Desember 2013

Luhan menutup laptopnya dengan helaan nafa berat. Jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam, tapi Luhan masih tidak ingin pulang. tiba-tiba saja kepalanya terasa sangat pusing. Ia pasti kelelahan. Sudah hampir dua minggu Luhan menghabiskan seluruh waktunya dengan bekerja hingga arut dikantor. Tepatya semenjak kejadian dilokasi proyek itu.

Luhan merasa harus mengeluarkan Sehun dari seluruh system tubuhnya, terutama otak. Luhan tidak boleh tertarik pada Sehun, apalagi hingga menumbuhkan perasaan yang mendalam. Itu adalah hal terlarang baginya, karena Luhan tidak seharusnya merasakan kebahagiaan sekecil apapun dan dalam bentuk apapun. Untuk itulah sekarang Luhan mengerahkan seluruh tenaganya untuk menghindari Sehun. Dengan seribu satu alasan, Luhan akhirnya berhasil meminimalisir jumlah pertemuannya dengan Sehun. Mereka lebih banyak berhubungan melalui telepon dan e-mail.

Ponselnya bergetar dengan nama Kyungsoo tercantum dilayarnya. Sahabatnya itu mengajukan cuti selama satu minggu untuk pulang ke New York, karena seperti biasa, adik laki-akinya yang masih bersekolah menengah atas itu membuat masalah dan Kyungsoo bertugas sebagai penenang dikeluarganya.

"Hai, bagaimana keluargamu?" sapa Luhan menyandarkan tubuhnya ke kursi, sementara sebelah tangannya memijat pelan pelipisnya.

"Penuh dengan drama! Kau tahu seperti apa adikku dan bagaimana reaksi ibuku. Mereka berdua adalah perpaduan sempurna yang mematikan. Ayahku bahkan sudah menyerah sejak aku masih transit di Singapura. Jadi bisa kau bayangkan keadaan seperti apa yang menyambutku ketika aku sampai dirumah."

"Aku tahu. Dan kuharap kau segera kembali."

Mendengar balasan yang tidak biasanya, Kyungsoo pun merasa ada yang salah dengan sahabatnya diujung telepon sana. "Kau baik-baik saja, Lu? Suaramu terdengar sedikit aneh."

Luhan berdeham, berusaha mengabaikan rasa sakit ditenggorokannya. "Aku hanya kelelahan. Setelah ini aku akan pulang."

"Apa kepalamu sakit? Terasa pusing?"

"Ya, sedikit. Aku janji akan meminum obat sebelum tidur nanti."

"Oh astaga, Kau dalam masalah, Lu. Berapa jam kau tidur kemarin? Kau harus segera hubungi doktermu. Atau kau sendiri yang akan menderita. Ingat, aku sedang berada dilangit New York sekarang."

Luhan menelan ludah, mengerti apa yang dimaksudkan sahabatnya. Hal ini pernah dan bahkan sering terjadi sebelumnya. Setiap kali Luhan kelelahan dengan sederet gejala yang kini dirasakannya, ia akan jatuh sakit. Bukan sakitnya yang Luhan takutkan, tapi mimpi buruk yang selalu datang menyertainya. Luhan selalu terperangkap dalam mimpi-mimpi buruk tentang masa lalunya. Membangkitkan kembali setiap jeritan memilukan yang pernah didengarnya, menyayatkan kembali luka yang pernah menghancurkannya.

"Aku akan segera pulang, Kyung. Tidak usah khawatir, aku bisa mengatasinya." Ucap Luhan yang langsung memutuskan sambungan.

Luhan keluar dari kantornya dan menelepon taksi. Ia harus meninggalkan mobilnya karena rasa pusing dikepalanya semakin menjadi. Luhan bahkan harus berusaha keras mengucapkan alamat apartemennya pada supir taksi itu. Ketika akhirnya ia sampai, Luhan mencari obat pereda sakit kepala dan mengganti bajunya. Ia baru saja berencana menaiki tempat tidur saat bel berbunyi.

Luhan mengeluh kesal. Langkahnya semakin tak terarah dan pandangannya sulit untuk terfokus. Luhan bahkan merasa kenop pintunya ada tiga. Dan saat ia berhasil membuka pintu itu, Luhan mendengar suara yang dikenalnya. Itulah hal terakhir yang diingatnya sebelum ia jatuh ke dalam pelukan kegelapan.

.

