanya. "Apa mungkin kau mabuk?" dan tebakan pria ini tepat sasaran.
"Aku tidak minum apa-apa." Jawab Sakura sambil mengingat kalau dirinya hanya meminum satu gelas besar cola, itu saja yang dia minum. "Aku sangat takut minum." Sakura tersenyum sambil mengusap-usap belakang kepalanya. "Karena aku bisa berubah saat aku mabuk."
Sai tersenyum mendengar ucapan Sakura, "Kebanyakan orang memang begitu saat mereka mabuk." Sai kembali meminum colanya.
Sakura sepertinya masih sedikit sadar, karena gadis ini tersenyum penuh arti. "Tapi aku benar-benar… bisa berubah menjadi orang yang sangat berbeda." Oke, sepertinya berubah dalam artian Sakura di sini berbeda.
Bahkan Sai kembali menatap Sakura dengan ekspresi yang sulit diartikan.
.
.
.
Di Mall Uchiha sendiri sudah sepi saat ini dan Sasuke masih berdiam diri di depan jendela besar yang selalu dia gunakan untuk memantau kompetitornya. Terllihat jendela itu terbuka gordennya dan menampilkan pemandangan gedung-gedung yang sudah dihidupkan lampu-lampunya.
Namun sepertinya, pikiran Sasuke sedang mengembara keluar dari ruang kerjanya saat ini. Sehabis kunjungan Sakura dan pembahasan mereka tentang Fujikaze Yukie membuat Sasuke berdiam diri di dalam kantornya, dengan ekspresi datar Sasuke menyipitkan mata sampai akhirnya dia teringat kejadian dulu…
.
.
.
Sasuke remaja sedang duduk di atas tempat bermain yang menjulang tinggi, di bawahnya ada seorang gadis cantik yang berdiri.
Sasuke menunduk melihat ke gadis itu. "Fujikaze Yukie." Gadis itu mendongak menatap Sasuke yang duduk tegak karena sebelumnya dia duduk sedikit bersandar pada besi di belakangny dan tatapan Sasuke beralih menatap arah lain. "Yang kau katakan kalau kau menyukaiku karena aku berasal dari keluarga kaya…" Sasuke kembali menatap Yukie. "…kau serius?" tanyanya dengan ekspresi datar.
Hening untuk beberapa saat, dan Yukie beralih menatap arah lain sambil menghela napas. Melihat itu membuat Sasuke kembali berucap. "Apa sekarang… kau ragu-ragu?" tanyanya dengan nada tidak suka. "Aku tersinggung."
Yukie terdiam sambil menatap hambaran rumput di depannya. "Aku hanya berpura-pura memikirkannya, jadi kau tidak akan merasa tersinggung." Jawab Yukie lembut, tatapan matanya masih di hambaran rumput. "Jika aku langsung mengakuinya…" Yukie mendongak menatap kembali ke arah Sasuke. "…maka itu hanya akan melukaimu."
Mendengar jawaban Yukie seperti itu membuat pegangan tangan Sasuke di besi mengerat, Sasuke menipiskan bibir dan menghela napas, kemudian Sasuke meloncat turun dari atas dan membersihkan telapak tangannya terus kemudian memasukkanya ke dalam saku seragamnya. Karena Sasuke masih mengenakan seragam sekolahnya.
Melihat Sasuke berjalan menjauh membuat Yukie berucap. "Uchiha Sasuke, apa kau marah?" tanyanya, tapi Sasuke tidak mempedulikan gadis ini dan memilih untuk berjalan pelan untuk menjauh. "Aku tahu kalau kau tidak akan marah lagi jika aku memanggil namamu tiga kali."
Sasuke tampak mendengus dan terus berjalan menjauh.
"Sasu-chan satu…" langkah Sasuke berhenti saat dia dipanggil seperti itu. Sebenarnya, hanya gadis ini yang memanggilnya seperti itu.
Dan melihat Sasuke berhenti membuat Yukie kembali memanggilnya. "Sasu-chan dua." Belum ada pergerakkan Sasuke untuk melanjutkan langkahnya dan senyum merekah di sudut-sudut bibir Yukie. "Sasu-chan tiga." Lanjutnya kemudian.
