The Smiling's Assasin

Disclaimer : Naruto © Massashi Kishimoto & High School DXD © Ichie Ishibumi

Genre : Adventure, Supranatural, Fantasy, Sci-fi...Ect.

Rate : T semi M

Pair : Naruto U. X Tohka Y.

.

Warning : MissTypo, Typo, Human!Naru.. Smart!Naru.. OOC, OC, Mainstrem, Alur Kecepatan.. KTT (Khayalan Tingkat Tinggi) Author..Ect.

.

Keterangan:

"Abc" Perkataan biasa

'Abc' Perkataan batin

ABC Efek suara

[ABC] Tekhnik/sihir

'ABC' Perkataan batin naga/monster

"ABC" Perkataan biasa Naga/monster.

.

.

Chapter 8 : awal yang akan berakhir

At Underworld

Disebuah ruangan bergaya Eropa klasik nampak sebuah meja bundar, di masing-masing sisinya terdapat empat kursi yang kini tengah di tempati oleh empat mahluk berbeda ras. Mereka nampak tengah membicarakan sebuah perihal yang sangat serius.

"Jadi menurutmu, disekitar area pertarunganmu tersebut ada sesuatu yang berkaitan dengan orang bertopeng yang menyakiti adikku." Ujar pria berperawakan 20 tahunan yang memiliki Surai merah dengan nada tenang, meski terselip sedikit emosi dalam perkataanya.

"Ya, bisa kau simpulkan demikian. Karena sangat aneh dia muncul diarea tersebut jika tidak ada sesuatu yang berkaitan dengannya." Ujar sang gubernur malaikat jatuh, Azazel.

"Tapi pihak kami sudah menyusuri area tersebut, dan tak menemukan petunjuk apapun." Sanggah Baraqiel

"Benar apa yang diucapkan Baraqiel, pihak kami pun yang ikut membantu tak menemukan sesuatu yang mencurigakan diarea tersebut." Ujar Serafall, satu-satunya wanita dituangkan tersebut. Mendukung sanggahan yang dilayangkan Baraqiel.

"Begitulah ? Berarti dia benar-benar berhati-hati dengan identitasnya." Tukas Azazel.

"Mungkin ada baiknya kita lakukan peninjauan kembali diarea tersebut." Usul Sirzech

"Aku setuju denganmu Sir, tapi kita akan perluas area penyelidikannya kita cari tempat yang paling dekat dengan area tersebut. Lalu kita fokuskan penyelidikan kearea yang terlihat mencurigakan." Ujar Azazel.

"Kurasa usulan itu patut dicoba."

"Mungkin bukan ide yang buruk."

"Baiklah kalau begitu sudah diputuskan kita akan membuat tim khusus yang terdiri dari pihak Iblis dan pihak Da-Tenshi." Ujar Sirzech

"Kalau begitu kami pamit dulu, kami akan segera mengirimkan perwakilan Da-Tenshi untuk bergabung dalam tim tersebut." Ujar Azazel.

"Baiklah kami juga akan menyiapkan perwakilan dari fraksi Iblis." Jawab Serafall.

.

.

.

Suhu panas seakan mencapai puncaknya pada musim panas tahun ini, terik mentari sudah terasa meski hari belum mencapai pertengahan hari. Dimana sang Surya berada pada singgasananya, namun kegiatan sekolah seakan tak mentolerir suhu yang mendekati ekstrim tersebut. Terlihat di sebuah kelas pemuda berambut pirang tengah membuka satu kancing bagian atas kemejanya. Dan nampak pula sebuah jas yang seharusnya ia gunakan kini malah bertengger manis dipundaknya.

Pemuda itu yang tak lain adalah Naruto, bukan tak menyadari akan tatapan penuh nafsu yang ditunjukkan oleh seluruh siswi yang ada dikelasnya kepadanya. Bagaimana tidak dia yang notabenenya adalah satu-satunya murid laki-laki di kelas tersebut kini nampak begitu hot dan sexy dimata perempuan dikelas tersebut. Dengan rambut yang agak basah karena keringat, serta keringat yang mengalir menyusuri leher jenjangnya dan kancing kemeja yang terbuka melihatkan sedikit dada bidangnya sukses membuat para siswi merona.

