The Buron

Disclaimer Masashi Kishimoto

By Deera Dragoneela

.


Previous Chapter~

"Mama mau kemana?" Yui melesakkan wajahnya ke perut Naruna yang kini berbaring miring.

"Mama hanya ingin bertemu keluargamu, Sayang…" Balasnya dengan belaian lembut.

"Mama pasti mau ninggalin Yui." Ujarnya sambil mengeratkan pelukannya. Naruna tersenyum sedih mendengarnya. Apakah mungkin, jika Yui mengalami nasib yang sama dengannya dulu, sehingga tidak ingin ditinggalkan?

"Ie, Mama tidak kemana-mana kok. Hanya berganti baju di kamar mandi, lalu ikut keluar bersama Yui." Balas Naruna lembut. Dia tak pernah tega melihat seseorang bersedih, apalagi seorang anak kecil yang ditengarainya masih berusia tak lebih dari 5 tahun.

"Kalau begitu Yui menunggu Mama saja." Balas gadis itu keras kepala. Membuat Naruna menggeleng dalam hati, bertanya-tanya dari mana gadis kecil ini mewarisi sifat keras kepalanya.


.


.0.


WARNING!

(Cerita GJ, g sesuai EYD, OOC, Gender Switch, banyak typo dE-eL-eL)


.0.


Suara pintu kamar yang terbuka membuat ketiganya menoleh, dan mendapati Naruna berdiri bersama Yui disisinya dengan saling bergandeng tangan.

"Kau sudah merasa lebih baik?" Mikoto beranjak untuk melihat keadaan Naruna dan cucunya.

"Ha'i, Saya akan kembali pulih dengan istirahat sebentar. Anda tidak perlu khawatir, Nyonya." Jawab Naruna sopan dengan senyuman lembut.

"Syukurlah…" Mikoto mendesah lega. Diliriknya sang cucu, yang menatapnya dengan sepasang matanyanya yang besar nan menggemaskan.

"Yui-chan… Apa kau sudah lapar?" Mikoto menyejajarkan tingginya dihadapan sang cucu, mengingat sekarang waktu sudah cukup malam dan melewati jam makan malam mereka yang biasanya.

"Yui lapar." Balas gadis itu, kemudian menatap Naruna dengan sepasang puppy eyes-nya. "Mama, Yui lapar." Ujarnya sambil membelai perutnya dengan tangan kirinya yang bebas, Naruna tersenyum gemas dibuatnya.

"Begitu? Mama juga lapar. Bagaimana jika Yui duduk disana-" Telunjuk gadis itu menunjuk sofá tempat Sasuke dan Fugaku yang hanya duduk terdiam menatap mereka sejak tadi. "Sementara Mama membuat makanan?" Gadis itu sejenak terlihat ragu.

"Nenek akan membantu Mamamu, sayang… Jadi kau bisa menunggu bersama Kakek dan Papamu." Ucapan Mikoto membuat Yui mengerucutkan mulutnya lucu, kembali membuat Naruna gemas.

"Listen, lil girl." Naruna menyejajarkan tinggi mereka dan menatap lurus sepasang amethys yang menggemaskan itu. "Kalau kamu mau menunggu, Mama akan membuatkanmu makanan spesial dari Korea"

Yui menelengkan kepalanya bingung. "Ko-rea?" Beonya mengeja dengan ekspresi imut. Naruna mengangguk senang. "Hmm, Korea. Negara asal Mama." Tambahnya sambil meringis dalam hati.

"Apa rasanya enak?" Yui menelengkan kepalanya bertanya. Dia tidak tahu Korea itu apa, tapi jika dengan makan makanan dari Korea dia bisa bersama Mamanya, gadis kecil itu tentu tak akan menolak. Apalagi jika rasa masakannya enak.

"Hmmm…" Naruna mengangguk. "Tentu saja." Ujarnya mantap.

"Baiklah, Yui mau menunggu." Dan dengan begitu gadis kecil itu pun berjalan menuju Kakek dan Ayahnya. Duduk manis di kursi sofá, tepat disamping Fugaku yang luas, dan Sasuke yang duduk di single sofá yang mengapitnya.

Mikoto berjalan mengikuti Naruna ke dapur. Wanita itu dapat melihat betapa cekatannya Naruna mengeluarkan bahan-bahan masakan yang dibutuhkannya.

"Ada yang bisa ku bantú?" Mikoto berdiri disamping Naruna yang akan mencuci sayuran.