Sasuke mendengus menahan tawa, kemudian berdeham dan berbalik menatap Yukie. "Sama sekali tidak lucu." Dan Sasuke kembali mendengus tawa.
"Meskipun itu tidak lucu, kau tidak marah lagi padaku, kan?" Sasuke mendengus tawa lagi dan kali ini tertular ke Yukie. Mereka tertawa bersama.
.
.
Sasuke berjalan menyusuri Mall-nya dengan terburu-buru, ekspresinya mengeras seiring jarak yang membawanya sampai ke pintu keluar Mall membuatnya menggeram tertahan. "Wanita murahan." Pria ini jelas sedang dalam mood yang kurang baik, karena memikirkan Yukie.
Dan tentu saja umpatan tadi ditujukan kepada gadis itu.
Sasuke berlalu dan di belakangnya, berjarak jauh sekali. Sakura berjalan dengan susah payah sambil memegang kepalanya. Tempat berkumpulnya Tim Keamanan ada di tempat yang dekat dengan Uchiha Mall, tidak heran Sakura kini berkeliaran di lantai dasar Mall untuk membawanya keluar. Jalur yang dipakainya juga sama dengan Sasuke.
Sakura masih berjalan terhuyung ke kanan dan ke kiri, gadis ini menggelengkan kepala sambil mengernyit karena pusing yang dirasanya. Sampai akhirnya dia berhenti karena melihat seseorang berdiri di depan pintu Mall, Sasuke ternyata berdiri di sana menunggu Kakashi menjemputnya.
Dan saat Sakura berjalan mendekat ke Sasuke, gadis ini berhenti berjalan setelah melewati pintu otomatis karena dia melihat sesosok muncul tiba-tiba di belakang Sasuke. Sambil menyipitkan mata Sakura menatap sosok yang merupakan seorang gadis dengan memakai setelan dress putih sampai selutut dengan rambut panjangnya.
"Gadis itu." Bisik Sakura masih menyipitkan mata ke arah sosok itu. "Aku pernah bilang, aku akan memberitahunya kalau aku melihat gadis itu lagi." ternyata sosok itu adalah Yukie, gadis itu masih berdiri di belakang Sasuke.
Yukie sendiri menatap sendu punggung Sasuke, Sakura melihat hal itu dan Sakura kembali menggelengkan kepalanya keras-keras sambil menutup matanya rapat-rapat. Pusing kembali dia rasakan. Saat Sakura mencoba melihat lagi, Yukie sudah menolehkan kepala dan menatap Sakura dengan ekspresi datar.
Di balik tembok di salah satu toko di Mall Uchiha, Sai sedang melakukan interaksi dengan seseorang melalui telepon. "Wanita yang kemarin kulaporkan padamu… tampaknya punya hubungan khusus dengan Presdir Sasuke." Ekspresi Sai mulai serius. "Aku akan terus mengawasinya dan melihat apa dia ada hubungannya dengan Fujikaze Yukie. Dan apalagi yang dia ketahui." Ekspresi datar Sai masih ada dan pria ini memutus sambungan teleponnya setelah laporan yang diberikan ke orang di seberang sana sudah diberikannya.
Sakura…
Gadis ini berjalan dengan tegap dan tidak lagi terhuyung kesana kemari, dia berjalan melalui jalur untuk pejalan kaki yang membawanya ke tempat Apartemen elit yang jaraknya lumayan jauh dengan Mall Uchiha, Sakura berjalan dalam diam dan ekspresi datar sampai membawanya di depan gedung Apartemen yang menjulang tinggi itu.
Sakura berhenti dan mendongak menatap gedung dalam diam.
Siapa yang akan dikunjunginya di tengah malam ini?
Sakura masih mendongak, bahkan rona merah di pipinya karen mabuk hilang entah kemana.
.
.
Sasuke yang hampir jatuh tertidur harus diganggu dengan bunyi bel yang membuatnya turun dari kasurnya yang nyaman dan memeriksa siapa yang menganggunya, dengan setelan piyama atasan berwarna putih polos longgar dan di bawahnya celana panjang bermotif polos berwarna abu-abu, pria ini berdiri di depan monitor kecil yang berguna untuk melihat siapa tamu yang datang.