Sehun menyelimuti Luhan. Dalam hati ia merasa bersyukur karena datang tepat waktu. Gadis itu pingsan tepat saat membuka pintu. Sehun menarik kursi ke sisi tempat tidur, hanya untuk menunggu. Hingga akhirnya Luhan mulai bergerak , Sehun menyadari ada setetes air mata yang bergulir di wajah cantiknya. Luhan menangis.

"Luhan.." panggil Sehun sambil menyentuh pipinya lembut.

"Kau menyakitiku, Kris!" isaknya.

Sehun terpaku. Bukan karena demam tinggi yang dirasakannya dari tubuh Luhan, tapi karena nada terluka yang baru saja didengarnya. Luhan tidak bermimpi. Luhan pernah mengalami hal itu. luhan pernah tersakiti.

Firasatnya selama ini adalah benar. Luhan adalah gadis yang rapuh. Ada tangis yang mengkristal dibalik wajah tanpa ekspresinya, ada isak tertaha dalam kebisuannya. Mungkin itulah yang selama ini menahan Sehun untuk berlaku hati-hati padanya. Karena Sehun tahu, Luhan bisa pecah berkeping-keping setiap saat.

Sehun melakukan hal terbaik yang bisa dilakukannya. Ia mengompres Luhan dan menjaganya sepanjang malam. Ketika matahari akhirnya terbit, Sehun menghubungi dokter.

"Luhan, aku harus menebus obatmu. Aku janji tidak akan lama." Bisik Sehun seraya membereskan anak rambut diwajah Luhan.

Luhan tetap tidur. Sejak semalampun Luhan tidak terbangun. Hanya terus mengigau.

Saat Sehun kembali, ia dikejutkan dengan teriakan Luhan. Suaranya hampir mencapai nada histeris.

"Hentikan! Jangan! Pergi dariku!"

Sehun menghampiri Luhan dengan tergesa. Melihat gadis itu meringkuk diujung tempat tidur dengan bahu yang berguncang hebat.

"Jangan menyentuhku! Aku membencimu!"

Sehun memegang kedua tangan Luhan yang menutupi wajahnya. Memaksanya untuk melihat kearah Sehun.

"Ini aku, Sehun. Kau baik-baik saja, Luhan. Aku tidak akan menyakitimu." Ucap Sehun menenangkan.

Luhan masih terisak, tapi tidak menolak saat Sehun memeluknya.

"Aku tidak akan menyakitimu, Luhan. Tidak akan pernah."

Setelah Luhan tenang, Sehun memintanya untuk meminum obat dan kembali tidur. Dan yang mengejutkan, Luhan menuruti semua itu tanpa protes sedikitpun.

Sehun mulai mengurus ulang jadwalnya yang berubah drastis. Karena kondisi Luhan tidak memungkinkan untuk ia tinggal, maka Sehun melakukan pekerjaannya hanya dengan bermodalkan laptop dan koneksi internet. Sehun sama sekali tidak mengeluh, ia hanya terlalu cemas.

Menjelang sore, Sehun memutuskan untuk menghubungi Kyungsoo. Ia tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya. Satu nama yang dibisikkan Luhan dalam tidur gelisahnya terus membayangi Sehun.

"Bagaimana keadaan Luhan?" Tanya Kyungsoo.

"Tidak begitu baik. Ia masih tidur. Aku rasa firasatmu selalu benar. Ia benar-benar membutuhkan seseorang untuk menemaninya. Luhan pingsan tepat saat ia membukakan pintu."

"Oh astaga, maafkan aku karena terus menerus merepotkanmu. Aku tidak tahu harus meminta tolong pada siapa lagi. Kau tahu Luhan hanya bergantung padaku di Jakarta."

"Tidak apa-apa. Aku sama sekali tidak keberatan. Hanya saja ada sesuatu yang mengusikku." Ucap Sehun, lalu ia menceritakan semua mimpi-mimpi Luhan.

"Kyungsoo? Kau masih mendengarkanku?"

"Ya,"

"Siapa itu Kris?"

Terdengar sebuah helaan nafas panjang sebelum akhirnya Kyungsoo menjawab. "Luhan butuh bantuan. Ia harus diselamatkan, Sehun. Jauh didalam lubuk hatinya, Luhan menderita. Aku harap kau mengerti."

Lalu Kyungsoo memutuskan sambungan telepon. Meninggalkan Sehun yang termangu menatap dinding kosong didepannya. lalu saat terdengar lagi sebuah teriakan, Sehun langsung menghampiri Luhan dan menariknya dalam pelukan. Hampir menyerupai gerakan reflex.