"Ah, Nyonya" Mikoto menggelengkan kepalanya keberatan. "Panggil Bibi saja, Nak"

"Ha'i, Bibi" Naruna mengangguk sambil tersenyum. "Saya Naruna Ishida" Mikoto tersenyum lembut.

"Aku Uchiha Mikoto." Naruna menganggukkan kepalanya mengerti, dan keduanya mulai sibuk di dapur. Mikoto yang membantu sesuai intruksi Naruna, dan Naruna yang mengolah masakan sesuai resep sang Umma.

"Jadi, Naru-chan berasal dari Korea?" Mikoto bertanya dísela-sela kegiatan mereka.

"Begitulah. Korea Selatan lebih tepatnya." Naruna mengedikkan bahunya.

"Berapa lama Naru-chan akan berada disini?" Mikoto tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya pada gadis asing yang sepertinya adalah seseorang yang sedang liburan hingga berkunjung ke negerinya.

"Satu minggu." Jawaban cepat itu membuat Mikoto terdiam sejenak. Entah kenapa, melihat interaksi cucunya dengan gadis disampingnya membuatnya keberatan jika harus berpisah secepat itu. Dia tak ingin cucunya kembali sedih.

"Cepat sekali?" Tanyanya kemudian, berusaha terdengar biasa.

"Ha'i…" Dengan cekatan kedua tangan gadis itu memasukkan bahan-bahan ke dalam panci dan penggorengan yang ada diatas kompor dihadapannya.

"Saya jarang berada disebuah negara lebih dari satu minggu." Lanjutnya tanpa menghentikan gerakan tangannya.

"Kenapa begitu?" Mikoto mengerutkan keningnya setelah menyelesaikan acara potong-potong bahan masakan.

Naruna tersenyum. "Entahlah." Mengedikkan bahunya singkat, gadis itu menatap ke atas, seolah menerawang.

"Saya hanya merasa, akan ada hal yang buruk jika saya terlalu lama berada disebuah negara." Naruna menatap Mikoto lembut.

"Lagi pula, saya tidak akan pernah bisa keliling dunia jika terlalu lama menetap disebuah negara." Jawaban Naruna membuat Mikoto mengerjapkan matanya kagum.

"Jadi, Naru-chan sedang keliling dunia?"

"Kurang lebih begitu, Bibi." Jawab gadis itu dengan senyum mentari yang menghangatkan hati Mikoto yang tertegun melihatnya.


.0.


Makanan telah tersaji di atas meja makan. Naruna dan Mikoto membuat beberapa masakan Korea yang dapat mereka masak seperti Bibimbab1, Chunggukjang Jjigae2, dan Gulgukbab3. Ketiga makanan itu Naruna buat karena menurutnya rasanya enak dan cukup mudah dibuat. Juga fakta bahwa sahabatnya Yakumo adalah penggemar berat masakan Korea, sehingga terdapat beberapa bahan yang sudah ada atau bahan masakan Korea yang setengah jadi. Fugaku dan Sasuke tidak berkomentar apapun, karena mereka juga pernah merasakan makanan dihadapan mereka ketika berkunjung ke Korea Selatan dalam urusan bisnis. Rasa masakan itu cukup nikmat, meski mereka tidak tahu apakah masakan Naruna selezat makanan di restoran yang mereka kunjungi dulu.

Kelimanya pun kemudian makan dengan tenang, meski dalam hati ketiga Uchiha senior itu memuji masakan Naruna yang tidak kalah dari restoran mewah di Korea. Yui bahkan sangat menyukai Bibimbab-nya dan menambah porsi makannya yang biasanya sedikit. Hal itu membuat ketiga Uchiha senior senang, karena nafsu makan gadis kecil mereka kini yang besar.

"Pelan-pelan, Sayang… Nanti kamu bisa tersedak." Tegur Naruna lembut kala gadis kecil itu mengunyah terlalu cepat, seolah takut kehabisan makanan asing nan nikmat yang baru pertama kali dirasakannya itu.

"Ie, nanti Yui tidak kebagian lagi." Jawaban gadis itu membuat semua orang tertawa kecil.

Aigoo~ Sikapnya sangat menggemaskan sekali – Batin Naruna geli.

"Hihihi, Yui sayang… Kalau habis, nanti Bibi buatkan lagi." Ucapan Naruna sontak membuat Yui yang sedang lahap makan langsung berhenti. Gadis itu langsung menoleh dengan wajah cemberut mendengar sang Mama mengatakan dirinya sebagai Bibi.