Alis Sasuke terangkat tinggi setelah melihat siapa yang terpampang di layar monitornya, dengan wajah mengernyit Sasuke bergumam. "Haruno Sakura." hal ini jelas membingungkan Sasuke, karena pasalnya Sakura tidak tahu dimana Sasuke tinggal dan saat ini, malam ini, gadis ini datang ke apartemennya.
Segera Sasuke keluar dan menemui Sakura, beberapa menit sampai Sasuke sampai di lantai dasar dan pintu otomatis terbuka saat Sasuke menekan kode yang hanya dia yang tahu, kemudian disambutlah Sasuke dengan wajah datar Sakura di depannya.
Sasuke menatap tajam Sakura dan berjalan keluar gedung dan melewati Sakura sampai Sasuke berdiri di belakang Sakura. "Kenapa kau di sini?" tanyanya penasaran, kemudian berbalik menatap punggung wanita di belakangnya. "Bagaimana kau bisa menemukan tempat tinggalku?" pertanyaan Sasuke terdengar menuntut dan tegas. Tapi Sakura masih diam dan ekspresinya masih datar sejak tadi, Sasuke kembali berucap. "Kau menumpang mobilku, dan datang ke Uchiha-ku dan sekarang beraninya kau memencet bel rumahku?"
Ekspresi Sasuke berubah mengeras dan suaranya berubah dingin, Sasuke yang semula memiringkan tubuh dan hanya menoleh menatap Sakura, kini berbalik menatap punggung Sakura yang masih diam membisu di depan pintu otomatis. "Bukankah aku sudah memperingatkanmu?" Sasuke menggeram dengan suara gertakan gigi. "Apa aku tidak menyuruhmu berhenti?" serunya, tatapannya berkilat marah.
Kemudian Sakura menolehkan kepala sambil tersenyum, "Sasuke."
"Sasuke?" Sasuke tertawa mendengar ucapan Sakura yang tidak memanggilnya dengan sebutan 'Presdir', eskpresinya mengeras dan tatapannya menajam menatap Sakura. "Kau benar-benar sudah gila." Rahang Sasuke mengeras akibat menahan emosinya.
Melihat hal itu membuka Sakura berbalik dan berjalan mendekat ke Sasuke, pria ini mengikuti gerakan Sakura yang langsung berdiri di depannya. "Kau marah padaku, kan?" tanya Sakura dengan nada lembut.
"Ya, benar. Aku marah padamu." Sasuke menggeram sekali lagi. Sasuke menunjuk Sakura dengan menyipitkan mata. "Kau dipecat. Jangan pernah muncul lagi dihadapanku." Sambil mengibaskan tangannya di depan wajah dan melabaikannya. Sasuke menatap tajam Sakura. "Pergilah!"
Sasuke berbalik ingin meninggalkan Sakura, namun gadis ini menahannya. "Apa kau tidak akan marah lagi jika aku memanggil namamu tiga kali?" ekspresi Sasuke yang semula mengeras berganti terkejut masih dengan ditutupi raut datarnya, dia bahkan menghentikan langkahnya. "Sasu-chan satu." Ingatan tentang Yukie yang baru saja dipikirkannya tadi membuat alis Sasuke terangkat tinggi, "Sasu-chan dua." Matanya mulai melebar ketika tahu kalimat apa yang akan diucapkan Sakura selanjutnya. "Sasu-chan tiga."
Sasuke dengan wajah datar menoleh menatap Sakura yang tersenyum lebar. "Sama sekali tidak lucu." Sasuke bahkan mengucapkan kalimat yang sama seperti dulu. "Kau…" tatapan Sasuke meneliti ekspresi Sakura. "Siapa kau?"
Sakura tersenyum lebar mendengar pertanyaan Sasuke. "Ini aku." Senyum lebar tidak meninggalkan bibir Sakura yang kembali berucap. "Wanita murahan yang kau benci."
Dan mata Sasuke terbelalak sambil menatap ea rah lain, Sakura sendiri masih tersenyum sambil menatap Sasuke yang masih terkejut.