"Kau bersamaku, Luhan. Aku akan menjagamu."

Dan pada saat sinar matahari menembus melalui celah tirai, Sehun menyadari fakta yang selama ini begitu gambling dibisikkan hatinya. Fakta yang memaksanya untuk terus berada disekitar gadis rendah ekspresi itu. tak peduli seberapa besar usahanya untuk menghindar. Karena pada kenyataannya, Sehun sungguh peduli pada Luhan.

Sehun ingin mengenalnya, menjaganya, memberikan warna dihidupnya, juga berbagi segalanya dengan Luhan. Ya, Sehun menyadarinya. Bahwa ia ingin memiliki Luhan, seutuhnya.

.

Luhan menatap Kyungsoo dengan pandangan kosong. Sudah dua hari sejak ia bisa beraktifitas seperti biasa, sehat seutuhnya, dan Luhan mendapati bahwa kini dirinya sulit untuk berkonsentrasi.

"Luhan, kau mendengarku?"

"Oh, ya. Tentu. Maafkan aku, Kyung."

Kyungsoo menarik kursi dihadapan Luhan, lalu menatap sahabatnya itu lekat-lekat.

"Kau harus menceritakannya padaku." Ucapnya lembut.

Sedangkan Luhan menghela nafas, tahu bahwa enam tahun persahabatan mereka telah membuktikan segalanya. Bahkan hanya Kyungsoo satu-satunya orang yang mengetahui kenyataan itu. kenyataan yang menjadi hantu berjalan dalam hidup Luhan.

"Aku tertarik pada Sehun."

"Oh astaga, terima kasih Tuhan. Akhirnya gadis bodoh ini bersedia mengakuinya. Lalu apa yang akan kau lakukan?"

"Itu terasa menakutkan, Kyung."

"Oh Sehun adalah pria yang baik. aku berani bersumpah dia juga tertarik padamu. Tapi pada kenyataannya dia tidak mau menyentuhmu dengan cara seperti itu, bukan? Aku tahu bagian terburuknya, Luhan. Dan dia berbeda. Dia mengingatkanmu pada seseorang yang tidak ingin kau ingat." Ucap Kyungsoo hati-hati.

Luhan mematung. Tubuhnya menegang seolah ucapan Kyungsoo melukainya.

Kyungsoo menggenggam tangan Luhan, tersenyum penuh pengertian. "Dengar, Luhan. Kau harus memberi dirimu sendiri kesempatan. Setidaknya ucapkan terima kasih atas segala yang pernah dilakukannya untukmu. Ia menyelamatkan hidupmu dua kali, jika kau lupa. Mungkin dengan membalas sedikit kebaikannya, kau akan merasa lebih tenang."

Luhan membalas senyum Kyungsoo, berjanji dalam hatinya bahwa ia akan mengucapkan terima kasih pada Sehun. Hanya terima kasih.

.

Sehun menatap tidak percaya pada ponselnya yang kini bergetar. Nama yang tercantum dilayarnya yang membuat Sehun merasa ada masalah dengan pengelihatannya.

"Hai, Luhan."

"Emm.. hai Sehun. Maaf mengganggu. Aku ingin mengucapkan terima kasih. Kau tahu, untuk menyelamatkan hidupku di gedung itu juga telah merawatku selama aku sakit. Terima kasih."

Sehun menegakkan tubuhnya. Tanpa sadar tersenyum mendengar nada gugup dalam suara Luhan. Tiba-tiba saja dorongan untuk menggoda gadis itu terbit dalam dirinya. Tak peduli pada meeting yang saat ini masih berlangsung, Sehun memutuskan untuk memperlama percakapannya.

"Kau benar-benar berterima kasih? Tapi aku tidak merasa keu benar-benar melakukannya."

Terdengar helaan nafas, lalu Luhan kembali berbicara. "Terima kasih atas segala kebaikanmu, Oh Sehun."

"Kalau begitu, maukah kau makan malam denganku?"

"Aku tidak.."

"Sebagai ucapan terima kasihmu. Setidaknya aku tahu kau benar-benar berterima kasih."

Kembali terdengar helaan nafas. "Baiklah." Ucap Luhan pada akhirnya.

"Aku akan menjemputmu pukul delapan."

Luhan bergumam. Tepat sebelum sambungan ditutup, Sehun melanjutkan. "Pakai sesuatu yang nyaman dan santai. Ini bukan kencan. Sampai jumpa."

