Angel And Devil

.

.

By Ashura

.

.

Disclaimer : Naruto Just Have Mr. Masashi Kishimoto

.

.

Chara : Sasuke Uchiha, Hyuuga Hinata, Sabaku no Gaara

Gendre : Drama, Supernatural, Hurt Comfort

Rated : M

.

.

Warning!

OOC, TYPO, AU, LEMON, ABAL, GAJE, (Tidak patut dipercaya atau ditiru karna ini hanya fiktif belaka)

.

Don't Like? Don't Read!

Please Press Back/Exit

.

.

Summary

Kegelapan ada karna adanya cahaya. Meskipun cahaya dan kegelapan hidup selalu berdampingan mereka tidak ditakdirkan untuk bersama karna jika mereka berkehendak demikian hanya akan ada kehancuran yang didapatnya

.

.

.

Happy Reading

.

.

#8# Angel in Hell ( Part End )

.

Napasnya masih terengah-engah dengan jejak air mata yang masih ketara di pipinya, Hinata bahkan masih dapat mendengar gema suara cambukan dan erangan kesakitan Gaara di kepalanya. Jiwa Hinata masih terguncang saat Sasuke berusaha untuk menenangkannya. Beberapa kali ia meracau tidak jelas dengan isakan tangisan yang membuat hati Sasuke mencelos.

"Dengar Hime. Keadaanmu ini saat ini yang lebih penting," ucap Sasuke

"Tapi, aku..."

"Jangan banyak bicara. Ayo aku harus segera memulihkanmu."

Sasuke segera menarik Hinata untuk mengikutinya namun nampaknya Hinata enggan untuk menurutinya. Jangankan untuk beranjak tubuhnya pun sama sekali tidak mau bergeser sedikitpun.

"Aku tahu kau menghawatirkannya tapi..."

"Aku harus menyelamatkannya. Aku ingin..."

Sasuke tidak tahan melihat sikap keras kepala Hinata. Maka dengan tegas ia menarik Hinata agar berdiri mengikuti pergerakan tubuhnya. Wajah Hinata yang masih tertunduk ia angkat menggunakan telunjuk dan ibu jarinya. Menariknya agar tatapan mereka bertemu.

"Dengar! Hina..."

"AKU TIDAK BISA!"

Sasuke tersentak saat Hinata berteriak padanya. Tangan yang di gunakan untuk merangkum wajah Hinata di tepisnya dengan kasar. Untuk pertama kalinya ia melihat kemarahan malaikatnya.

Hinata yang baru menyadari perbuatannya segera melangkah mundur memberikan jarak untuk mereka berdua. Ia tidak mengerti dengan peraaan yang sekarang di rasakannya. Padahal ia tidak pernah seputus asa ini jika hanya untuk melakukan kebaikan saja, sedikitpun tidak ada keraguan tapi sekarang, berbagai macam pikiran menganjal dalam benaknya membuat hatinya merasa bimbang walau sekedar untuk menolong Gaara. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Ia ingin menolong Gaara tapi, itu beresiko akan membuat dirinya sendiri akan terjebak di sana. Kekuatannya sudah melemah dan masih belum pulih sempurna Tapi, jika ia tidak menolong Gaara sama saja ia akan membiarkan Gaara tersiksa di sana. Tubuh Gaara memang telah tersentuh jiwa pemilik neraka tapi, jiwa aslinya masih terlindungi oleh berkat dari orang-orang yang selalu menyayanginya sehingga para jiwa penghuni neraka masih belum bisa menyentuhnya. Tentu saja itu tidak akan bertahan lama sampai waktunya tiba. Hinata harus segera menyelamatkannya.

"AAAGRRRH!"

Hinata mengerang kesakitan saat rasa sakit berdenyut hebat menjalar di punggungnya. Perih dan panas seolah punggungnya terbakar. Sasuke hendak meraih tubuh Hinata namun, nampaknya Hinata tetap menolaknya.

"Cih. Kau benar-benar keras kepala sekali, Hime." Erang Sasuke mencoba untuk lebih bersabar lagi.

Ia kembali mendekat namun, Hinata kembali menjauhinya. "Berhenti di sana!" Teriak Hinata prustasi.

