It's Called Life
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Warning : Typo, gaje, crack pair, dll
.
.
.
Hari ini mood Sasuke benar-benar buruk. Pertemuannya dengan anggota klan Uchiha tidak berlangsung mulus. Berita mengenai kematian sepupu Sasuke, Izuna yang belum diketahui siapa pelakunya membuatnya geram. Belum lagi kejadian 'aneh' yang menimpa hampir semua anggota Uchiha.
Tetua Uchiha, Uchiha Madara juga tidak luput dari kejadiaan naas, mobil yang ditumpanginya ditabrak dan dirusak oleh segerombolan orang tidak dikenal saat melewati perbatasan Konoha dan Iwa. Sang tetua Uchiha beruntung masih bisa selamat walau keadaannya masih tidak stabil..
Keluarga Uchiha yang secara turun temurun menjadi salah satu kelompok dunia hitam yang disegani memang memiliki banyak saingan. Mereka memiliki attitude selayaknya keluarga bangsawan, tapi disisi lain mereka dapat bertindak keras layaknya Yakuza yang ditakuti.
Mobil yang sejak tadi dikendarai Sasuke melaju dengan kecepatan tinggi. Emosi yang belum surut membuatnya semakin kalap untuk memacu mobilnya melebihi batas normal. Hujan yang turun tidak membuat emosinya mereda bahkan rasa marahnya semakin menjadi. Wanita yang berada disamping Sasuke, memeluk erat safety belt. Dia sangat ketakutan, bulir-bulir keringat membasahi dahinya. Matanya terpejam erat mulutnya seolah terkunci, tidak berani bersuara.
Mobil Sasuke berbelok tajam dengan tiba-tiba, menimbulkan bunyi decit ban yang nyaring. Sontak wanita berambut merah itu membuka matanya. Takut-takut dia menolehkan kepalanya ke samping. Dilihatnya Sasuke yang masih menampilkan wajah marah. Segera dia memalingkan wajahnya, melihat keadaan diluar tenyata mereka sudah berada di apartemen Karin, wanita di samping Sasuke.
"Turun," perintah mutlak Sasuke menyapa telinganya.
Buru-buru dia melepas safety belt, membuka pintu dan turun dari mobil. Begitu pintu ditutup, Sasuke kembali memutar mobilnya melaju ke jalanan. Karin menghembuskan nafas lega.
"Dasar, orang aneh," gumamnya pelan.
Dia melenggang kedalam apartemennya, merogoh tasnya mengambil sebungkus rokok lalu mengapit dibibirnya dan menyalakan. Dihembuskannya rokok yang bertengger dimulutnya.
"Rokok dan wanita, perpaduan yang buruk," seorang laki-laki yang muncul dari arah basement, mendekati Karin.
Karin hanya mendengus dan mengibaskan tangannya. " Jangan dekat-dekat."
Si lelaki tersenyum geli melihat Karin. Penolakan Karin sudah biasa diterimanya. Dengan cuek dia mengekori Karin menuju apartemennya.
"Kau mau apa?" ucap Karin begitu dia berhasil membuka pintu apartemennya. Wajah Karin menyiratkan kejengkelan pada lelaki yang kini menyelonong masuk.
"Kau sudah tau pasti apa mauku." Lelaki itu membaringkan dirinya di sofa, sejenak menatap langit-langit kamar Karin. "Aku tidak suka kau dekat-dekat dengan Sasuke."
"Bukan urusanmu,"
Karin meninggalkan lelaki itu sendirian. Dia tidak mood untuk berdebat dengan lelaki itu.
...
Sasuke masih terngiang ucapan tetua Uchiha mengenai pihak-pihak yang menginginkan jatuhnya Uchiha. Sasuke memikirkan beberapa pihak yang berpeluang besar jika Uchiha runtuh. Selama ini ada beberapa klan besar yang selalu bersinggungan dengan Uchiha. Memang dunia yang mereka geluti, berpeluang menghasilkan musuh.
"Sial", dia memukul stir mobilnya. Terlalu banyak kemungkinan-kemungkinan berkeliaran diotak Sasuke.