.

"Tidak, Luhan. Buang kaus itu! kau tidak akan mengenakan pakaian selain gaun! Kau akan makan malam dengan Oh Sehun, bukan pergi ke minimarket!" omel Kyungsoo dari pintu kamar.

"Ia bilang ini bukan kencan dan aku harus memakai sesuatu yang nyaman. Jadi aku memilih kaus dan jeans. Itu cukup bagus, kan?"

Kyungsoo menyipitkan mata. "Kau tidak sedang berusaha membuatnya muak padamu, kan?"

"Untuk apa aku melakukannya?"

"Kalau begitu letakkan kaus itu, dan pakai gaun ini."

Luhan menerima gaun yang diulurkan Kyungsoo. Gaun itu sederhana, dengan warna kuning lembut dan memiliki lengan sebatas siku. Luhan mendesah. Tahu bahwa sekali lagi, Kyungsoo berhasil membuatnya mengalah. Lagipula ia tidak tahu kemana Sehun akan membawanya. Jadi untuk meminimalisir kesalahan kostum, akhirnya ia menurut.

"Baiklah. Sementara aku berganti baju, maukah kau memilihkan sepatunya?"

Kyungsoo bersorak kegirangan.

Dua puluh menit kemudian, Luhan sudah siap dengan gaun kuning dan sepasang flatshoes berwarna senada. Rambutnya tergerai sempurna, sementara wajahnya bersih tanpa makeup. Luhan bahkan tidak mau memakai pelembab bibir. Malam ini ia tampil sangat sederhana, apa adanya, tapi tetap cantik luar biasa.

"Sehun pasti akan jatuh cinta padamu." Desah Kyungsoo dengan semangat.

Sehun menjemputnya tepat pada pukul delapan. Mereka terdiam dalam keheningan selama perjalanan. Setelah Sehun memarkirkan mobilnya disebuah halaman dengan pagar putih sebatas pinggang, Luhan pun tersenyum.

Sehun membawanya ke panti asuhan tempat mereka pertama kali bertemu. Ketika melihat ekspresi Luhan, Sehun tahu ia tidak salah memilih tempat.

"Ayo, mereka sudah menunggu." Ajak Sehun bersemangat.

Luhan mengikuti Sehun menuju halaman belakang yang kini sudah disulap menjadi tempat makan malam dan dipenuhi oleh anak-anak. Mereka menyambut Luhan dan Sehun dengan pekikan senang.

Malam itu berlalu dengan begitu cepat. Canda tawa anak-anak itu tidak membuat menghentikan senyumannya. Sementara Sehun sibuk menenangkan anak-anak yang memintanya bermain piano.

Sehun melemaskan jari-jarinya dan menatap Luhan. Dilihatnya gadis itu sibuk melerai anak-anak yang berebut tempat duduk didekatnya.

Lagu yang dimainkan Sehun adalah seuah alunan nada yang menghantuinya selama beberapa hari terakhir. Lagu yang Sehun yakin tercipta untuk Luhan. Karena gadis itulah sumber inspirasinya. Sehun membiarkan setiap nada menghanyutkannya, tak menyadari bahwa Luhan kini sedang terpana.

Begitu nada terakhir terurai oleh angina, tepuk tangan terdengar serempak. Luhan bahkan membiarkan senyum kagumnya terulas manis; ia menyukai lagu itu. luhan menyukai Sehun yang bermain piano. Karena pada saat itu, Luhan dapat melihat betapa bebasnya jiwa Sehun.

Dan pada saat itu pula Luhan memutuskan untuk mencoba. Ia akan memberikan kesempatan pada dirinya untuk bisa mengenal Sehun. Karena Sehun adalah seseorang yang cukup pantas, bahkan dengan seluruh resiko yang membayanginya.

"Permainan pianomu sangat bagus." Ucap Luhan tanpa sadar memuji Sehun saat dalam perjalanan pulang.

Sehun hanya membalasnya dengan seulas senyum tipis. "Kau senang makan malam denganku?"

"Mungkin."

Sehun menatap Luhan dengan kening berkerut. Membuat Luhan tak kuasa menahan tawanya. Untuk yang pertama kalinya, Luhan tertawa untuk Sehun.

Mereka berbincang tentang keusilan anak-anak sepanjang perjalanan. Hingga tanpa sadar mobil Sehun kini sudah memasuki gedung apartemen Luhan.

