MARRIAGE PROPOSAL

Cast Sehun-Kai (SeKai / HunKai)

Rated M (sexual content, bxb)

Sequel Baby Proposal

Remake Baby Proposal, a novel by Dahlian and Gielda Lafita

It's gonna feel like fire,

It's gonna hurt like hell . . . .

Just what am I supposed to say ?

And tell you why I turned out like this ?

Don't make me . . . .

CHAPTER 1

"Jongin…" panggilnya pelan.

Perlahan, Jongin mengalihkan pandangannya pada Sehun.

"Kau mau, kan, pindah ke rumahku…? Tinggal bersamaku…"

Jongin terkejut bukan main, matanya membulat seolah-olah siap untuk keluar. Jongin tidak percaya dengan apa yang dikatakan Sehun. Memintanya untuk tinggal bersamanya? Apa yang dipikirkan lelaki ini?

"Hei… Jangan takut, Jongin. Ada banyak kamar kosong di rumahku," bujuk Sehun tanpa melepaskan tangannya dari Jongin.

"Tapi…, kenapa? Untuk apa, Sehun?" Jongin menatap Sehun, bingung.

"Supaya ada yang menjagamu. Supaya kau tidak kesepian lagi, dan terus teringat pada…," Sehun tercekat, "anak kita."

Kejadian itu terus terngiang di otak Jongin. Perkataan Sehun sungguh tulus, tapi juga tersirat perintah tak terbantahkan. Seolah-olah ia ingin sekali agar Jongin tinggal bersamanya. Dan disinilah Jongin, memasuki penthouse Sehun dengan kegugupan luar biasa. Jongin sendiri pun heran dengan otak dan mulutnya yang dengan mudah mengindahkan permintaan Sehun.

"Jongin…?" Panggilan Sehun membuat Jongin terkejut. "Kau melamun?"

Jongin tersipu.

"Ayo, kutunjukkan kamarmu."

Jongin segera mengikuti Sehun menuju tangga. Lelaki itu menaiki anak tangga sambil menjinjing koper dan travel bag Jongin sekaligus, seolah yang dibawanya hanyalah dua buah benda yang sangat ringan.

"Itu kamarmu." Sehun menunjuk sebuah pintu dengan dagunya, saat mereka tiba di lantai dua. "Dan, itu kamarku." Dia menambahkan sambil menunjukkan sebuah pintu tepat di sisi kamar Jongin.

Sehun melangkah cepat melintasi ruang santai, menghampiri kamar Jongin dan membuka pintunya. Jongin hanya mengikuti lelaki itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Langkahnya terhenti di ambang pintu kamar, dan matanya terbelalak.

Kamar tidurnya begitu luas, dengan sebuah jendela besar di ujung ruangan. Sungguh mirip kamar hotel bintang lima. Seluruh ruangan didominasi warna biru dan putih. Ada sebuah ranjang king size, dengan sebuah televisi flat di hadapannya, sebuah sofa besar yang tampak nyaman dengan meja kopi yang lebar dan beralas permadani tebal, dan sebuah lemari pakaian.

Sehun meletakkan koper serta travel bag Jongin di dekat sofa. "Itu kamar mandinya," katanya sambil menunjuk pintu kecil di sudut ruangan. "Tapi, maaf, aku baru mengeceknya tadi pagi, jadi baru tahu kalau ada kerusakan pada pipa airnya."

Jongin tidak peduli mengenai pipa air yang rusak. Ia terlalu gembira. Ia memiliki kamar mandi sendiri! Sungguh sebuah kemewahan yang tidak pernah berani diimpikannya.

"Tapi, tenang saja, aku sudah memberi tahu bagian maintenance untuk memperbaikinya. Untuk sementara, kau pakai saja kamar mandi di kamarku."

Jongin menatap Sehun, jengah.