Hinata mencengkram kepalanya kuat-kuat kala berbagai macam suara terasa berdengung di kepalanya. Tenggorokannya terasa kering dan tubuhnya terasa bergetar aneh. Apa yang terjadi? Apa yang sebenernya ingin dilakukannya sekarang ini? Apa yang dilupakannya? Apa...

"Hinata!"

Bagai tersadar dari kebingungannya Hinata menatap sosok sang pangeran iblis yang masih menunjukan ekpresi khawatirnya. Lengannya di cengkram dengan lembut meskipun Hinata tidak yakin ia bisa melepaskannya.

"Ka...katakan a..apa yang te..terjadi?"

Sasuke menatap Hinata tak percaya. Jangan-jangan proses pertukaran telah berlangsung dalam jiwa Hinata. Kemungkinan rasa sakit yang tadi di alami oleh Hinata adalah salah satu gejala pertukaran paksa itu.

"Ke.. kenapa kau tidak menjawabku?" Hinata mulai menunjukan kekesalannya saat pertanyaannya tidak kunjung di jawab oleh pemuda beriris merah ungu ini,

"Jika kau tidak mau menjawabnya lebih baik kau enyah dari hadapanku!" lanjut Hinata mendorog Sasuke kasar. menciptakan jarak yang membuat Sasuke sulit meraih Hinata kmbali Iris merah yang masih tipis tertangkap iris ruby gelapnya. Hinata sudah mulai menunjukan tanda-tanda sifat negatifnya. Jika di biarkan terus maka...

Sebuah sayap Hitam perlahan mencuat di punggung Hinata. Gaunnya nampak terlihat lusuh dengan beberapa sobekan yang memperlihatkan warna pucat kulitnya.

"Hinata sadarlah. Lawanlah dia..." ucap Sasuke membujuk. Ia mencoba kembali menyentuh Hinata. Ada sepercik cahaya saat Sasuke menyebutkan namanya dengan lembut.

Hinata kembali mencengkram kepalanya menjambak rambutnya kasar saat beberapa ingatan lain merengsek masuk kedalam kepalanya.

"Hentikaaan, JALANG!" Geraman lain terdengar dari bibir Hinata dengan aura kemarahan yang seakan mencengkramnya dengan kuat!"

Arrghhh!

Hinata menepis sentuhan Sasuke padanya. Entah kekuatan dari mana ia mendorong Sasuke hingga lelaki yang baru saja pulih dari luka-lukanya ini terpental jauh.

"Cih. Sial!" Gumam Sasuke pelan setelah berhasil menyeimbangkan kakinya kembali. Darah segar mengucur dari kepala belakangnya yang mulai terasa berdenyut. Ia melenyapkan sayap hitamnya dan sebagai gantinya ia mengeluarkan pedang kematiannya sebagai senjata pelindungnya. Hinata yang sekarang bukan Hinatanya yang sebelumnya. Aura gelap ini bukanlah milik para malaikat melainkan milik kaumnya. Jika dibiarkan seperti ini terus ia tidak bisa menjamin apakah Hinatanya masih dapat ia selamatkan. Cih sial!

Sasuke melompat berdiri 5 meter tepat di depan Hinata.

Sayap hitamnya sudah terbentuk sempurna. Mata lavendernya berganti dengan warna merah menyala. Iris ruby Sasuke bergerak untuk meneliti perubahan fisik yang terjadi pada Hinatanya. Gigi dan kukunya masih terlihat rata dan kulitnya semakin terlihat pucat.

'Masih bisa,' bisik Sasuke dalam hati.

Hinata bergerak sempoyongan ke arah Sasuke. Mata merahnya sedikit meredup. Tangan pucatnya terulur seolah-olah ingin menggapai Sasuke.

"Sa-Sasu-keh Sa-sayang..." bisik Hinata parau. Wajahnya sedikit menunduk untuk menyembunyikan seringainya.

Crruussh...

Liquid merah menetes dari sela-sela baju hitam yang di kenakan oleh Sasuke. Napasnya terengah-engah dengan kedua tangan menahan tubuh Hinata agar mereka tetap dalam posisinya.

"Ahh... apa yang kau lakukan, Prince Sasuke?" bisik Hinata setengah mengejek. Ia menatap wajah datar yang menahan kesakitan didepannya. "Kau lemah sekali. Kau sangat tidak waspada hingga aku bisa menyentuh dadamu yang hangat ini."