"Terima kasih untuk makan malamnya. Aku senang bisa bertemu dengan anak-anak lagi." Ucap Luhan setelah sampai didepan pintu apartemennya.

"Kau bisa membuktikan rasa terima kasihmu dengan menemaniku ke pesta ulang tahun adikku minggu depan."

Luhan mendesah, tapi senyum manisnya tidak bisa ia sembunyikan. "Asal kau bersedia bermain piano setelahnya."

Sehun membalas senyuman itu lalu mengulurkan tangan. "Kita sepakat?"

Luhan menjabat uluran tangan Sehun. "Sepakat."

Lalu tiba-tiba Sehun menarik Luhan ke pelukannya. Tatapannya sangat intens, seolah berusaha menyingkap rahasis dalam hati Luhan. Perlahan, kepalanya menunduk disertai seulas senyum. Membuat Luhan tanpa sadar memejamkan mata.

Tapi bibirnya tak kunjung tersentuh. Setelah beberapa waktu berlalu, Luha merasakan nafas hangat Sehun ditelinganya. Dan pria itu berbisik lembut.

"Ini bukan kencan, Luhan. Tapi aku akan senang menganggap acara kita selanjutnya sebagai kencan. Bersabarlah hingga minggu depan."

Tubuh Luhan bergetar mendengar kalimat sarat akan janji itu. meski enggan untuk mengakuinya, Luhan merasa dirinya bisa saja pingsan saat itu juga jika Sehun memutuskan untuk menciumnya.

Astaga, Luhan benar-benar bertingkah sepertii perawan yang baru mengenal lawan jenis! Dan hanya Sehun yang bisa membuatnya seperti itu.

Sehun kembali menegakkan tubuhnya. Tersenyum semakin lebar saat melihat semburat merah mewarnai wajah cantik di hadapannya. Nampak amat menggemaskan hingga Sehun hampir kehilangan kendali. Keterarikan diantara mereka terlalu kuat.

Sehun melepaskan pelukannya, lalu membalikkan tubuh. Meninggalkan Luhan yang terpaku dibelakangnya dan menghilang dibalik pintu lift.

.

"Apa kau berniat meledakkan acara adikku?"

Luhan mengerjap sebentar, lalu Sehun menunjuk kado yang dibawanya. Kotak itu berukuran sangat besar, hampir menutupi wajah Luhan.

Luhan tertawa pelan. "Aku pikir tidak ada bom didalamnya."

Sehun segera mengambil alih kotak kado itu dan terpana ketika melihat Luhan secara keseluruhan. Seperti biasa, gadis itu tampil sederhana dan cantik. Sehun kehilangan kata untuk menggambarkan betapa mempesonanya Luhan malam ini.

Sepanjang perjalanan menuju tempat pesta berlangsung, Luhan sibuk menanyakan peraturan yang berlaku di keluarga Oh. Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa keluarga Oh merupakan salah satu keluarga paling berpengaruh didunia ekonomi. Keluarga Oh memiliki peraturan sendiri yang nyaris menjadi hokum tak terelakkan bagi setiap anggota yang namanya terdaftar sebagai keluarga Oh.

"Jadi pesta ulang tahun adikmu ini tidak resmi?"

"Tidak. Keluarga kami hanya merayakan ulang tahun secara resmi pada usia ke 18. Sisanya merupakan pesta tidak resmi, jika kau ingin menyebutnya begitu. Tapi menyelenggarakan pesta bukan termasuk pelanggaran, asalkan tidak terjadi masalah atau semacamnya."

"Lalu apa yang kau dapatkan diulang tahunmu yang ke 18?"

"Harusnya aku mendapat saham, karena aku anak pertama. Tapi aku memutuskan untuk masuk Julliard dan menjadi pianis. Dan itulah yang membuat kakekku murka. Jadi aku tidak mendapatkan apapun."

"Kau tidak masalah dengan itu?"

"Tentu saja tidak. melakukan hal yang aku sukai merupakan suatu kebahagiaan."

"Lalu apa kau menyesal karena pada akhirnya kau tetap harus mengikuti peraturan keluargamu setelah semua kesuksesan yang kau raih?"

Sehun menghentikan mobilnya dipintu utama hotel, lalu turun dan membukakan pintu untuk Luhan. Setelah meminta petugas untuk membawakan kotak hadiah, Sehun dan Luhan melangkah memasuki ballroom hotel.