Hujan yang semakin deras membuat jarak pandang semakin sulit, namun hal itu tidak membuat Sasuke menurunkan laju mobilnya. Berkali-kali dia membunyikan klakson untuk mengusir penghuni jalan yang menurutnya mengganggu laju mobilnya.
"Sial," Sasuke mengumpat.
Mobil Sasuke tergelincir keluar jalur karena dia mengerem mendadak. Seorang gadis tiba-tiba berlari melintas didepannya. Gadis itu memakai dress semata kaki berwarna coklat muda yang sudah basah kuyup terguyur hujan. Rambut gelapnya menutupi sebagian wajahnya.
Emosi Sasuke semakin tersulut melihat asap keluar dari kap mobil yang menabrak pembatas jalan. Sasuke membuka pintu dengan tampang garang menghampiri gadis yang masih terduduk lemas.
"Dimana matamu, sialan!", bentak Sasuke.
Sasuke menarik tangan gadis yang masih terduduk itu untuk berdiri. Gadis itu tersentak ikut berdiri dengan wajah menangis. Wajahnya pucat, bibirnya keunguan karena kedinginan.
"Cepat minggir!," Sasuke mengepalkan jemarinya berusaha menahan diri agar tidak melampiaskan kemarahannya pada gadis di depannya.
Sasuke menyerngit menyadari tangan si gadis yang dia pegang sangat dingin, bahkan sampai bergetar.
"T-tolong saya, tuan," ucapnya dengan bibir bergetar.
Setelah mengucapkan itu, gadis itu langsung ambruk tidak sadarkan diri. Sasuke yang tidak sempat mengantisipasi hal itu, merutuki dirinya karena membiarkan gadis itu mencium tanah.
"Sialan!"
Sasuke menggendong gadis itu dan memasukkan kedalam mobilnya. Belum pernah sebelumnya Sasuke melakukan hal merepotkan seperti itu. Dikeadaan normal dia sudah meninggalkan gadis itu sendiri, tidak peduli kalau nantinya dia mati. Sasuke menyalakan mobilnya. Sialnya karena benturan dengan pembatas jalan membuat mobilnya mati.
"Sialan!"
Diperhatikan gadis yang tidak sadarkan diri itu, wajahnya tidak asing bagi Sasuke. Dia mendengus kesal merutuki kesialannya hari ini. Sasuke menghentikan taksi yang kebetulan lewat. Meninggalkan mobilnya begitu saja. Emosi yang tadi meluap-luap kini berangsur surut.
Dia meraih ponsel yang berada di dashboard memencet beberapa angka, lalu menunggu sambungan diseberang sana diangkat.
"Moshi-moshi, Sasuke-kun"
"Sakura, aku butuh bantuanmu. Datanglah ke rumahku."
"Hai', aku akan segera kesana."
"Hn," jawaban singkat Sasuke mengakhiri percakapan telepon.
Sasuke melepas jas yang dipakainya, menutupi tubuh bagian atas gadis yang tidak sadarkan diri disampingnya. Dari ujung matanya, dia melihat tubuh gadis itu masih bergetar. Mulutnya mengerang dan mengigau. Sasuke tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang diucapkan gadis itu.
...
"Siapa gadis ini, Sasuke-kun?," Sakura yang mengeluarkan peralatan medis dari tasnya, "sepertinya baru kali ini aku melihatnya."
Sasuke tidak berniat menjawab pertanyaan dari Sakura. Dia duduk tenang menyilangkan kakinya di sofa yang berada di ujung kamar, sambil memperhatikan Sakura.
"Keadaannya tidak begitu parah, hanya luka-luka memar akan bertahan sampai 3 hari. Aku akan memberikan resep obat untuknya," Sakura memberikan secarik kertas berisi resep kepada Sasuke, "Luka-luka ditubuhnya berasal dari pukulan benda tumpul, seperti korban kekerasan. Sasuke-kun siapa sebenarnya gadis ini?".
"Aku tidak tahu."