Meskipun agak risih dipandangi seperti itu, Naruto hanya mampu mengumpat dalam hati. Karena adanya konsleting listrik yang terjadi beberapa saat yang lalu membuat alat pendingin dikelasnya mati. Konsleting listrik dan musim panas sungguh perpaduan yang tepat untuk menguji fisiknya. Apalagi kini mental dan nafsunya tengah diuji dengan pemandangan-pemandangan yang bagi kau laki-laki sepertinya adalah surga dunia. Jam pelajaran yang kosong semakin memperparah keadaan, karena sang sensei entah kemana perginya tiba-tiba cuti mendadak.

Ditambah lagi Iblis betina disebelahnya yang sejak beberapa hari terakhir ini terus saja mengawasi setiap gerak-geriknya. Naruto sudah bersikap acuh pada Iblis betina disebelahnya tersebut, namun apa daya kenangan-kenangan indah saat bersama dengan cinta pertamanya itu seakan tak mau merelakan dirinya bersikap demikian. Maka dengan sekuat Naruto mengubur dan mencoba melupakan kenangan tersebut.

'Kuharap penderitaan ini cepat berakhir.' batin Naruto.

.

.

.

Waktu istirahat pun tiba dengan langkah malas Naruto beranjak dari bangkunya, tujuannya adalah kelas XII A tempat kekasihnya berada. Ia sama sekali tak memperdulikan tatapan sulit diartikan dari Tsubaki yang kini memandang kepergiannya.

Senyum diwajahnya mulai mengembang kala ia melihat Tohka, tengah berbincang-bincang dengan teman-temannya. Naruto memberi isyarat kepada teman-teman kekasihnya agar tidak memberi tahu kehadirannya, seolah mengerti teman si gadis pun hanya memberi anggukan kecil. Dengan langkah perlahan Naruto mendekati kekasihnya yang duduk membelakanginya.

Hap..

Dengan cepat Naruto menutup mata Tohka, yang tentu saja membuat Tohka memekik kaget. Naruto mulai membungkuk dan mensejajarkan mulutnya dengan telinga Tohka.

"Bukankah terlalu kejam membuatku menunggu disiang yang panas ini, Hime." Suara bariton yang sangat ia kenal mengalun lembut di telinga Tohka.

Seulas senyum manis tercetak diwajah gadis manis bersurai biru keunguan tersebut. "Mou Naruto-kun, kau mengagetkan ku saja. Gomen aku tidak bermaksud membuat Naruto-kun menunggu, jadi tolong lepaskan tanganmu."

"Tidak karena kamu sudah membuat kesalahan maka kau harus dihukum terlebih dahulu." Seru Naruto.

"Eh kok gitu.!" Seru Tohka tidak terima.

"Tidak ada protes." Ujar Naruto, ia lalu menoleh kearah teman-teman Tohka. "Jadi ledies boleh aku pinjam sebentar gadis nakal ini." Sambung Naruto, perkataan Naruto tersebut sukses membuat Tohka menggembungkan pipinya, seolah menandakan dia tengah kesal.

"Hihihi kau tidak perlu ijin dari kami, Uzumaki-kun." Ujar salah satu teman Tohka disertai tawa geli didalamnya.

"Terima kasih atas kerja samanya, dan satu lagi bolehkah aku minta tolong ambilkan Bento di dalam tas Tohka-chan dan berikan pada nya." Pinta Naruto.

Tanpa disuruh dua kali siswi didepannya melakukan apa yang Naruto instruksikan. "Sekali lagi terima kasih, dan untukmu gadis nakal bersiaplah untuk hukumanmu." Seru Naruto.

"Uhh Naruto-kun." Rengek Tohka.

"Baiklah mari kita pergi, permisi semua." Seru Naruto sambil membawa Tohka (menyeret) pergi dari kelas tersebut, dan meninggalkan gelak tawa dari murid yang ada dikelas tersebut.

.

.

Tidak seperti biasanya, kini Naruto mengajak Tohka kebawah pohon rindang yang ada dipinggir lapangan Kuoh Academy. Sesampainya di sana perlahan Naruto melepaskan tangannya yang sedari tadi menutup bola mata indah yang amat disukainya. Tohka berkedip beberapa kali guna menyesuaikan cahaya disekitarnya, setelah penglihatannya kembali normal ia menoleh kearah Naruto.