"Mama!" Protes gadis kecil itu yang lebih mirip pekikan. Membuat ketiga Uchiha senior kaget, sementara Naruna meringis dalam hati. Sepertinya, gadis kecil disampingnya tidak bisa diajak berkompromi.

"Ha-ha'i?"

"Mama tidak boleh bilang begitu. Yui tidak suka. Mama itu Mama Yui." Ngotot gadis itu pada bagian Mama. Membuat keempat orang dewasa dihadapannya hanya bisa melongo.

Oke, sepertinya gadis kecil itu sudah mendeklarasikan Naruna sebagai Mama-nya, dan tidak menerima penolakan dari siapapun.

Lagi pula, apa yang bisa para Uchiha lakukan selain menuruti keinginan gadis kecil mereka? Apalagi, jika hanya gadis asing dihadapan mereka itu saja yang bisa membuat gadis kecil mereka menjadi sangat aktif dan bahagia. Juga jangan lupakan, bahwa gadis kecil itu bersikap sangat out of character.


.0.


Naruko duduk diatas ranjang besar adiknya dalam diam. Ada kekosongan dihatinya melihat kamar yang tak pernah dihuni ini, sejak kedatangannya. Gadis itu tidak tahu kemana adiknya pergi, juga alasannya. Yang gadis itu tahu, adiknya, Namikaze Naruto, menghilang. Beberapa bulan sebelum dirinya kembali.

Tatapannya menyendu, sementara tangannya membelai permukaan ranjang besar itu sayang. Seolah sedang membelai adiknya –yang entah dimana kini berada.

"Naru-chan…" Bisiknya lirih, sarat akan kerinduan.

Jangan kira dirinya tidak merindukan gadis itu. Jangan kira kediamannnya selama ini, yang tak pernah bertanya apa-apa pada keluarganya, adalah bentuk ketidakpedulian atau ketidaktahuannya. Tidak. Dia melakukannya karena tahu, bahwa Ayah, Ibu… Juga kakaknya, telah berusaha keras mencari adiknya itu. Telah berusaha semampu mereka, bahkan sejak awal kepergian gadis cerminan dirinya itu. Karena itu… Yang bisa dilakukannya hanyalah menunggu. Menunggu Tuhan mau mempertemukan dirinya dengan sang adik yang entah berada dimana.

Karena dirinya, tak ingin melihat mereka semakin terluka.

Karena dirinya, tak ingin membuat mereka semakin terpuruk dan merasa tak mampu untuk menemukan kembali permata mereka yang lain.

Adiknya. Yang entah dimana.

"Aku merindukanmu…" Bisiknya dengan setetes air mata yang mengalir bersamaan dengan lirihan tulus yang terdalam dari hatinya. Gadis itu membungkuk sambil mencengkeram dadanya yang terasa sesak. Sesak oleh rasa rindu pada sosok adiknya. Pada sosok gadis yang fotonya terlihat tersenyum di atas nakas, disamping tempat tidurnya.


.0.


Yui sudah tidur beberapa saat yang lalu. Dengan susah payah, tentunya. Naruna dan Mikoto berusaha keras membujuk Yui, bahwa Naruna –sang Mama– tidak akan kemana-mana.

Keempat orang dewasa itu kini duduk di ruang tamu dalam keheningan. Naruna hanya bisa menunggu, tidak tahu harus melakukan apa. Sementara para Uchiha sedang memikirkan cara bagaimana bisa membuat Naruna mau bersama Yui. Setidaknya, sampai gadis itu bisa dibujuk. Atau mendapatkan Mama baru, yang sesungguhnya?

"Ano..." Suara Naruna memecah keheningan, membuat ketiga Uchiha itu menoleh padanya.

"Saya tidak tahu harus menjelaskan dari mana, tapi saya benar-benar baru mengenal Yui tadi." Naruna berusaha menjelasakan, takut dikira melakukan sesuatu agar bisa mendapatkan keuntungan dari keluarga kaya dihadapannya. Bukannya dia tidak tahu siapa mereka.

Bah, siapa yang tidak kenal Uchiha? Keluarga bangsawan terhormat yang menguasai sebagian besar perindustrian Jepang, dimana kekayaannya tidak akan habis tujuh turunan. Oke, abaikan bagian terakhir, karena Naruna bahkan tidak berminat pada hal tetek bengek masalah harta dan kekuasaan. Itu bagian dari masa lalunya yang kelam.

"Kami tahu." Mikoto tersenyum lembut menanggapi ucapan Naruna. Wanita itu bisa menyadari jika Naruna khawatir dirinya dikira mempengaruhi Yui, padahal mereka baru saja bertemu.