Dari awal kedatangan Sakura, Sasuke sama sekali tidak menjelaskan secara detail kecuali gadis itu adalah tertabrak mobilnya. Sakura menghela nafas, dia sudah mengenal Sasuke semenjak kecil jadi dia maklum dengan jawaban-jawaban singkat itu. Sasuke memang tidak suka berbicara panjang lebar dan cenderung tertutup. Dia membereskan peralatannya ke dalam tas.
"Kalau begitu aku pulang dulu. Jangan lupa obatnya, Sasuke kun." Sakura menepuk pundak Sasuke.
"Hn."
Sasuke memperhatikan gadis yang terlelap diranjangnya. Sepertinya memang Sakura benar tentang luka-luka di tubuh gadis itu. Sasuke sempat terbelalak melihat banyaknya luka memar di sekujur tubuh gadis itu saat mengganti pakaiannya yang basah. Dia juga bertanya-tanya siapa dan bagaimana gadis itu mendapatkan luka seperti bekas cambukan itu.
...
Begitu mendengar suara heel beradu dengan tangga di belakangnya, Shikamaru berdiri. Mematikan sisa rokok yang masih setengah.
"Aku akan mengantarmu," Shikamaru meraih kunci mobil yang berada diatas meja.
Sakura tersenyum dan mengangguk. Sakura yang merupakan dokter pribadi Sasuke sudah mengenal semua penghuni rumah ini. Shikamaru salah satu penghuni yang tidak banyak bicara seperti Sasuke dan lebih mengandalkan tindakan. Oleh karena itu Sakura lebih nyaman diantar oleh Shikamaru daripada yang lain. Setidaknya dia lebih bisa diajak berbicara dengan topik yang 'berat'.
"Shikamaru-kun, kamu tahu siapa gadis yang dibawa Sasuke-kun?" Sakura memecah keheningan diantara mereka.
"Aku tidak tahu, aku hanya diperintah mengantarkanmu pulang."
Sakura tahu Shikamaru bukan tipe pembohong tapi juga buka orang yang suka bergosip seperti yang lain. Dirinya antara percaya dan tidak percaya dengan jawaban Shikamaru.
"Baru kali ini aku melihat Sasuke membawa gadis ke dalam kamarnya."
Shikamaru mengangguk, dia masih berkonsentrasi melihat jalan didepan.
"Kau tau?" Sakura memiringkan tubuhnya kearah Shikamaru, memandang dengan penuh rasa penasaran, "Jangan-jangan yang membuat luka-luka ditubuh gadis itu adalah Sasuke-kun sendiri."
Shikamaru melirik Sakura, dia mendengus kemudian kembali memusatkan perhatiannya ke jalanan.
"Dia bukan penganut sadisme, sepertinya dia hanya menolong gadis itu."
Sakura menyerngit heran, Sasuke dan menolong bukanlah kata yang cocok. Sasuke tidak pernah menolong.
"Kau yakin?", Sakura memastikan.
Shikamaru hanya mengangkat bahunya tidak peduli. Mereka berdua kembali terdiam sampai tiba ditempat tujuan, apartemen Sakura.
...
Si gadis mengerang dan menggerakkan badannya, perlahan dibuka matanya. Pandangannya bertabrakan dengan langit-langit asing berwarna putih terang.
"Apa aku sudah mati?"
"Selamat datang di neraka," jawaban tiba-tiba Sasuke mengagetkannya.
Sontak dia duduk mendengar suara yang menjawabnya. Pria yang tadi malam hampir menabraknya, sekarang sedang duduk di sofa diseberang tempat tidur yang dia tempati.
"T-tuan-," gadis itu bangkit dari tempat tidur,membungkuk kearah Sasuke, "terimakasih telah menyelamatkan saya."
Sasuke menaikkan satu alisnya, "aku tidak berniat menyelamatkanmu."
Gadis itu meluruskan punggungnya, "saya tetap berterimakasih tuan," dia memberikan senyuman tulus, "nama saya Hinata."
Sasuke tertegun melihat senyum gadis didepannya, namun cepat-cepat dia memalingkan wajahnya ke samping. Mengembalikan ekspresi wajah seperti sediakala. Sasuke memperhatikan gadis di depannya, dia memiliki mata perak khas Hyuga.
