家族
KnB © Tadatoshi Fujimaki
Warning: Implied M-PREG, Out of Character-ness, full of a bundle of fluffy cotton candy, why so serious?
.
.
.
Seijuurou kesal. Keningnya menekuk ke bawah dengan kedua alis yang juga ikut menyatu, mengerut, meski mata masih menutup. Suaranya menggeram kecil dari balik selimut yang agak ia tarik paksa sebatas dagu. Rasa kantuknya sudah mendominasi seluruh tubuh, dan Seijuurou juga tidak ada niatan melawan balik. Kasur ini terlalu nyaman untuk ditinggalkan, Seijuurou tahu itu.
Tapi, tetap saja, Seijuurou kesal.
"Nggh," ditarik lagi selimutnya yang sedari tadi terus melorot ke bawah.
Suara cekikikan tertahan menyapa indra pendengarannya. Terserah, Seijuurou tidak peduli. Tolong, jangan ganggu tidurnya yang jarang ini sekali saja.
"Taiga, kasihan ayahmu."
Yang ditegur hanya menunjukkan cengiran lebar, sama sekali tidak mempengaruhi keinginan jahilnya untuk mengusik tidur pria dengan rambut senada dengannya di bawah. Ia malah semakin bersemangat, agak melompat di atas Seijuurou yang berbaring miring, berulang kali.
"U-ukh," Seijuurou meringis, matanya perlahan membuka, menampilkan manik heterokromatik yang berkilat, hanya untuk memelototi pelaku yang menyakitinya sebelum kembali menyerahkan diri pada alam mimpi.
"Mou!" Taiga menggembungkaan pipinya, kesal melihat reaksi sesaat sang ayah. Ia berdiri, masih dengan tubuh Seijuurou di antara kedua kaki mungilnya, lalu menurunkan tubuhnya ke bawah dengan tekanan yang lebih besar dibandingkan sebelumnya, "Ayah, bangun! Ayah sudah janji mau bermain basket denganku hari ini. Ayo main basket!"
"Sama papa saja, ayah capek," jawab Seijuurou, menggumam sembari semakin menenggelamkan wajahnya pada bantal empuk putih di kepalanya.
"Nggak mau! Papa payah, kalah teru―aaaaaw!" Taiga melirik pada papanya yang ikut-ikutan menggembungkan pipi sambil melipat tangan di depan dada. Ia mengelus pipi bundarnya sendiri yang memerah karena dicubit gemas.
"Maaf kalau papa tidak pernah menang," rajuknya sambil memalingkan muka.
Taiga yang melihatnya langsung menjauhkan diri dari Seijuurou dan menghampiri papanya, duduk di atas pangkuan pria berambut coklat itu dan merengkuh kedua pipi yang masih digembungkan dengan kedua tangannya yang kecil. Alih-alih mengusap seperti apa yang papanya itu diam-diam harapkan, Taiga justru membalaskan dendam dengan balik mencubit pipi di hadapannya. Cengiran lebar masih menghiasi wajah kanak-kanaknya.
"Taigaaaa, sakit!"
"Hehehe, habisnya papa lucu."
Dari balik selimut, Seijuurou tersenyum tipis. Gagal rencananya melanjutkan kisah di alam mimpi, karena kedua sosok yang berada tepat di sampingnya itu kelewat menggemaskan seakan meminta digigit, sampai-sampai ia tidak mau kembali tidur demi melihat pemandangan yang selalu berhasil membuat hatinya menghangat.
Pemuda berambut merah tertua di ruangan itu membuka matanya, pupil berdilatasi saat cahaya tiba-tiba merasuki retinanya, sebelum bayangan sumber kebahagiaannya ditangkap oleh penglihatannya. Di sana, Taiga dan suaminya masih sibuk saling mencubiti pipi satu-sama lain. Seijuurou bisa melihat warna merah yang mulai terjiplak di kulit senada mereka.