"Kuso!" umpat Sasuke pelan. Tangannya tetap mencengkram tangan Hinata yang telah menerobos dadanya. Darah segar miliknya mengalir di sepanjang kulit pucat Hinata.

"Aku menginginkan jantungmu sayang. Kenapa kau tidak mau memberikannya padaku." Suara Hinata terdengar merajuk membuat Sasuke hampir menyerah akan suara halus khasnya.

Sasuke mencoba untuk menatap mata Hinata tepat di iris merahnya. Mencoba untuk menyelami apakah Hinatanya masih berada disana.

"Hinata," panggilnya lembut. Berharap ia sangat berharap untuk bisa melihat jejak-jejak Hinatanya disana. Pengharapan menggetarkan suara yang selalu terdengar datar namun, disana jelas tersirat permohonan sangat dalam hingga menciptakan getaran lain atas tubuh sang malaikat yang telah ternoda.

"Hinata."

Plash.

'Sasuke.'

Deg.

Ia menemukannya. Sayangnya hal itu membuat pertahanan dirinya melemah dan tangan yang di cengkramnya berhasil menembus dada kirinya.

Sasuke membelalakan matanya saat rasa sakit dan panas menjalar dalam dadanya. Hinata telah berhasil menerobos rongga dadanya mencoba untuk menarik jantung kehidupannya namun, sigap ia menahan kembali pergelangan tangan Hinata menariknya keluar.

"Hinata. Kembalilah..."

Grep.

Seketika aura hitam di sekeliling Hinata lenyap terbang menjauh dari sekitar tubuhnya saat sang pangeran kegelapan mendekap malaikat ternoda yang akan menjadi wadahnya. Mereka mengeluarkan jeritan-jeritan ketakutan melesat pergi dari tubuh Hinata.

Sedangkan Sasuke memeluk Hinata erat membenamkan wajahnya pada perpotongan leher Hinata. Ia merasa sudah hampir mencapai limitnya. Namun, ia masih tetap mempertahankan harapannya untuk bisa membawa Hinatanya kembali. Ia bahkan rela untuk menukar nyawanya untuk bisa membawa Hinata kembali ketempat yang seharusnya. Tempat terang dimana seharusnya Hinata berada. Bukan di dalam dunianya yang penuh kegelapan seperti ini meskipun ia ingin Hinata tetap berada di sisinya.

Bruk.

Hilangnya kesimbangan membuat keduanya jatuh dengan Hinata di bawah dekapan Sasuke. Kepalanya membentur bebatuan runcing dengan keras menyebabkan liquid merah merembes disana bercampur dengan darah yang keluar dari dada kiri Sasuke. Tatapan Hinata kosong saat sebuah gambar pentagram menyebar di sekilingnya. Merah terang dan bercahaya melingkar di sekililing mereka. Darah keduanya menyatu membentuk sebuah segel dimana pola ukiran yang cukup rumit membentuk sebuah cahaya yang menyapu aura gelap di sekiling mereka.

Caahaya ungu kebiru menarik perhatian Neji dan Itachi yang telah selesai mengeksekusi sang iblis pendosa yang bertanggung jawab penuh terhadap kekacauan yang di timbulkan sekarang.

"Neji."

Neji mengangguk merespon panggilan Itachi.

Mereka lantas segera melesat untuk menemukan asal cahaya aneh tersebut. Dan betapa terkejutnya mereka saat Hinata dan Sasuke yang berada di tengah cahaya tersebut.

"Asataga! Tidak! Hinata!" Neji berteriak panik saat melihat sang adik yang tidak bergerak dalam pelukan Sasuke perlahan memudar. Begitu pula Sasuke.

"Itachi! Lakukan sesuatu!" Titah Neji dengan suara bergetar. Ia mengeluarkan pedang penghancurnya untuk menghapus cahaya pentagram yang mengaburkan tubuh keduanya.

Syuuush!

BRAAK.

Sekuat tenaga ia menancapkan pedang penghancurnya untuk menghancur tanah yang membentuk pentagram darah yang mengelilingi adiknya dan Sasuke. Tidak membuahkan hasil selain membuat tanah yang mereka pijak hancur berantakan.

Neji tidak menyerah.