"Kau bisa pergi dari sini setelah sembuh," Sasuke berdiri mengambil nampan berisi makanan dan obat-obatan meletakkan di nakas, "dan jangan sampai kau beranjak keluar kamar ini dengan menggunakan itu." Sasuke menunjuk pada pakaian yang digunakan Hinata.
Hinata melihat baju yang dipakainya. Sontak dia menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya. Wajahnya memerah menyadari pakaian yang dikenakan.
"S-saya..."
Belum sampai Hinata melanjutkan ucapannya Sasuke memutar tubuhnya berjalan meninggalkan kamar.
Hinata mengusap wajahnya, dia merasa sangat malu. Pakaian yang dipakai hanya berupa kaos kebesaran berwarna hitam. Dia menarik kerah lalu melongok ke balik bajunya, dia tidak memakai apa-apa selain kaos.
'Siapa yang telah memakaikan pakaian ini?' batin Hinata.
...
Sasuke memggerakkan lehernya kaku. Semalaman dia berjaga menunggui gadis yang memperkenalkan dirinya dengan nama Hinata. Rasa penasaran membuatnya berpikir semalaman, siapa yang membuat luka memar di sekujur tubuh gadis itu.
"Kau kelihatan kacau sekali," sapa Shikamaru begitu Sasuke mendekati pantry.
"Dia Hyuga," desis Sasuke.
Shikamaru tidak terlihat kaget, dia masih bergelut dengan teko kopi yang masih mengepul. Mengerti bagaimana nanti reaksi klan Uchiha kalau mengetahui ada Hyuga di rumah Sasuke. Uchiha dan Hyuga klan yang saling bertentangan, layaknya Korea Utara dan Korea Selatan yang selalu bertentangan. Ibarat Hyuga adalah siang maka Uchiha adalah malam.
"Bukankah ini semakin menarik? Kebetulan yang menyenangkan," dia meletakkan dua cangkir diatas meja. Menuangkan untuk dirinya sendiri dan satu lagi untuk Sasuke.
"Dia harus segera pergi dari sini sebelum menjadi masalah."
"Terserah kau saja," Shikamaru menyesap kopinya.
"Bagaimana perkembangan kasus Izuna?"
"Sepertinya banyak yang terlibat dan belum ada bukti yang mengarah kesatu pihak."
"Hn."
Tidak ada yang bersuara lagi. Sasuke sibuk membaca koran dan Shikamaru berkutat dengan ponselnya.
"Sasuke...," Kiba, salah satu kepercayaan Sasuke tergopoh-gopoh menghampiri Sasuke dan Shikamaru, "Obito semalam diserang segerombolan orang tidak dikenal."
Kiba terengah-engah dan langsung mengambil kursi disamping Shikamaru. Sasuke meletakkan korannya, begitu juga Shikamaru. Fokus mereka kepada Kiba yang masih mengatur nafas.
"Jelaskan," nada suara Sasuke berubah tegas menahan amarah.
"Semalam anak-anak yang berada di Iwa mendapat kabar pub milik Obito diserbu orang tidak dikenal. Mereka berusaha menolong tapi setiba disana semua sudah porak poranda. Obito terluka parah, sekarang sudah ditangani."
Sasuke mengepalkan tangannya, mengebrak meja dengan marah, "sepertinya mereka menantang Uchiha secara terang-terangan. Siapkan semuanya kita akan bergerak cepat."
Sasuke bergegas meninggalkan ruangan. Shikamaru menggumamkan kata-kata andalannya, 'merepotkan'. Kiba mengikuti instruksi Sasuke, dia meraih ponselnya menghubungi orang-orang yang diperlukan. Shikamaru pun melakukan hal yang sama, sambil berjalan keluar.
...
Seharian ini Hinata hanya berbaring di kamar asing ini. Seperti kata-kata yang diucapkan lelaki itu benar-benar membuatnya ketakutan. Dia berharap lelaki tadi pagi kembali secepatnya dan membawakan sesuatu yang dapat dia pakai secara pantas.
Hinata memandangi memar di kedua lengannya. Sudah tidak terasa sakit, hanya meninggalkan warna ungu kehitaman di kulitnya yang pucat. Punggungnya juga sudah tidak terasa perih sepertinya obat yang diterimanya sangat manjur.