Seijuurou beranjak dari posisinya berbaring hingga duduk di atas kasur, mengejutkan mereka yang sudah melepaskan jari-jemari masing-masing. Tangannya bergerak mengacak pelan surai Taiga yang terasa lembut di telapaknya, dibalas dengan tepisan tangan halus tak mau diperlakukan seperti anak kecil, meskipun ia memang secara literali memang begitu, "Mandi dulu sana, sarapan, baru kita main."
Mendengar penuturan ayahnya, Taiga langsung melompat ke bawah kasur dan berlari-lari pelan setelah berteriak senang. Dibuka pintu kamar kedua orangtuanya sebelum menghilang dari pandangan mereka. Seijuurou dapat mendengar derap langkah ringan di sepanjang lorong, juga tawa kecil yang bergema.
"Kau kan masih capek."
Suara lembut mengalihkan perhatian Seijuurou, ada telapak tangan yang hangat membelai pipinya. Saat Seijuurou menolehkan kepala, ia disambut dengan tatapan khawatir dan ragu. "Aku tidak bisa tidur lagi, Kouki," ucapnya sambil menutup mata, menikmati usapan halus ibu jari Kouki di tulang pipinya.
"Dari semalam Taiga sudah semangat menunggumu pulang, bercerita terus tentang bermain basket denganmu."
Seijuurou mengulum senyum simpul, "Aku sudah janji dari sebulan yang lalu."
"Kau sibuk terus," Kouki mencubit gemas hidung Seijuurou.
Memajukan wajahnya hingga kedua pucuk hidung bersentuhan, Seijuurou menimpali, "Maaf, biar aku bayar hari ini."
Kouki membiarkan napas hangat Seijuurou menerpa pipinya yang terasa panas, malah mungkin sudah terlihat lebih merah dibandingkan bekas cubitan Taiga. Saat Seijuurou menempelkan kening keduanya, Kouki agak menggeliat apalagi tahu kalau tangan Seijuurou sudah merayap di pinggangnya. Percuma, ia merengek pun Seijuurou tak akan melepaskan. Senang sekali menggodanya.
Anak dan ayah sama saja, batin Kouki agak miris mengingat ia yang selalu menjadi korban.
"Ehem!" Terkejut, Kouki dan Seijuurou memutar kepala ke sumber suara. Di depan pintu, Taiga sudah berdiri dengan celana selutut dan kaos hitamnya sambil membawa bola basket. Matanya tertutup rapat tapi alisnya menekuk ke bawah, jangan lupa juga rona merah di wajah. "Ka-kalau be-belum selesai, bi-biar aku yang buat sarapan. Tapi jangan lama-lama, aku mau main basket," kemudian berlalu begitu saja, meninggalkan Kouki dan Seijuurou yang belum sempat merespon apa-apa.
"Kikuknya mirip kau, Kouki. Itu anakmu."
"Lihat siapa yang bicara, orang yang menurunkan sifat keras kepala dan ngototnya pada anaknya."
"Kulitnya bawaanmu."
"Itu karena sering bermain di luar, wajar. Rambutnya jelas milikmu."
"Tapi aku tetap putih meski panas-panasan."
"Dasar tukang pamer."
"Ah, kau jatuh cinta pada si tukang pamer ini."
"Ha-habisnya―"
"Ayah, papa, cepetaaan―!"
.
.
.
おわり
(A/N: I'm―not―so sorry! Saya nggak tahan buat bikin family-fluff. Entah sejak kapan, tiba-tiba saya jadi kepikiran kalau Taiga itu anak AkaFuri dan Tetsuya itu anak AoKise (sumpah, nggak ada juga yang nanya). Please, lihat Taiga baik-baik (err, jangan dipelototin gitu amat); warna kulit, determinasi, otak polosnya itu turunan Kouki dan keras kepala, bakat basket, warna rambutnya mirip Seijuurou ;u; Terus masalah Tetsuya... umm, rambut masih senada sama Daiki, kulit udah pasti bawaan Ryota, dan kalau sifatnya anggap aja dia under-pressure punya bapak (Daiki) yang males plus begonya bikin elus-elus dada juga emak (Ryota) yang berisik plus nyebelinnya minta ditabok :' *dikulitin Fujimaki-sensei gegara seenaknya ngatur-ngatur chara*
-nju)