"Yah, sebenarnya ada kamar mandi untuk tamu, tapi jarang dipakai. Aku belum mengecek semuanya. Toiletnya tidak masalah, tapi untuk yang lain aku tidak tahu." Sehun melangkah menghampiri Jongin yang masih berdiri terpaku di ambang pintu. "Kalau kau butuh sesuatu, kau bisa langsung meminta padaku. Atau, kalau aku tidak ada, kau bisa meminta pada Bibi Jang."

Jongin teringat pada perempuan paruh baya yang membukakan pintu untuknya dulu, saat ia datang untuk meminta pertanggungjawaban Sehun. Ia mengangguk.

" Ya, sudah, aku tinggal dulu," kata Sehun sambil melangkah ke luar kamar.

Jongin segera menyandarkan punggungnya pada kusen pintu. Sebisa mungkin memberi ruang pada Sehun agar lelaki itu bisa lewat tanpa menabraknya, tapi ternyata, tubuh Sehun lebih besar dari perkiraannya. Tanpa sengaja, lengan lelaki itu menyentuh dada Jongin saat melewatinya. Sentuhan sekilas yang tidak disengaja itu membuat tubuh Jongin seolah dijalari arus listrik. Membuat jantungnya berdegub cepat dan dadanya terasa sesak. Membuat wajahnya merona. Jongin melirik Sehun dari sudut matanya, tapi tampaknya lelaki itu tidak menyadari apa yang baru saja terjadi. Ia terus melangkah ke arah tangga dan menuruninya. Jongin menghela napas lega.

.

.

.

Jongin menggeliat di atas ranjangnya. Kasurnya terasa begitu nyaman, sungguh berbeda dengan kasur kapuk yang keras di rumah kontrakkannya. Udara sejuk dari pendingin ruangan, membuat Jongin semakin malas untuk bangun. Ia memiringkan tubuhnya dan melirik jam kecil di atas meja nakas. Matanya terbelalak. Pukul setengah sembilan!

Jongin segera menyingkirkan selimut dari atas tubuhnya dan meloncat turun dari ranjang. Ia merasa tidak enak telah bangun kesiangan di rumah orang. Apalagi rumah ini bukan milik sembarang orang, tapi rumah Sehun! Jongin segera masuk ke kamar mandi.

Jongin melepas seluruh pakaiannya, lalu berdiri di bawah shower. Ia memutar keran shower, tapi air yang keluar hanya tetesan air kecil. Saat itu barulah ia teringat ucapan Sehun semalam. Pipa air di kamar mandinya rusak. Jongin mendengus kesal. Tidak ada pilihan, selain menggunakan kamar mandi tamu atau kamar mandi−Jongin menelan ludah−Sehun.

Pikiran untuk menggunakan kamar mandinya saja sudah membuat Jongin jengah. Ia tidak bisa membayangkan mandi di kamar mandi Sehun saat lelaki itu ada di kamarnya. Risih! Namun, pada saat bersamaan, rasa ingin tahu menggelitik hatinya. Jongin penasaran ingin melihat kamar lelaki itu dan bagaimana rasanya mandi di tempat paling pribadi lelaki itu. Jongin menggelengkan kepalanya kuat-kuat, berusaha menepis pikiran-pikiran aneh dari benaknya. Ia kembali mengenakan piayamanya, mengambil handuk dan melangkah keluar kamar mandi.

Di luar kamarnya, Jongin melihat Bibi Jang sedang membersihkan ruang santai. Perempuan itu menoleh dan tersenyum lebar pada Jongin.

"Tuan ingin mandi?" tanyanya saat melihat handuk yang disampirkan di pundak Jongin.

"Iya."

"Tadi Tuan Sehun sudah pesan kepada saya, kalau Tuan mau mandi, pakai kamar mandi Tuan Sehun saja."

Jongin menatap Bibi Jang, ragu. "Sehun… sudah berangkat kerja?"

"Sudah, Tuan."