Mengepakan sayapnya cukup kuat, Neji melesat mengeluarkan cahaya biru dari kedua telapak tangannya untuk mengeluarkan adiknya dari dalam lingkaran tersebut. Kekuatan cahaya Neji beradu dengan kekuatan cahaya yang berasal dari pentagram yang mengurung Hinata dan Sasuke.

Kembali Neji harus menelan kekecewaanya lagi saat usaha-usahanya tidak membuahkan hasil sedikitpun.

"ITACHII!"

Raung Neji menatap tajam sosok sang iblis yang tidak bergeming di tempatnya. Tatapannya lurus dengan ekspresi yang menyiratkan kepedihan dan keputus asaan yang justru menambahkan beban keresahan di hati sang malaikat.

"APA KAU BERNIAT UNTUK MEMBIARKAN ADIKMU TER..."

"Ini adalah hukuman." Potong Itachi cepat.

Perkataan yang telak membuat hati Neji hancur. Lututnya bahkan kehilangan tenaganya untuk tetap menahan tubuhnya tetap berdiri. Haruskah ini akhir takdir adik tersayangnya.

"Aku juga tidak berharap ini terjadi. Tapi, ini adalah keputusan yang di ambil oleh Sasuke."

Neji mencoba kembali berdiri meskipun sempat goyah. Ia menatap nanar tubuh adiknya yang sedikit menunjukan pergerakan. Ia terkejut lantas mengepakan sayapnya untuk bergerak lebih dekat pada sang adik.

"Hinata!"

Hinata yang sempat kebingungan melirik cepat pada Neji. Ia mencoba bergerak untuk meraih tubuh sang kakak namun, seolah ada kaca transparan yang menghalangi mereka berdua untuk bisa saling bersentuhan. Ia lantas mengalihkan tatapannya pada Sasuke yang sama sekali tidak bergerak dari posisinya. Ada bekas luka cukup dalam di sebelah dada kiri Sasuke.

"Sasuke."

Hinata mengangkat tubuh Sasuke membawa kepala Sasuke keatas pangkuannya. Kedua matanya masih terpejam tapi, tubuhnya masih dapat terasa hangat. Dan aroma yang berada di sekelilingnya sedikit membuat Hinata merasa agak aneh.

"Astaga.." bisik Hinata pelan. Ia menggelengkan kepalanya perlahan sedikit memberikan cubitan kecil pada pipi tirus lelaki yang masih pura-pura tertidur di pangkuannya. "..dasar egois."

"Ternyata berhasil." Bisik Sasuke pelan tersenyum tipis membuka matanya perlahan untuk menatap wajah manis malaikatnya lagi, "..kita harus pamit sebelum benar-benar pergi."

Walaupun harus beranjak dari tempat tidur ternyamannya Sasuke lantas berdiri untuk menatap kedua pria yang sangat berarti untuknya dan Hinata.

"Ka-kakak Ne-neji. Ma-maaf." Bisik Hinata pelan. Namun, percayalah Neji masih dapat mendengarnya dengan sangat jelas. "..Ini adalah keputusan yang terbaik yang dapat kami ambil. Aku juga telah ternoda tidak mungkin aku masih di dapat diterima di sana. Hanya saja, mungkin aku eh..kami masih ada harapan untuk dapat menyelamatkan satu nyawa yang merupakan tanggung jawab kami. Walaupun itu berarti kami akan lenyap."

"Sebenarnya kau masih punya pilihan Hinata," balas Neji serak.

Hinata menggelengkan kepalanya pelan. Hinata bergerak lebih mendekat pada sang kakak, "..aku tidak ingin berakhir menjadi para yokai dan kehilangan memoriku sebagai seorang yang pernah menjaga orang lain dan melupakan orang-orang yang berarti dalam hidupku."

"..."

"Terima kasih," bisik Hinata pelan. "Kau adalah kakak terbaik dalam hidupku. Aku juga sangat bangga memiliki ayah seperti paduka. Hanya saja, maaf. Aku juga mencintainya. Jadi, maafkan aku."

Hinata ditarik perlahan oleh Sasuke untuk berdiri tepat di sampingnya.

"Aku sangat menyayangimu, kakak." Bisik Hinata lagi.

"Kau memang 'brengsek' Sasuke."

"Terima kasih. Kak Itachi bodoh. Aku hanya mempertahankan milikku. Lebih baik kami mati jika pada akhirnya aku tidak bisa memiliki wanitaku."