"Tidak biasanya kau mengajakku ketempat seperti ini Naruto-kun."

"Hm, hanya mencari suasana baru." jawab Naruto sekenannya. "Lagi pula jika di atap pasti akan sangat panas bukan." Sambungnya lalu Naruto duduk dibawah pohon rindang tersebut, ia mendongak memandang kearah Tohka yang masih setia berdiri dihadapannya. Sehingga membuat sang gadis mengernyit alisnya seolah bertanya

"Apa lagi yang kau tunggu gadisku, cepat sini duduk di pangkuan ku."

"Eh di pangkuanmu." Seketika wajah Tohka menjadi panas.

"Iya, ini adalah hukumanmu, jika tidak mau maka akan aku akan tambah hukumannya."

"Ha'i.. Ha'i." Dengan wajah memerah malu Tohka lalu duduk di pangkuan Naruto, dengan lembut kedua tangan Naruto melingkari tubuh Tohka. Wajah Naruto ditenggelamkan pada ceruk leher gadis manis dalam dekapannya.

"Um, Naruto-kun bukankah ini terlalu dekat." Ujar Tohka dengan wajah yang kian memerah.

"Apa kau tidak suka.?" Tanya Naruto dengan intonasi datar seraya mendongakkan wajahnya.

"Eh.. bu-bukan begitu.." Tohka gelagapan melihat perubahan kekasihnya.

"Baiklah jika kau tidak suka." Ujar Naruto yang kini tengah melepaskan dekapannya pada Tohka, lalu mulai bangkit dari duduknya.

Melihat gelagat Naruto yang ingin pergi, dengan sigap Tohka langsung memeluk Naruto dari belakang.

"Naruto-kun jangan pergi." Seru Tohka dengan nada bergetar. Namun Naruto sama sekali tak bergeming, dan hal itu membuat Tohka semakin mempererat pelukannya.

"A-aku bukan tidak suka, malah sebaliknya aku merasa sangat nyaman didekap Naruto-kun seperti itu. Jadi, kumohon jangan pergi." Ujar Tohka yang kini mulai terisak dipunggung Naruto.

Naruto menghela nafas sejenak, akhir-akhir ini moodnya kurang baik akibat masalah-masalah yang kian menumpuk. Dan lihat kini akibat dari mood buruknya malah membuat gadis yang paling tidak ingin ia buat jatuh air matanya malah menangis karenanya. Dengan perlahan Naruto melonggarkan pelukannya Tohka lalu berbalik menghadap kearah gadis yang dicintainya tersebut.

Naruto menangkup wajah cantik gadis yang menjadi pemilik hatinya tersebut. Dengan perlahan kedua ibu jarinya menghapus setiap titik air mata yang keluar dari bola mata indah kesukaannya tersebut. Hati Naruto seakan teriris kalau melihat wajah sedih dari kekasihnya, dalam benaknya ia memaki dirinya sendiri yang menjadi penyebab air mata itu keluar.

"Ssst sudah jangan menangis, maaf aku tadi tidak bermaksud membuatmu menangis." Ujar Naruto dengan nada lembut penuh kasih sayang.

Tohka menggeleng pelan seolah tak menyetujui ucapan Naruto. "Tidak ini bukan salah Naruto-kun, ini salahku karena menyinggung perasaan Naruto-kun tadi."

Kata-kata tersebut semakin membuat Naruto merasa bersalah. Betapa bodohnya dia, bagaimana bisa dia membuat gadis yang memiliki hati sebaik ini. Naruto tidak tahan melihat air mata itu semakin berjatuhan, dengan cepat ia mencium gadisnya tersebut.

Cup~

Mata Tohka sedikit melebar, terkejut dengan ciuman tiba-tiba yang dilakukan oleh Naruto. Namun itu hanya sesaat karena perlahan ia memejamkan mata menikmati ciuman penuh kasih sayang yang Naruto berikan.

Cukup lama mereka dalam posisi tersebut, Naruto yang merasa Tohka sudah mulai tenang dengan perlahan menjauhkan wajahnya. Naruto sedikit mendengus geli kala melihat raut wajah tidak ikhlas dari kekasihnya, tak lupa jejak-jejak air mata yang mulai mengering menghiasi kedua pipi tembem kekasihnya.