Godaan itu kembali menggelitik hati Jongin. Jongin memandang pintu kamar Sehun, ragu.

"Silakan, Tuan. Kamar Tuan Sehun tidak dikunci."

Ucapan Bibi Jang membuat Jongin semakin tergoda. Jongin pun melangkah lambat menghampiri kamar Sehun.

"Sarapan juga sudah saya siapkan di ruang makan, Tuan."

"Makasih, Bi." Jongin melangkah lebih mendekat ke arah pintu Sehun, kemudian menatap Bibi Jang, "Oh iya, Bi. Tolong panggil saya Jongin saja. Terasa tidak nyaman jika dipanggil Tuan Jongin."

Perempuan itu hanya mengangguk ramah.

Ia meraih gagang pintu kamar Sehun. Jantungnya berdegub sangat cepat. Ia telah memasuki zona pribadi Sehun!

Jongin menyapu sekeliling ruangan dengan matanya. Kamar tidur Sehun lebih luas dari kamarnya. Namun, seperti interior di setiap ruangan di penthouse itu−kecuali kamar Jongin−kamar Sehun pun didesain modern minimalis dengan warna hitam, abu-abu, putih dan emas mendomasi ruangan. Kesan maskulinnya terasa sangat kental, tapi tetap rapi. Jongin membuka pintu di sudut ruangan. Pintu perlahan terbuka. Jongin tertegun mendapatkan sebuah ruang pakaian yang dipenuhi oleh lemari besar dan tinggi hingga ke langit-langit. Hampir seluruhnya berlapis cermin hingga Jongin dapat melihat bayangannya terpantul dari berbagai sisi.

Rasa ingin tahu yang semakin besar, membuat Jongin menjulurkan tangan dan membuka salah satu pintu lemari. Di dalamnya, terdapat deretan jas yang tergantung rapi, terdapat gantungan dasi yang dipenuhi deretan dasi dalam berbagai motif dan warna. Jongin menutup pintu lemari dan memandang sekeliling, mencari pintu kamar mandi. Ternyata, pintu itu terletak di ujung ruangan. Sedikit tersembunyi di sisi lemari pakaian.

Tanpa membuang waktu, Jongin segera melangkahkan kakinya ke sana, dan membuka pintunya. Matanya terbelalak mendapati kamar mandi yang luas. Lantai dan dinding marmernya putih bersih, sangat kontras dengan bathtub besarnya yang hitam pekat. Sepertinya bathtub itu dapat memuat dua orang. Seluruh tubuh Jongin seolah dijalari semut saat membayangkan dirinya berada di dalam bathtub itu bersama Sehun. Wajahnya merona. Jongin segera menepis pikiran konyol yang meresahkan itu di benaknya, dan memarahi dirinya sendiri.

Di seberang bathtub, ada lemari pendek dilengkapi dengan cermin besar di atasnya. Di sisi lemari ada sebuah wastafel bewarna silver−mungkin dari stainless steel−dan berbentuk bulat. Di ujung ruangan, ada dua macam toilet dan sebuah shower yang dikelilingi kaca yang sangat bening. Tidak buram, seperti yang ada di kamar mandinya.

Jongin menghampiri lemari pendek dan mengambil sabun cair yang tersedia di atasnya, kemudian melangkah menghampiri bilik shower. Ia menggantungkan handuknya pada gantungan handuk yang terletak di sisi bilik dan mulai melepas pakaiannya dengan gerakan pelan dan ragu-ragu.

Entah mengapa, walaupun Sehun sudah pergi, Jongin tetap merasa jengah melepas pakaiannya di kamar mandi lelaki itu. Mungkin karena keberadaan lelaki itu terasa terlalu kental di setiap sudut ruangan ini. Bahkan, harum parfum maskulin lelaki itu masih tertangkap oleh hidungnya. Jongin segera menepiskan rasa risihnya, dan melepas seluruh pakaiannya. Setelah menggantungkannya pada gantungan baju, ia pun melangkah masuk ke bilik shower.