"Hm. Itu memang kau, adik bodoh." Balas Itachi tersenyum tipis. Nampaknya memang ini adalah keputusan yang terbaik untuk mereka berdua. Meskipun lelaki cantik disana nampak masih belum menerima keputusan yang diambil adik mereka. Hukum tuhan memang tidak bisa ditentang walaupun hal yang sebenarnya api dan cahaya adalah elemen yang saling bersingungan tapi, tidak akan saling melenyapkan. Hanya saja perebutan posisi dominan yang membuat kedua elemen itu tidak bisa menyatu.

Perlahan cahaya dari pentagram meredup seiring dengan sosok Sasuke dan Hinata yang mulai memudar.

"Aku harap kau tidak marah padaku karena ini, hime." Bisik Sasuke membawa Hinata kedalam pelukannya.

Hinata tersenyum kecil menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak. Aku justru sangat berterima kasih untuk ini. Setidaknya kita masih bisa menyelamatkan Gaara."

"Dasar kau ini. Disaat seperti inipun kau masih saja memikirkan orang lain. Nyatanya kau memang sang angel. Tapi sepertinya setelah ini kau hanya akan menjadi angelnya prince devil Sasuke."

"Aku mencintaimu, selamanya." Bisik keduanya bersamaan.

Mereka terkekeh menanggapi kalimat yang di ucapkan mereka bersama-sama. Mereka mengeratkan pelukannya pada tubuh hangat dalam dekapan masing-masing saat tubuh keduanya lenyap menjadi dua bola cahaya merah dan biru.

Neji ingin sekali menyentuh bola cahaya yang berisi jiwa adik tersayangnya andaikan jika kedua bola tersebut tidak melesat cepat menjauh darinya.

"Selamat tinggal adikku."

..

..

Gaara mengerang merasakan sakit luar biasa dalam tubuhnya. Wajahnya sudah bersimbah darah berikut dengan tubuhnya juga mengalami hal yang sama. Lecutan cambuk menjadi dan teriakan kesakitan seolah menjadi nyanyian indah bagi sang algojo bertanduk yang kini nampak menikmati tiap siksaan-siksaan yang dilayangkan pada tubuh Gaara.

"Kau akan hidup seperti ini untuk selamanya hahaha.." Tawa kayaknya seorang psikopat membuat bulu kuduk merinding. "..Nampaknya sudah waktunya mengganti cambukku dengan tombak panas," ucap sang algojo mengubah cambuknya menjadi benda panjang yang cukup keras dengan ujung yang runcing menyala. "..Ini pasti akan lebih menyenangkan hai manusia pendosa."

Gaara menatapnya penuh ketakutan namun, tubuhnya sudah tidak bisa lagi digerakan sesuai kehendaknya. Kendali tubuhnya bukan miliknya lagi.

Sang algojo tersenyum senang hendak menghujamkan ujung tombak panasnya ke arah perut Gaara. Namun, sesuatu menahan pergelangan tangannya.

Sebuah bola cahaya merah merubah dirinya menjadi sosok Sasuke Uchiha pangeran kedua dari keturunan sang lucifer, Uchiha Fugaku.

"Paduka pange.."

Breeck.

Craack

Kepala sang algojo pun menggelinding jatuh di kaki Sasuke bersama dengan tubuh besarnya yang jatuh tak jauh darinya. Ia lantas berbalik untuk menemukan angelnya memeluk Gaara dengan lembut. Ia sedikit cemburu namun mengingat situasi akhirnya ia mengalah.

"Cepatlah. Kita hanya punya waktu sampai kita bisa membawanya kembali ketubuh aslinya." Ucap Sasuke memperingatkan, walau kenyataannya ia memang tidak ingin berlama-lama dengan bocah ingusan yang sangat menyukai angelnya.

Hinata mengangguk paham. Ia membiarkan luka Gaara sembuh total. Ia mencium kening Gaara untuk menghilangkan kesadaran pemuda bersurai merah kesayangannya ini.

Hinata sedikit terkejut saat Sasuke mengambil alih Gaara untuk di bopongnya berdiri. "..Aku tetap tidak suka dengan kedekatan kalian." Bisik Sasuke seolah terdengar merajuk yang membuat Hinata tersenyum.

Hinata dan Sasuke kembali menjadi bola cahaya yang kini berubah menjadi tiga dengan tambahan bola cahaya putih sebagai tambahannya.