"Sudah baikan." Ujar Naruto dengan nada lembut penuh kasih sayang yang langsung direspon oleh anggukan dari Tohka.

"Baiklah kalau begitu, mari kita ke tujuan awal kita." Lanjut Naruto yang membuat Tohka memiringkan kepalanya dengan wajah yang membuat Naruto gemas karena nya.

Naruto menghela nafas lelah "Hah bukankah kita ke sini akan makan siang, kita harus bergegas sebelum waktu istirahat habis." Terang Naruto, Tohka hanya mengangguk lalu mengikuti Naruto.

Mereka lalu memakan Bento yang telah disiapkan Tohka dengan diselingi canda tawa. Walau tanpa mereka sadari dari arah jendela kelas Naruto, nampak Tsubaki menjadi saksi adegan yang hampir mirip Opera sabun yang dilakukan oleh Naruto dan Tohka.

"Ternyata memang sudah tak ada kesempatan untuk ku." Gumam Tsubaki seraya menghapus air mata yang mengalir di pipinya.

.

.

.

Sore hari langit tampak mendung seolah akan hujan, sebuah fenomena langka yang terjadi di Jepang yang saat ini tengah memasuki musim panas. Di trotoar jalan kota Kuoh tampak Tohka tengah berjalan dengan langkah yang cukup tergesa-gesa. Ia seolah tidak mau terguyur hujan meski kemungkinan akan turun hujan sangat kecil.

Hari ini ia pulang agak sedikit terlambat karena piket, tadi Naruto sudah menawarkan untuk menunggu dan mengantarkannya pulang. Namun dengan halus Tohka menolak tawaran dari kekasihnya tersebut, ia tidak ingin merepotkan Naruto, jadi ia menolaknya meski Naruto bersi keras menunggu. Dengan perdebatan yang cukup alot dan karena kekerasan kepalaan yang dimiliki oleh Tohka yang selevel diatasi Naruto, alhasil Naruto mengalah dan pulang terlebih dahulu.

Dan jadilah sekarang dia pulang sendiri karena teman piketnya berbeda arah jalan pulang. Tohka bukan tak menyadari, tapi ia sudah merasa diikuti sejak keluar dari sekolah tadi. Karena itu pula lah ia bergegas untuk cepat sampai dirumahnya, dan menghindari hal-hal yang tidak ia inginkan.

Tohka berjalan dengan riang agar orang yang mengikutinya tidak curiga, bahwa Tohka sudah menyadari keberadaan penguntit tersebut. Tohka merasa dilema apa dia harus lewat gang kecil yang biasa ia lewati sebagai jalan pintas ke rumahnya atau Harus memutar. Karena tak ingin menguntitnya merasa curiga Tohka dengan perasaan tidak enak terpaksa melalui gang tersebut.

Gang sempit itu terlihat menyeramkan apalagi ditambah dengan langit yang mendung, dengan langkah yang dipercepat Tohka berusaha secepat mungkin sampai diujung gang.

Tap..

Tapi sepertinya harapan Tohka tidak terkabul, di depannya nampak seorang pria berpakaian tertutup tengah berdiri menghadang jalan Tohka. Sontak saja Tohka mengambil satu langkah mundur lalu berbalik, namun dibelakangnya ternyata sudah ada sosok yang berpakaian sama dengan orang yang ada di hadapannya.

Rasa takut gadis cantik tersebut seakan memuncak, dengan kaki agak bergetar Tohka perlahan merapat kedinding. Dia memperhatikan gerak gerik dari dua sosok asing yang menghalangi jalannya, dengan keberanian yang sudah ia kumpulkan perlahan ia membuka suara.

"Si-siapa kalian ? Dan mau apa kalian ?" Ujar Tohka dengan nada setenang mungkin meski yang keluar adalah suara bergetar miliknya yang menandakan ia tengah menahan rasa Takut.

"Yatogami Tohka, ikut dengan kami" Ujar salah satu sosok yang menghadang Tohka.

"Ke-kenapa aku harus ikut dengan kalian." Lagi suara Tohka tampak semakin bergetar.

"Kau akan tahu setelah kau ikut dengan kami." Tukas orang yang ada dibelakang Tohka.

"Aku tidak mau ikut kalian." Seru Tohka lantang.

"Kau tidak punya pilihan." Ujar salah satu sosok tersebut, lalu memberi isyarat kearah rekannya untuk melakukan penangkapan.