Dia teringat kejadian semalam, aksi nekatnya melarikan diri. Dia berlari tanpa menggunakan alas kaki di cuaca hujan. Bersumpah dalam hati kalau ada yang menyelamatkan dirinya. Dia rela mengabdikan seluruh hidupnya untuk orang itu.
'Aku harus berterima kasih kepada Tuan penyelamatku', batin Hinata.
Perut Hinata terasa sangat lapar. Dia ingin keluar dari kamar ini tapi ketika teringat kaos yang dipakainya dia merasa malu. Hanya bisa menduga-duga siapa saja penghuni rumah ini.
Cklek
Pintu kamar terbuka, Hinata yang sedang melamun tersentak kaget. Seorang wanita cantik berambut pink berjalan kearahnya sambil tersenyum. Hinata tidak berkedip melihat sikap anggun wanita itu.
"Bagaimana keadaanmu?", dia meletakkan bawaannya diujung tempat tidur, "aku, Haruno Sakura." Sakura menjulurkan tangan kanannya.
"Saya Hinata." Ucapnya sambil menjabat tangan kanan Sakura.
Mereka berjabat tangan sebentar, kemudian wanita bernama Sakura itu mengangsurkan tas bawaannya kepada Hinata.
"Pakai ini, jangan sampai makhluk buas disini melihatmu hanya memakai itu," jari Sakura menunjuk kaos yang dipakai Hinata, "dan jangan berbicara terlalu formal begitu, panggil saja aku Sakura."
Wajah Hinata memerah, Sakura orang kedua yang berkata seperti itu. Hinata membuka tas kertas yang berisi pakaian.
"Terimakasih, Sakura."
Sakura mengibaskan tangannya, "tidak usah sungkan."
Sakura kembali memeriksa keadaan Hinata begitu selesai berganti pakaian. Sakura bertanya tentang luka ditubuh Hinata, namun Hinata enggan untuk menjawab.
"Tidak apa-apa kalau kamu tidak ingin menceritakannya," Sakura meremas tangan Hinata menunduk.
"Maaf, Sakura."
Sakura menggandeng Hinata keluar dari kamar. Sakura bercerita tentang laki-laki yang telah menolong Hinata, Uchiha Sasuke. Hinata kaget mendengar nama Uchiha. Dari dulu semua anggota klan Hyuga tahu bahwa mereka dan Uchiha selalu bersaing.
...
Bunyi decit ban dan derap langkah orang banyak membuat Sakura dan Hinata menghentikan kegiatan makan mereka. Sakura berjalan menuju jendela yang menghadap jalan masuk, mengintip siapa yang datang. Hinata mengikuti yang dilakukan Sakura.
"Sasuke-kun sudah kembali."
Hinata masih mengintip dari balik jendela. Sakura kembali ke meja makan melanjutkan makan yang tertunda.
Dapur Sasuke berada di lantai satu menyatu bersama ruang tamu, ruang makan dan tempat berkumpul. Disisi kiri terdapat arena menyerupai ring tinju.
Pintu masuk terbuka, Sasuke diikuti 5 orang dibelakangnya masuk dengan wajah tegang. Hinata yang melihat Sasuke langsung merasa ciut. Dia teringat marga Sasuke, Uchiha.
"Kenapa kau masih disini?" mata Sasuke menelisik Hinata.
"S-s-saya...," Hinata tergagap melihat Sasuke kian mendekat.
"Apa kau mata-mata dari Hyuga?" bentak Sasuke tepat didepan Hinata.
Orang-orang yang berada di belakang Sasuke terkejut mendengar nama Hyuga. Tapi mereka nampak tidak peduli melenggang mencari tempat masing-masing untuk duduk dan membiarkan Sasuke yang emosi. Shikamaru yang ikut mendengar hanya mendengus.
"Aku ingin istirahat kalau ada apa-apa ,aku dikamar," Shikamaru menepuk pundak Kiba kemudian berjalan ke lantai 2.
"Sasuke-kun, tenanglah," Sakura mengelus lengan Sasuke, berusaha menenangkan.