"Yugao-san sudah menjelaskannya pada kami tadi," Mikoto menarik tangan kiri Naruna dan menggenggamnya lembut.

"Tapi setelah melihat semua ini, kami berfikir untuk meminta bantuanmu, Nak." Naruna menatap Mikoto bingung.

Bantuan?

"Kami ingin kau bisa menemani Yui-chan selama kau disini." Jelas Mikoto sambil menatap suami dan putranya bergantian, sebelum kembali pada wajah bingung Naruna.

"Tapi Bibi-"

"Kami akan membayarmu, jika kau mau membantu." Potong Sasuke datar. Sontak, Mikoto menatap tajam putranya, sementara Naruna hanya mengerjapkan matanya tidak mengerti, sebelum menggelengkan kepalanya tidak habis pikir.

"Jangan khawatir. Aku akan memberikan harga yang pantas atas bantuanmu nanti." Tambah pria itu mengabaikan tatapan tak suka ibunya.

"Sasuke!" Tegur Fugaku melihat sikap Sasuke yang tidak hanya tak sopan pada Naruna, namun juga ibunya.

Dengan kesal Sasuke menyedekapkan kedua tangannya dan memilih menahan diri. Meski kesal tiada terperi, karena merasa kedua orang tuanya sedang memohon pertolongan yang tidak perlu pada orang asing yang bisa saja mencari keuntungan dari mereka. Lagi pula, siapa yang tidak kenal keluarga Uchiha?

Naruna menghela nafas melihat keributan dihadapannya. Demi apa, dia harus melihat hal useless seperti ini? Sepertinya, dia lebih suka bertengkar dengan sang Oppa yang meski menyebalkan tapi sangat menyayanginya, dari pada melihat keributan model opera sabun nggak mutu kaya begini.

"Maafkan saya sebelumnya, Bibi." Naruna berusaha berfikir dengan kepala dingin mengucapkannya. Ketiga Uchiha itu kembali menatapnya dengan berbagai ekspresi.

"Saya tidak tahu apakah bisa menemani Yui selama saya disini," Naruna menegakkan tubuhnya, berusaha menjelaskan bahwa pembicaraan ini juga penting untuknya.

Bagaimanapun, dia juga tidak suka kehidupan damainya kembali terusik oleh segala sesuatu yang berhubungan dengan negeri kelahirannya. Dia tidak ingin luka lama kembali terbuka, atau bahkan terbongkar semua. Tidak. Kehidupannya sudah bahagia dengan keluarga barunya yang menerimanya apa adanya.

"Seperti yang sudah saya katakan pada Bibi, tadi… Saya hanya disini selama satu minggu, dan saya tidak hanya melakukan liburan." Naruna menghela nafas perlahan.

"Saya memiliki janji dengan teman saya dan saya juga butuh banyak waktu untuk mendapatkan bahan pekerjaan saya. Karena itu, saya tidak yakin bisa membantu. Maafkan saya." Jelas Naruna sopan. Ya, dia harus menolaknya. Dia tak ingin sesuatu yang berhubungan dengan masa lalunya, akan ditemuinya disini. Dia Naruna Ishida, bukan Naruto.

Mikoto menatap sedih gadis itu, merasa gagal memberikan kebahagiaan yang dicari cucunya. Sementara Sasuke mendecih dalam hati, merasa Naruna terlalu melodrama dan hanya mencari sensasi. Paling jika diberi cek dengan jumlah nol yang banyak, gadis itu akan langsung menerima tanpa menolak. Alih alih menolak, bisa saja gadis itu malah ngebet pengen kerja terus dan berusaha mendapatkan keuntungan lebih.

"Ehm!" Suara deheman Fugaku membuat ketiganya menoleh.

"Aku minta maaf padamu, Nak…" Sasuke menatap ayahnya tidak percaya. Demi apaaaa? Seorang Uchiha Fugaku yang diktator meminta maaf pada orang asing? Cih, Sasuke semakin tidak suka pada sosok gadis dihadapannya yang telah berhasil mendapatkan perhatian semua orang disekitarnya. Bukan hanya anaknya yang menggemaskan, tapi juga orang tuanya? Heh, mau bermimpi jadi Nyonya Uchiha, eh? Maaf saja, dia tidak sudi. Batin pria itu nista. (Ngarep lu Sas!)

Eaaaa, lupa dirinya pada perasaan familiar pas gendong Naruna tadi ya? Aih, Sasuke mah jaim. Bawaannya suudzon mulu sama orang. Oke lupakan, back to story.