Jongin berlama-lama memanjakan dirinya di bawah pancuran shower, menikmati air yang mengalir di sekujur tubuhnya. Ia menyabuni tubuhnya sambil bersenandung riang. Rasa risihnya sudah hilang. Terlupakan.

Hingga tiba-tiba ia merasakan kehadiran orang lain di dalam kamar mandi itu. Tubuh Jongin menegang. Ia merasa ada yang sedang memperhatikannya. Tangan Jongin berhenti menyabuni tubuhnya. Ia menoleh. Uap air hangat telah sedikit membuat kaca bening itu menjadi sedikit buram, tapi Jongin masih dapat melihat dengan jelas sosok yang sedang berdiri di tengah ruangan. Sehun! Lelaki itu tampak terpaku menatapnya.

Jantung Jongin berdegub kencang. Rasa panik melanda hatinya. Ia tidak dapat menutupi tubuhnya dengan apa pun. Handuknya tergantung di luar bilik shower. Refleks, Jongin meletakkan tangan kiri di depan dadanya, sedangkan tangan kanannya di letakkan di kejantanannya, berusaha menghalangi tubuhnya dari pandangan lelaki itu. Namun, ia tahu, apa yang dilakukannya sia-sia. Ia pun memutar tubuhnya, memunggungi Sehun.

"S−sorry…" Sehun tergagap. "Aku tidak bermaksud…aku…" katanya dengan suara serak. Ia segera memutar tubuhnya, memunggungi Jongin. "Aku hanya mau mengambil ponselku yang tertinggal di kamar mandi. Aku tidak tahu kalau kau−" ia tidak menyelesaikan kalimatnya. "Maafkan aku," lanjutnya kemudian sambil melangkah cepat meninggalkan kamar mandi.

Jongin merasakan tubuhnya lemas seketika. Ia kemudian membersihkan dirinya dari busa sabun, dan keluar dari bilik shower. Menyambar handuk dan pakaiannya, lalu secepatnya kembali ke bilik. Secepat kilat ia mengeringkan tubuhnya dengan handuk dan mengenakan pakaian dengan tangan gemetar.

Saat Jongin keluar dari kamar mandi, ia tidak menemukan Sehun di kamar tidurnya. Ia bahkan tidak menemukan lelaki itu di ruang santai lantai dua. Jongin segera masuk ke dalam kamarnya, dan menghenyakkan tubuhnya di atas sofa.

Mukanya merah padam. Ia sangat malu! Ingin rasanya berteriak untuk melampiaskan kekesalannya tapi ia tidak mungkin melakukannya. Ia tidak mau membuat Bibi Jang terkejut dan tergopoh-gopoh mendatanginya. Jongin menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, mencoba meredam detak jantungnya. Namun, rasa panas di wajahnya seolah tidak mau menyingkir. Jongin tidak bisa membayangkan bagaimana ia bisa berhadapan dengan Sehun nanti malam.

.

.

.

Sehun duduk di jok belakang mobilnya sambil memandang kosong ke luar jendela. Seperti biasanya, di saat after office hour, jalan raya tampak padat. Mobil yang dikendarai sopirnya pun hanya melaju lambat.

Seharian ini, benaknya dipenuhi oleh bayangan Jongin yang sedang mandi di kamar mandinya. Walaupun kaca bilik shower tertutup embun tipis, Sehun dapat melihat dengan jelas lekuk tubuh Jongin. Bayangan Jongin yang sedang menyabuni tubuhnya terasa begitu sensual. Sampai-sampai Sehun mendapati dirinya ereksi saat keluar dari kamar mandi saat itu. Hingga membuatnya gelisah sepanjang hari.