Ketiga bola tersebut melesat tinggi menembus dinding gelap dan pekat membelah pusara hitam melewati lapisan kabut hitam yang sangat tebal tapi, tidak sedikitpun menghentikan perjalannya menuju setitik cahaya yang perlahan membesar menjadi cahaya yang membuat mereka keluar dari dunia penuh kesengsaraan yang di sebut neraka. Ini bukanlah tempat tujuan mereka selain kembali melesat tinggi menembus langit dan kembali menukik cepat menuju sebuah rumah sederhana yang di kelilingi tumbuhan apotek hidup dan sayuran.

Ketiga cahaya menembus atap rumah melesat masuk kearah kamar yang nampak berantakan seperti sebelum terakhir kali mereka disana. Di atas ranjang terbaring seorang pemuda bersurai merah yang nampak tertidur kelewat lelap tidak bergerak sama sekali.

Hinata, Sasuke dan Gaara kembali kembali dari wujud bola cahayanya. Perlahan Sasuke membaringkan Gaara yang dalam bentuk roh tepat keatas tubuh fisik Gaara yang terbaring tenang di atas ranjangnya.

Gaara dalam bentuk roh perlahan menyatu dengan tubuh fisiknya.

"Terima kasih."

Sasuke mengalihkan tatapannya pada Hinata yang nampak tersenyum lembut padanya. Seketika cahaya memancar samar dari tubuh Hinata membuatnya menyadari jika ini adalah batas waktu mereka. Dengan cepat ia membawa Hinata dalam pelukannya yang erat. Barulah ia sadari jika tubuhnya juga perlahan menguap menjadi asap.

"Aku sangat beruntung bisa bertemu dengan pangeran yang egois seperti Sasuke."

Sasuke terkekeh kecil mengangkat wajah Hinata dari dadanya. "Akulah yang paling beruntung bertemu dengan angel yang keras kepala sepertimu yang bahkan tidak pernah berkata kasar kepada musuhnya sekalipun. Mengajariku tentang pentingnya menyangi dan melindungi hal yang paling berharga dalam hidupku."

"Aku mencintaimu, untuk selamanya." Sasuke menarik Hinata dalam ciuman lembutnya sebelum akhirnya mereka menghilang menjadi debu dan butiran cahaya tipis yang terbawa angin menuju langit.

..

Dalam sebuah kerajaan tepanya dalam singgasananya sang pemimpin malaikat pelindung, Hyuuga Hiashi. Meneteskan air matanya saat lenyapnya aura hangat berorama lavender milik putri kesayangannya. Sosok yang merupakan titisan dari sang pendamping hidupnya yang telah pergi untuk selamanya. Lagi-lagi karena cinta yang salah. Ia tidak bisa bertindak apa-apa selain hanya bisa berdo,a kepada sang penguasa untuk selalu memberikan jalan yang terbaik untuk semunya. Ini bukanlah keinginannya meskipun jika ini adalah garis yang ditakdirkan untuk dirinya.

"Aku akan selalu menyangimu, putriku."

...

Sementara itu pada singgasananya sang lucifer, Uchiha Fugaku. Hanya menatap datar dengan tidak memberikan respon apapun selain posisi diamnya. Ia dapat merasakan aura Sasuke yang perlahan menghilang. Ia enggan untuk menunjukan sikap berlebih jika memang pada akhirnya itu tidak akan bisa merubah apapun. Sasuke sudah menyadari konsekuensi dari tindakannya dan memang itu adalah pilihan yang diambilnya. Maka ia tidak perlu memberikan sikap apapun meskipun jauh di lubuh hatinya ia memang merasa sangat kehilangan putra bungsu yang selalu seenaknya itu.

..

..

Perlahan iris jade itu terbuka mengerjap berusaha menyesuaikan cahaya yang jatuh pada retinanya. Ia beranjak bangun tubuhnya terasa sangat segar tidak seperti biasanya. Ia menyentuh keningnya yang merasakan kesejukan yang aneh. Ia mencoba mengingat-ngingat hal apa saja terjadi sebelum ia tertidur. Ia berjalan-jalan ke desa, sawah-sawah dan kembali kerumah. Setelah itu ia langsung tidur cepat tanpa membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Tidak ada yang aneh selain ia tidak sempat mandi namun, ia merasa telah melewatkan sesuatu.