Wanita murahan yang dibenci Sasuke, apakah gadis itu?
.
.
.
.
.
.
.
.
=To be Continued=
.
.
((Catatan: Nama Hanare di chap sebelumnya adalah nama Marga Izumi. Sasuke memanggil Izumi dengan nama Marganya. Terima kasih^^))
Dan beritahu jika ada typo^^
.
.
.
Terima kasih banyak:
.
uchihaliaharuno (mandek guyune kak… tapi sekarang kita berpundung ria ya kak , itu Hanare nama Marganya Izumi kak, kan Sasu gak suka manggil orang dengan sebutan namanya langsung. *Sasu mode songong ON* XD ini udah up. Chap selanjutnya bikin mesam-mesem, tapi belum nyicil bikin kak :D tanganku udah biasa keriting kak… aku justru minta maap karena kelamaan updatenya T,T hatur suwun suntikan semangatnya kak dan loph u pol juga :*:*:*)
Intansept (Menghisap energi itu kyak istilah… contoh vampire—kamu menghisap darah untuk bertahan hidup, nah Karin di sini nyuruh nyerap energi yang didapat Saku dari Sai atau Sasuke untuk membuatnya tidak lagi melihat hal-hal gaib—dapat dimengerti? Atau malah makin bingung yaa hihi… maapkan kalo tambah bingung yaa , dan terima kasih koreksi typo-nya… sudah Indah perbaiki^^)
Siswa (woahh… syukur kalo horornya kerasa, soalnya Indah sendiri musti mendalami dulu ceritanya buat bikin tulisan horror ini /padahal gak doyan horror/ hihihi^^ iyaa.. kesian Saku harus pakek kotak tisu jadi sepatu, tapi uda diselamatkan sama Sai^^ dan ini udah lanjut.. semoga suka o)
Lynn (kalo baca gak serem ya? Kalo Indah musti nonton drakornya secara detail dan menulisnya… double nyeremin kalo menurut Indah :''' /maapkan malah curhat/ ini sudah next~~ ^^)
CEKBIOAURORAN (sip… ditunggu saja yap^^ weleh… jadi suka SaiSaku ya haha kita lihat si Sai nanti ada something feeling gak sama Saku dan sedikit spoiler… sepertinya cerita cintanya gak hanya segitiga, melainkan segita empat atau mungkin lebih? hihi /kabur ah karena ngasih spoiler/ mengingat karakter Ino di sini jadi apa nih? Hihi :'' ini udah lanjut yaa.. semoga suka^^)
hanazono yuri (sebenarnya bisa kak… tapi jumlah katanya melebihi 25ribu, apa tidak masalah kalau diupdate jadi satu? Aku kesian kalo musti baca teks panjang, ini dibagi dua biar gak kecapekan matanya dan memudahkanku untuk mengedit kalimat yang mungkin masih ketinggalan aku cantumin. Hihi^^ ini sudah lanjut ya kak…)
Aikaa-chan (Hallo Aika-chan… jangan bingung mau repiyu apaan hihi. Di sapa aja juga udah seneng indahnya^^ dan ini udah up… terima kasih juga semangat '-')
Dolphin1099 (Sudah lanjut nih^^)
.
.
Tidak lupa untuk silent reader dan yang sudah memfollow-favorite cerita ini. Indah ucapkan banyak terima kasih.
.
.
Dan … Indah masih menerima kritik dan saran yang membangun, bukan menjatuhkan tentunya. Dan tentu saja dengan bahasa yang enak dibaca, jadi lebih bisa saling memberi kenyamanan dalam menyampaikan pendapat. Itu saja. Terima kasih.
.
.
.
.
.
PS: Kalau kalian teman-teman mengecek FFn update melalui email dan Fic ini update 2chapter, abaikan chapter sebelumnya, karena itu revisi untuk membenarkan yang typo atau menambah kata dan teman-teman bisa langsung baca chap selanjutnya, tidak perlu membaca chap sebelumnya lagi :) Sekian pemberitahuan tidak penting ini. Terima kasih^^
.
.
Sampai jumpa di chapter selanjutnya…^^