Sehun mendengus kesal sambil merutuki dirinya sendiri dalam hati. Mengapa ia bisa lupa, bahwa ia telah menawarkan Jongin untuk menggunakan kamar mandinya. Ia juga mengutuk Jongin yang tidak mengunci pintu kamar sehingga membuatnya dapat masuk dengan mudah. Namun, Sehun juga cemas. Ia khawatir Jongin berpikir macam-macam mengenai dirinya. Ia khawatir kejadian tadi membuat pemuda itu tidak memercayainya lagi. Sehun menghela napas panjang. Resah.

.

.

.

Setibanya di rumah, Sehun mendapati suasana yang sepi seperti biasanya. Seperti biasanya pula, Bibi Jang menyambut kedatangannya, mengambil tas kerjanya dan membawanya ke ruang kerja Sehun yang terletak di lantai satu.

Setelah mandi, Sehun mendatangi kamar Jongin dan mengetuk pintunya pelan. "Jongin…"

Tidak terdengar jawaban.

"Jongin…"

Tetap tidak ada jawaban.

Sehun menghela napas panjang dan kembali mengetuk pintu. "Jongin, kata Bibi Jang kau belum makan malam?"

Hening.

"Jongin, aku juga belum makan. Kau mau menemaniku?" Bujuk Sehun sambil menempelkan telinganya di daun pintu.

Terdengar langkah kaki mendekat. Sehun segera menjauhkan telinganya dari pintu. Pintu pun terbuka.

Jongin berdiri salah tingkah di hadapan Sehun. Pemuda itu menundukkan kepala, tidak berani menatapnya. Berkali-kali, ia menyibakkan poni yang menghalangi matanya dengan gerakan resah. Namun, Sehun dapat melihat rona merah di wajahnya. Ternyata, Jongin masih merasa malu gara-gara kejadian tadi pagi. Meskipun bayangan Jongin yang sedang mandi melintas di benaknya, Sehun berusaha untuk mengendalikan diri. "Ayo, makan," ujarnya tenang, seolah kejadian tadi pagi tidak pernah terjadi.

Jongin mendongak, menatapnya ragu.

Untuk sesaat Sehun terpaku. Dadanya berdesir saat melihat wajah Jongin dengan jelas. Jantungnya berdegub cepat. Mata bening Jongin yang polos dan rona di wajahnya membuatnya tampak mempesona. Cara pemuda itu menggigit bibirnya mampu membuat Sehun ingin menangkupkan kedua tangannya di pipi pemuda itu, dan mencium bibirnya yang penuh dan basah. Sehun berusaha keras untuk menepis segala pikiran nakalnya. Ia segera membalikkan tubuhnya dan melangkah menuju tangga.

Jongin mengikutinya.

"Orang maintenance sudah datang?" Tanya Sehun dengan nada biasa.

"Sudah," jawab Jongin lirih dari balik punggungnya.

Sehun menghela napas lega, pelan. "Jongin… maafkan aku, ya. Aku benar-benar tidak sengaja," ujarnya tanpa menoleh pada Jongin. "Aku lupa, kalau aku menyuruhmu menggunakan kamar mandiku."

"Tidak apa-apa," gumam Jongin lirih.

Dalam hati, Sehun bersyukur Jongin tidak marah. Ia bersyukur pihak maintenance sudah memperbaiki pipa air di kamar mandi Jongin. Sehun tidak dapat membayangkan jika kejadian tadi pagi terulang lagi. Sehun tidak tahu apakah ia masih bisa menahan dirinya untuk tidak menyetubuhi Jongin.

.

.

.

TBC

.

.

.

Shtpnk memo:

Shtpnk datang membawa sekuel dari Baby Proposal hehe maafkan karena update yang lama, soalnya ga tau kenapa ga bisa dibuka huhu cerita ini juga akan di hapus kalau sudah waktunya, mungkin sekitar tujuh sampai limabelas hari setelah selesai di publish, jadi kalian harus cepat-cepat bacanya hehe thank you