"Aku tidak ada urusan denganmu Sakura," dihempaskan tangan Sakura yang berada dilengannya.
Hinata yang ketakutan mulai menangis. Dia menunduk, karena takut melihat wajah Sasuke yang penuh dengan amarah.
"Jawab aku, Hyuga."
"S-saya...s-saya bukan...," airmata Hinata tidak mau berhenti, "s-saya bukan mata-mata, s-saya tidak tahu kalau tuan adalah Uchiha."
"Buktikan!"
Ucapan Sasuke membuat Hinata mengangkat kepalanya. Matanya yang penuh dengan air mata bertemu dengan mata Sasuke yang berkilat marah.
"S-saya bersedia m-melakukan a-apapun untuk m-membuktikan s-saya bukan seperti itu, tapi gantinya bolehkan saya t-tetap disini?," Hinata memberanikan diri memandang tepat ke arah mata Sasuke.
"Belum apa-apa sudah berani bertukar syarat, hm?" sudut bibir Sasuke terangkat, dia meremehkan keberanian Hinata.
"Sai, potong satu ruas jari kelingkingnya," Sasuke berlalu dari hadapan Hinata. Hinata sendiri terkesiap mendengar ucapan Sasuke.
"Oke," laki-laki yang bernama Sai bangkit dari duduk mengambil pisau dari kantong celananya.
"Tunggu Sai, Sasuke-kun!" Sakura mengejar Sasuke.
Sasuke menapaki tangga ke lantai 2 membiarkan Sakura berteriak memanggilnya. Sementara itu, Sai yang selalu patuh dengan perintah Sasuke mendekati Hinata yang masih menangis.
"Nona, silahkan pilih sendiri pisau mana yang kau suka," Sai tersenyum sambil memperlihatkan beberapa pisau lipat berbagai bentuk.
Hinata menundukkan kepalanya pasrah.
"Baiklah kalau begitu," senyum lembut masih terukir dibibir Sai. Dia memilih pisau lipat yang memiliki bentuk seperti replika pedang dengan ukuran mini. "Pisau ini sangat tajam dan jangan kuatir aku sudah sangat ahli, nona Hyuga," imbuh Sai lirih tepat di telinga Hinata.
Sai meraih tangan kiri Hinata, membelainya sebentar dan mengeksekusi dengan cepat. Selanjutnya yang terdengar hanya jeritan kesakitan Hinata. Sakura yang mendengar jeritan itu berlari ke lantai bawah. Dia menyambar perlengkapan obat-obatan yang berada di samping tangga.
"Hinata-chan!" Sakura meraih tangan kiri Hinata yang mengucurkan darah. Membebatnya dengan sapu tangannya. Dia mendudukan Hinata yang gemetaran di sofa yang berhadapan dengan Kiba.
Sai yang memegang pisau berlumuran darah berlalu dari tempat itu dengan wajah penuh senyum. Sai adalah sosok yang selalu tersenyum. Dikeadaan seperti apapun dia selalu tersenyum. Kiba menjuluki Sai sebagai psikopat. Kiba yang dari tadi hanya memperhatikan, masih terdiam tidak berniat menolong. Begitu juga dua orang yang duduk dengan Kiba, Shino dan Juugo.
Sesekali Hinata hanya meringis kesakitan tanpa mengeluarkan air mata saat Sakura membebat dan memberi obat ke luka Hinata. "Ini akan sembuh agak lama Hinata-chan," Sakura membalut jari kelingking Hinata.
"Aku akan memberikan obat pereda sakit", lanjut Sakura.
Hinata hanya mengangguk. Dia merasa lemas melihat darah yang begitu banyak bahkan sempat muntah. Sakura dengan sabar menemani Hinata.
Juugo beranjak mengambil gelas berisi air, diangsurkannya ke Hinata. "Minum dulu," Hinata hanya mengangguk menerima gelas dari Juugo.
...
Hinata terbangun mengerang menggerakkan badannya. Tangan kirinya terasa kebas. Dia mengaduh saat berusaha menggerakkan tangannya. 'Seingatku aku berada di sofa, kenapa bisa kembali ke kamar?' batin Hinata.