Dengan tangan bertaut erat, mereka melangkah tanpa beban. Setiap pasang mata menatap mereka dengan pandangan penuh tanya juga kekaguman. Tapi Sehun dan Luhan tetap hanya memperhatikan satu sama lain.

"Jika kau bertanya saat ini, maka jawabanku adalah tidak. aku tidak pernah menyesal, bahkan tidak untuk satu detikpun. Karena peraturan itu membawaku untuk mengenalmu."

Luhan mendongak untuk menatap Sehun, lalu tersenyum manis.

Tepat saat Luhan mulai merasa bahwa mala mini adalah malam yang menyenangkan, masalah itu muncul dipermukaan. Masalah yang sama sekali tidak pernah ia duga.

"Menjauh dari kakakku! Dasar gadis jalang!"

Hanya berselang satu detik dari jeritan itu, tubuh Luhan ditarik paksa hingga genggaman tangannya pada tangan Sehun terlepas. Luhan kehilangan keseimbangan, tapi beruntung karena ia tidak terjatuh. Luhan mendongak dan menemukan seorang gadis dengan wajah dipenuhi amarah.

Luhan mengenal gadis itu. tentu saja, karena gadis itu adalah gadis yang ia rusak hubungannya dengan pria yang Luhan temui di bar.

"Demi Tuhan, Bagaimana mungkin kau datang ke pestaku?! Bersama dengan kakakku? Betapa memalukannya dirimu!" seru Baekhyun berapi-api.

"Baek, hentikan. Apa yang terjadi?" tanya Sehun tak mengerti.

Baekhyun tetap menatap Luhan dengan kebencian nyata. "ia adalah gadis yang bermesraan dengan Jongin. Ia yang menghancurkan hubunganku!"

Luhan berusaha mengendalikan ekspresinya. Mata-mata penasaran yang menyaksikan mulai berbisik dengan nada menghakimi. Tentu saja, karena kebanyakan tamu pesta itu adalah teman Baekhyun. Lagipula, Luhan memang bersalah. Tak ada pembelaan untuknya dan sebutan yang Baekhyun berikan memang pantas.

Harusnya Luhan bisa menata kembali ekspresinya jika saja ia tidak melihat Sehun. Luhan merasa seperti ditampar keras-keras. Untuk pertama kalinya, Luhan merasa sangat sakit. Bukan karena perkataan kasar yang terus dilontarkan Baekhyun, atau tatapan bermusuhan dari seluruh penghuni ballroom, tapi karena Luhan tahu ia akan kehilangan Sehun.

Sehun pasti membencinya.

Tanpa menunggu air matanya mengalir, Luhan segera membalikkan tubuh dan melangkah menjauh.

.

Sehun berjalan cepat menyusul Luhan. Tapi belum sempat ia melewati pintu, sepasang tangan menahannya.

"Sehun, ia bukan gadis baik. ia menghancurkan hubunganku dengan mengumpankan tubuhnya! Astaga, apa yang kau lihat darinya? Kau bisa mendapatkan ribuan gadis yang jauh lebih baik dan lebih terhormat dari jalang itu!"

"Baekhyun, berhenti memanggilnya seperti itu. Luhan adalah gadis pilihanku. Aku tidak tau alasannya melakukan semua yang kau katakana, tapi aku yakin ia memiliki alasan."

Sehun menyentuh bahu adiknya, memberikan senyum menenangkan.

"Kembali pada pestamu. Ini hari spesialmu. Jangan biarkan aku merusaknya. Lagipula teman-temanmu sudah datang dari seluruh penjuru dunia, jangan biarkan mereka kecewa. Kau tahu patah hati hanya akan sembuh dengan mencari pengganti. Siapa tahu kau akan menemukan seseorang yang pantas kau perjuangkan?" lanjut Sehun dengan lembut.

"Kau akan menyusulnya, kan? Kau akan meninggalkanku. Kau lebih memilihnya daripada aku."

"Hey, kau tahu aku menyayangimu lebih dari apapun. Aku akan menemuimu besok, ok?"

Baekhyun mulai menangis, tapi ia tetap mengangguk. Baekhyun tahu bahwa kakaknya sangat menyayanginya. Ia sudah mendapat pembuktiannya seumur hidup. Tak ada alasan untuk meragukan Sehun, karena Sehun bahkan rela mengorbankan segalanya demi dirinya.

Maka Baekhyun hanya membiarkan tangannya melepas tangan Sehun untuk mengejar gadis itu."

.