"Kami tidak bermaksud menyinggungmu, tapi kami benar-benar memerlukan bantuanmu." Fugaku tidak melakukannya tanpa pertimbangan. Dia melihat dengan teliti segala gerak gerik Naruna. Sejak gadis itu terbangun, caranya menatap dan memperlakukan Yui, caranya bersikap… Semuanya tidak dibuat-buat. Gadis itu melakukannya dengan tulus, tanpa mengharapkan apapun. Karena itulah, pria senja itu merasa, meminta bantuan gadis itu dengan merendahkan sedikit harga dirinya yang tinggi demi cucunya, bukanlah masalah besar.

"Yui, cucu kami… Tidak pernah sebahagia seperti saat bersamamu," Pandangan menerawang Fugaku tak hanya membuat Naruna tertegun, namun juga Sasuke.

Naruna yang merasakan perasaan noltalgia, sementara Sasuke yang mulai memutar kebelakang ingatannya akan sang putri yang memang tak pernah sebahagia hari ini, sejak dilahirkan. Mau tak mau, pria itu pun menyadari, jika Yui membutuhkan Naruna. Meski dirinya belum bisa menerima perhatian keluarganya pada gadis asing yang tidak diketahui asal usul dan maksudnya. Bagaimanapun, dirinya sangat menyayangi keluarganya. Dia pantas curiga, mengingat status keluarganya.

"Kami tidak bermaksud memaksamu, tapi kami benar-benar butuh bantuanmu." Fugaku menatap lurus Naruna, langsung pada sepasang hazelnya yang lembut, seolah menyampaikan harapan tulus dari dalam hatinya.

Hati Naruna bergetar. Tuhan… Apa yang harus dilakukannya, untuk orang yang bahkan tidak dikenalnya? Atau mungkina pernah dikenalnya? Orang yang mungkin saja bisa membawa kembali masa lalu yang ingin dilupakannya.

Memejamkan mata sambil menyenderkan punggungnya pada sofá, Naruna berusaha berfikir jernih. Menimbang-nimbang berdasarkan nurani dan persepsi dalam hati.

Fugaku dan Mikoto memberikan waktu gadis itu untuk berfikir, sementara Sasuke berusaha mengamati. Mencari celah yang sekiranya bisa membuatnya menemukan hal yang mencurigakan, meski berakhir nihil.

Membuka matanya, Naruna pun menghela nafas panjang. Berusaha meringankan hatinya akan keputusan berat yang akan diambilnya.

"Baiklah, saya akan membantu." Mikoto langsung memeluk tubuh Naruna senang, sementara Fugaku tersenyum penuh rasa syukur.

Naruna ikut tersenyum dalam pelukan Mikoto. Setelah keduanya melepaskan pelukan itu, Naruna melanjutkan kata-katanya yang terputus karena pelukan Mikoto.

"Tapi saya punya dua syarat yang saya ingin kalian penuhi" Dan Sasuke langsung mendelik tak suka mendengarnya.

Benar, kan? Gadis dihadapannya ini pasti akan mencari keuntungan dari keluarganya.


.0.


Suasana balairung acara IMA (International Music Awards) 2016 yang dilangsungkan di Los Angeles, California, tampak begitu meriah. Apalagi ketika dalam acara penutupan tersebut, sang pemenang kategori Best Male Artist itu menyanyikan sebuah lagu milik salah satu penyanyi Amerika Serikat yang juga adalah sahabatnya.

It's been a long day without you, my friend

And i'll tell you all about it when i see you again

Suara bariton pemuda itu terdengar merdu, seolah dia benar-benar menyanyikannya untuk sahabatnya, bukan pertunjukkan yang dilakukannya.

We've come a long way from where we began

Beratus mil jauhnya dari tempat pertama mereka bertemu, Inuzuka Kiba mengingat setiap kilasan pertemuannya dengan sahabat gadisnya yang kini telah berubah itu. Bukan hanya fisiknya, namun juga rupa dan sikap gadis itu yang telah berubah. Seolah gadis itu orang lain. Dengan nama yang berbeda, kehidupan yang berbeda. Tapi Kiba tahu –amat sangat tahu- bahwa gadis dihadapannya saat itu adalah sahabatnya, Naruto. Sahabatnya yang menghilang, dan kembali ditemuinya setahun yang lalu di Perancis.