"Bangun!"
Mendengar suara berat Sasuke, sontak membuat Hinata bangkit dari posisi tidurnya. Sasuke berdiri menjulang di samping ranjang dengan menyilangkan tangannya di depan dada.
"U-uchiha-sama," Hinata membungkuk dihadapan Sasuke.
"Apa maumu sebenarnya?"
Hinata sedikit memiring kepalanya mendengar ucapan Sasuke. Mengetukkan jari telunjuknya di dagu. Kemudian menggeleng.
"Apa hubunganmu dengan Hyuga Neji?" suara Sasuke mendesis menekankan setiap kata.
"N-Neji-nii sepupu saya," Hinata menunduk memandang lantai marmer yang terasa dingin di kakinya.
Sasuke menghembuskan nafas kasar lalu mendudukkan dirinya di ranjang. Dia menarik tangan Hinata agar ikut duduk.
"Ceritakan apa yang terjadi denganmu?" suara dingin Sasuke membuat nyali Hinata menciut. Hinata melirik jari kelingking kirinya yang masih terasa sakit. Pikirannya bergelut antara bercerita jujur atau tidak. Dia menimbang-nimbang apakah Sasuke percaya dengannya atau tidak.
Deheman Sasuke membuat Hinata terkaget membuyarkan lamunannya. "Jadi?"
Hinata menyerah dengan pertimbangan-pertimbangan aneh diotaknya memilih menceritakan semua yang dialaminya kepada Sasuke.
Sasuke mendengarkan Hinata dengan seksama. Dari jarak sedekat ini, dia bisa dengan jelas melihat berbagai ekspresi yang ditampilkan Hinata saat bercerita. Mata, hidung, pipi, bibir mungil dan keseluruhan wajah Hinata membuat konsentrasi Sasuke agak kacau.
"J-jadi?" sambil menolehkan wajahnya menghadap Sasuke dan sedikit menarik ujung kaos orang disampingnya. "U-uchiha sama? Bagaimana? Boleh aku disini?"
Sasuke tersadar dari kegiatan mengamati wajah gadis di depannya. "Apa yang kau berikan jika aku mengijinkanmu disini?"
"Saya akan melakukan apapun yang Uchiha-sama perintahkan," jawab Hinata .
Sasuke menyeringai mendengar jawaban Hinata, "Apapun, hm?" tanyanya sambil membelai pipi Hinata. "Pertama, panggil aku seperti yang lain memanggilku."
Wajah Hinata memanas karena sentuhan Sasuke, "A-aniki?"
Sasuke menyerngitkan dahinya mendengar kata 'aniki', dia bahkan tidak pernah mendengar orang-orang disekitarnya memanggilnya dengan sebutan itu, "Aniki?"
Hinata mengangguk dan memasang wajah innocent dengan mengetuk-ngetuk telunjuknya di dagunya sambil berkata, "difilm-film yakuza mereka memanggil senior dengan sebutan Aniki" Hinata melirik ekspresi Sasuke yang masih sama lalu melanjutkan, "Di one piece juga begitu."
"Baka!" Sasuke berdiri dari ranjang meraih rokok yang tergeletak di nakas. One piece? Sasuke saja tidak tahu apa itu one piece. Menyalakan rokok yang sudah terjepit di bibirnya.
"G-gomen," Hinata ikut beranjak dari ranjang. Membungkukkan badannya dibelakang Sasuke.
Sasuke menghisap rokoknya dalam-dalam kemudian menghembuskan. Berbalik menghadap Hinata yang masih membungkuk. Meraih pundak Hinata agar menegakkan badannya. "Syarat kedua," Sasuke melempar dan menginjak rokok yang masih tersisa banyak. Secara spontan dia mendorong Hinata ke belakang. Hinata yang tidak mengantisipasi tindakan Sasuke langsung terjengkang jatuh di ranjang. "Aku menginginkan ini," ucap Sasuke sambil menyingkap baju Hinata.
.
.
-continued-
nb. - mungkin banyak typo terselip atau plot yang... aneh mungkin, so mohon bantuannya.
- diedit tgl 27/07-16