Luhan menghapus air matanya saat mendengar bel berbunyi. Tanpa prasangka, Luhan membuka pintu dan betapa terkejutnya ia saat menemukan Sehunlah yang berdiri dibalinya.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Sehun mengulurkan sekotak tisu, dan menjawab pertanyaan Luhan dengan seulas senyum.

Air mata kembali mengaliri pipi Luhan. Ketulusan yang terpancar dari senyum Sehun lebih dari yang mampu ditanggungnya. Rasa bersalah menggerogoti setiap sisi hatinya, membuatnya sadar bahwa sejak awal batasnya sungguh tidak berlaku bagi Sehun.

"Tidak apa-apa, Luhan. Aku kesini bukan untuk memarahimu. Kenapa kau menangis?" ucap Sehun seraya membawa Luhan duduk di sofa.

Luhan mengambil tisu dari tangan Sehun. Menghapus air matanya dan menyeka hidungnya dengan cara yang jauh dari kata anggun. Ketika akhirnya ia berhenti menangis, Sehun mencubit pipinya lembut. Mengembalikan rona warna pada wajah yang pucat itu.

"Kau tidak marah? Aku telah menghancurkan hubungan adikmu. Dan semua yang ia katakana adalah benar. Aku murahan." bisik Luhan dengan kepala menunduk.

Sehun menyentuh dagu lancip itu dan membawa Luhan untuk menatapnya.

"Jangan pernah katakana itu lagi."ucapnya tegas dan tak terbantahkan.

Luhan terdiam.

"Aku berterima kasih padamu. Karena berkat kau, Baekhyun akhirnya sadar bahwa pria itu brengsek. Aku tidak pernah menyukai pria itu. umur mereka tertaut cukup jauh. Pria itu gila control. Ia menjadikan Baekhyun seperti apa yang ia inginkan. Ia bahkan mengikuti kemanapun Baekhyun pergi. Tapi karena Baekhyun terlihat sangat bahagia, aku tidak tahu bagaimana cara mengatakannya."

"Dan aku minta maaf atas segala hal yang diucapkan adikku. Tidak seharusnya ia memperlakukanmu seperti itu. aku yakin suatu hari nanti ia akan sadar bahwa kau telah menolongnya dari pria brengsek itu. ia akan meminta maaf dan berterima kasih padamu. Tapi untuk saat ini, biarkan aku yang melakukannya. Maukah kau memaafkannya?" lanjut Sehun.

Luhan menarik nafas demi menelan tangisnya, lalu mengangguk. Kedua tangannya terulur untuk memeluk Sehun dan Sehun membalasnya dengan pelukan hangat. Segalanya terasa benar.

Harum yang menguar dari tubuh Sehun terasa menghanyutkannya. Hingga tanpa pikir panjang, Luhan menanamkan sebuah kecupan manis dilekuk rahang kokoh itu.

Sehun membeku. Ia mengurai pelukannya dan menatap Luhan. Mata cokelat terang itu tidak lagi diselimuti kesedihan, tapi murni keinginan. Sehun membelai pipi Luhan, lalu menunduk. Bibir mereka bersentuhan dengan ringan. Tanpa tekanan. Tapi sengatan yang dihasilnannya membakar mereka. Sehun menangkup bibir bawah Luhan yang terasa sangat lembut dan menyesapnya kuat-kuat. Mengapresiasi desahan yang diberikan Luhan dengan memperdalam ciumannya.

Luhan membiarkan Sehun mengambil alih. Bibir pria itu amat memabukkan. Setiap kecupannya membawa mereka lebih dekat. Memagut penuh hasrat. Luhan melarika tangannya untuk menyusuri rambut Sehun, kembali mendesa merasakan teksturnya yang pas.

Sehun melepas bibir itu sesaat dan melarikan bibirnya pada leher manis gadis itu. menghirup aromanya dalam-dalam seraya membelai punggungnya. Sehun merasakan pergerakan Luhan yang naik ke pangkuannya. Tapi suara sobek yang panjang menyentak perhatian mereka.

Luhan yang pertama kali tertawa. Gaun htam yang mengetat dibagian atas lutut itu kini terkoyak hingga lekuk paha. Memperlihatkan kemulusan kakinya yang sempurna. Tangan kokoh Sehun menyentuhnya pelan, mengubah posisi mereka menjadi lebih dekat.

"Aku rasa sofa ini tidak mendukung kita." Bisik Luhan seraya membuka lehernya, memberi Sehun akses yang lebih baik.

"Lalu apa yang kau sarankan?"