Oh, i'll tell you all about it when i see you again

When i see you again

Ya, dia akan menceritakan semua yang diketahuia jika mereka bertemu kembali nanti. Entah kapan dan dimana, karena dia memang kehilangan semua kontak gadis itu. Namun baginya, selama gadis itu masih ada, masih hidup dan bahagia, itu semua sudah cukup. Karena Tuhan pasti akan mempertemukan mereka suatu saat nanti, entah kapan, dimana dan bagaimanapun caranya. Dia akan menunggu.


.0.


"Cih." Decih Sasuke meresponnya, namun Naruna mengabaikannya. Tidak penting bagaimana reaksi ayah dari Yui itu. Yang dibutuhkannya adalah persetujuan dari pemimpin keluarga Uchiha yang menjunjung tinggi harga dirinya. Dia butuh janji mereka. Janji yang akan selalu dia bawa dan jadikan pedoman. Seperti janjinya untuk tak pernah kembali.

"Apa itu?" Fugaku berusaha tenang menanggapi. Tak masalah jika gadis dihadapannya menginginkan bayaran yang mahal, toh dirinya banyak uang. Yang penting adalah kebahagiaan cucunya.

"Saya tahu Anda sangat menyayangi dan melindungi keluarga Anda, karena itu Anda pasti akan mencari tahu siapa saya. Latar belakang saya." Mendengarnya, ketiga Uchiha itu menatap Naruna heran.

"Sudah menjadi hal umum bagi keluarga yang mampu untuk selalu mencari informasi mengenai siapa saja orang-orang yang berada disekitarnya. Terutama untuk Anda yang seorang pengusaha"

"Masalahnya…" Naruna tersenyum lirih. "Saya tidak suka ada orang-orang yang mengorek kehidupan pribadi saya. Saya lebih suka orang mengenal siapa saya, bukan keluarga saya. Karena itu saya selalu memperkenalkan diri dengan nama Naruna Ishida."

"Jadi maksudmu, itu bukan namamu?" Fugaku menatap Naruna dengan kening berkerut. Naruna menggelengkan kepalanya. Memang bukan, batinnya dalam hati.

"Bukan itu maksud saya." Menghela nafas panjang, berusaha mengatur kata-katanya dengan hati-hati, gadis itu melanjutkan, "Naruna Ishida adalah nama yang sering saya gunakan. Nama dengan marga Ibu saya di Korea. Saya hanya menggunakan nama keluarga Ayah saya saat kami berkumpul."

"Lagi pula, saya tidak suka ada orang yang mengenal saya dengan marga Ayah saya."

"Kenapa?"

"Karena hal itu akan selalu membuat orang-orang mengenali saya sebagai adik dari kakak saya." Lagi, kata-kata Naruna membuat kening Fugaku berkerut. Merasa terlalu banyak misteri dari kata-kata yang gadis itu katakan.

"Kakak saya bekerja sebagai seorang fotografer yang cukup terkenal di Korea. Dan Anda jelas tahu, sebagai seorang pengusaha, jika Korea Selatan memiliki kehidupan entertaiment yang cukup merepotkan." Naruna menekankan kata terakhirnya, mengindikasikan maksud kata-katanya.

"Dan itulah yang membuat saya lebih suka bepergian dengan marga Ibu saya." Ketiga Uchiha itu terdiam menyimak.

"Tapi, namamu memang Naruna, bukan?" Pertanyaan Sasuke itu membuat Naruna terdiam sejenak.

"Ehmm… Bisa dibilang begitu?" Ujarnya yang lebih mirip pertanyaan.

"Bagaimana kami bisa percaya padamu, jika kau saja menyembunyikan identitasmu?" Sasuke menatap gadis dihadapannya tidak habis pikir. Naruna mengerjapkan matanya beberapa kali, heran dengan respon pria itu.

"Excuse me!" Naruna menegakkan bahunya dan menatap Sasuke lurus.

"Apakah kita sedang membicarakan siapa saya, disini? Tidak. Apakah saya sedang melakukan interview pekerjaan? Tidak. Lalu, kenapa saya harus membuat kalian percaya, sementara saya sama sekali tidak merasa perlu melakukan sesuatu yang membuat kalian percaya." Naruna mengangkat tangan kanannya menahan Sasuke yang kembali akan berujar.

"Seperti yang saya katakan tadi. Saya hanya meminta 2 syarat, jika kalian ingin saya membantu Anda. Dan yang jelas, jauhkan pikiran Anda dari segala hal negatif tentang saya. Karena saya sama sekali tidak menginginkan apapun dari kalian selain 2 syarat itu." Tegas Naruna menatap Sasuke lurus. Tatapannya tajam, menjelaskan maksudnya yang tidak main-main.