Dorr.. Dorr..

Baru sekali melangkah dua orang misterius harus mengurungkan niatnya, karena sebuah tembakan yang hampir mengenai mereka. Kedua sosok tersebut saling beradu pandangan lalu memasang posisi siaga.

"Yare.. yare.. bukankah dia sudah menolak ajakan kalian Da-Tenshi-san." Ujar sebuah suara yang diasumsikan oleh kedua sosok yang ternyata Da-Tenshi tersebut, adalah pelaku penembakan tersebut.

"Siapa kau tunjukkan dirimu. ?" Seru salah satu Da-Tenshi.

Wushh.. Tap..

Tepat didepan Tohka, mendarat seorang pemuda yang merupakan pelaku penembakan tadi. Pemuda itu, yang tak lain adalah Naruto, kini tengah menampilkan raut wajah tanpa ekspresi. Sehingga membuat Tohka yang berada di belakangnya nampak tak mengenal sosok kekasihnya tersebut. Pandangan Tohka lalu tertuju kearah tangan kiri Naruto, nampak sebuah pistol yang mirip dengan model 44 Magnum revolver buatan Amerika bertengger manis di sana. Sementara di pinggang pemuda tersebut nampak sebuah pedang yang masih dalam sarungnya.

"Sebaiknya kau tetap di belakangku, Tohka-chan." Ujar Naruto tanpa mengalihkan mengalihkan pandangannya. Tohka hanya menurut saja sambil lebih mendekat kearah Naruto.

"Jadi apa yang kalian inginkan dari gadisku, mahluk pembangkang ?"

Kedua Da-Tenshi tersebut tak ada yang bersuara, mereka nampak melakukan kontak mata seakan memberi isyarat. Naruto nampak bersiaga dengan segala kemungkinan yang akan terjadi, ia mengeluarkan pedang Kusanagi miliknya menggunakan tangan kanannya.

Dengan sekali sentakan, salah satu Da-Tenshi berlari kearah Naruto dan Tohka dengan light spear dikedua tangannya. Sedangkan Da-Tenshi yang satunya tampak tengah terbang menjauh dari mereka. Pengalih perhatian huh, pikir Naruto.

Tentu saja Naruto tak tinggal diam ia terlebih dahulu memasang kekkai pelindung untuk Tohka agar tak terkena serangan. Lalu ia mengarahkan Magnum miliknya kearah Da-Tenshi yang tengah terbang.

Dorr... Trankk...

Lesatan peluru yang ditembakkan Naruto, tak sampai mengenai target. Karena terlebih dahulu menghantam light spear yang dilemparkan oleh Da-Tenshi yang ada didepan Naruto.

"Heh kau pikir aku akan membiarkanmu begitu saja." Ujar Da-Tenshi tersebut.

"Hm tidak juga, aku hanya menguji reflekmu." ujar Naruto santai. "Saa.. mari kita lihat seberapa tangguh dirimu, mahluk hina." Lanjut Naruto seraya menyiampakan kuda-kudanya, seringai di bibirnya tampak mengembang.

"Cih.. kau sombong juga bocah." Ujar sang Da-Tenshi yang juga memasang posisi bertarung dengan dua light spear di tangannya.

"Hm terima kasih pujiannya."

"Keh akan ku hancurkan kesombonganku itu." Seru Da-Tenshi sambil melesat kearah Naruto, tentu saja Naruto tak tinggal diam, ia pun ikut merangsek maju menerjang Da-Tenshi tersebut.

Trankk.. Trankk..

Dentingan suara perpaduan antara kedua senjata tersebut mengemma di gang kecil tersebut. Langit jingga yang mulai kelabu menjadi bayground pertarungan Naruto melawan Da-Tenshi tersebut.

"Kau cukup tangguh juga bocah." Seru sang Da-Tenshi, kini nampak keduanya tengah beradu pedang dengan saling berhadapana. Naruto hanya tersenyum sekilas menanggapi ucapan Da-Tenshi tersebut.

"Terima kasih pujiannya tapi sepertinya kau melupakan satu hal." Sontak Da-Tenshi tersebut membelalakkan matanya.

Dorr..