Luhan memejamkan mata saat bibir Sehun menghisap kulitnya, lalu dengan suara bergetar ia menyahut. "Sesuatu yang lebih luas?"

Sehun tertawa pelan seraya menurunkan tali gaun Luhan. Bibirnya tetap tidak beranjak sedikitpun seolah menyentuh Luhan adalah kebutuhan dasarnya, lebih daripada udara.

"Untuk saat ini sofa sudah cukup bagus." Ucap Sehun memutuskan.

Protes Luhan tertelan kembali karena tangan Sehun menemukan payudaranya. Sehun meremas dengan hati-hati, lalu sebelah tangannya yang lain melepas kait bra dibalik punggungnya. Begitu melihat keindahan payudara Luhan, tatapan mata Sehun murni dipenuhi gairah.

Putting pink pucat yang menegak dihadapannya begitu menantang. Tanpa membuang waktu, Sehun menangkupnya dengan bibir. Setelah menjilatnya dengan satu kibasan kilat, Sehun memutarinya dengan perlahan, membuat vagina Luhan mengkerut dengan menyakitkan.

"Sehun –ahh.." desah Luhan.

Sehun mengguman, masih tetap melumat payudara ranum itu. ia melepasnya dengan bunyi nyaring, lalu beralih pada payudara selanjutnya. Luhan tak bisa lagi menahan erangannya. Tubuhnya semakin dekat dengan tepi kenikmatan dan ketika Sehun menggigit putingnya, Luhan menjerit.

Belum selesai gelombang itu menghantam Luhan, Sehun melarikan ibu jarinya menuju pusat gairah Luhan. Jeritannya berubah menjadi teriakan nikmat, sementara tangannya mencengkeram bahu Sehun kuat-kuat. Ibu jari yang membelai kewanitaannya melalui celana dalam sutera itu membuat Luha menggila.

Luhan membawa bibirnya pada bibir Sehun, larut dalam ciuman panjang. sementara tangan Sehun yang berada diantara kakinya menemukan celah menuju klitorisnya. Dengan tekanan ringan, Sehun kembali membuat Luhan mengerang. Jemarinya yang lain menjelajahi pintu masuk itu dengan lembut. Seolah mengenalinya. Perlahan, ia menyelipkan satu jarinya masuk.

Terasa amat basah, ketat dan hangat. Sehun tak bisa menahannya. Ia menambahkan satu jari lainnya dan mendapat penghargaan berupa erangan penuh kenikmatan dari Luhan.

"Sehun! Oh astaga..."

Sehun menusuk celah manis itu beberapa kali lalu menarik jemarinya hingga hampir keluar. Luhan merengek dan mengikuti jari Sehun dengan menurunkan tubuhnya. Luhan tak memberi Sehun kesempatan. Karena detik berikutnya, Luhan menarik turunkan tubuhnya denga jemari Sehun berada didalamnya. Gerakan Luhan memberi gambaran bagi Sehun dengan apa yang mungkin dilakukan gadis itu pada kejantanannya yang kini mengeras.

Luhan menaiki jemari Sehun diiringi dengan jeritannya. Tak membutuhkan waktu lama hingga akhirnya Luhan kembali mencapai puncak kenikmatannya. Setelah tubuhnya berhenti bergetar, Luhan menyandar sepenuhnya pada dada bidang Sehun. Nafasnya masih berkejaran. Luhan mengernyit ketika Sehun menarik jemarinya keluar. Tapi usapan dipunggungnya yang terbuka membuai Luhan pada tidur lelap.

.

.

.

TBC

.

.

.

Suka gak? Suka gak? Suka gak?

Hehe gilaa gue baca ulang dan bayangin itu dan.. dan.. dan.. ya pokonya gitu deh.

Ohya, sorry banget gabisa fast update. Dunia nyata lagi bising bgt. Puyeng tugas sana-sini dan ngadepin dosen yang rewel nya ga ketulungan. Wkwk

Sekalian mau ngasih tau buat yang baca ff The Perfect Storm yang udh hiatus selama berminggu-minggu itu, gabisa gue publish deket-deket ini. Dikarenakaaann ff nya belum rampung. Wkwk entah ya, lagi kurang mood aja buat nerusin. Tapi gue usahain secepatnya, doain aja biar imajinasi gue cepetan balik ᅟᅲᅟᅲ

Udah deh, semoga kalian suka sama updatean yg satu ini.

Thank you & Review Jusseyo^^