Jika mereka ingin bantuannya, maka mereka hanya perlu melakukan 2 hal untuknya. 2 hal yang sama sekali tidak merugikan mereka, juga tidak merugikan dirinya.

Bukankah ini benar? Dia hanya tidak ingin mendapat masalah karena terlibat dengan keluarga yang mengenal masa lalunya, kan?


.0.


Suasana ruang tamu apartemen Yakumo tampak mencekam, sejak Naruna mengeluarkan emosinya yang biasanya tersimpan rapi di balik ketenangannya. Demi Tuhan. Salah satu hal yang paling gadis itu benci adalah orang yang suka berfikiran negatif.

Banyak hal buruk terjadi karena pikiran negatif. Prasangka, dugaan sementara, rasa iri dan sebagainya datang karena pikiran negatif. Dan itu sangat tidak baik untuk kehidupan keluarganya – yang sekarang.

Keluarganya memang tidak kaya, namun cukup. Kakaknya memang hanya seorang fotografer, namun pria itu sudah hidup mandiri dan memiliki apartemen yang cukup wah untuk ukuran keluarga mereka yang sederhana. Yeah, kalau dibandingkan dengan keluarganya yang dulu, jelas tak ada apa-apanya. Tapi setidaknya, dia bahagia.

Dan itu, adalah point pentingnya.

"Hentikan, Sasuke." Suara tegas Fugaku memecah keheningan malam itu. Pria senja itu dengan tegas menatap putranya agar berhenti memojokkan gadis dihadapan mereka.

Meski dia sendiri juga khawatir jika Naruna berbahaya, tapi melihat tingkah laku gadis itu yang telah diamatinya sejak tadi, membuatnya yakin untuk mengambil keputusan ini. Ya, bagaimanapun… Kehadiran Naruna dibutuhkan Yui.

"Maafkan putraku, Nak. Dia hanya terlalu mengkhawatirkan keluarga kami yang punya banyak musuh diluar sana" Mikoto meremas kembali tangan Naruna yang bisa digapainya, setelah gadis itu agak tenang.

Menghirup nafas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan, Naruna berusaha menetralkan detak jantungnya yang terpacu oleh kejengkelan dan amarah. Tidak, dia sudah dewasa dan harus bisa berfikir dengan kepala jernih.

Apa kata kakaknya nanti, jika mendapati adanya kerutan baru karena dirinya yang sering kebakaran jenggot akibat pria berkepala setengah unggas dihadapannya ini? Hell NO! Dia tak ingin sang Oppa membawanya ke salón hanya untuk menghilangkan sedikit kerutan itu. Tidak. Dia tak mau diajak pergi berdua dan dijadikan tameng dadakan sang Oppa yang punya banyak fans itu. Membayangkannya saja membuatnya bergidik ngeri.

"Tidak apa-apa Bibi. Saya juga minta maaf karena bertindak kurang sopan barusan." Naruna tersenyum tulus pada Mikoto yang begitu penyayang, terlihat dari pancaran matanya yang teduh. Membuatnya merindukan sang Umma di Korea sana.

"Jadi, Nak. Apa syarat keduamu?" Fugaku memutuskan untuk mempercepat penyelesaian masalah ini. Sementara Sasuke menahan diri dengan rahang yang mengeras karena menganggap ayahnya terlalu lunak pada Naruna.

"Ah, ya…" Naruna tersenyum lega menatap Fugaku, "Syarat kedua saya adalah…"


.0.


Pagi menjelang di kediaman Uchiha. Tampak Naruna dan Mikoto sedang sibuk memasak, karena mengingat jika semalam Yui begitu menyukai hidangan Korea yang Naruna sajikan. Mikoto ingin cucunya selalu makan dengan lahap.

Semalam, setelah menyetujui syarat yang Naruna berikan, Fugaku segera membawa pulang seluruh keluarganya. Meski ada sedikit masalah yang terjadi, dimana Naruna sempat menolak naik mobil dikarenakan traumanya. Bahwa ternyata, gadis itu memiliki trauma untuk menaiki mobil –kecuali berkap terbuka dan angkutan umum besar seperti bis, kereta, dan pesawat- yang diakibatkan oleh kecelakaan yang dialaminya dua tahun yang lalu.

"Mama!" Teriakan nyaring Yui yang disusul tangisan kala menyadari dimana dirinya berada segera terdengar sejak bangunnya gadis itu di dalam kamarnya. Gadis itu segera berlari keluar kamarnya dan berteriak mencari sang Mama.