Belum sempat menjauh dari Naruto, dada Da-Tenshi tersebut sudah berlubang. Mata Da-Tenshi tersebut melotot tak percaya perlahan tubuhnya mulai goyah dan akhirnya jatuh ketanah.

Brukk..

Terlihat senapan Magnum berada digenggaman tangan kiri Naruto, moncong senapan tersebut tampak mengeluarkan asap. Dengan santai Naruto berbalik lalu berjalan kearah Tohka sambil memasukkan kembali pedang Kusanagi miliknya kedalam sarungnya. Sedangkan Tohka menatap tak percaya, keringat dingin mengalir deras di pelipisnya. Ia mengalihkan pandangannya dari Naruto kearah sosok tubuh tak bernyawa yang tergeletak ditengah jalan secara bergantian.

Tohka menangkap raut wajah Naruto yang bahkan tak menampakkan ekspresi apapun seolah kekasihnya tersebut tak melakukan kesalahan apapun. Sementara ia dengan mata kepalanya sendiri melihat bahwa Naruto baru saja membunuh seseorang. Sontak badan Tohka bergetar kala melihat Naruto berjalan perlahan kearahnya, Tohka mengambil langkah mundur perlahan, meski dengan kaki yang bergetar. Namun, badannya terlebih dahulu menempel kearah tembok yang ada dibelakangnya.

Naruto yang melihat tingkah kekasihnya tersebut maklum, karena memang kejadian ini adalah sesuatu yang baru dan memang tak seharusnya Tohka saksikan. Dengan sebuah senyum menenangkan diwajahnya ia perlahan mendekati Tohka, dapat ia lihat kekasihnya tersebut tampak semakin gelisah dengan setiap langkah yang ia buat.

"Kenapa kau menjauh Tohka-chan ?" Tanya Naruto dengan nada lembut.

"Si-siapa kau ? Pergi aku tak mengenalmu ?" Ujar Tohka sambil semakin merapatkan dirinya kedinding. Dengan jelas nada ketakutan dapat ditangkap Naruto dari perkataan Tohka.

"Apa yang kau katakan, ini aku Naruto." Ujar Naruto dengan senyuman yang masih tercetak dibibirnya.

Bukan tenang dengan jawaban tersebut, keringat dingin semakin mengalir membasahi wajah Tohka. Dari sudut matanya nampak genangan air mata yang siap untuk turun kapan saja.

"Tidak ! Bukan kau bukan Naruto-kun ku, dia tidak mungkin membunuh." Seru Tohka.

"Lantas apa yang akan Naruto-kun mu itu lakukan saat kau berada dalam keadaan seperti tadi." Ujar Naruto.

"Dia.. dia.. " Tohka tampak bingung menjawab pertanyaan dari Naruto. Sementara Naruto yang sudah berada di depan Tohka langsung meraih sisi wajah gadis tersebut.

Cup~.

Tohka melebarkan matanya kala Naruto tanpa permisi mencium dirinya. Tubuhnya membeku seolah tak menanggapi perintah berontak dari kepalanya. Naruto yang merasa Tohka sudah mulai tenang mulai menyudahi aksinya.

"Apa kau sudah percaya." Pertanyaan Naruto hanya di balas anggukan oleh Tohka. "Baiklah sebaiknya sekarang aku antarkan kau pulang." Lanjut Naruto.

Drrt.. Drrt.. Drrt...

Sebuah getaran menghentikan langkah Naruto, dengan cepat ia mengeluarkan ponsel dari sakunya. Tohka hanya memandang Naruto yang kini tengah berbicara dengan seseorang melalui telepon.

"Bagaimana ?" Pertanyaan ambigu dilontarkan oleh Naruto pada lawan bicaranya.

"..."

"Bagus, kalau begitu aku akan segera pulang setelah urusan disini selesai."

"..."

"Ya, aku tahu" ujar Naruto mengakhiri percakapannya lalu memasukkan ponselnya kedalam saku celananya. Ia lalu menoleh kearah Tohka lalu kembali melanjutkan perjalanan mereka.

Sementara itu disisi lain, terlihat Iruka yang tengah memasukkan ponselnya kedalam saku. Ia menghela nafas sejenak, lalu menoleh kebelakang terlihat seonggok tubuh Da-Tenshi yang tadi melarikan diri dari area pertarungan Naruto. Kondisi Da-Tenshi terlihat tak mengalami luka yang serius karena memang Iruka sengaja hanya membuat Da-Tenshi tersebut tak sadarkan diri. Dengan langkah perlahan ia mendekati tubuh tak sadarkan diri dari Da-Tenshi tersebut.

