-Wonwoo POV-

Beberapa kali aku mengetukkan pensil ke meja belajarku, menghalau rasa bosan yang tiba-tiba datang menyergap. Angin malam berhembus masuk ke dalam kamarku melalui jendela yang sengaja aku buka untuk mengurangi rasa panas. Sesaat aku teringat dengan pertanyaan dari Jihoon siang tadi.

"Kau pernah mendengar orang bertukar tubuh?"

Itu salah satunya, tapi tidak, bukan itu.

"Aku pernah menontonnya di film."

Itu juga bukan.

"Kalau kau yang bertukar tubuh, kau ingin betukar dengan siapa?"

Ah, ini. Bertukar tubuh? Mustahil.

"Itu hanya pikiran manusia yang terlalu stress akibat terlalu banyak asam laktat yang tertimbun di otak mereka."

"Penimbunan asam laktat itu di otot, bukan di otak."

Benar juga, asam laktat yang menyebabkan pegal otot, bukan pegal otak. Memang bagaimana caranya jiwa mereka berpindah tubuh? Melalui aliran listrik? Merambat melalui udara? Atau mungkin partikel-partikel jiwa mereka terbang tertiup angin?

Itu adalah hal paling konyol yang pernah aku pikirkan. Betukar tubuh, sampai molekul larutan dapat dipisahkan dengan tangan kosong pun itu mustahil terjadi.

Aku menghela napas dan beranjak menuju jendela. Menatap langit yang bersih tanpa taburan bintang.

"Jangan terlalu menjadi orang yang realistis, kadang hal-hal tak terduga yang berhubungan dengan hal tidak realistis akan terjadi padamu."

Kalimat Jihoon tadi siang tiba-tiba terngiang di telingaku. Mencoba berpikir tidak realistis, ya?

"Maksudnya berpikir jika yang namanya hantu adalah zat yang tersusun dari partikel-partikel senyawa kimia yang melayang ditiup angin?"

"Astaga Wonwoo, sejak kapan hantu terbuat dari partikel kimia?"

Aku tertawa dalam hati melihat wajah frustasi Jihoon siang tadi. Mungkin menuruti kata-kata Jihoon tidak ada salahnya. Karena jika dipikirkan lagi aku sudah terlalu jahat padanya.

Baiklah, bertukar tubuh. Jika itu bisa, aku ingin bertukar tubuh dengan siapa ya? Mungkin dengan seorang dukun atau semacamnya, supaya aku bisa agak merubah pikiranku yang terlalu realistis. Atau dengan profesor, supaya aku bisa merasakan bagaimana rasanya berada dalam posisi sulit karena terlalu banyak berpikir tentang hasil penelitian dan berakhir stress. Tidak, aku bukan masochist.

Aku kembali memutar otak, menemukan jawaban yang tepat. Berpikir tidak realistis memang bukan gayaku.

Titik air hujan tiba-tiba jatuh ke bumi. Kututup jendela di depanku dan segera menuju tempat tidur. Mungkin saja besok aku akan mendapatkan ide ingin bertukar dengan siapa. Lagipula aku tidak telalu peduli.

Aku merebahkan tubuhku dan menatap langit-langit kamarku. Hujan di luar semakin deras. Tiba-tiba terbesit pikiran gila di kepalaku.

"Aku tidak keberatan bertukar tubuh dengan siapapun, asalkandiabukan orang bodoh yang akan merusak reputasiku di sekolah," gumamku entah pada siapa.

. . .

Aku tidak akan terpengaruh pertanyaan konyol dari Jihoon kan? Aku tidak percaya pada hal tidak masuk akal seperti itu dan tidak akan pernah.

"Jihoon, dimana kau?! Jihoon!"

Gila, benar-benar gila. Tidak mungkin aku termakan ucapanku sendiri. Pagi ini aku terbangun di ruangan berbeda dengan pakaian berbeda dan tubuh yang juga berbeda. Apa ini yang di sebuat bertukar tubuh? Tidak, itu tidak akan mungkin terjadi.

"Jihoon!"

Aku menemukan Jihoon duduk di bangkunya. Dia tampak terkejut ketika aku menyebut namanya. Sial, pasti karena tubuh ini dia jadi tidak mengenaliku.

"Mingyu?"

Tunggu, Mingyu katanya? Jadi dia mengenali tubuh ini.

"Aku bukan Mingyu, ini aku Wonwoo."

"Seingatku, kemarin dia masih berkulit putih."

Aku mengerang frustasi. "Tidak, bukan begitu. Jihoon, kau ingat pertanyaanmu kemarin? Tentang bertukar tubuh dan semacamnya itu?"

"Kukira Wonwoo orang realistis yang tidak percaya akan hal seperti itu."

"Tapi kau percaya jika ini aku kan?"

"Mungkin."

Tiba-tiba aku mendengar bel masuk berbunyi. Dengan segera aku menarik tangan Jihoon menuju perpustakaan. Aku harus menyelesaikan masalah ini saat ini juga.

"Jihoon, bagaimana caranya aku kembali ke tubuhku?"

Aku bertanya pelan sambil mengguncangkan bahunya. Jihoon hanya diam sambil menegdikkan bahunya.

"Kau bertanya padaku seolah aku yang tahu bagaimana caranya kau kembali ke tubuhmu."

"Seharusnya memang tidak, tapi dari jawaban dan nada bicaramu membuatku yakin kau yang membuatku menjadi seperti ini. Kau tidak bisa membohongiku."

Aku melihat Jihoon menghela napas. Dia lantas menoleh ke arah pintu perpustakaan. "Mingyu, bisa kau kembalikan tubuhnya?"

Seketika aku menahan napas melihat orang itu. Tubuhku, itu tubuhku.

"Sepertinya aku menyukai tubuh ini."

Dia suka tubuhku? Jangan-jangan dia sudah melihat tubuhku? Tidak mungkin. "Kau tidak melakukan hal aneh dengan tubuhku kan?" hardikku spontan.

"Mungkin aku hanya akan menggunakannya sebagai objek percobaanku."

Ini hal paling gila dalam hidupku, terjebak dalam tubuh seorang pesulap. Karena tubuh ini, aku tidak berani untuk mandi atau berganti pakaian, dan akibatnya aku hanya memakai baju tidur ke sekolahku. Aku benar-benar bisa gila.

Hampir saja aku melamparinya dengan kamus setebal enam ratus halaman jika saja Park saem –yang kuingat mengajar di kelasku sekarang– tiba-tiba muncul mencari Jihoon.

Sepeninggalan Jihoon suasana di sekitar kami benar-benar hening. Aku menundukkan kepalaku mencoba untuk kembali berpikir realistis. Pasti ada suatu alat yang menggunakan rumus rumit untuk memindahkan jiwa seperti ini. Ya, pasti seperti itu.

Aku tersentak melihat tubuh asliku tiba-tiba sudah berada di hadapanku.

"Tubuhmu ada di tanganku," bisik Mingyu tepat di samping telingaku.

TBC/END?