"Yui-chan…" Naruna muncul di ujung tangga, merasa perlu membuat gadis itu tenang. Dan Yui, gadis kecil yang baru bangun tidur dan menangis di ujung tangga teratas segera menoleh dan membolakan matanya tak percaya.

"Mama!" Teriaknya girang sambil berlari turun dan menghambur pada sosok Mama-nya.

"Hati-hati, Lil girl… Kau bisa terluka jika berlarian di tangga seperti itu." Tegur Naruna sambil mengangkat tubuh mungil Yui dalam gendongannya.

"Mama~" Yui mengalungkan kedua tangannya ke leher Naruna dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher gadis itu yang beraroma jeruk segar. Nyaman. Itulah yang gadis kecil itu rasakan.

"Nah dear… Saatnya untuk mandi. Kau bau, tahu?" Tanya Naruna dengan ekspresi wajah mengerut yang membuat Yui tertawa karena bahagia. Bahagia bahwa yang dia lihat bukanlah mimpinya semata.

"Mandiin! Mandiin!" Ujar gadis itu manja. Dan keduanya segera naik menuju kamar gadis itu untuk mandi. Mengabaikan tatapan para pelayan yang tak percaya pada interaksi keduanya, juga Sasuke yang melihatnya sejak awal putrinya menangis hingga tenang.

Pria itu masih heran dengan sikap putrinya yang langsung lengket kaya ular keket pada gadis asing itu. Meski dirinya lebih heran dengan perasaannya sendiri -yang jika boleh jujur- merasakan kenyamanan melihat putrinya tertawa bahagia dengan sosok itu. Seolah, hatinya tak menolak, jika memang sosok itu yang diinginkan putrinya untuk menggantikan sosok sang Ibu yang telah tiada. Sosok sahabat sekaligus mendiang istrinya – Hinata.


.0.


Menu di meja makan kediaman Uchiha pagi ini tidak biasa. Karena selain makanan rumahan Jepang, ada tambahan makanan khas Korea yang langsung membuat Yui berbinar senang.

"Aku mau itu…" Tunjuk Yui pada Bibimbab yang ada dihadapannya. Naruna dan Mikoto sengaja membuatnya melihat Yui sepertinya sangat menyukai makanan itu. Selain Bibimbab, juga ada masakan korea lain seperti Japchae4 dan Samgyetang5.

Dengan telaten, Naruna mengambilkan makanan untuk Yui. Mereka berlima makan dengan khidmat, sampai sebuah suara datang dari ruang tamu, menginterupsi acara makan mereka.

"OhayouMinna!" Sapa sosok itu dengan senyuman.

"Ohayou-"

Naruna menggenggam sendok dan garpunya erat. For God Sake! What the Hell is this?

-TBC-


.0.


Hai hai semua, maaf baru bisa Up. Selain sedang stuck TA, saya juga kena mood swing gegara mager, hehe (-_-)\/ Semoga chap ini tidak mengecewakan :D

Buat rincian kecelakaan Naruto chap depan yah, saya bingung kalo nyisipin ceritanya disini. Butuh banyak word, and malah ngerusak alur kalo dipaksain.

Buat anonies-san, Nama Naruna itu adalah nama sahabat Naruto. Ah, mungkin biar nggak berbelit-belit dan bikin bingung, saya kasih bocoran kalo Naruto itu sekarang berwajah Naruna karena satu dua hal yang akan diceritakan di chap depan, Insya Allah :D. Jangan kapok2 kasih saya krisan, ya Minna-san :D

Jadi gambaran Naruto sekarang itu berambut merah dan bermata hazel. Maaf buat typo yang bertebaran, minna-san :D

Terima kasih buat yang sudah mampir dan jangan lupa ninggalin jejak :)

Terima kasih juga saya ucapkan buat para readers, favoriters, followers dan reviewers tercinta. Jangan kapok2 kasih krisan ke saya yang masih banyak kekurangan dan dalam masa pembelajaran ini, ok ;)

Btw, ada yang bisa nebak siapa itu yang muncul di akhir cerita?

Selamat membaca dan jangan lupa tinggalkan jejak :D


Glossarium

1 Masakan Korea berupa semangkuk nasi putih dengan lauk di atasnya berupa sayur-sayuran, daging sapi, telur, dan saus pedas gochujang

2 Pasta kedelai korea

3 Sup tiram hitam

4 Makanan Korea berupa sohun (dangmyeon) yang dicampur dengan berbagai jenis sayuran dan daging sapi.

5 Sup ayam gingseng.