Mencoba untuk berfikir jernih ia pun menggelengkan pelan. Terlalu merepotkan memikirkan hal yang tidak masuk akal karena nyatanya tidak mungkin ia melewatkan sesuatu tanpa ia ,engingatnya sedikitpun. Gaara beranjak mengambil handuk masuk ke kamar mandi memulai rutinitas dipagi harinya dengan normal. Setelah selesai mandi ia mendapati ponselnya berdering pertanda panggilan masuk.

"Hm."

"..."

Gaara mendengarkan setiap kalimat sang kakak dari ponsel pintarnya bahwa ia kembali akan dipindah sekolah lagi ke kota bersama kelurga inti disana.

"Kenapa mendadak sekali?"

"..."

"Hm. Baiklah. Aku akan segera berkemas."

"..."

"Hm."

Panggilan di tutup. Gaara lantas beranjak menuju jendela menyibak tirai hingga cahaya matahari menerobos masuk kedalam kamarnya yang terlihat sangat rapi. Ia menatap jauh kedalam hutan dan perbukitan yang tertangkap dari jendela kamarnya. Rasanya itu tidak terasa asing dan...

Tok. Tok. Tok.

Cklek.

Pintu terbuka memperlihatkan seorang gadis yang mengenakan pakaian khas maid menatap takut pada Gaara.

"Permisi, Gaara sama. Sarapannya sudah siap."

Gaara mengalihkan perhatiannya pada sang maid menggangguk sekali sebelum akhirnya ia kembali menatap hutan lagi.

"Ka-kalau begitu saya permisi."

Gaara membiarkan sang maid menutup pintu kamarnya kembali. Mungkin memang tidak terjadi apa-apa, toh jika ia memaksa untuk mengingatpun selalu membuat kepalanya sakit. Pada akhirnya Gaara menyerah lantas memutuskan untuk keluar dari kamarnya menuju ruang makan mengisi perutnya yang sudah terasa keroncongan. Setelah ini ia harus bersiap untuk kembali ke kota. 3 jam lagi kakak perempuannya akan tiba untuk menjemputnya. Ia harus memastikan semuanya sudah siap karena Temari kadang seperti nenek-nenek cerewet jika memarahinya. Dan ia cukup malas untuk meladeninya.

Tanpa ia sadari sepercik cahaya bergerak mengikutinya sebelum akhirnya lenyap di udara.

..

..

Ending

..

..

..

Yosh! Akhirnya OWARI..OWARI.. walaupun sempat mentok di beberapa bagian karena saking lamanya jadi lupa gimana alurnya.

Semoga tidak maksa ceritanya tapi, yah.. memang tidak terlalu memuaskan karena itupulalah yang yang aku rasakan saat menulisnya. Meski begitu aku harus tetap menyelesaikan Fictnya.

..Sempat bingung saat mendengar ada yang mengcopas fict ini oleh seorang yang akunnya berada di wattpad. Kesel sich... tapi, di sisi lain merasa tersanjung karena itu artinya fict abal ini ternyata ada yang suka sampai mengkopas segala ke akunnya. #Oke enggak usah bahas

So.. aku ucapin makasih buat #azama95. "you're the best, right."

#Spesial terima kasih juga untuk...

Yuma, mprill Uchiga, Erni Eyexs, edevil559, Han zizah, Uchiha Hinata, NameAkhyra JP, OnewyanGembul, Uchiyuu, icaraissa11, Meera Meoww, Asyaeva, HimeNara-Kun, Suzukarin, sy, tya, Ikaa507, Ozellie Ozel, lavender, atha, uchihyuu, Tedasi, hime, yr, Dark, Allyelsasals, kaname, Guest

Dan semua yang tidak sempat ku tulis di atas.. Sangat membantu ku dalam menyelesaikan fict ini.. Ku pikir ini terlalu tiba-tiba untuk mendapatkan chap endingnya tapi, entah kenapa otaknya mentok di ending. Sempet kepikiran buat bikin squel tapi, pasti akan nuansanya berbeda tapi... entahlah. Perlu ilham dulu nih.. mungkin hibernasi lagi sampai bulan puasa selesai #Plak* udah kelamaan hibernasi

Hontou ni.. Arigatou..

..

..

See you in Other Story