"Baiklah mari kita beri hadiah pada mereka."

At Grigory.

Di sebuah ruangan tampak tiga Da-Tenshi yang tengah duduk melingkari meja bundar ditengah ruangan tersebut. Keheningan bukanlah suasana yang biasa terjadi diantara mereka bertiga kala berkumpul. Namun, situasi dan fikiran masing-masing seakan memaksa mereka untuk sejenak menghentikan sikap santai mereka.

Azazel, menghela nafas entah untuk keberadaan kali yang sudah ia lakukan. Situasi seperti ini amat sangat tidak disukai olehnya, ia lebih suka bersantai dan memancing seperti biasanya. Baraqiel mengerti apa yang dirasakan teman seperjuangan nya tersebut. Memang situasi seperti ini bukan hal baru bagi mereka bertiga yang sudah pernah merasakan perang beberapa ratus tahun yang lalu.

Tapi kali ini sangat berbeda musuh mereka bukan lagi golongan yang memang sudah alami menjadi musuh mereka. Meski fraksi mereka tidak terlalu terusik dengan eksistensi dari pemuda misterius tersebut. Akan tetapi dengan disepakatinya perjanjian diantara mereka dengan fraksi Iblis mereka harus secara sukarela membantu aliansi mereka. Terlebih lagi anak semata wayangnya ada dalam fraksi tersebut, maka sudah sewajarnya ia ikut dalam situasi ini. Meskipun tanpa mengatasi namakan fraksi.

Shemhazai, yang kini menjabat gubernur jenderal Da-Tenshi sementara, bersikap setenang mungkin. Karena memang ia tidak terlalu mengerti dengan permasalahan ini, tapi jika itu mengancam eksistensi fraksi mereka tentu ia tidak akan tinggal diam.

Krieet..

Suara pintu terbuka mengalihkan atensi mereka dari fikiran masing-masing. Sisanya berdiri salah satu Da-Tenshi yang mereka beri tugas untuk menyelidiki seorang pemuda yang berpotensi menjadi tersangka pembuat onar akhir-akhir ini. Da-Tenshi tersebut melangkah masuk menghampiri ketiga petinggi Da-Tenshi yang ada didalam ruangan tersebut.

"Jadi apa yang kau dapatkan, dan kemana rekanmu. ?" Azazel membuka suara

"Maafkan hamba Azazel-sama, rekan hamba gugur mengorbankan diri agar hamba bisa kembali dengan selamat." Ujar Da-Tenshi tersebut.

"Itu suatu pilihan yang bijak, aku mengapresiasi kerja keras kalian." Gumam shemhazai.

"Lantas apa yang kalian dapatkan ?"

"Waktu telah ditetapkan, eksekusi akan dilaksanakan, semua yang tak semestinya akan hancur dalam keputusasaan." Azazel menaikkan alisnya kala mendengar ucapan ambigu yang keluar dari mulut anak buahnya.

"Ini bukan peringatan melainkan sebuah awal yang memang harus dijalankan." Lagi ucapan ambigu keluar dari mulut Da-Tenshi tersebut.

Da-Tenshi tersebut mengambil sesuatu dari balik jubah yang ia kenakan. Mata ketiga petinggi Da-Tenshi tersebut melebar melihat sebuah pemicu peledak di tangan bawahan mereka.

"BUAT SIHIR PERTAHANAN.!" seru Azazel.

"Nikmatilah hadiah ini." Ujar Da-Tenshi tersebut sambil menekan pemicu peledak yang sudah terpasang pada seluruh tubuhnya.

TIK

TIK

TIK

Dhuaarrr...

TBC..

Halo masih ada yang ingat fict ini, Hahaha maaf karena terlalu fokus kerja sampai fict ini terbengkalai. Saya akan segera menyelesaikan fict ini dalam waktu dekat dan membuat proyek lagi jadi harap bersabar, itu juga kalo ada yang nunggu. Dan untuk fict satunya kemungkinan akan saya remake agar lebih baik lagi. Jadi mohon kritik dan sarannya karena saya cuma author amatiran.

Seru you next chapter...